Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

‘‘ILMU TASHDIQ’’

Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah : Ilmu Mantiq

Dosen Pengampu : Mutammam, M.Ed

Disusun Oleh :

Salsabilla Naura F.H (2420088)

KELAS B

PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT,


shalawat dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan
seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau
telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu
pengetahuan.

Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Ilmu Mantiq pada
Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini terkait makalah tentang
‘‘Ilmu Tashdiq’’. Saya menyadari bahwa dalam tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.

Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran


yang dapat membangun demi kesempurnaan tugas ini.

Kedungwuni, 19 Oktober 2021

Salsabilla Naura FH

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................i

KATA PENGANTAR.................................................................................ii

DAFTAR ISI...............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................1

C. Tujuan Penulisan..............................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Tahsdiq...........................................................................2

B. Macam-Macam Tashdiq..................................................................3

C. Konsep Tashdiq Menurut Al-Razi....................................................3

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................6

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keistimewaan manusia dari makhluk lainnya yaitu karena manusia


mempunyai akal maka manusia dengan pikirannya merupakan isi alam
yang paling mulia didunia ini. Tidak ada yang mulia didunia ini kecuali
manusia karena akalnya. Manusia selama hidup menggunakan akal
fikirannya sebagai petunjuk jalan baginya untuk memilih yang manfaat
dan meninggalkan yang madharat, akan tetapi penyelidikan manusia
dan fikirannya tidak selalu sampai kepada tujuan yang betul-betul
dimaksudkan.

Demikian itu karena manusia belum mempelajari dan menyelidiki


pendahuluan-pendahuluan atau kemungkinan-kemungkinan yang
semestinya, dan belum memikirkan dan menyelidiki tentang suatu dari
segala jurusan dan segi kemungkinan. Itulah sebabnya, maka orang
kalau belum berpengalaman, jika memahami sesuatu sering
menyimpang dari apayang dimaksud sebenarnya.

Oleh karena itu, manusia membutuhkan undang-undang atau


peraturan yang dapat menuntun jalannya fikiran manusia. Kemudian
manusia akan mengikuti jalan tersebut, agar terhindar dari kesalahan-
kesalahan dan menjamin keselamatan berfikir,maka untuk itulah
manusia membutuhkan ilmu mantiq.

Oleh karena itu, penulis akan membahas sedikit tentang hal-hal yang
berkaitan dengan ilmu mantiq yaitu tentang ilmu tashdiq.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud tashdiq?

2. Sebutkan macam-macam tashiq?

3. Bagaimana konsep tashdiq menurut Al-Razi?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui maksud tashdiq.

2. Mengetahui macam-macam tashdiq.

3. Mengetahui konsep tashdiq menurut al-Razi.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tashdiq (Assentment)

Kata tashdiq adalah bentuk mashdar, dari kata kerja shaddaqa-


yushaddiqu, yang berarti membenarkan. Tashdiq secara kebahasaan bisa
diartikan sebagai pembenaran, atau persetujuan. Pengertian singkatnya,
kalau tashawwur itu hanya sekedar gambaran, maka tashdiq itu
ialah tashawwur yang disertai hukum, baik secara negatif (al-Nafy)
maupun secara afirmatif (al-Itsbat). Bisa juga diartikan mengetahui
hubungan antara kedua mufrad (tashawwur) atau memberi atas suatu
hakikat, dengan menetapkan sesuatu padanya atau membandingkan
kedua tashawwur agar memberi hukum atas keduanya dengan jelas
sesuai atau bertentangan.

Dalam tashdiq ini ada empat unsur yang harus kita ketahui, yaitu:

1. Maudhu/Mahkum ‘alaih (subjek)

2. Mahmul/Mahkum bih (atribut/predikat)

3. Al-Nisbah al-Hukmiyyah (keterkaitan antara atribut dan subjek)

4. Al-Hukm (penghukuman).

Kita ambil contoh yang sederhana. Kalimat: Islam itu Indah.

