Tafsir Al-Azhar Sufi
Tafsir Al-Azhar Sufi
Dewi Purwaningrum
STIQ Al-Multazam Kuningan
Email: dewyhideaki26@gmail.com
Abstract
Adabi ijtimai is a style of interpretation of the Qur'an that links the verses of the Qur'an
with the conditions of society so that people will more easily accept the delivery of the contents
and meaning of the Qur'an. Therefore, research related to the pattern of adabi ijtima'i is very
important to dismantle the verses related to the rules that run and are enforced in Indonesian
society. Like Hamka and Quraish Shihab also interpreted the Qur'an with the socio-cultural style
of the community. With this adabi ijtima'i interpretation, it is easier for Indonesian people to
accept the contents of the Qur'an. Al-Misbah interpretation is more inclined to government
regulations applied in Indonesia, while the interpretation of Al-Azhar because the commentator
of the interpretation is a Sufi and writer so in his interpretation he is more inclined to Sufism and
also plays with literary words so that the language used looks beautiful.
Abstrak
Adabi ijtimai merupakan salah satu corak penafsiran Al-Qur’an yang mengaitkan ayat-ayat
Al-Qur’an dengan kondisi masyarakat sehingga masyarakat akan lebih mudah menerima
penyampaian isi dan makna Al-Qur’an. Oleh karena itu penelitian terkait corak adabi ijtima’i ini
sangat penting untuk membongkar ayat-ayat yang berhubungan dengan aturan-aturan yang
berjalan dan ditegakkan di masyarakat Indonesia. Seperti halnya Hamka dan Quraish Shihab juga
menafsirkan Al-Qur’an dengan corak sosial kebudayaan masyarakat. Dengan adanya tafsir adabi
ijtima’i ini maka masyarakat Indonesia lebih mudah lagi menerima kandungan-kandungan Al-
Qur’an. Adapun Tafsir Al-Misbah lebih cenderung kepada peraturan-peraturan pemerintah yang
diterapkan di Indonesia, sedangkan tafsir Al-Azhar karena mufassir tafsir tersebut adalah seorang
sufi dan sastrawan jadi dalam penafsiran beliau lebih cenderung kepada tasawuf dan juga
memainkan kata-kata sastra sehingga bahasa yang digunakan tampak indah.
Al Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 2, No. 1, Februari 2022 15
Hafid, Dewi, Corak Adabi Ijtima’i Dalam Kajian Tafsir Indonesia …
16
ijtima’i serta substansi penafsiran dengan penafsiranya sedemikian rupa sehingga ia
kondisi masyarakat Indonesia. membedakanya dari orang lain.”
Dalam kamus Bahasa Arab kata corak
PEMBAHASAN
diartikan dengan laun (warna), dan syakl
1. Pengertian Adabi Ijtima’i
(bentuk).3 Menurut Nashruddin Baidan, corak
Allah Swt. Menurunkan kitab-Nya agar
tafsir adalah suatu warna, arah, atau
manusia berfikir, Dia berfirman dalam QS.
kecenderungan pemikiran atau ide tertentu
Shad ayat 29:
yang mendominasi sebuah karya tafsir.4 Jadi
۟ ۟
ك ُم ََََٰبٌك لِيَدَّبَُّرٓوا ءَايََٰتِ ِهۦ َولِيَ تَ َذ َّكَر أ ُ۟ولُوا
َ َنزلَْٰنَهُ إِلَْي
َب أ
ِ
ٌ َك َٰت
corak penafsiran Al-Qur’an dapat
ِ َْٱْلَلْب
َٰب disimpulkan adalah warna atau ragam
penafsiran, sehingga akan tampak kekhasan
“Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan dari suatu penafsiran. Secara luasnya, makna
kepadamu penuh berkah agar mereka corak penafsiran ini adalah sebuah ciri yang
menghayati ayat-ayatnya dan agar orang- digunakan mufassir dalam menafsirkan Al-
orang yang berakal sehat mendapat Qur’an dan menjelaskan makna-makna yang
pelajaran.” (QS. Shad: 29) terkandung di dalamnya.
