Anda di halaman 1dari 9

TUGAS 2 HUKUM PAJAK DAN ACARA PERPAJAKAN

ROBERT RIKO MARPAUNG

NIM :048110989

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TERBUKA

SOAL 1

Bagaimana keterkaitan antara otonomi daerah dengan desentralisasi fiskal


dan pemungutan pajak daerah?

JAWAB :

Pemberian otonomi daerah pada dasarnya merupakan upaya pemberdayaan daerah


dalam rangka mengelola pembangunan di daerahnya, sehingga dapat mengurangi
tingkat ketergantungannya pada Pemerintah Pusat.

Adanya otonomi daerah, maka akan menyebabkan terjadinya desentralisasi fiskal


dan pemungutan pajak daerah. Desentralisasi fiskal dan pemungutan pajak daerah
tidak dapat dilepaskan dari pelaksanaan otonomi daerah.

Keterkaitan Otonomi Daerah dengan Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi fiskal merupakan konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di


Indonesia. Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan sesuai dengan kepentingan masyarakat
daerah tersebut.

"Desentralisasi fiskal adalah proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan


yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah, dengan tujuan untuk
mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan
banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan."
Dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, desentralisasi fiskal berperan
penting sebagai sarana mempercepat terciptanya kesejahteraan masyarakat secara
mandiri sesuai dengan potensi daerahnya masing-masing. Kendati demikian,
sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang secara lex specialis
mengatur mengenai desentralisasi fiskal dalam otonomi daerah.

Keterkaitan Otonomi Daerah dengan Pemungutan Pajak Daerah

Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat


melaksanakan otonomi, Pemerintah Pusat melakukan berbagai kebijakan
perpajakan daerah. Salah satu kebijakan tersebut adalah menetapkan UU No.34
Tahun 2000 tentang perubahan atas UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah.

Pemberian kewenangan dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah tersebut


diharapkan dapat lebih mendorong Pemerintah Daerah untuk terus berupaya untuk
mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya yang berasal dari pajak
daerah dan retribusi daerah.

Untuk itu, Pemerintah Daerah dalam melakukan pungutan pajak harus sesuai
dengan fungsinya. Dijelaskan dalam buku Roots of wisdom: inti kebijakan karya
Zicheng Hong dan Zhizhong Cai, fungsi pajak bagi negara di antaranya sebagai
berikut:

 Sebagai sumber pendapatan negara terbesar (fungsi budgetair), digunakan untuk


membiayai seluruh kegiatan penyelenggaraan negara.
 Sebagai alat pengatur kegiatan ekonomi (fungsi regular), dengan pajak
pemerintah dapat mengatur kegiatan konsumsi dan produksi melalui PPnBM dan
PPN.
 Sebagai alat pemerataan pendapatan masyarakat, masyarakat yang
berpenghasilan tinggi dikenakan pajak penghasilan yang tinggi pula dan
sebaliknya.
 Sebagai alat keseimbangan keuangan (fungsi moneter).
 Sebagai alat pengalokasian sumber-sumber dana bagi kepentingan umum (fungsi
alokasi).
 Sebagai alat kebijakan pemerintah dalam memperluas kesempatan kerja,
stabilisasi harga barang, dan menjamin peningkatan pertumbuhan ekonomi yang
mantap (fungsi stabilitas).

Desentralisasi fiskal merupakan salah satu mekanisme transfer dana dari APBN
dalam kaitan dengan kebijakan keuangan negara yaitu untuk mewujudkan
ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal sustainability) dan memberikan stimulus
terhadap aktivitas perekonomian masyarakat, maka dengan kebijakan desentralisasi
fiskal diharapkan akan menciptakan pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah yang sepadan dengan besarnya kewenangan urusan pemerintahan yang
diserahkan kepada daerah otonom.

Desentralisasi fiskal merupakan konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di


Indonesia. Sama seperti otonomi daerah, desentralisasi fiskal pada dasarnya
memiliki tujuan untuk meningkatkan potensi daerah, dalam hal ini adalah dari segi
fiskal. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi ke dalam provinsi- provinsi kemudian
dibagi lagi ke dalam wilayah kabupaten dan kota. Setiap daerah tersebut
mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan melaksanakan sendiri urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya dengan menyesuaikan kemampuan
keuangan daerah yang bersangkutan.

Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan sesuai dengan kepentingan masyarakat daerah
tersebut. Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen
Kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang- undang yang dibentuk
khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. Sejarah otonomi daerah di Indonesia
sudah dimulai pada zaman kemerdekaan. Sejarah ini sempat terhenti saat
diterapkannya sentralisasi pemerintahan pada era orde baru. Kemudian, perjalanan
desentralisasi dilanjutkan seiring dengan berkembangnya era reformasi di Indonesia.
Namun, ketidaksiapan institusi dan masyarakat dalam menghadapi desentralisasi ini
mengakibat kan ketidakseimbangan vertikal dan horizontal.
SOAL 2

Apa hal-hal yang melatarbelakangi perubahan kebijakan pemerintah mengenai


pergantian dari open list system menjadi close list system?

