Anda di halaman 1dari 4

NAMA : I KADEK AGUS KRISNADANA

NIM : 044402385

PRODI : ILMU HUKUM

MATA KULIAH : HUKUM PAJAK DAN ACARA PERPAJAKAN

TUGAS 2

SOAL :

1. Bagaimana keterkaitan antara otonomi daerah dengan desentralisasi fiskal dan pemungutan
pajak daerah?

JAWAB :
Keterkaitan antara otonomi daerah, desentralisasi fiskal, dan pemungutan pajak daerah
merupakan tiga konsep yang saling terkait dalam konteks pemerintahan daerah. Berikut adalah
penjelasan mengenai hubungan antara ketiga konsep tersebut:

1. Otonomi Daerah: Otonomi daerah mengacu pada kewenangan dan kebebasan yang diberikan
oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam mengatur dan mengurus urusan lokal
sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat setempat. Dalam kerangka otonomi
daerah, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk membuat keputusan dan mengelola
sumber daya lokal dengan lebih mandiri.

2. Desentralisasi Fiskal: Desentralisasi fiskal adalah konsep yang berkaitan dengan transfer
wewenang, tanggung jawab, dan sumber daya keuangan dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah. Tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah untuk memperkuat kapasitas keuangan
pemerintah daerah sehingga mereka dapat mengelola dan membiayai pengeluaran publik secara
mandiri. Melalui desentralisasi fiskal, pemerintah daerah dapat mengelola pendapatan dan
belanja daerah sesuai dengan kebutuhan lokal.

3. Pemungutan Pajak Daerah: Pemungutan pajak daerah adalah proses pengumpulan pajak oleh
pemerintah daerah dari subjek pajak yang berada di wilayah mereka. Pajak daerah biasanya terdiri
dari pajak-pajak yang diberlakukan oleh pemerintah daerah, seperti pajak properti, pajak hotel,
pajak restoran, pajak reklame, dan sebagainya. Melalui pemungutan pajak daerah, pemerintah
daerah dapat memperoleh sumber pendapatan sendiri untuk membiayai kegiatan pemerintahan
dan pembangunan di wilayah mereka.

Keterkaitan antara otonomi daerah, desentralisasi fiskal, dan pemungutan pajak daerah dapat
dijelaskan sebagai berikut:

1. Otonomi daerah memberikan pemerintah daerah wewenang untuk mengatur dan mengelola
pajak daerah sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik lokal. Pemerintah daerah dapat
menentukan jenis pajak yang diberlakukan, tarif pajak, dan aturan pemungutan pajak sesuai
dengan kondisi daerah mereka.

2. Desentralisasi fiskal memperkuat kapasitas keuangan pemerintah daerah dengan memberikan


transfer dana dari pemerintah pusat. Pemerintah daerah dapat menggunakan dana tersebut
untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Pemungutan pajak daerah menjadi
salah satu sumber pendapatan pemerintah daerah yang penting, dan dana yang dihasilkan dari
pemungutan pajak dapat digunakan untuk meningkatkan keuangan daerah.

3. Pemungutan pajak daerah merupakan salah satu instrumen yang digunakan pemerintah daerah
untuk memperoleh pendapatan lokal. Pajak yang diterima dari pemungutan pajak daerah dapat
digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan, pelayanan publik, pembangunan
infrastruktur, dan kebutuhan daerah lainnya.

Dengan demikian, otonomi daerah memberikan pemerintah daerah wewenang dalam mengatur dan
mengelola pemungutan pajak daerah, sementara desentralisasi fiskal memperkuat kapasitas
keuangan pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan pemerintahan melalui pendapatan pajak
daerah.

2. Apa hal-hal yang melatarbelakangi perubahan kebijakan pemerintah mengenai pergantian


dari open list system menjadi close list system?

Pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam pemungutan pajak menggunakan sistem open
list yang didasarkan pada Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Pemerintah melakukan perubahan sistem pemungutan pajak dengan
menetapkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
yang mengubah peraturan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini adalah perubahan mendasar
di dalam pemungutan pajak daerah di kota Semarang setelah adanya perubahan sistem dari
opened list system menjadi closed list system dan pengaruhnya terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Penerapan open list system dinilai menimbulkan kesewenang-wenangan bagi pemerintah
daerah dalam pembuatan peraturan pemungutan pajak. Pemerintah Daerah mempunyai
kecenderungan untuk menciptakan berbagai pungutan yang tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Pengawasan terhadap Peraturan Daerah tersebut tidak berjalan
efektif sehingga Pemerintah mengatasinya dengan melakukan perubahan sistem pemungutan
pajak. Dari opened list system, yaitu pemberian diskresi kewenangan daerah dapat memungut
jenis pajak selain yang tercantum di dalam Undang-undang sesuai dengan potensi dari masing-
masing daerah. Menjadi closed list system dimana pemerintah daerah hanya dapat memungut
jenis pajak yang telah tercantum di dalam Undang-undang saja. Konsekuensi ditetapkannya closed
list system, pemerintah daerah tidak dapat berbuat banyak dalam pembuatan jenis pajak baru
karena harus tunduk pada ketentuan yang ditentukan oleh Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

3. Apa yang dimaksud dengan open list system dan close list system?

Open list system mengandung arti bahwa pemerintah daerah diberikan kewenangan menetapkan
dan memungut jenis pajak baru selain dari yang disebutkan oleh undang-undang bilamana
diperlukan. Sedangkan close list system bermakna sebaliknya, yakni pemerintah daerah hanya
boleh memungut jenis-jenis pajak yang telah ditetapkan dalam undang-undang.

Open list system memberikan kewenangan yang sangat besar dan luas kepada pemerintah daerah
untuk menentukan jenis pajak sesuai kondisi dan kemampuan daerahnya. Di satu sisi, sistem ini
dapat lebih efektif untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah. Namun di sisi lain, sistem ini
mengorbankan aspek kepastian hukum dan bisnis yang lebih luas. Sementara close list system,
akan membuat pemerintah daerah tampak kurang kreatif dan kemungkinan kehilangan peluang
untuk berinovasi meningkatkan penerimaan daerahnya. Namun sistem ini memberikan kepastian
hukum dan berusaha yang lebih besar karena ketundukannya kepada pemerintah pusat.
Pemerintah Indonesia tampaknya menyadari suatu paradigma besar dibalik euforia pemberian
otonomi luas kepada daerah. Kesadaran ini adalah kepentingan nasional yang lebih besar harus
lebih diutamakan daripada semangat kedaerahan yang cenderung partisan. Serta pada
kenyataannya daerah-daerah tersebut eksis dan menyatu membentuk wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Hal ini akan berarti bahwa apapun keadaan daerah-daerah itu akan
merepresentasikan wajah Indonesia. inilah yang menjadi latarbelakang dari pemberlakuan UU
PDRD, Undang-undang No. 28 Tahun 2009. UU PDRD dirancang sebagai payung hukum bagi
pelaksanaan pajak daerah di Indonesia. Undang-undang ini membatasi jenis-jenis pajak apa saja
yang boleh berlaku di daerah otonom.

Sumber :

Tjip Ismail, 2022. Hukum Pajak dan Acara Perpajakan. Jakarta : Universitas Terbuka.

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38763

Anda mungkin juga menyukai