Anda di halaman 1dari 22

ANALISIS PERBANDINGAN TAFSIR Q.

S AL-BAQARAH: 1-5

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi Tugas Akhir dari Mata Kuliah Pendekatan dan Metode
Tafsir dengan dosen pengampu Bapak Dr. H. Aam Abdussalam, M.Pd dan Bapak Dr.
Cucu Surahman, M.Ag., M.A.

Oleh:
Ade Setyaningrum Sutrisno
(1903474)

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Analisis
Perbandingan Tafsir Q.S Al Baqarah ini. Shalawat serta salam kami sampaikan
kepada Nabi Muḥammad Saw, keluarganya, para sahabatnya, serta umatnya hingga
akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah
Pendejatan dan Metode Tafsir yang diampu oleh Bapak Dr. Aam Abdussalam, M.Pd.
dan Bapak Dr. Cucu Surahman, M.Ag., M.A., sebagai dosen pengampu mata kuliah
yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan makalah ini.
Makalah dengan judul Analisis Perbandingan Tafsir Q.S Al Baqarah: 1-5 ini
berisikan mengenai hasil analisis dan kajian penulis terkait Perbandingan Tafsir Q.S
Al Baqarah: 1-5, metode yang dipakai dalam analisis dan kajian dalam makalah ini
adalah melalui studi pustaka.
Dalam makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
akibat keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis senantiasa
menerima segala saran dan kritik yang membangun terkait penulisan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya
untuk pembaca. Semoga Allah SWT. senantiasa melimpahkan kebenaran dan
hidayah-Nya kepada kita semua.

Kotamobagu, 7 Januari 2020


Penulis,

Ade Setyaningrum Sutrisno

DAFTAR ISI

1
KATA PENGANTAR............................................................................................................................1
BAB I...................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan Makalah..............................................................................................................4
BAB II.................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................5
2.1 Metode, Pendekatan dan Corak Tafsir....................................................................................5
2.1.1 Metode Penafsiran Al-Qur’an.........................................................................................................5
2.1.2 Pendekatan Penafsiran Al-Qur’an...................................................................................................7
2.1.3 Corak Tafsir....................................................................................................................................7
BAB III...............................................................................................................................9
PEMBAHASAN.................................................................................................................9
3.1 Q.S Al Baqarah: 1-5.....................................................................................................9
3.2 Perbandingan Metode, Pendekatan dan Corak Tafsir Q.S Al-Baqarah: 1-5........10
3.2.1 Metode Penafsiran.........................................................................................................................10
3.2.2Pendekatan Penafsiran Q.S Al-Baqarah: 1-5..................................................................................12
2.2.3 Corak Penafsiran Q.S Al-Baqarah.................................................................................................12
BAB IV..............................................................................................................................19
PENUTUP.........................................................................................................................19
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................19
3.2 Saran.......................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................20

BAB I
PENDAHULUAN

2
1.1 Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab Allah yang berisi kalam yang suci,
mukjizat Nabi Muhammad yang abadi, diturunkan kepada seorang Nabi yang
terakhir yakni Nabi Muhammad SAW. Al-qur’an juga merupakan kitab suci
umat Islam yang menjadi pedoman umat Islam dalam mencapai kebenaran
dan berjalan sesuai dengan norma dan syariat agama Islam. Al -Qur’an
bagaikan lautan yang keajaibannya tidak pernah habis di pahami, terdapat
ragam metode untuk menafsirkan, kitab-kitab tafsir yang ada sekarang
merupakan indikasi kuat, perhatian para ulama selama ini untuk menjelaskan
ungkapan-ungkapan al-Qur‟an dan menerjemahkan misi-misinya [ CITATION
Ros01 \l 1033 ]
Penafsiran terhadap Al-qur’an mempunyai peranan yang sangat
besar dan penting bagi kemajuan dan perkembangan umat islam. Oleh karena
itu, sangat besar perhatian para ulama untuk memahami dan menggali dan
memahami makna yang terkandung dalam kitab suci ini. Untuk itulah Corak
penafsiran Al-Qur’an tidak lepas dari perbedaan, kecenderungan, motivasi
mufasir, perbedaan misi yang diemban, perbedaan kedalaman dan ragam ilmu
yang dikuasai, perbedaan masa, lingkungan serta perbedaan situasi dan
kondisi, dan sebagainya. Hal tersebut menimbulkan berbagai corak penafsiran
yang berkembang menjadi aliran yang bermacam-macam dengan metode-
metode yang berbeda-beda. (A.H.Sanaky & Hujair, 2008).
Sehingga lahirlah bermacam-macam tarfsir dengan corak dan metode
penafsiran yang beraneka ragam pula, dan dalam penafsiran itu nampak
dengan jelas sebagai suatu cermin perkembangan penafsiran Al quran serta
corak pemikiran para penafsirnya sendiri.
Untuk itulah dibutuhkan penafsiran yang mendalam dari berbagai mufasir
seperti dalam penafsiran Q.S Al Baqarah ini khususnya dalam mengetahui
metode, pendekatan serta corak tafsir pada Q.S Al-Baqarah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Makna Global Q.S Al-Baqarah: 1-5?