Pembagian tafsir Al-Qur’an menurut Kata adabi ijtima’i berasal dari bahasa
Ibnu Abbas: Bi i’tibari ma’rifatinnas lahu, bi Arab. Dilihat dari bentuknya termasuk
i’tibari asaalibihi, bi i’tibari ittijahat mashdar, yang mana dari kata kerja (Fi’il
mufassirin bihi, bi i’tibari thoriiqil wushul Madhi) aduba, yang berarti sopan santun, tata
1
ilaihi. Seorang mufassir dalam menafsirkan karma dan sastra. Secara leksikal kata adabi
Al-Qur’an memiliki kecenderungan yang memiliki makna norma-norma yang dijadikan
berbeda-beda, dalam istilah Arabnya yaitu pegangan bagi seseorang dalam bertingkah
Ittijahat yaitu : laku dalam kehidupannya dan dalam
mengungkapkan karya seninya. Oleh karena
الوجه اليت قصدها املفسر يف تفسريه وغلبت عليه أوكانت
itu istilah adabi bisa diterjemahkan sastra
2
ابرزة يف تفسري حبيث متيز هبا عن غريه budaya.
“Kecenderungan mufassir dalam Sedangkan kata ijtima’i bermakna
menafsirkan ayat, atau yang menonjol dalam banyak bergaul dengan masyarakat atau bisa
diterjemahkan kemasyarakatan. Jadi secara
1
Musa’id Ibn Sulaiman At Thayyar, Fushul fii Ushulit 3
Rusyadi, Kamus Indonesia-Arab, (Jakarta: Rineka
Tafsir, (Damam: Daar Ibn Zauji, 1997), h. 16 Cipta, 1995), h. 181
2
Musa’id Ibn Sulaiman At Thayyar, Fushul fii Ushulit 4
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir,
Tafsir, (Damam: Daar Ibn Zauji, 1997), h. 20 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 388
Al Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 2, No. 1, Februari 2022 17
Hafid, Dewi, Corak Adabi Ijtima’i Dalam Kajian Tafsir Indonesia …
etimologis tafsir dengan corak adabi ijtima’i ayat-ayat Al-Qur’an pada segi ketelitian
adalah tafsir yang berorientasi pada sastra redaksi Al-Qur’an kemudian menyusun
budaya dan kemasyarakatan, atau bisa disebut kandungan ayat-ayat tersebut dalam suatu
dengan tafsir sosio-cultural. redaksi yang indah dengan menonjolkan
Adabi ijtimai menurut Manna Al- tujuan dari diturunkannya Al-Qur’an, yakni
Qatthan adalah tafsir yang diperkaya dengan sebagai petunjuk dalam kehidupan, lalu
riwayat salaf al-ummah dan dengan uraian menggandengkan pengertian ayat-ayat
tentang sunnatullah yang berlaku dalam tersebut dengan hukum alam (Sunnatullah)
masyarakat. Menguraikan gaya Al-Qur’an yang berlaku dalam masyarakat dan
yang pelik dengan menyingkapkan maknanya pembangunan dunia.7
dengan ibarat-ibarat yang mudah serta Adapun muqarran menurut Abdul Hay
berusaha menerangkan masalah-masalah Al-Farmawi, muqarran merupakan mashdar
musykil dengan maksud untuk dari kata مقارنة-يقارن-قارن yang berarti
mengembalikan kemuliaan dan kehormatan
Islam serta mengobati penyakit masyarakat perbandingan (komparatif).8 Menurut Mula
Muhammad Husai Al-Dzahabi adalah tafsir memiliki persamaan atau kemiripan redaksi,
yang menyingkapkan balaghah, keindahan yang berbicara tentang masalah atau kasus
bahasa Al-Qur’an dan ketelitian redaksinya, yang berbeda dan memiliki redaksi yang
kemudian mengaitkan kandungan ayat-ayat berbeda bagi masalah atau kasus yang sama
Al-Qur’an dengan sunnatullah dan aturan atau diduga sama. Termasuk dalam objek