Dari struktur kalimat di atas, kita melihat ada kata Islam, sebagai
subjek, kemudian ada kata indah, sebagai atribut. Nah, ketika ada orang
yang berkata kepada Anda: Islam itu Indah, tentu Anda belum bisa
mengamini benar tidaknya pernyataan tersebut kecuali setelah
mengetahui dan membayangkan keempat unsur di atas, yakni kata Islam,
kemudian kata Indah, lalu keterkaitan antara Islam dan Indah, dan
terakhir ialah berlaku-tidaknya keindahan untuk ajaran Islam.

Kalau Anda membenarkan pernyataan di atas, dalam arti mengakui


keindahan Islam, baik secara pasti (al-Jazm) maupun hanya sekedar
sangkaan (zhann), bukan rasa ragu (al-Syakk), maka itu nama-
nya tashdiq (pembenaran).

Jadi, intinya, tashdiq itu ialah pengetahuan kita terhadap sesuatu


yang disertai penghukuman baik secara negatif ataupun secara afirmatif
(idrak al-Syai ma’a al-Hukmi ‘alaihi bi al-Nafy aw al-Itsbat). Atau,
seperti yang saya singgung di atas, tashdiq itu ialah pembenaran dan

2
penerimaan kita terhadap suatu propisi (qadhiyyah) baik secara yakin
dan pasti (al-Jazm wa al-Yaqin), maupun hanya sekedar sangkaan (al-
Zhann).

B. Macam-Macam Tashdiq

Yang pertama bersifat apodiktik, yang kedua bersifat spekulatif.


Yang kedua membutuhkan penalaran, sedangkan yang pertama tidak
memerlukan pemikiran.

1. Tashdiq Dharuriy

Contoh tashdiq yang dharuriy atau badihiy : Dua hal yang ber-
tentangan itu tidak akan pernah berkumpul. Matahari itu terbit di sebalah
Timur. Angka satu adalah setengah dari angka dua. Satu tambah satu itu
sama dengan dua. Langit itu ada di atas dan contoh-contoh lainnya.

2. Tashdiq Nazhariy

Contoh tashdiq yang nazhariy : Muhammad SAW itu adalah utusan


Allah. Alam ini diciptakan dari ketiadaan. Allah Swt itu Maha Kekal.
Indonesia itu adalah negara maju. Bumi ini datar (bagi orang-orang yang
mengimaninya) dan contoh-contoh lainnya.

Kesimpulannya, tashawwur adalah penggambaran kita terhadap se-


suatu yang tidak disertai penghukuman. Sementara tashdiq ada-
lah tashawwur yang disertai penghukuman. Masing-masing dari
keduanya terbagi kedalam dua bagian, yaitu dharuriy dan nazhariy.
Dharuriy artinya yang tidak memerlukan penalaran, sementara nazhariy
berarti sebaliknya.

C. Konsep Tashdiq Menurut al-Razi

Di atas telah penulis kemukakan bahwa tashdiq itu terdiri dari empat
unsur, yakni maudhu’, mahmul, al-Nisbah al-hukmiyyah dan al-Hukm.
Menurut Fakr al-Din al-Razi (w. 606 H), keempat unsur tersebut
merupakan bagian (syathr) yang tak terpisahkan dari tashdiq.

Artinya, jika salah satu dari keempat unsur itu hilang, maka suatu
frase tidak bisa menghasilkan tashdiq. Sama halnya seperti salat yang
tak dipenuhi salah satu rukunnya.

Salat yang tak memenuhi salah satu rukun jelas tidak sah. Karena
masing-masing dari rukun salat itu merupakan satu-kesatuan yang tak
terpisahkan. Begitu juga halnya dengan tashdiq yang tak memenuhi
keempat unsur di atas.
3
Konsep tashdiq menurut al-Razi ini berbeda dengan konsep tashdiq
yang dipahami oleh al-Hukama (para filsuf). Kelompok kedua ini
memiliki konsep yang simpel (basith). Bagi mereka, tashdiq itu ialah
hukum, yakni unsur keempat dari empat unsur sudah penulis sebutkan
tadi.