3
2. Bagaimana perbandingan metode, pendekatan dan corak tafsir Q.S Al
Baqarah: 1-5?
3. Bagaimana perbandingan penafsiran kandungan Q.S Al Baqarah: 1-5?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk Makna Global Q.S Al-Baqarah: 1-5.
2. Untuk mengetahui penggunaan metode, pendekatan dan corak tafsir pada
Q.S Al Baqarah: 1-5 dari berbagai mufasir.
3. Untuk mengetahui perbandingan penafsiran kandungan Q.S Al Baqarah:
1-5.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metode, Pendekatan dan Corak Tafsir

2.1.1 Metode Penafsiran Al-Qur’an


Tafsir secara Bahasa berarti menerangkan dan menjelaskan. (Bisri & Munawir
AF, 1999) Al-Qaththan menjelaskan bahwa arti tafsir secara Bahasa adalah
menyingkap. Tafsir menurut istilah, sebagaimana didefinisikan Abu Hayyan ialah Ilmu
yang membahas tentang cara pengucapan lafaz- lafaz Al-Qur`an, tentang petunjuk-
petunjuknya, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dan
makna- makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal-hal lain yang
melengkapinya. [ CITATION AlQ08 \l 1033 ].
Para ulama Al-Qur’an telah membuat klasifikasi tafsir berdasarkan metode
penafsirannya menjadi empat macam, yaitu: (1) Tahlili, (2) Ijmali, (3) Muqaran, dan
(4) Maudhu’i. Keempat metode ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Metode Tahlili (Metode Analisis)
Metode tahlili adalah metode penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an secara analitis
dengan memaparkan segala aspek yang terkandung dalam ayat yang ditafsirkannya
sesuai dengan bidang keahlian mufasir tersebut. (Hermawan, 2011)
Sebagai metode yang paling awal muncul dalam studi tafsir, metode tahlili ini
memberikan perhatian sepenuhnya kepada semua aspek yang terkandung dalam ayat
Al-Qur’an. Metode ini mencakup :
a. Al-Munasabah (hubungan) antara satu ayat dengan ayat yang lain, antara satu
surah dengan surah yang lain, atau antara awal surah dengan akhirnya.
b. Asbab al-Nuzul (sebab-sebab turun) yakni latar belakang sejarah atau kondisi
sosial turunnya ayat Al-Qur'an.
c. Al-Mufradat (kosa kata) atau lafal dari sudut pandang dan qaidah kebahasaan yang
terdapat dalam bahasa Arab. Termasuk juga dalam langkah ini menelaah syair-syair
yangberkembang pada masa sebelum dan waktu turunnya Al-Qur'an.
d. Fasahah, Bayan dan I’jaz yang terdapat dalam ayat ynag sedang ditafsirkan,
terutama ayat-ayat yang mengandung balaghah (keindahan bahasa).
e. Al-Ahkam fi al-ayat, dengan melakukan istinbath sehingga diperoleh kesimpulan
hukum fiqh dari ayat yang sedang ditafsirkan.
f. Al-Hadits yang menjelaskan maksud dari kandungan ayat Al-Qur'an, termasuk
qawl sahabat dan tabi’in.
g. Apabila tafsir bercorak saintifik maka pendapat-pendapat para pakar di bidangnya
juga dijadikan rujukan oleh mufassir. (Shihab, 2001)

5
Tafsir tahlili mempunyai kelebihan dibandingkan tafsir-tafsir lain. Kelebihannya
terletak pada keluasan dan keutuhannya dalam memahami al-Qur’an
dan membahasnya dengan ruang lingkup yang luas, yang meliputi aspek kebahasaan,
sejarah, hukum dan lain-lain. Dengan demikian, tidak berarti tafsir ini tidak memiliki
kelemahan. Di antara kelemahan tafsir tahlili ialah kajiannya tidak mendalam, tidak
detail dan tidak tuntas dalam menyelesaikan topik-topik yang dibicarakan. Kecuali itu,
menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan metode tahlili juga memerlukan waktu
yang cukup panjang dan menuntut ketekunan. Kelemahannya juga terletak pada
jalannya yang terseok-seok (tidak sistematis) dan inilah yang dikritik oleh Rasyid
Ridha. [ CITATION Sum13 \l 1033 ]

2) Metode Ijmali (Metode Global)


Secara lughawi, kata al-ijmali berarti ringkasan, ikhtisar, global dan
penjumlahan. Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan tafsȋr al-ijmali ialah
penafsiran al- Qur’an yang dilakukan dengan cara mengemukakan isi kandungan
al-Qur‟an melalui pembahasan yang bersifat umum (global), tanpa uraian apalagi
pembahasan yang panjang dan luas, juga tidak dilakukan secara rinci. [ CITATION
Sum13 \l 1033 ]

Metode Ijmālī dalah menafsirkan al-Qur‟an dengan cara menjelaskan ayat-ayat


al-Qur‟an dengan singkat dan global, yaitu penjelasannya tanpa menggunakan uraian
atau penjelasan yang panjang lebar, dan kadang menjelaskan kosa katanya saja.
(Hitami, 2012, hlm. 46)
Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan metode ini, mufassir juga
meneliti, mengkaji, dan menyajikan asbȃb al-nuzȗl atau peristiwa yang
melatarbelakangi turunnya ayat, dengan cara meneliti hadits-hadits yang berhubungan
dengannya. (Shihab, 2001)

3) Metode Muqaran (Metode Komparasi/Perbandingan)


Sesuai dengan namanya, al-Tafsȋr al-muqȃrin adalah tafsir yang menggunakan
cara perbandingan (Komparasi). Objek kajian tafsir dengan metode ini dapat
dikelompokkan kepada tiga bagian, yakni: Perbandingan ayat al-Qur‟an dengan ayat
lain, Perbandingan ayat al-Qur‟an dengan Hadits, Perbandingan penafsiran mufasir
dengan mufasir lain. [ CITATION Ham15 \l 1033 ]
Metode ini adalah mengemukakan penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an yang yang
mebahas suatu masalah dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat atau
antar ayat dengan hadis baik dari segi isi maupun redaksi atau antara pendapat- dengan

6
menonojolkan segi perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan. [ CITATION
Ham15 \l 1033 ]

4) Metode Maudhu’i (Metode Tematik)