hidup kemasyarakatan, yang berguna untuk metode ini adalah membandingkan ayat-ayat
memecahkan problematika umat Islam Al-Qur’an dengan sebagian yang lainya, yang
Menurut Quraish Shihab adabi ijtima’i Tafsir menyangkut penafsiran ayat-ayat Al-
adalah tafsir yang memfokuskan penjelasan Qur’an.9 Jadi dalam penafsiran perbandingan
5 8
Manna Al-Qatthan, Mabahits Fii Ulum Al-Qur’an, Abd Al-Hayy Al-Farmawi, Bidayah Fii Tafsir Al
(Beirut: Muassasah Ar-Risalah, 1976), h. 337 Maudhui, (Kairo: Hadrat Al-Gharbiyah, 1977), h..52
6 9
Muhammad Husain Al-Dzahabi, At-Tafsir wal Mula Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, (Sleman: Teras,
Mufassirun, juz 3, (Mesir: Daar Al-Kitab Al-Arabi, 2005), h.85
1976), h. 215
7
Abdul Rouf, Mozaik Tafsir Indonesia, (Depok: Sahifa
Publishing, 2020), h. 322
18
ada 3 objek yang dapat dibandingkan; ayat hidup.10 Maka dari itu, penafsiran Al-Qur’an
dengan ayat, ayat dengan hadits, dan pendapat dirasa belum memadai jika hanya
mufassir dengan pendapat mufassir lainya menggunakan penafsiran orang lain dimana
(kitab dengan kitab). budaya dan pola kehidupanya berdeba,
Dari pendapat para ulama di atas dapat terlebih lagi jika interval waktunya terlalu
disimpulkan bahwa tafsir dengan corak adabi jauh. Dalam tataran ini, diperlukan penafsiran
ijtima’i merupakan tafsir yang ayat-ayat Al-Qur’an yang bercorak Indonesia
mengedepankan aspek budaya masyarakat supaya tidak muncul kesan bahwa makna
yang terjadi di daerah tafsir. Adabi ijtima’i ayat-ayat Al-Qur’an hanya cocok dikonsumsi
menekankan penelitiannya tentang keindahan pada waktu dan tempat tertentu.
corak bahasa Al-Qur'an dan ketepatan tajuk Urgensi melakukan penafsiran yang
rencana, yaitu dalam penafsirannya terdapat bercorak Indonesia karena ayat-ayat Al-
kearifan nilai-nilai Islam dan nilai intelektual. Qur’an selalu berbicara dalam konteks umum.
Dalam gaya adabi ijtima’i makna yang Menurut Quraish Shihab, salah satu
terkandung dalam setiap ayat terkait dengan penafsiran Al-Qur’an menggunakan corak
sunnatullah dan peran serta posisi akal juga sastra budaya kemasyarakatan yang dimulai
sangat penting. Maka untuk mencapai oleh Syaikh Muhammad Abduh (1848-1905).
kemakmuran masyarakat, tafsir ini dituliskan Corak ini berusaha menjelaskan petunjuk
sebagai rujukan hidup bagi masyarakat ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan langsung
khususnya bagi masyarakat Indonesia yang dengan kehidupan masyarakat. Dengan kata
masih kesulitan memahami tafsir Al-Qur'an lain, menjadikan ayat-ayat Al-Qur’an untuk
dengan menggunakan bahasa Arab. menanggulangi fenomena-fenomena yang
terjadi di dalam kehidupan masyarakat.11
2. Corak Adabi Ijtima’i Dalam Tafsir
Petunjuk Al-Qur’an akan sulit terbumikan
Indonesia
dalam kehidupan masyarakat jika tidak ada
Tafsir Indonesia merupakan penafsiran
upaya untuk mengembalikan pesan-pesan Al-
ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat global
Qur’an ke dalam budaya lokal. Hal ini adalah
sesuai dengan konteks ke-Indonesiaan.
