Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayahNya serta
nikmat sehat sehingga penyusunan makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Pancasila 2 ini dapat
kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunnahnya. Amin.

Dalam penyusunan makalah ini tentunya hambatan selalu mengiringi namun atas bantuan,
dorongan dan bimbingan dari orang tua, dosen dan teman – teman yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu akhirnya semua hambatan dalam penyusunan makalah dapat ini dapat teratasi.

Makalah pendamping ini saya susun dengan tujuan guna memenuhi tugas mata kuliah Pancasila 2
serta sebagai sumber informasi dan wawasan khususnya mengenai “Oorde lama”. Semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat dan sebagai sumbangsih pemikiran khususnya untuk pembaca dan tidak
lupa saya mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata
ataupun isi dari keseluruhan makalah ini. Saya sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat saya harapkan demi kebaikan saya untuk
kedepannya.

Terima kasih.

DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2

1.3 Tujuan.................................................................................................................. 2

1.4 Manfaat................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Umum Masa Orde Lama..................................................................... 3

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 17


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Orde Lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia. Ir. Soekarno adalah
presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 – 1966. Ia memainkan peranan penting
dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan bangsa asing. Ia adalah Proklamator
Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus
1945.

Ketidakpuasan rakyat terhadap kinerja pemerintah dan banyaknya ancaman disintegrasi, seperti PKI
mengakibatkan orde lama perlahan – lahan tumbang. Melalui surat perintah sebelas Maret 1966
Presiden Soekarno memberikan mandatnya kepada Soeharto untuk mengamankan dan menjaga
keamanan negara dan institusi kepresidenan. Setelah presiden Soekarno lengser, orde lama tenggelam
dan digantingkan oleh masa pemerintahan orde baru presiden Soeharto.

Berakhirnya masa kepemimpinan Soekarno berawal dari penandatanganan Surat Perintah 11 Maret 1966
Supersemar yang controversial oleh Soekarno, yang isinya – berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas
Besar Angkatan darat – menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga
keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk
membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di
parlemen.

Setelah pertanggung jawabannya Ir Soekarno ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara


(MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1966. Sidang umum Keempat MPRS berlangsung di Istora
Senayan Jakarta pada tanggal 21 Juni sampai dengan 5 Juli 1966. Pada Sidang Umum Keempat ini, MPRS
menghasilkan 24 ketetapan, salah satunya yaitu: Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966 tentang Surat
Perintah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar
Revolusi /Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia. Presiden
Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS di tahun yang
sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat terdapat rumusan masalah sebagai berikut:

1.2.1 bagaimana gambaran umum masa pemerintahan orde lama?

1.3 Manfaat

1.3.1 Mengetahui gambaran umum mengenai masa pemerintahan orde lama

1.4 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila 2
juga untuk memberikan pengetahuan mengenai gambaran umum pada masa pemerintahan orde lama.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Umum pada masa Pemerintahan Orde Lama

Sejarah Indonesia selama 1945—1949 dimulai dengan masuknya Sekutu diboncengi oleh Belanda (NICA)
ke berbagai wilayah Indonesia setelah kekalahan Jepang, dan diakhiri dengan penyerahan kedaulatan
kepada Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Terdapat banyak sekali peristiwa sejarah pada masa
itu, pergantian berbagai posisi kabinet, Aksi Polisionil oleh Belanda, berbagai perundingan, dan
peristiwa-peristiwa sejarah lainnya.

Kembalinya Belanda bersama Sekutu

Mendaratnya Belanda diwakili NICA

Berdasarkan Civil Affairs Agreement, pada 23 Agustus 1945 Inggris bersama tentara Belanda mendarat di
Sabang, Aceh. 15 September 1945, tentara Inggris selaku wakil Sekutu tiba di Jakarta, dengan didampingi
Dr. Charles van der Plas, wakil Belanda pada Sekutu. Kehadiran tentara Sekutu ini, diboncengi NICA
(Netherland Indies Civil Administration - pemerintahan sipil Hindia Belanda) yang dipimpin oleh Dr.
Hubertus J van Mook, ia dipersiapkan untuk membuka perundingan atas dasar pidato siaran radio Ratu
Wilhelmina tahun 1942 (statkundige concepti atau konsepsi kenegaraan), tetapi ia mengumumkan
bahwa ia tidak akan berbicara dengan Soekarno yang dianggapnya telah bekerja sama dengan Jepang.
Pidato Ratu Wilhemina itu menegaskan bahwa di kemudian hari akan dibentuk sebuah persemakmuran
yang di antara anggotanya adalah Kerajaan Belanda dan Hindia Belanda, di bawah pimpinan Ratu
Belanda.