Tafsir dengan metode maudhu‟i ialah menjelaskan konsep al-Qur‟an
tentang suatu masalah/tema tertentu dengan cara menghimpun seluruh ayat al-
Qur‟an yang membicarakan tema tersebut. Kemudian masing-masing ayat tersebut di
kaji secara komprehensif, mendalam dan tuntas dari berbagai aspek kajiannya. Baik
dari segi asbab al-Nuzul-nya, munasabahnya, makna kosa katanya, pendapat para
mufassir tentang makna masing-masing ayat secara parsial, serta aspek-aspek lainnya
yang dipandang penting. Ayat-ayat tersebut dipandang sebagai satu kesatuan yang
integral membicarakan suatu tema (maudhu‟i) tertentu didukung oleh berbagai fakta
dan data, di kaji secara ilmiah dan rasional. (Hermawan, 2011) Jadi, dalam metode ini,
tafsir al-Qur‟an tidak dilakukan ayat demi ayat, melainkan mengkaji al-Qur‟an dengan
mengambil sebuah tema khusus dari berbagai macam tema doktrinal, sosial, dan
kosmologis yang dibahas oleh alQur’an. [ CITATION Baq92 \l 1033 ]
Yang terpenting ialah bahwa metode ini penafsirannya bersifat luas,
mendalam, tuntas dan sekaligus dinamis. Adapun kelemahannya antara lain sama
dengan tafsir muqaran, yakni tidak dapat menafsirkan ayat-ayat al- Qur‟an secara
keseluruhan seperti yang dapat dilakukan dengan metode ijmali dan tahlili
[ CITATION Sum13 \l 1033 ]

2.1.2 Pendekatan Penafsiran Al-Qur’an


Pendekatan tafsir dalam kajian Islam adalah sebuah pendekatan yang menjadikan
disiplin tafsir dan ilmu tafsir sebagai paradigma dan cara pandang dalam proses
penggalian ajaran Islam. Mengingat bahwa pendekatan adalah menjadikan disiplin
ilmu tertentu sebagai kerangka dan pola pikir dalam menafsirkan Al-Qur’an, maka
dengan demikian, pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam proses
penafsiran juga sangat variatif. Di antara pendekatan yang populer dipergunakan oleh
para mufassir adalah; pendekatan kebahasaan, pendekatan historis, filosifis, sosial
budaya (kemasyarakatan), fikih (hukum), ilmiah dan tasawuf. (Sakni, 2013, hlm. 74)

2.1.3 Corak Tafsir


Corak tafsir adalah suatu warna, arah, atau kecenderungan pemikiran atau ide
tertentu yang mendominasi sebuah karya tafsir[ CITATION Bai05 \l 1033 ]. Para ulama‟
tafsir mengklasifikasikan beberapa corak penafsiran al-Qur‟an antara lain adalah:
1. Corak Sastra Bahasa, corak ini ada karena banyak orang non Arab yang
memeluk agama Islam, dan akibat kelemahan orang Arab di bidang sastra,

7
sehigga perlu dijelaskan tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan
Al-Qur’an.
2. Corak Fiqih atau Hukum, corak ini akibat berkembangkan ilmu fiqh dan
terbentuknya madzhab-madzhab fiqh dengan pembuktian kebenaran
pendapatnya tehadap ayat-ayat hukum.
3. Corak Teologi dan Filsafat, corak ini ada akibat penerjemahan kitab filsafat
dan masuknya penganut agama-agama lain ke dalam Islam (masih
mempercayai kepercayaan lama).
4. Corak Penafsiran Ilmiah, corak ini akbat kemajuan ilmu pengetahuan dan
usaha mufassir memahami ayat-ayat Al-Qur’an sejalan dengan perkembangan
ilmu dan teknologi.
5. Corak Tasawuf, corak ini muncul akibat gerakan sufi sebagai reaksi
kecenderungan terhadap materi.
6. Corak sastra Budaya Kemasyarakatan (al-Adabi wa al-Ijtima’i), yang
dimaksud adalah menjelaskan petunjuk ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan
dengan penyakit-penyakit atau masalah-masalah kemasyarakatan. [CITATION
Azi16 \p 17 \l 14345 ]

8
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Q.S Al Baqarah: 1-5

ِ ِ ِ ِ ‫ك الْ ِك تَ اب اَل ر ي‬ ِ
َ‫ ُه ًد ى ل ْل ُم تَّق ني‬Oۛ ‫ ف يه‬Oۛ ‫ب‬
َ َْ ُ َ ‫َٰذ ل‬
2. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,

َ ‫اه ْم يُ ْن ِف ُق‬ ‫مِم‬ ِ ِ ِ َ ُ‫الَّ ِذ ين ي ْؤ ِم ن‬


‫ون‬ ُ َ‫الص اَل َة َو َّ ا َر َز ْق ن‬
َّ ‫ون‬
َ ‫يم‬
ُ ‫ون ب الْ غَ ْي ب َو يُق‬ ُ َ

3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.

َ ُ‫ك َو بِ ا آْل ِخ َر ِة ُه ْم يُوقِ ن‬


‫ون‬ ِ
َ ‫ك َو َم ا أُنْ ِز َل ِم ْن َق ْب ل‬ َ ُ‫ين يُ ْؤ ِم ن‬
َ ‫ون مِب َ ا أُنْ ِز َل إِ لَ ْي‬
ِ َّ
َ ‫َو ال ذ‬

4. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan
Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya
(kehidupan) akhirat.

َ ‫ك ُه ُم الْ ُم ْف لِ ُح‬
‫ون‬ َ ِ‫ُولَ ئ‬
ٰ ‫ و أ‬Oۖ ‫ك ع لَ ٰى ه ًد ى ِم ن ر هِّبِ م‬
َ ْ َ ْ
ِٰ
ُ َ َ ‫أُولَ ئ‬

5. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-
orang yang beruntung.