sebuah hipotesis tentang banyaknya praktik-
Mayoritas penafsiran di Indonesia tidak
praktik ibadah yang muncul di masyarakat
terlepas dari konteks sosio kultural (budaya
yang notabenenya tidak punya kerangka
masyarakat) dimana mufassir bersangkutan
10
Achyar Zein, Urgensi Peanafsiran Al-Qur’an yang 11
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi
Bercorak Indonesia,dalam jurnal MIQOT, vol. 36, dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat,
h..29 (Bandung: Mizan, 2004), h. 72-73
Al Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 2, No. 1, Februari 2022 19
Hafid, Dewi, Corak Adabi Ijtima’i Dalam Kajian Tafsir Indonesia …
acuan dalam Al-Qur’an. Begitupun dengan harta dimaksud sesuai dengan keberadaan
kemunduran zakat karena ketidak beranian masyarakat setempat. Perbuatan Nabi ini
melakukan penafsiran yang bercorak bukan merupakan penafsiran tunggal, tetapi
Indonesia sehingga jenis-jenis harta yang sebagai metodologi dalam menafsirkan ayat-
dizakatkan selalu mengacu kepada kehidupan ayat Al-Qur’an yang disesuaikan dengan
orang Arab. perkembangan kehidupan dan peradaban
Hasbi As-Shiddiqiey pernah masyarakat ketika itu. Maka tidak ada lagi
mengemukakan mengenai kegundahan otoritas tunggal dalam menafsirkan ayat-ayat
melihat kondisi fikih di Indonesia. Al-Qur’an terlebih lagi ketika Al-Qur’an
Menurutnya, bahwa hukum fikih yang dianut menyatakan kehadiranya sebagai petunjuk
oleh masyarakat Islam Indonesia banyak yang kepada semua manusia tanpa terbatas ruang
tidak sesuai dengan kepribadian bangsa dan waktu. Terlebih Indonesia merupakan
Indonesia. Mereka cenderung memaksakan negara mayoritas penduduk Islam yang
keberlakuan fikih imam-imam madzhab. memiliki sosio kultural berbeda dengan
Menurutnya, umat Islam harus dapat masyarakat Islam lainnya. Masyarakat
menciptakan hukum fikih yang sesuai dengan Indonesia merupakan masyarakat yang kaya
latar belakang sosio kultural dan religi dengan norma-norma, adat istiadat, dan
masyarakat Indonesia.12 Hasbi As-Shiddiqy kaidah-kaidah yang menuntun masyarakat
menekankan bahwa aturan-aturan yang selama ini. Karena itu masyarakat Indonesia
terdapat di dalam Al-Qur’an sudah pasti adalah masyarakat yang sudah mengenal lama
memperhatikan perkembangan peradaban norma-norma, adat istiadat, dan kaidah-
manusia. Karena itu aturan-aturan dimaksud kaidah yang bahkan sampai sekarang masih
tidak terbatas kepada komponen masyarakat sangat kental dengan hal-hal tersebut. Dengan
tertentu demikian juga waktu dan generasi. inilah corak penafsiran Al-Qur’an dengan
Dengan begitu, penafsiran ayat-ayat Al- menggunakan aspek budaya masyarakat dapat
Qur’an tidak boleh terhenti kepada diakomodir sebagai ciri khas.
interpretasi tunggal. Hamka mengungkapkan mengenai
Ketika Nabi Muhammad menafsirkan urgensi penafsiran yang bercorak Indonesia
ayat tentang kewajiban zakat dan menunjuk atau adabi ijtima’i di dalam pendahuluan
harta-harta yang wajib dizakati tentu saja Tafsir Al-Azhar, bahwa tafsir ini ditulis dalam
12
Tengku Muhammad Hasbi As-Shiddiqy, Tafsir Al-
Qur’aul Majid An-Nuur, (Semarang: Pustaka Rizki
Utama, 2000), h. 18
20
suasana baru, di negara yang penduduk tentang kondisi kehidupan bangsa ini adalah
Muslimnya lebih besar jumlahnya dari orang Indonesia sendiri.