JAWAB :

Sebagaimana kita ketahui bahwa, pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia


menemukan momentumnya pada masa reformasi, yakni dengan disahkannya
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-
undang ini merupakan pintu gerbang reformasi di bidang birokrasi dan ekonomi.
Dengan berlakunya undang-undang ini, pemerintah daerah diberikan kesempatan
untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam pelayanan umum kepada
masyarakat serta mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Alokasi keuangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah merupakan


konsekuensi logis dari desentralisasi sistem pemerintahan yang dipilih oleh
pemerintah. Di mana dalam desentralisasi pemerintahan menghendaki adanya
pemberian otonomi yang luas kepada pemerintahan di daerah atau lokal untuk dapat
mengelola sendiri sebagian urusannya.

Penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah otomatis akan diiringi dengan


penyerahan sumber keuangan daerah baik berupa pajak daerah dan retribusi
daerah maupun berupa dana perimbangan untuk menjalankan urusan pemerintahan
daerah yang menjadi kewenangannya. Oleh karenanya daerah harus mempunyai
sumber keuangan agar mampu memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada
rakyat di daerahnya. Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan pemerintahan daerah
terdiri atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-
lain pendapatan yang sah. Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan daerah
yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Tujuannya adalah untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali
pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas
desentralisasi.
Dalam skema pengelolaan pajak daerah di Indonesia, pengaturan induknya ada di
tingkat undang-undang, yaituUndang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Ini artinya, penetapan pajak berdasarkan
undang-undang diselaraskan dengan konstitusi negara yaitu UUD 1945.
Berdasarkan ketentuanPasal 23A UUD 1945, pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Artinya,
pengaturan lebih lanjut dan lebih teknis mengenai pajak-pajak dan/atau pungutan
lain akan diatur dengan undang-undang. Secara pemahaman otentik, konstitusi
hanya menyebut kata “undang-undang”. Hal ini bermakna bahwa timbulnya pajak-
pajak dan/atau pungutan lain hanya boleh ditetapkan berdasarkan undang-undang
saja, tidak boleh dengan peraturan lain. Ini sejalan dengan ungkapan terkenal dari
Ricard Musgrave, "no taxation without representation", yang menyiratkan bahwa
dalam negara demokrasi pemberlakuan pajak-pajak harus dengan seijin rakyat.

Adam Smith’s Canon telah memberikan panduan dalam menyusun perundang-


undangan pajak.Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam menyusun undang-
undang pajak, yaitu:

1) Syarat yuridis, syarat ini mengharuskan undang-undang pajak yang normatif


harus memberikan kepastian hukum dankeadilan di bawah prinsip equality dan
equity.

2) Syarat ekonomis, pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada


penguasa tanpa imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk. Pajak dijadikan

SOAL 3

Apa yang dimaksud dengan open list system dan close list system?

JAWAB :

Open list system mengandung arti bahwa pemerintah daerah diberikan kewenangan
menetapkan dan memungut jenis pajak baru selain dari yang disebutkan oleh
undang-undang bilamana diperlukan.
Dalam open list system, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk
menetapkan dan memungut jenis pajak baru selain dari yang telah ditetapkan dalam
undang-undang bilamana diperlukan. Ini berarti bahwa pemerintah daerah memiliki
kebebasan yang sangat besar dalam menentukan jenis pajak yang sesuai dengan
kondisi dan kemampuan daerahnya. Sistem ini memberikan fleksibilitas yang tinggi
kepada pemerintah daerah dalam mengatur sumber pendapatan daerah melalui
pajak. Namun, di sisi lain, sistem ini dapat mengorbankan aspek kepastian hukum
dan bisnis yang lebih luas.

Sedangkan close list system bermakna sebaliknya, yakni pemerintah daerah hanya
boleh memungut jenis-jenis pajak yang telah ditetapkan dalam undang-undang.
Sebaliknya, dalam close list system, pemerintah daerah hanya boleh memungut
jenis-jenis pajak yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Artinya, pemerintah
daerah terikat oleh jenis-jenis pajak yang sudah diatur dalam undang-undang, dan
mereka tidak memiliki kewenangan untuk menambahkan jenis pajak baru. Sistem ini
memberikan kepastian hukum dan berusaha yang lebih besar karena
ketundukannya kepada pemerintah pusat. Namun, sistem ini juga memiliki potensi
untuk membuat pemerintah daerah tampak kurang kreatif dan kemungkinan
kehilangan peluang untuk berinovasi dalam meningkatkan penerimaan daerahnya.