Jika kita merujuk pada contoh kalimat di atas, maka tashdiq dalam
kalimat tersebut ialah pemastian atau pembenaran kita bahwa Islam itu
Indah. Sementara tiga unsur lainnya, yakni maudhu’, mahmul, al-Nisbah
al-Hukmiyyah, itu hanya sebagai syarat saja. Artinya, kalau salah satu
unsur dari yang tiga itu hilang, maka, dalam mazhab kedua ini, ia masih
mungkin menghasilkan tashdiq, tapi tidak sempurna alias cacat (fâsid).

Sama halnya seperti salat yang tak memenuhi syarat. Wudhu itu
termasuk salah satu syarat sahnya salat. Jika Anda salat tanpa berwudhu,
maka salat Anda tidak sah. Tapi, apakah salat yang Anda lakukan itu
bukan salat? Itu tetap salat. Tapi bukan salat yang sah. Begitu juga
halnya dengan konsep tashdiq menurut al-Hukama ini. Jika salah satu
syaratnya tak terpenuhi, bisa saja ia dikatakan sebagai tashdiq,
tapi tashdiq-nya tidak sempurna.

Kesimpulannya, al-Razi berpandangan bahwa keempat unsur di atas


adalah rukun atau bagian yang tak terpisahkan dari tashdiq. Sementara
para filsuf memandang bahwa tashdiq itu hanya yang nomer empat, tiga
sisanya hanya sebagai syarat. Kendati demikian, baik al-Razi maupun
para filsuf sepakat bahwa tashdiq yang sempurna itu harus memenuhi
keempat unsur tadi, yaitu maudhu, mahmul, al-Nisbah al-Hukmiyyah,
dan al-Hukm.

4
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tashdiq secara kebahasaan bisa diartikan sebagai pembenaran, atau


persetujuan. Pengertian singkatnya, kalau tashawwur itu hanya sekedar
gambaran, maka tashdiq itu ialah tashawwur yang disertai hukum, baik
secara negatif (al-Nafy) maupun secara afirmatif (al-Itsbat).

Dalam tashdiq ini ada empat unsur yang harus kita ketahui, yaitu:

1. Maudhu/Mahkum ‘alaih (subjek)

2. Mahmul/Mahkum bih (atribut/predikat)

3. Al-Nisbah al-Hukmiyyah (keterkaitan antara atribut dan subjek)

4. Al-Hukm (penghukuman).

Konsep tashdiq menurut al-Razi ini berbeda dengan konsep tashdiq


yang dipahami oleh al-Hukama (para filsuf). al-Razi berpandangan
bahwa keempat unsur di atas adalah rukun atau bagian yang tak
terpisahkan dari tashdiq. Sementara para filsuf memandang
bahwa tashdiq itu hanya yang nomer empat, tiga sisanya hanya sebagai
syarat. Kendati demikian, baik al-Razi maupun para filsuf sepakat
bahwa tashdiq yang sempurna itu harus memenuhi keempat unsur tadi,
yaitu maudhu, mahmul, al-Nisbah al-Hukmiyyah, dan al-Hukm.

5
DAFTAR PUSTAKA

Rofik, Muhammad. 2010. Pengantar Pemahaman Ilmu Mantiq. Surabaya:


Al-Miftah. hal:12.

Mostofa ,Bisyri Cholil. 2000. Terjemahan Assullamul Munauroq. Bandung:


PT Alma’arif.

Rofik, Muhammad.2010.Pengantar Pemahaman Ilmu Mantiq.Surabaya: Al


Miftah .

Sambas,Syukiardi. 1996. Mantik Kaidah Berpikir Islami. Bandung: Remaja


Rosdakarya Offset.

Anda mungkin juga menyukai