penduduk yang lain, sedang merasa haus akan Menurut Amin Abdullah ketika
bimbingan agama serta haus hendak akan memberikan pengantar untuk buku Khazanah
mengetahui rahasia Al-Qur’an maka Tafsir Indonesia karya Islah Gusmian, yang
pertikaian-pertikaian madzhab tidaklah menjadi persoalan mendasar dalam kajian
dibawakan dalam tafsir ini, dan tidaklah tafsir di IAIN menyangkut pokok-pokok
penulisnya ta’ashub13 kepada suatu paham, materi kajian, metode dan pendekatan yang
melainkan mencoba segala upaya mendekati digunakan dan ke arah mana studi ini
maksud ayat, menguraikan makna dari lafadz dikembangkan. Menurutnya, bahwa kajian
bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dan kritis atas tafsir Indonesia tidaklah cukup
memberi kesempatan orang buat berfikir.14 dibangun hanya secara vertikal historis yang
Salah satu contoh dari pengemukaan bersifat linier dengan menunjuk pada tahun,
Hamka, mulai dari dulu masyarakat Indonesia sosok penafsir dan tema-tema yang diangkat.
dikenal sebagai masyarakat hukum meskipun Lebih dari itu, kajian yang bersifat horizontal-
hukum yang berlaku belum terkodifikasi hermeneutis dengan mengungkap
dengan baik. Karena itu setiap produk hukum keterpengaruhan yang terjadi, baik dari segi
yang berasal dari Indonesia tidak semestinya metodologi maupun episteme sosial yang
dipertentangkan karena orientasi dari produk dibangun di dalamnya, merupakan suatu
hukum ini adalah untuk mengembalikan langkah signifikan dalam studi-studi yang
masyarakat Indonesia ke jati diri semula. bersifat sosio-historis.15
Berdasarkan hal ini pula ide untuk membuat Pada prinsipnya ayat-ayat Al-Qur’an
penafsiran bercorak Indonesia sah-sah saja senantiasa berbicara pada tataran filosofis.
dilakukan, bahkan sudah merupakan Hal ini mengindikasikan bahwa pesan dari
kebutuhan yang sangat mendesak. Hal ini ayat-ayat dimaksud seharusnya dapat
perlu dilakukan mengingat perkembangan teraplikasi memperkenalkan tafsir yang
peradaban di Tanah Air sudah semakin maju bercorak Indonesia sudah merupakan tuntutan
dan berkembang. Karena itu, yang mengerti yang mendesak karena pemahaman ayat-ayat
Al Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 2, No. 1, Februari 2022 21
Hafid, Dewi, Corak Adabi Ijtima’i Dalam Kajian Tafsir Indonesia …
Al-Qur’an selama ini masih mengadopsi masyarakat Indonesia patut dijadikan sebagai
penafsiran-penafsiran yang datang dari luar. contoh dalam menafsirkan ayat-ayat Al-
Pada dasarnya, aturan-aturan yang berlaku di Qur’an, karena masyarakat Indonesia adalah
negara manapun selalu menggali norma- masyarakat yang majemuk, berbudaya dan
norma, kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang memiliki sistem hukum yang selama ini sudah
terkandung dalam kehidupan manusia berlaku di masyarakat.