9
3.2 Perbandingan Metode, Pendekatan dan Corak Tafsir Q.S Al-Baqarah: 1-5

3.2.1 Metode Penafsiran


Para ulama Al-Qur’an telah membuat klasifikasi tafsir berdasarkan metode
penafsirannya menjadi empat macam, yaitu: (1) Tahlili, (2) Ijmali, (3) Muqaran, dan
(4) Maudhu’i. (Acep Hermawan, 2001)
3.2.1.1 Tafsir Muyassar
Dimulai dari ‘Aidh al-Qarni dalam menafsirkan Tafsir Muyassar cenderung
menggunakan metode Ijmali. Selain menjelaskan ayat-ayat dan surat-surat sesuai
dengan urutan mushḫaf, maka ‘Aidh al-Qarni memaknakan ayat-ayat yang ditafsirkan
secara global dalam bentuk sebuah penafsiran. Dengan kata lain penafsiran dengan
metode ini berusaha menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara ringkas tapi dengan
menggunakan bahasa yang populer, mudah dimengerti dan enak dibaca. Di samping
itu, penyajian tafsir yang menggunakan metode ijmali tidak terlalu jauh dari gaya
bahasa Al-Qur’an sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih tetap
mendengar Al-Qur’an). [ CITATION AsS04 \l 1033 ]

ِ ِ ِ ‫ك ٱلْ ِكٰتَب اَل ري‬ ِ


َ ‫ب ۛ فيه ۛ ُه ًدى لِّْل ُمتَّق‬
‫ني‬ َ َْ ُ َ ‫ٰذَ ل‬
Artinya: Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
yang bertakwa (Q.S Al-Baqarah: 2)

Dalam ayat di atas, al-Qarni menjelaskan bahwa Al-Qur`ān yang agung itu
tidak ada keraguan di dalamnya, baik dari segi proses turunya maupun lafal dan
maknanya. Al-Qur`ān adalah firman Allah yang membimbing orang-orang bertakwa
ke jalan yang menghantarkan mereka kepada-Nya.
Sebuah metode yang berusaha untuk mengungkap kandungan Al-Qur’an
berdasarkan urutan ayat-ayat dalam Al- Qur’an. Dengan kondisi yang demikian,
pemahaman kosa kata dari ayat-ayat suci lebih mudah didapatkan dari pada penafsiran
yang menggunakan tiga metode lainnya. Hal itu dikarenakan di dalam tafsir ijmali
mufassir langsung menjelaskan pengertian kata atau ayat dengan sinonimnya dan tidak
mengemukakan ide-ide atau pendapatnya secara pribadi. [ CITATION Nas98 \l 1033 ]

3.2.1.2 Tafsir Al-Jalailain


Mufasir lain yang menafsirkan Q.S Al-Baqarah menggunakan metode ijmali
yaitu Jalaluddin al-Suyuthiy dan Jalaluddin al-Mahali dalam Tafsȋr al-Jalailain yang
hanya membutuhkan beberapa baris saja saat menafsirkan lima ayat pertama di dalam

10
surat al Baqarah. Al Jalalain saat menafsirkan Firman Allah QS al-Baqarah 1
memaparkan “‫ ”الم‬misalnya dia berkata Allah Yang Maha Tahu maksudnya.
Demikian pula halnya saat menafsirkan Firman Allah “‫ ”الكتاب‬hanya menyatakan
yang dibaca oleh Muhammad SAW. “ ‫ه ريب‬O O‫( ”ال في‬la syakka) berfungsi sebagai
predikat dan subjeknya adalah “‫”ذالك‬. “‫ ”هدى‬berfungsi sebagai predikat kedua bagi “
‫ ”ذالك‬yang mengandung arti memberi petunjuk bagi orang yang bertaqwa. Adapun
Tafsir al-Mukhtashar, produk Majelis Tinggi Urusan Umat Islam, karya suatu komite
ulama juga menggunakan metode ijmali.

3.2.1.3 Tafsir Ibn Katsir


Dalam tafsir Al-Quranil Azhim yang digunakan oleh Ibnu Katsir untuk
menafsirkan Al-Qur’an dapat dikategorikan sebagai metode tahlili, yaitu suatu metode
tafsir yang menjelaskan kandungan al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Dalam metode
ini, mufasir mengikuti susunan ayat sesuai dengan tartib mushafi Al-Qur’an, meski
demikian, metode penafsiran kitab ini pun dapat dikatakan semi tematik (maudu’i),
karena ketika menafsirkan ayat ia mengelompokkan ayat-ayat yang masiha ada
kaitanya dengan ayat sebelum ataupun sesudahnya. [ CITATION Ham04 \l 1033 ]

Salah satu contoh ketika Menurut Ibnu Katsir menafsirkan kalimat, “huda li al-
muttakin” (Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa) dalam surat
al-Baqarah: 2, ia menafsirkan dengan tiga ayat lain yang menjadi latar belakang
penjelasannya tersebut yaitu surat Fushilat/41: 44; Isra/17: 82 dan Yunus/10: 57.
Sehingga penjelasannya atau penafsiranya menjadi khusus yakni bagi orang-orang
yang beriman. [ CITATION Ham04 \l 1033 ]
3.2.1.4 Tafsir Al-Misbah
  Dalam tafsir Al-Misbah, metode yang digunakan Quraish Shihab yaitu
menggunakan metode tahlili (analitik), yaitu metode yang menjelaskan kandungan
ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya, sesuai dengan pandangan, kecenderungan,
dan keinginan musafirnya yang dihidangkannya secara runtut sesuai dengan
peruntutan ayat-ayat dalam mushaf. [ CITATION Ham15 \l 1033 ]

Pemilihan metode tahlili yang digunakan dalam tafsir al-Misbah ini didasarkan
pada kesadaran Quraish Shihab bahwa metode maudu'i yang sering digunakan pada
karyanya yang berjudul "Membumikan Al-Qur'an" dan "Wawasan Al-Qur'an", selain
mempunyai keunggulan dalam memperkenalkan konsep al-Qur'an tentang tema-tema
tertentu secara utuh, juga tidak luput dari kekurangan.