Terdapat berbagai pertempuran yang terjadi pada saat masuknya Sekutu dan NICA ke Indonesia, yang
saat itu baru menyatakan kemerdekaannya. Pertempuran yang terjadi di antaranya adalah:

1. Peristiwa 10 November, di daerah Surabaya dan sekitarnya.

2. Palagan Ambarawa, di daerah Ambarawa, Semarang dan sekitarnya.

3. Perjuangan Gerilya Jenderal Soedirman, meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur

4. Bandung Lautan Api, di daerah Bandung dan sekitarnya.

5. Pertempuran Medan Area, di daerah Medan dan sekitarnya.

6. Pertempuran Margarana, di Bali

7. Serangan Umum 1 Maret 1949, di Yogyakarta

8. Pertempuran Lima Hari Lima Malam, di Palembang

9. Pertempuran Lima Hari, di Semarang

Ibukota pindah ke Yogyakarta

Karena situasi keamanan ibukota Jakarta (Batavia saat itu) yang makin memburuk, maka pada tanggal 4
Januari 1946, Soekarno dan Hatta dengan menggunakan kereta api, pindah ke Yogyakarta sekaligus pula
memindahkan ibukota. Meninggalkan Sutan Syahrir dan kelompok yang pro-negosiasi dengan Belanda di
Jakarta.

Pemindahan ke Yogyakarta dilakukan dengan menggunakan kereta api, yang disebut dengan singkatan
KLB (Kereta Luar Biasa). Orang lantas berasumsi bahwa rangkaian kereta api yang digunakan adalah
rangkaian yang terdiri dari gerbong-gerbong luar biasa. Padahal yang luar biasa adalah jadwal
perjalanannya, yang diselenggarakan di luar jadwal yang ada, karena kereta dengan perjalanan luar biasa
ini, mengangkut Presiden beserta Wakil Presiden, dengan keluarga dan staf, gerbong-gerbongnya
dipilihkan yang istimewa, yang disediakan oleh Djawatan Kereta Api (DKA) untuk VVIP.

Orde Lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia. Ir. Soekarno adalah
presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 – 1966. Ia memainkan peranan penting
dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan bangsa asing. Ia adalah Proklamator
Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus
1945.

Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya –
berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat – menugaskan Letnan Jenderal
Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar
menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan
mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah pertanggung jawabannya ditolak
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1966. Sidang
umum Keempat MPRS berlangsung di Istora Senayan Jakarta pada tanggal 21 Juni sampai dengan 5 Juli
1966. Pada Sidang Umum Keempat ini, MPRS menghasilkan 24 ketetapan, salah satunya yaitu:
Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966 tentang Surat Perintah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi /Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara Republik Indonesia. Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada
Sidang Istimewa MPRS di tahun yang

Sidang Istimewa MPRS (1967)

Pada saat Presiden RI/Mandataris MPRS Soekarno menyampaikan pidato pertangungjawaban di depan
Sidang Umum keempat MPRS Tahun 1966, rakyat yang merasa telah dikhianati oleh peristiwa
pemberontakan G-30-S/PKI mengharapkan kejelasan pertangungjawaban Presiden Soekarno mengenai
pemberontakan G-30-S/PKI berikut epilognya serta kemunduran ekonomi dan akhlak. Namun pidato
pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang diberi judul "Nawaksara" ternyata tidak memuaskan MPRS
sebagai pemberi mandat. Ketidakpuasan MPRS diwujudkan dalam Keputusan MPRS Nomor 5 Tahun
1966 yang meminta Presiden Soekarno melengkapi pidato pertanggungjawabannya.

Walaupun kemudian Presiden Soekarno memenuhi permintaan MPRS dalam suratnya tertangal 10
Januari 1967 yang diberi nama "Pelengkap Nawaksara", tetapi ternyata tidak juga memenuhi harapan
rakyat. Setalah membahas surat Presiden tersebut, Pimpinan MPRS berkesimpulan bahwa Presiden
Soekarno telah lalai dalam memenuhi kewajiban Konstitusional.

Sementara itu DPR-GR dalam resolusi dan memorandumnya tertanggal 9 Februari 1967 dalam menilai
"Nawaksara" beserta pelengkapnya berpendapat bahwa "Kepemimpinan Presiden Soekarno secara
konstitusional, politis/ideologis membahayakan keselamatan bangsa, negara, dan Pancasila".

Dalam kaitan itu, DPR-GR meminta kepada MPRS mengadakan Sidang Istimewa untuk memberhentikan
Presiden Soekarno dari jabatan Presiden/Mandataris MPRS dan memilih/mengangkat Letnan Jenderal
Soeharto sebagai Pejabat Presiden/Mandataris sesuai Pasal 3 Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966,
serta memerintahkan Badan Kehakiman yang berwenang untuk mengadakan pengamatan, pemeriksaan,
dan penuntutan secara hukum.