demikian juga dengan halnya aturan-aturan Budaya masyarakat Indonesia
yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an. sebagaimana tadi disebutkan beberapa di atas
Aturan-aturan dalam Al-Qur’an ini sekalipun dapat dijadikan kontribusi di dalam
datangnya dari Allah Swt., namun diyakini menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang
tetap memperhatikan perkembangan bercorak Indonesia. Jika kepribadian yang
peradaban manusia karena aturan-aturan seperti ini tidak diikutsertakan di dalam
tersebut tidak hanya terbatas kepada menafsirkan Al-Qur’an maka pesan-pesan Al-
komponen masyarakat tertentu demikian juga Qur’an tidak akan pernah dapat dipahami
waktu dan generasi. dengan baik. Selain itu, penafsiran Al-Qur’an
Jadi urgensi penafsiran Al-Qur’an dengan menggunakan bahasa Indonesia
dengan corak Indonesia ini disebabkan bahwa menjadi media kemudahan masyarakat dalam
bangsa Indonesia adalah bagian dari memahami isi kandungan Al-Qur’an yang
komunitas umat Islam yang memiliki sosio selama ini banyak ditemukan dengan
kultural yang berbeda dengan masyarakat menggunakan bahasa Arab, sedangkan
Islam lainya. Esensi dan eksistensi Al-Qur’an masyarakat Indonesia sangat terbatas untuk
sebagai dalil, maka seharusnya perbuatan- memahami bahasa Arab. Dengan adanya
perbuatan yang terdapat pada suatu Tafsir Indonesia ini menjadi terobosan baru
masyarakat tertentu dapat dijadikan kajian dalam membangun masyarakat yang paham
serius untuk dilegalkan sesuai dengan prinsip akan pesan-pesan di dalam Al-Qur’an.
hukum Islam yang terkandung dalam Al- Jadi, dari pernyataan-pernyataan
Qur’an. Dengan kata lain, tugas “suci” mengenai urgensi penafsiran dengan
seorang ilmuwan pada tataran ini adalah menggunakan corak ke-Indonesiaan maka
mencarikan dalil-dalil dari setiap perbuatan dapat disimpulkan bahwasanya tidak semua
yang terdapat di suatu masyarakat, bukan masyarakat Indonesia memiliki kemampuan
langsung mengklaim secara otoriter bahwa yang mumpuni untuk memahami penafsiran
perbuatan tersebut bertentangan dengan Al- dengan menggunakan bahasa Arab, selain itu
Qur’an. Dalam tataran ini, kepribadian Indonesia sendiri terkenal dengan masyarakat
22
yang kental dengan budaya serta norma- menghubungkan penafsiran surat Al-Furqan
norma yang berlaku. Sehingga ketika dengan keadaan Indonesia saat ini, sehingga
penafsiran menggunakan corak budaya pengaruh penafsiran ayat ini sangat besar
kemasyarakatan dan Bahasa Indonesia ini terhadap masyarakat Indonesia, karena makna
akan mempengaruhi pemahaman masyarakat haunan yang bermakna berjalan dengan baik
terhadap makna-makna Al-Qur’an. Maka dari dapat diaplikasikan dalam kehidupan yitu
itu, hadirlah para ulama Indonesia untuk berupa tertib lalu lintas.
menafsirkan Al-Qur’an dengan Bahasa Selain itu, cerminan dari kondisi
Indonesia dengan corak adabi ijtima’i. Karena masyarakat Indonesia yaitu berkaitan dengan
bagaimanapun Al-Qur’an merupakan penafsiran ayat hijab, Al-Qur’an Surat Al-
petunjuk yang jelas bagi umat, sehingga perlu Ahzab 59 dan An-Nuur 31. Kedua ayat
pemahaman secara mendalam sehingga ketika tersebut membahas bagaimana menutup aurat
ada penafsiran dengan ke-Indonesiaan pun dan mengulurkan jilbab hingga menutup dada.
akan memudahkan masyarakat untuk Hal ini tentu menjadi problematika yang
mempelajari dan memahami pesan-pesan sangat mencolok di Indonesia dimana budaya
yang terdapat pada Al-Qur’an. Indonesia sangat kental, entah dari pakaian
Tafsir Al-Qur’an yang ditulis oleh para ataupun adat. Kebaya dan sanggul pada saat
ulama Indonesia terbilang tidak sedikit, jauh itu menjadi hal yang sangat khas bagi wanita
sebelum penulisan Al-Misbah dan Al-Azhar, Indonesia, dapat dilihat dari foto-foto
Indonesia memiliki tafsir dengan bahasa- pahlawan wanita pada zaman dahulu.