11
3.2.2Pendekatan Penafsiran Q.S Al-Baqarah: 1-5
Tafsir al Muyassar menggunakan pendekatan bil arra‟yi yang penafsirannya
setelah memahami secara global dan disini menggunakan kemampuan akal kemudian,
dijelaskan dengan logika dan ilmu. (Mahmudin Syukri, 2004)
Tafsir Ibn Katsīr menggunakan pendekatan tafsir bil ma’tsūr. Tafsir ma’tsūr
merupakan tafsir yang bertumpu pada dalil naqli yang sahih dengan tingkatan-
tingkatan yang telah disebutkan sebelumnya pada syarat-syarat mufassir, seperti tafsir
Al Qur’an dengan Al Qur’an; tafsir Al Qur‟an dengan As Sunnah, karena As Sunnah
menjelaskan kitab Allah; tafsir Al Qur’an dengan perkataan sahabat, karena mereka
adalah orang-orang yang paling mengetahui Kitab Allah; atau tafsir Al Qur’an dengan
perkataan tokoh tabi’in, karena umumnya mereka mempelajari tafsir dari para sahabat.
(Manna' Al Qatthan, 2016) Menurut Adz-Zahabi Tafsir Ibn katsīr, menggunakan
metode menafsirkan al-Qur’ān dengan alQur’ān, menafsirkan al-Qur’ān dengan hadis,
menafsirkan al-Qur’ān dengan melihat ijitihadijtihad para sahabat dan tabi’in. (Halim
Mahmud, 2003)
Tafsir Jalalain untuk pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Tafsir Bil
Ra’yi. Karena, dalam penafsiran ayat demi ayat menggunakan hasil pemikiran atau
ijtihad paa mufasir (meskipun tidak menafsirkan). (Baidan, 1998)
Tafsir Al Misbah menggunakan pendekatan tafsir dengan benar-benar
meninggalkan karya klasik sebagai sebuah pintu masuk penafsiran. Penafsiran ini
adalah penafsiran yang menggunakan pendekatan ilmu-ilmu kotemporer, semacam
eksakta maupun non eksakta. Model penafsiran seperti ini masih belum ada, karena
sebaik-baiknya penafsir dalam abad sekarang ini masih perlu untuk merujuk karya
klasik sebagai pijakan awal, walaupun terkadang pada poit terakhirnya penafsir
berseberangan dengan pandangan penafsir klasik sebagai upaya untuk memberikan
pembeda dan mempermudah memperlihatkan metode yang digunakan dalam
penafsiran tersebut. [ CITATION Sak13 \l 1033 ]

2.2.3 Corak Penafsiran Q.S Al-Baqarah


Pada Tafsir Muyassar karya Aidh al-Qarni lebih cenderung pada corak tafsir
sufi. Corak yang digunakan dalam menafsirkan dapat ditarik kesimpulan mengenai
karekter yang dimiliki oleh sebuah karya tafsir bercorak shufi yakni mengukuhkan
keyakinan terhadap apa yang ada disekitar kita, sebagai bukti mencipta alam ini yaitu
Tuhan Allah. Dapat juga dilihat dari karya-karya al-Qarni dan pemikiran-pemikiran
beliau yang cenderung pada ilmu tasawuf. (Amiroh, 2015)
Untuk corak penafsiran pada tafsir jalalain adalah suatu warna, arah atau
kecenderungan pemikiran atau ide tertentu yang mendominasi sebuah karya tafsir

12
tersebut. Adapun tafsir jalalin karena uraiannya sangat singkat dan padat serta tidak
tampak gagasan ide-ide atau konsep-konsep yang menonjol pada mufasirnya, maka
jelas sekali sulit untuk memberikan label tertentu terhadap coraknya karena, corak
umum baginya terasa sudah tepat karena memang begitu yang dijumpai dalam tafsiran
diberikan dalam kitab tersebut. Dalam penafsirannya tidak didominasi oleh pemikiran-
pemikiran tertentu melainkan menafsirkan ayat-ayat Al Qur‟an sesuai dengan
maknanya. (Baidan, 1998)
Corak penafsiran dalam tafsir Ibn Katsīr; menafsirkan dengan alquran (ayat-
ayat lain) Dalam tafsir ibnu katsir ditemukan ayat-ayat alqur’an lainnya yang terkait
dengan ayat yang sedang ditafsirkan, menafsirkan dengan hadits, menafsirkan dengan
pendapat shahabat dan tabi’in. (Nasution & Mansur, 2018)
Adapun untuk Tafsir al-Misbah karya Muhammad Quraish Shihab lebih
cenderung bercorak sastra budaya dan kemasyarakatan (adabi ijtima’i). Yaitu corak
tafsir yang berusaha memahami nash-nash al-Quran dengan cara pertama dan utama
mengemukakan ungkapan-ungkapan al-Qur’an secara teliti. Kemudian menjelaskan
makna-makna yang dimaksud al-Qur’an tersebut dengan bahasa yang indah dan
menarik. Selanjutnya seorang mufasir berusaha menghubungkan nash-nash al-Qur’an
yang dikaji dengan kenyataan sosial dengan system budaya yang ada. [ CITATION
Nas18 \l 1033 ]

2.5 Perbandingan Penafsiran Kandungan Q.S Al-Baqarah: 1-5

Sūrah al-baqarah berarti 'Sapi Betina' adalah  surah ke-2 dalam Al-Qur'an.


Surah ini terdiri dari 286 ayat, 6.221 kata, dan 25.500 huruf dan tergolong
surah Madaniyah. Surah ini merupakan surah dengan jumlah ayat terbanyak dalam Al-
Qur'an. Surah ini dinamai al-Baqarah yang artinya Sapi Betina sebab di dalam surah
ini terdapat kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani
Israil (ayat 67-74). Surah ini juga dinamai Fustatul Qur'an (Puncak Al-Qur'an) karena
memuat beberapa hukum yang tidak disebutkan dalam surah yang lain. Dinamai juga
surah Alif Lam Mim karena ayat pertama di surah berisi tiga huruf arab
yakni Alif, Lam, dan Mim.