Berdasarkan permintaan dari DPR-GR, MPRS menyelenggarakan Sidang Istimewa MPRS di Istora Senayan
Jakarta pada tanggal 7 hingga 12 Maret 1967. Pada Sidang Istimewa ini MPRS menghasilkan empat
ketetapan, yaitu :

1. Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara


dari Presiden Soekarno;

2. Ketetapan MPRS Nomor XXXIV/MPRS/1967 tentang peninjauan kembali Ketetapan MPRS Nomor
I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara;
3. Ketetapan MPRS Nomor XXXV/MPRS/1967 tentang Pancabutan Ketetapan MPRS Nomor XVII/1966;

4. Ketetapan MPRS Nomor XXVI/MPRS/1967 tentang Pencabutan Ketetapan MPRS Nomor


XXVI/MPRS/1966.

Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia
menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Di saat menggunakan
sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer. presiden Soekarno di
berhentikan dari jabatannya waktu itu Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando. Pada
Demokrasi terpimpin diikuti pula dengan adanya istilah ekonomi terpimpin. Ekonomi terpimpin ini
sebagai konsepsi bidang ekonomi dalam rangka pelaksanaan demokrasi terpimpin, yaitu lebih
menekankan keterlibatan pemerintah bahkan menjuru kearah etatisme. (Rusadi Kantaprawira, sistem
politik Insonesia 1985:193)

Pemerintahan Soekarno pada era 1960-an, masa ekonomi surut di Indonesia. Saat itu harga-harga
melambung tinggi, sehingga pada tahun 1966 mahasiswa turun ke jalan untuk mencegah rakyat yang
turun. Mereka menuntut Tritura. Jika saat itu rakyat yang turun, mungkin akan terjadi people power
seperti yang terjadi di Philipina.

Tri Tuntutan Rakyat (atau biasa disingkat Tritura)

Tri Tuntutan Rakyat (atau biasa disingkat Tritura) adalah tiga tuntutan kepada pemerintah yang diserukan
para mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Selanjutnya diikuti
oleh kesatuan-kesatuan aksi yang lainnya seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi
Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI), Kesatuan Aksi Sarjana
Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), dan Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI),
serta didukung penuh oleh Tentara Nasional Indonesia.

Latar belakang adanya Tritura yaitu ketika gelombang demonstrasi menuntut pembubaran PKI semakin
keras, pemerintah tidak segera mengambil tindakan. Keadaan negara Indonesia sudah sangat parah, baik
dari segi ekonomi maupun politik. Harga barang naik sangat tinggi terutama Bahan bakar minyak (BBM).
Oleh karenanya, pada tanggal 12 Januari 1966, KAMI dan KAPPI memelopori kesatuan aksi yang
tergabung dalam Front Pancasila mendatangi DPR-GR menuntut Tritura. Isi Tritura adalah:

1. Pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya

2. Perombakan kabinet Dwikora

3. Turunkan harga sembako

Tuntutan pertama dan kedua sebelumnya sudah pernah diserukan oleh KAP-Gestapu (Kesatuan Aksi
Pengganyangan Gerakan 30 September). Sedangkan tuntutan ketiga baru diserukan saat itu. Tuntutan
ketiga sangat menyentuh kepentingan orang banyak.
Pada tanggal 21 Februari 1966 Presiden Soekarno mengumumkan reshuffle kabinet. Dalam kabinet itu
duduk para simpatisan PKI. Kenyataan ini menyulut kembali mahasiswa meningkatkan aksi
demonstrasinya. Tanggal 24 Februari 1966 mahasiswa memboikot pelantikan menteri-menteri baru.
Dalam insiden yang terjadi dengan Resimen Tjakrabirawa, Pasukan Pengawal Presiden Soekarno, seorang
mahasiswa Arif Rahman Hakim meninggal. Pada tanggal 25 Februari 1966 KAMI dibubarkan, namun hal
itu tidak mengurangi gerakan-gerakan mahasiswa untuk melanjutkan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).

Rentetan demonstrasi yang terjadi menyuarakan Tritura akhirnya diikuti keluarnya Surat Perintah 11
Maret 1966 (Supersemar) oleh Presiden Soekarno yang memerintahkan kepada Mayor Jenderal
Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan
keamanan dan ketertiban.

Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)

Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11 Maret yang disingkat menjadi Supersemar adalah
surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno pada tanggal 11 Maret
1966. Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi
Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk
mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.

Surat Perintah Sebelas Maret ini adalah versi yang dikeluarkan dari Markas Besar Angkatan Darat (AD)
yang juga tercatat dalam buku-buku sejarah. Sebagian kalangan sejarawan Indonesia mengatakan bahwa
terdapat berbagai versi Supersemar sehingga masih ditelusuri naskah supersemar yang dikeluarkan oleh
Presiden Soekarno di Istana Bogor.