bahasa daerah maupun Bahasa Indonesia. Keseluruhan dari mereka tanpa ngenakan
Namun di sisi lain ada kekurangan, misalkan jilbab dan cenderung menggunakan pakaian
pada tafsir menggunakan bahasa Jawa, maka sejenis kebaya. Kemudian Quraish Shihab
yang bisa memahami isi dan maknanya adalah pun menafsirkan ayat Al-Qur’an berkaitan
orang Jawa saja. Selain itu tidak semua dengan jilbab, beliau juga menghubungkan
mufassir menyelesaikan penulisannya, dengan kebudayaan Indonesia saat itu. Beliau
sehingga masyarakat belum memahami secara berkiblat pada pendapat Al-Asy’ur yang mana
utuh makna Al-Qur’an. kebudayaan lain tidak bisa dipaksakan masuk
Sebagai contoh, pemerintahan budaya kita sendiri. Seperti halnya jilbab
menurunkan peraturan dalam lalu lintas yaitu beliau meyakini bahwa jilbab merupakan
agar Indonesia menjadi negara yang tertib budaya Arab, sedangkan budaya Indonesia
dalam berkendara, kemudian Quraish Shihab adalah wanita menggunakan sanggul (tanpa
menegaskan dalam tafsirnya, yaitu dengan penutup). Dengan demikian pendapat beliau
Al Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 2, No. 1, Februari 2022 23
Hafid, Dewi, Corak Adabi Ijtima’i Dalam Kajian Tafsir Indonesia …
24
Shihab ingin memperbaiki tatanan susut bulan. Banyak yang kita dapat baca
kehidupan sosial sungguh kuat, sehingga dalam pergantian malam dengan siang itu.
masalah disiplin lalu lintaspun disinggung Ada bangsa jatuh, ada bangsa naik dan
dalam tafsirnya, walaupun hanya sebagai kemudian tiba giliran bagi yang jatuh buat
permisalan. bangkit kembali, semuanya berlaku dalam
b. QS. Al-Furqon 63 siang dan malam. Dengan pergantian malam
dengan siang itulah kita mengumpulkan
ض َه ْو اًن َوإِ َذا ِ َٰ ْ ٱلر ِ
ِ ين َيَْ ُشو َن َعلَى ْٱْل َْر َ حَ ِن ٱلَّذ َّ اد ُ ََوعب sejarah dalam ingatan kita.
۟
ٱلَ ِهلُو َن قَالُوا َس َٰلَ اما
َْٰ َخاطَبَ ُه ُم Dalam ayat ini, orang-orang yang
berhak disebut Ibadur Rahman (Hamba-
“Adapun hamba-hamba Tuhan yang Maha
hamba daripada Tuhan Yang Maha Murah)
Pengasih itu adalah orang-orang yang
ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi
berjalan di bumi dengan rendah hati dan
Allah dengan sikap sopan-santun, lemah-
apabila orang-orang bodoh menyapa
lembut, tidak sombong dan tidak pongah.
mereka (dengan kata-kata yang menghina),
Sikapnya tenang. Bagaimana manusia akan
mereka mengucapkan, “salam”.
mengangkat muka dengan sombong,
Dalam ayat ini Hamka menekankan
ِ َح
pada kata ن َٰ ْ ٱلر اد ِ padahal alam di kelilingnya menjadi saksi
َّ ُ َ َوعبbeliau mengaitkan ayat atasnya bahwa dia mesti menundukkan diri.