[ CITATION Muh10 \l 1033 ] menyebutkan perkataan beberapa ahli tafsir tentang


pokok isi surah ini. Abu Ja'far bin az-Zubair al-Gharnathi berpendapat bahwa surah
ini dengan segala rahasianya adalah "Penjelasan tentang al-shirath al-mustaqim (jalan
yang lurus) dengan sempurna, tidak tertinggal sedikit pun, dan penjelasan mulianya

13
orang yang mengambil (pelajaran) darinya dan buruknya orang yang menjauhkan diri
darinya."

‫امل‬
1. Alif laam miim.

Menurut tafsir Al-Muyassar, ini merupakan huruf-huruf yang digunakan


sebagai pembuka beberapa surah Al-Qur`ān. Ini adalah huruf hijaiah yang tidak
mempunyai makna pada dirinya karena dituliskan terpisah seperti: alif, ba, ta dan
seterusnya. Dalam huruf-huruf itu terdapat hikmah dan tujuan, karena tidak ada
sesuatupun di dalam Al-Qur`ān yang tidak memiliki hikmah. Di antara hikmahnya
yang paling menonjol ialah mengisyaratkan tantangan untuk membuat Al-Qur`ān
yang terdiri dari huruf-huruf yang membentuk kata-kata yang mereka ketahui dan
mereka gunakan untuk berbicara. Oleh karena itu, pada umumnya huruf-huruf hijaiah
tersebut diikuti dengan penyebutan tentang Al-Qur`ān Al-Karīm, seperti yang ada di
dalam surah ini. [ CITATION AlQ07 \l 1033 ]

Dalam kitab Jalaluddin ditafsirkan bahwa Allah yang lebih mengetahui akan
maksudnya. [ CITATION Jal171 \l 1033 ]. Begitupun dengan Ibnu Katsir, saat
mengungkapkan pendapat pribadinya, bahwa mengingat kembali surah-surah yang
diawali dengan huruf-huruf tersebut pasti didalamnya disebutkan keunggulan dari Al
Quran dan keterangan mengenai mu’jizatnya serta keagungannya. Hal ini dapat
diketahui melalui penelitian, dan hal ini terjadi pada dua puluh sembilan surat, seperti
Surah Al baqarah 1-2, Ali Imran 1-3, Al A’raf 1-3 dan masih banyak lagi ayat yang
lainya yang menunjukan kebenaran bagi orang yang berfikir secara dalam serta
menekuninya. [ CITATION Sya11 \l 1033 ]

14
O‫ َن‬O‫ ي‬Oِ‫ ق‬Oَّ‫ ت‬O‫ ُم‬O‫ ْل‬Oِ‫ ل‬O‫ ى‬O‫ ًد‬Oُ‫ ه‬Oۛ O‫ ِه‬O‫ ي‬Oِ‫ ف‬Oۛ O‫ب‬ َ Oِ‫ ل‬O‫ َذ‬Oٰ
Oُ O‫ ا‬Oَ‫ ت‬O‫ ِك‬O‫ ْل‬O‫ ا‬O‫ك‬
Oَ O‫ ْي‬O‫ اَل َر‬O‫ب‬
2. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertakwa
Ayat ini memiliki makna dalam tafsir Al-Muyassar bahwa Al-Qur`ān yang
agung itu tidak ada keraguan di dalamnya, baik dari segi proses turunya maupun lafal
dan maknanya. Al-Qur`ān adalah firman Allah yang membimbing orang-orang
bertakwa ke jalan yang menghantarkan mereka kepada-Nya. [ CITATION AlQ07 \l 1033 ]
Sedangkan dalam tafsir Jalalain berarti (Kitab ini) yakni yang dibaca oleh
Muhammad saw. (tidak ada keraguan) atau kebimbangan (padanya) bahwa ia benar-
benar dari Allah swt. Kalimat negatif menjadi predikat dari subyek 'Kitab ini',
sedangkan kata-kata isyarat 'ini' dipakai sebagai penghormatan. (menjadi petunjuk)
sebagai predikat kedua, artinya menjadi penuntun (bagi orang-orang yang bertakwa)
maksudnya orang-orang yang mengusahakan diri mereka supaya menjadi takwa
dengan jalan mengikuti perintah dan menjauhi larangan demi menjaga diri dari api
neraka. [ CITATION Jal171 \l 1033 ]
Adapun Pendapat dari Quraish shihab yaitu Inilah kitab yang sempurna, yaitu
al-Qur'ân yang telah Kami turunkan. Orang-orang yang berakal sehat tidak akan
dihinggapi rasa ragu bahwa al-Qur'ân diturunkan oleh Allah Swt. dan membenarkan
apa-apa yang tercakup di dalamnya berupa hukum, kebenaran dan petunjuk yang
berguna bagi orang-orang yang siap mencari kebenaran, menghindari bahaya dan
sebab yang menjurus kepada hukuman. [ CITATION Shi12 \l 1033 ]

O‫ َن‬O‫ و‬Oُ‫ ق‬Oِ‫ ف‬O‫ ْن‬Oُ‫ ي‬O‫ ْم‬Oُ‫ه‬O‫ ا‬Oَ‫ ن‬O‫ ْق‬O‫ز‬Oَ O‫ر‬Oَ O‫ ا‬O‫ َّم‬O‫ ِم‬O‫ َو‬Oَ‫ اَل ة‬O‫ص‬ ِ O‫ ْي‬O‫ َغ‬O‫ ْل‬O‫ ا‬Oِ‫ ب‬O‫ن‬Oَ O‫و‬Oُ‫ ن‬O‫ ِم‬O‫ؤ‬Oْ Oُ‫ ي‬O‫ن‬Oَ O‫ ي‬O‫ ِذ‬Oَّ‫ل‬O‫ا‬
َّ O‫ل‬O‫ ا‬O‫ن‬Oَ O‫ و‬O‫ ُم‬O‫ ي‬Oِ‫ق‬Oُ‫ ي‬O‫ َو‬O‫ب‬
3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka

