Dalam konsep demokrasi perwakilan (indirect democracy) ini warga dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu kelompok yang mewakili disebut wakil dan kelompok yang
diwakili disebut sebagai terwakil. Para wakil merupakan kelompok orang yang
mempunyai kemampuan/kewajiban untuk berbicara dan bertindak atas nama
terwakil yang jumlahnya lebih besar.
Ada beberapa istilah yang biasa digunakan dalam menyebut lembaga perwakilan,
antara lain legislature, assembly, dan parliament. Istilah lembaga legislatif atau
legislature mencerminkan salah satu fungsi utama dari lembaga tersebut, yaitu
pembuatan undang-undang (legislasi), sedangkan istilah assembly menunjuk pada
pengertian bahwa lembaga tersebut merupakan wadah berkumpul untuk
membicarakan masalah-masalah publik. Istilah parliament mempunyai pengertian
yang hampir sama dengan istilah assembly. Dengan asal kata parler, yang berarti
bicara, parlemen dianggap sebagai tempat bicara atau merundingkan masalah-
masalah kenegaraan. (Budiardjo, 2008: 315) istilah-istilah tersebut menunjuk pada
sejarah perkembangan lembaga perwakilan di dunia, di mana istilah legislature
biasa digunakan di AS, sementara istilah parliament atau assembly lebih banyak
digunakan di negara-negara Eropa atau non-AS.
Sistem parlemen bicameral merupakan suatu sistem parlemen yang terdiri dari dua
kamar dimana dalam sistem parlemen bicameral dikenal adanya kamar pertama dan
kamar kedua.
Kamar pertama (first chamber) biasanya disebut sebagai Majelis Rendah (lower
house) atau house representative/house of common biasa juga disebut sebagai
lembaga DPR. Kemudian kamar kedua (second chamber) disebut sebagai majelis
tinggi (upper house) atau house of lord yang biasa disebut dengan senat atau DPD.
Kedua kamar di atas merupakan lembaga parlemen yang berasal dari keterwakilan
yang berbeda dimana majelis rendah (lower house) merupakan perwakilan dari
unsur partai politik sebagai pemegang mandat kedaulatan rakyat. Sedangkan
Majelis Tinggi (upper house) pada umumnya merupakan lembaga perwakilan yang
mewakili kepentingan daerah yang sifatnya kewilayahan.
Sistem parlemen dengan model parlemen bicameral dapat di bagi dalam tiga
kelompok bagian diantaranya, strong bicameralism, soft bicameralism dan weak
bicameralism. Ketiga model tersebut memiliki karakter yang berbeda-beda dan untuk
mengetahui apakah parlemen tersebut merupakan strong bicameralism, soft
bicameralism atau weak bicameralism dapat diketahui melalui pengaturan sistem
parlemen dalam konstitusi setiap negara .
Secara umum sistem perwakilan bikameral dibedakan menjadi 3 (tiga) pola, yaitu:
1. RUU dalam sebagian atau seluruh bidang pemerintahan memerlukan
pembahasan dan persetujuan dua lembaga legislatif.
2. Terdapat pembagian tugas di antara dua lembaga legislatif, yang berarti RUU
dalam bidang tertentu hanya perlu dibahas dan disetujui satu lembaga legislatif.
3. Semua RUU hanya memerlukan pembahasan dan persetujuan dari satu
lembaga legislatif (biasanya DPR atau House of Representatives), sedangkan
lembaga legislatif lainnya hanya berperan sebagai pemberi pertimbangan.
Dalam arti sempit, sistem perwakilan rakyat hanya dapat dikategorikan sebagai
bikameral bila RUU dalam sebagian atau seluruh bidang pemerintahan harus
mendapat persetujuan dari dua lembaga legislatif. Selebihnya tidak dapat disebut
bikameral, karena untuk dapat diterapkan sebagai undang-undang hanya
memerlukan pembahasan dan persetujuan satu lembaga legislatif sehingga hanya
dapat disebut sistem unikameral saja. Karena itu Indonesia harus mengadopsi
sistem perwakilan rakyat bikameral dengan kewenangan yang sama, yang masing-
masing kamar mencerminkan jenis keterwakilan yang berbeda, yaitu keterwakilan
penduduk diwadahi oleh DPR dan keterwakilan daerah oleh DPD, tetapi mempunyai
fungsi legislasi yang sama.
Di Indonesia, terdapat dua kamar parlemen, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kedua kamar ini memiliki hubungan
keseimbangan yang penting dalam sistem politik Indonesia.
1. DPR
DPR adalah kamar parlemen yang mewakili rakyat secara langsung melalui
pemilihan umum. Anggota DPR dipilih berdasarkan perwakilan proporsional. DPR
memiliki peran dalam pembuatan undang-undang, pengawasan pemerintah, dan
pengambilan keputusan penting. DPR juga memiliki kekuasaan dalam menentukan
anggaran negara.
2. DPD
DPD adalah kamar parlemen yang mewakili daerah-daerah di Indonesia. Anggota
DPD dipilih oleh dewan perwakilan daerah di setiap provinsi. DPD memiliki peran
dalam mengawasi dan memberikan masukan terkait kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan daerah. DPD juga memiliki kekuasaan dalam menentukan
anggaran negara yang berkaitan dengan daerah.
Hubungan keseimbangan antara DPR dan DPD penting untuk menjaga kepentingan
rakyat dan daerah. Kedua kamar ini saling bekerja sama dalam proses pembuatan
undang-undang dan pengambilan keputusan penting. Meskipun DPR memiliki
kekuasaan yang lebih besar dalam pembuatan undang-undang, DPD memiliki peran
penting dalam memberikan perspektif daerah dan mengawasi kebijakan pemerintah
yang berkaitan dengan daerah.
Pengaturan pasal yang terkait dengan wewenang DPD setidaknya harus mengatur
bahwa DPD mempunyai wewenang membahas dan ikut memutuskan mengenai
seluruh RUU yang dibahas di DPR.Namun wewenang untuk mengajukan RUU
hanya terbatas dibidang RUU tertentu yang berkaitan dengan otonomi daerah.
Harus diatur ketentuan yang lebih jelas untuk prosedur pembahasan RUU antara
DPR dan DPD.
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/download/11450/9605
http://repository.untag-sby.ac.id/337/3/Bab%20II.pdf