ini dengan ayat sebleumnya “Dialah, Tuhan Dia adalah laksana padi yang telah berisi,
yan telah mempergantikan di antara malam sebab itu dia tunduk. Dia tunduk kepada
dengan siang.” Apabila hal itu Tuhan karena insaf akan kebesaran Tuhan
dipertahatikan dan direnungkan, timbullah dan dia rendah hati terhadap sesamanya
ingatan akan kebesaran Ilahi (zikir) dan akan manusia karena dia pun insaf bahwa dia
timbullah rasa syukur. Dalam tafsirnya tidak akan sanggup hidup sendiri di dalam
beliau mengatakan: Pergantian siang dengan dunia ini. Dan bila dia berhadapan, bertegur
malam, pertemuan hari dengan bulan dan sapa dengan orang yang bodoh dan dangkal
bulan dengan tahun. Matahari terbit dan fikiran, sehingga kebodohannya banyaklah
matahari terbenam, memperlihatkan pula katanya yang tidak keluar daripada cara
putaran roda nasib dalam dunia fana ini. berfikir yang teratur, tidaklah dia segera
Kadang-kadang ada bintang naik dan marah tetapi disambutnya dengan baik dan
kadang-kadang ada bintang jatuh. Usia diselenggarakannya. Pertanyaan dijawabnya
manusia laksana terbitnya bulan, sejak bulan dengan memuaskan yang salah dituntunya
sabit sampai bulan purnama dan sampai
Al Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 2, No. 1, Februari 2022 25
Hafid, Dewi, Corak Adabi Ijtima’i Dalam Kajian Tafsir Indonesia …
sehingga kembali ke jalan yang benar. Orang Furqon: 62), jilbab (Al-Ahzab: 59 dan An-
seperti itulah yang pandai menahan hati.16 Nuur: 31), keluarga berencana (QS. Al-
Dari penjelasan Hamka maka dapat An’am: 151), amal dunia dan akhirat (Al-
diambil kesimpulan ayat bahwa orang-orang Qashas: 77), dll. Dari ayat-ayat tersebut dapat
Ibadur Rahman adalah dia yang berjalan dijadikan rujukan dalam pemberlakuan
secara lemah lebut, sopan santun serta tidak aturan-aturan.
berjalan secara sombong. Dalam ayat ini
DAFTAR PUSTAKA
Hamka tidak memberikan penjelasan yang
dikaitkan dengan kondisi masyarakat Abdullah, Amin. Arah Baru Metode
Penelitian Tafsir Indonesia dalam
Indonesia saat itu, lain halnya Quraish
Tafsir Indonesia dari Hermeneutika
Shihab yang mengaitkan kata haunan pada hingga Ideologi. Jakarta: Teraju. 2003.
ayat tersebut dengan peraturan tertib lalu
Al-Farmawi, Abd Al-Hayy. Bidayah Fii Tafsir
lintas yang memang saat itu sedang Al Maudhui, Kairo: Hadrat Al-Gharbiyah.
1977.
dijalankan di negara Indonesia.
Al-Farmawi, Abd Al-Hayy. Metode Tafsir
PENUTUP Maudhui Suatu Pengantar. Jakarta:
Raja Grafindo Persada. 1996.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa Corak adabi ijtima’i merupakan corak As-Shiddiqiy, Tengku Muhammad Hasbi.
Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur.
penafsiran yang mengacu pada kondisi dan Semarang: Pustaka Rizki Utama. 2000.
situasi masyarakat. Tafsir Al-Misbah dan Al-
At-Thayyar, Musa’id Ibn Sulaiman. Fushul fii
Azhar merupakan tafsir yang menggunakan Ushulit Tafsir. Damam: Daar Ibn Zauji.
corak adabi ijtima’i, meskipun terkadang 1997.
dalam tafsir Al-Azhar Hamka juga sering Baidan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu
menggunakan corak sufi. Tafsir Al-Misbah Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2001.
dan Al-Azhar lebih identik kepada tafsir bil
ra’yi, meskipun mereka tetap menggunakan Hamka. Tafsir Al-Azhar. Singapura: Pustaka
Nasional. 2003.
sumber-sumber dari sunnah, aqwalu
shohabah, tabiin, serta bahasa. Rusyadi. Kamus Indonesia-Arab. Jakarta:
Rineka Cipta. 1995.
Adapun ayat-ayat yang berkaitan
dengan penafsiran corak adabi ijtima’i Rouf, Abdul. Mozaik Tafsir Indonesia.
Depok: Sahifa Publishing. 2021.
sebagai berikut: ketertiban lalu lintas (QS. Al-
16
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka
Nasional PTE LTD, 2003), h. 5060
26
Salim, Mula. Metodologi Ilmu Tafsir.
Sleman: Teras. 2005.
Al Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 2, No. 1, Februari 2022 27