Oَ Oِ‫ ل‬O‫ ْب‬Oَ‫ ق‬O‫ن‬Oْ O‫ ِم‬O‫ َل‬O‫ ِز‬O‫ ْن‬Oُ‫ أ‬O‫ ا‬O‫ َم‬O‫ َو‬O‫ك‬
O‫ ْم‬Oُ‫ ه‬O‫ ِة‬O‫ َر‬O‫آْل ِخ‬O‫ ا‬Oِ‫ ب‬O‫و‬Oَ O‫ك‬ َ O‫ ْي‬Oَ‫ ل‬Oِ‫ إ‬O‫ َل‬O‫ ِز‬O‫ ْن‬Oُ‫ أ‬O‫ ا‬O‫ َم‬Oِ‫ ب‬O‫ن‬Oَ O‫ و‬Oُ‫ ن‬O‫ ِم‬O‫ؤ‬Oْ Oُ‫ ي‬O‫ن‬Oَ O‫ ي‬O‫ ِذ‬Oَّ‫ل‬O‫ ا‬O‫و‬Oَ
O‫ َن‬O‫و‬Oُ‫ ن‬Oِ‫ق‬O‫ و‬Oُ‫ي‬
4. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan
kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin
akan adanya (kehidupan) akhirat.

15
(Orang-orang yang bertakwa itu) dalam tafsir Al-Muyassar yaitu orang-orang
yang beriman kepada perkara gaib, yaitu segala sesuatu yang tidak bisa ditangkap
oleh panca indera dan tersembunyi, yang diberitakan oleh Allah atau Rasulullah
seperti hari Akhir. Dan orang-orang yang mendirikan salat, yakni menunaikannya
sesuai ketentuan syariat yang meliputi syarat, rukun, wajib dan sunnahnya. Dan
mereka adalah orang-orang yang gemar menginfakkan sebagian rezeki yang mereka
terima dari Allah, baik yang sifatnya wajib seperti zakat, maupun yang tidak wajib
seperti sedekah, demi mengharap pahala dari Allah. Mereka juga yang beriman
kepada wahyu yang Allah turunkan kepadamu –wahai Nabi- dan wahyu yang Dia
turunkan kepada para nabi -'alaihimussalām- sebelum kamu, tanpa membeda-bedakan
di antara mereka. Dan mereka juga beriman secara tegas akan adanya akhirat beserta
ganjaran dan hukuman yang ada di dalamnya. [ CITATION AlQ07 \l 1033 ]

Sejalan dengan tafsir Al-Muyassar, dalam tafsir Jalalayn yang dimaksud


dengan Orang-orang yang beriman yaitu yang membenarkan (kepada yang gaib)
yaitu yang tidak kelihatan oleh mereka, seperti kebangkitan, surga dan neraka (dan
mendirikan salat) artinya melakukannya sebagaimana mestinya (dan sebagian dari
yang Kami berikan kepada mereka) yang Kami anugerahkan kepada mereka sebagai
rezeki (mereka nafkahkan) mereka belanjakan untuk jalan menaati Allah.

Sedangkan menurut Quraish Shihab, Mereka itu adalah orang-orang yang


percaya dengan teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa kepada
yang gaib--yaitu hal-hal yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera, seperti
malaikat dan hari kemudian, karena dasar beragama adalah beriman kepada yang
gaib--melaksanakan salat dengan benar, tunduk dan khusyuk kepada Allah. Dan
orang-orang yang menginfakkan sebagian dari apa yang dianugerakan oleh Allah
kepada mereka di jalan kebaikan dan kebajikan.

  Hakikat keimanan adalah pembenaran yang total terhadap apapun yang


dikabarkan oleh para Rasul, yang meliputi ketundukan anggota tubuh, dan tidaklah
perkara dalam keimanan itu hanya kepada hal-hal yang dapat diperoleh oleh panca
indera semata, karena hal itu tidaklah mampu membedakan antara seorang muslim

16
dengan seorang kafir, namun perkara yang dianggap dalam keimanan kepada yang
ghaib adalah yang tidak kita lihat dan saksikan, namun kita hanya bisa mengimaninya
saja karena ada kabar dari Allah dan kabar dari RasulNya [ CITATION Sya11 \l 1033 ]

‫ك ُه ُم الْ ُم ْفلِ ُحو َن‬


َ ِ‫ك َعلَ ٰى ُه ًدى ِم ْن َرهِّبِ ْم ۖ َوأُوٰلَئ‬
َ ِ‫أُوٰلَئ‬

5. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah
orang-orang yang beruntung.

Dalam tafsir Al-Muyassar disebutkan bahwa orang-orang yang memiliki sifat-


sifat tersebut kokoh dalam mengikuti jalan kebenaran. Merekalah orang-orang yang
beruntung di dunia dan di akhirat, sebab mereka akan mendapatkan apa yang mereka
harapkan dan selamat dari apa yang mereka takutkan. [ CITATION AlQ07 \l 1033 ]

Tak jauh berbeda dalam tafsir Jalalayn pula dikemukakan bahwa (Merekalah),
yakni orang-orang yang memenuhi sifat-sifat yang disebutkan di atas (yang beroleh
petunjuk dari Tuhan mereka dan merekalah orang-orang yang beruntung) yang akan
berhasil meraih surga dan terlepas dari siksa neraka.

Dalam tafsir Ibn Katsir disebutkan bahwa Ula-ika (mereka itu) artinya mereka
yang digambarkan sebelumnya, yakni yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan
shalat, menafkahkan apa yang Allah rezekikan kepada mereka, beriman kepada apa
yang diturunkan kepada Rasulullah dan meyakini datangnya hari akhirat.