Open list system memberikan kewenangan yang sangat besar dan luas kepada
pemerintah daerah untuk menentukan jenis pajak sesuai kondisi dan kemampuan
daerahnya. Di satu sisi, sistem ini dapat lebih efektif untuk meningkatkan
penerimaan pajak daerah. Namun di sisi lain, sistem ini mengorbankan aspek
kepastian hukum dan bisnis yang lebih luas.
Sementara close list system, akan membuat pemerintah daerah tampak kurang
kreatif dan kemungkinan kehilangan peluang untuk berinovasi meningkatkan
penerimaan daerahnya. Namun sistem ini memberikan kepastian hukum dan
berusaha yang lebih besar karena ketundukannya kepada pemerintah pusat.

Dalam sejarah berlakunya pajak-pajak daerah di Indonesia, telah pernah


dipraktikkan open list system maupun close list system secara bergantian. Pada
masa lalu, pemerintah pusat telah menerapkan open list system untuk menentukan
jenis pajak daerah yang dapat dipungut. Saat berlakunya UU 18/1997, pemerintah
pusat menerapkan open list systemuntuk menentukan jenis pajak daerah yang dapat
dipungut. Penerapan open list systemdapat dibuktikan dengan ketentuan Pasal 2
ayat (3) UU 18/1997 yang menyatakan bahwa selain jenis pajak daerah yang sudah
diatur, pemerintah dapat menetapkan jenis pajak baru melalui peraturan pemerintah.

Namun, setelah dicabutnya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dengan


Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, open list system yang dianut Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 2000 diganti dengan close list system. Ini berarti bahwa
pemerintah daerah harus mematuhi jenis-jenis pajak yang telah ditetapkan dalam
undang-undang tanpa memiliki kewenangan untuk menambah jenis pajak baru.

Perubahan ini menggambarkan dinamika peraturan pajak daerah di Indonesia, yang


dapat bergantung pada kebijakan dan peraturan yang berlaku pada suatu periode
tertentu. Perubahan dari open list system ke close list system mencerminkan
dorongan untuk memberikan kepastian hukum yang lebih besar dan menormalisasi
pajak-pajak daerah.

Kelebihan dan Kekurangan Kedua Sistem


Kedua sistem, open list dan close list, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing yang perlu dipertimbangkan dalam pengaturan pajak daerah.

Kelebihan Open List System:


o Fleksibilitas: Sistem ini memberikan fleksibilitas besar kepada pemerintah
daerah dalam menentukan jenis pajak yang sesuai dengan kebutuhan
daerah.
o Potensi Peningkatan Penerimaan: Pemerintah daerah dapat menciptakan
jenis pajak baru yang dapat meningkatkan penerimaan daerah.
o Inovasi: Sistem ini mendorong pemerintah daerah untuk lebih inovatif dalam
mencari sumber-sumber pendapatan baru.

Kekurangan Open List System:


o Ketidakpastian Hukum: Karena sifatnya yang fleksibel, sistem ini dapat
menciptakan ketidakpastian hukum dalam hal pajak daerah.
o Potensi Penyalahgunaan Kewenangan: Terlalu banyak kebebasan bagi
pemerintah daerah dapat berpotensi menimbulkan penyalahgunaan
kewenangan.

Kelebihan Close List System:


o Kepastian Hukum: Sistem ini memberikan kepastian hukum karena
pemerintah daerah terikat oleh jenis pajak yang telah diatur dalam undang-
undang.
o Koordinasi Pusat-Daerah: Dengan sistem ini, pemerintah pusat dapat lebih
mudah mengkoordinasikan pajak-pajak daerah.
o Kendali Pusat: Pemerintah pusat dapat lebih mudah mengendalikan jenis-
jenis pajak yang ada di seluruh Indonesia.

Kekurangan Close List System:


o Kurangnya Fleksibilitas: Sistem ini dapat membatasi kemampuan
pemerintah daerah untuk mengatasi masalah fiskal dan mencari sumber
pendapatan baru.
o Kurangnya Inovasi: Pemerintah daerah mungkin kurang termotivasi untuk
mencari inovasi dalam hal pajak daerah.

Sistem pajak daerah, baik open list system maupun close list system, memiliki
dampak yang signifikan dalam pengaturan pajak dan penerimaan daerah. Kedua
sistem memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan pemilihan sistem
harus didasarkan pada kebutuhan dan kemampuan pemerintah daerah. Pemilihan
sistem pajak daerah yang tepat dapat membantu meningkatkan penerimaan daerah
dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

SUMBER REFERENSI :

Modul Hukum Pajak dan Acara Perpajakan HKUM4407, Universitas Terbuka

https://djpk.kemenkeu.go.id/wp-content/uploads/2016/01/pdrd.pdf
https://readmore.id/open-list-system-dan-close-list-system/

Anda mungkin juga menyukai