‘Ala hudan (di atas petunjuk) artinya berjalan di atas cahaya, keterangan, dan
bashirah (penglihatan batin) dari Allah. Wa ulaika humul-muflihun (dan mereka
itulah orang-orang yang beruntung), di dunia dan akhirat. Ibn Abbas mengatakan, ala
hudan min rabbihim artinya berjalan di atas cahaya dari Tuhan mereka dan senantiasa
istiqamah atas apa yang dibawakan kepada mereka. Sedangkan wa ulaika humul
muflihun artinya mereka mendapatkan apa yang mereka tuntut dan mereka selamat
dari keburukan yang mereka hindari.

17
Sedangkan menurut [ CITATION Shi12 \l 1033 ] bahwa Mereka yang mempunyai
ciri-ciri sifat sebagaimana disebutkan adalah golongan yang telah dipersiapkan dan
ditetapkan untuk memperoleh petunjuk ketuhanan. Mereka adalah satu-satunya
golongan yang bakal mendapatkan kemenangan, pahala yang diharapkan dan
didambakan, oleh sebab upaya dan kerja keras mereka dengan melaksanakan semua
perintah dan menjauhi segala larangan.

18
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari kajian yang telah dilakukan terhadap perbandingan metode, corak dan
pendekatan seperti yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis
dapat menarik beberapa kesimpulan bahwa Pendekatan tafsir merupakan cara yang
ditempuh oleh mufasir dalam mengungkap makna-makna al-Qur’an, yang oleh
Abdullah Saeed dibagi ke dalam lima bentuk, yaitu: pendekatan berbasis linguistik,
pendekatan berbasis nalar-logika, pendekatan berbasis riwayat, pendekatan berbasis
tasawuf, serta pendekatan kontekstual. Metode penafsiran al-Qur’an merupakan cara
yang digunakan penafsir untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, antara lain ijmali,
tahlili, muqarin dan maudhu’i. Di samping itu, juga ada ragam corak kecenderungan
dalam penafsiran alQur’an, seperti corak lughawi, sufi, fikih, filsafat, sosial dan
lainlain.

Secara alamiah, terdapat perbedaan yang senantiasa kita dapati dalam


mempelajari metode dan pendekatan tafsir. Tak lupa pula juga terdapat beragam
corak yang ada. Hal tersebut pada nyatanya bisa membantu dalam melakukan
penafsiran sesuai dengan konteks yang dibutuhkan sehingga lebih relevan dengan
kehidupan

3.2 Saran
Al-Qur’an merupakan fenomena unik dalamsejarah keagamaan manusia.
Untuk itulah kita sebagai generasi Qur’ani diharapkan dapat minimal memahami isi
daripada Al-Qur’an dengan terus mempelajarinya dan mengamalkannya dalam
kehidupan, karena kita telah diberikan kemudahan dengan adanya banyak penafsiran
Al-Qur’an yang bisa memudahkan kita untuk memahami dan mengamalkannya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Acep Hermawan. (2011). Ulumul Qur'an: Ilmu Untuk Memahami Wahyu. Bandung:
Remaja Posdakarya.
Adib bisri dan Munawir AF, A. B. (1999). kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka
Progresif.
Al-Qarni Aidh. (2007. ). Tafsir Muyassar, . Jakarta: : Qisthi Press, .
Al-Qaththan, M. K. (2008). Studi Ilmu-ilmu Al-Qur'an. Jakarta: Pustaka Al Kautsar.
Amiroh. (2015). Metode dan Corak Tafsir Muyassar Karya 'Aidh Al Qarni.
Anwar, R. (2001). Samudra al-Qur’an,. Bandung: Pustaka Setia.
Azis. (2017, Juni). Metodologi Penelitian, Corak, dan Pendekatan Tafsir Al-Qur'an.
Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, 5(1).
Baidan, N. (1998). Metodelogi Penafsiran Al-Qur'an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baidhan, N. (2005). Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Baqir , M. (1992). Madrasah al-Qur'aniyyah, Terj. Hidayaturakhman. Jakarta:
Risalah Masa.
Halim Mahmud, M. A. (2003). Manhā j al-Mufassirīn terj. Syahdianor dan Faisal
Saleh . Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hamdani. (2015). Pengantar Studi al-Qur'an. Semarang: CV. Karya Abadi Jaya.
Hamim Ilyas. (2004). Studi Kitab Tafsir. Yogyakarta: Teras.
Hitami, M. (2012). Pengantar Studi al-Qur'an Teori dan pendekatan. Yogyakarta:
LKiS.
Jalaluddin, A.-M., & As-Suyuthi., J. (2017). Tafsir Jalalain.Terj. Bahrun Abu
Bakar, . Jakarta: Sinar Baru Algensindo.
M. Quraish Shihab. (2001). Sejarah & 'Ulum al-Qur'an. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Muhammad, M. M. (2010). At-Tafsir al-Maudhu'i Lisuwar al-Qur`an al-Karim
(dalam bahasa bahasa Arab). Jilid 1. . Sharjah: University of Sharjah.

20
Nasution, A. H. (2018). Studi Kitab Tafsīr Al-Qur‟ān Al-Aẓīm Karya IbnuKatsir.
Jurnal Ushuluddin Adab dan Dakwah.
Sakni, A. S. (2013). Model Pendekatan Tafsir Dalam Kajian Islam.
Shihab, M. Q. (2012.). Tafsir Al-Mishbah. Ciputat : : Lentera Hati, .
Suma, M. A. (2013). Ulumul Qur'an. Jakarta: Rajawali Press.
Syakir, S. A. (2011). Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta Timur: Darus Sunnah.
Syukri, A.-S. M. (2004). Al-Qur’an dan ilmu penafsiranya. Jakarta: Pustaka Azzam.

21

Anda mungkin juga menyukai