Menurut versi resmi, awalnya keluarnya supersemar terjadi ketika pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden
Soekarno mengadakan sidang pelantikan Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang dikenal dengan
nama "kabinet 100 menteri". Pada saat sidang dimulai, Brigadir Jendral Sabur sebagai panglima pasukan
pengawal presiden' Tjakrabirawa melaporkan bahwa banyak "pasukan liar" atau "pasukan tak dikenal"
yang belakangan diketahui adalah Pasukan Kostrad dibawah pimpinan Mayor Jendral Kemal Idris yang
bertugas menahan orang-orang yang berada di Kabinet yang diduga terlibat G-30-S di antaranya adalah
Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.

Berdasarkan laporan tersebut, Presiden bersama Wakil perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil Perdana
Menteri III Chaerul Saleh berangkat ke Bogor dengan helikopter yang sudah disiapkan. Sementara Sidang
akhirnya ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena yang kemudian menyusul ke Bogor.

Situasi ini dilaporkan kepada Mayor Jendral Soeharto (yang kemudian menjadi Presiden menggantikan
Soekarno) yang pada saat itu selaku Panglima Angkatan Darat menggantikan Letnan Jendral Ahmad Yani
yang gugur akibat peristiwa G-30-S/PKI itu. Mayor Jendral (Mayjend) Soeharto saat itu tidak menghadiri
sidang kabinet karena sakit. (Sebagian kalangan menilai ketidakhadiran Soeharto dalam sidang kabinet
dianggap sebagai sekenario Soeharto untuk menunggu situasi. Sebab dianggap sebagai sebuah
kejanggalan).
Mayor Jendral Soeharto mengutus tiga orang perwira tinggi (AD) ke Bogor untuk menemui Presiden
Soekarno di Istana Bogor yakni Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan Brigadir
Jendral Basuki Rahmat. Setibanya di Istana Bogor, pada malam hari, terjadi pembicaraan antara tiga
perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno mengenai situasi yang terjadi dan ketiga perwira tersebut
menyatakan bahwa Mayjend Soeharto mampu mengendalikan situasi dan memulihkan keamanan bila
diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil
tindakan. Menurut Jendral (purn) M Jusuf, pembicaraan dengan Presiden Soekarno hingga pukul 20.30
malam.

Presiden Soekarno setuju untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah
Sebelas Maret yang populer dikenal sebagai Supersemar yang ditujukan kepada Mayjend Soeharto
selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan
dan ketertiban.

Surat Supersemar tersebut tiba di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1966 pukul 01.00 waktu setempat yang
dibawa oleh Sekretaris Markas Besar AD Brigjen Budiono. Hal tersebut berdasarkan penuturan
Sudharmono, di mana saat itu ia menerima telpon dari Mayjend Sutjipto, Ketua G-5 KOTI, 11 Maret 1966
sekitar pukul 10 malam. Sutjipto meminta agar konsep tentang pembubaran PKI disiapkan dan harus
selesai malam itu juga. Permintaan itu atas perintah Pangkopkamtib yang dijabat oleh Mayjend
Soeharto. Bahkan Sudharmono sempat berdebat dengan Moerdiono mengenai dasar hukum teks
tersebut sampai Supersemar itu tiba.

Beberapa Kontroversi tentang Supersemar

· Menurut penuturan salah satu dari ketiga perwira tinggi AD yang akhirnya menerima surat itu,
ketika mereka membaca kembali surat itu dalam perjalanan kembali ke Jakarta, salah seorang perwira
tinggi yang kemudian membacanya berkomentar "Lho ini khan perpindahan kekuasaan". Tidak jelas
kemudian naskah asli Supersemar karena beberapa tahun kemudian naskah asli surat ini dinyatakan
hilang dan tidak jelas hilangnya surat ini oleh siapa dan di mana karena pelaku sejarah peristiwa
"lahirnya Supersemar" ini sudah meninggal dunia. Belakangan, keluarga M. Jusuf mengatakan bahwa
naskah Supersemar itu ada pada dokumen pribadi M. Jusuf yang disimpan dalam sebuah bank.

· Menurut kesaksian salah satu pengawal kepresidenan di Istana Bogor, Letnan Satu (lettu) Sukardjo
Wilardjito, ketika pengakuannya ditulis di berbagai media massa setelah Reformasi 1998 yang juga
menandakan berakhirnya Orde Baru dan pemerintahan Presiden Soeharto. Dia menyatakan bahwa
perwira tinggi yang hadir ke Istana Bogor pada malam hari tanggal 11 Maret 1966 pukul 01.00 dinihari
waktu setempat bukan tiga perwira melainkan empat orang perwira yakni ikutnya Brigadir jendral
(Brigjen) M. Panggabean. Bahkan pada saat peristiwa Supersemar Brigjen M. Jusuf membawa map
berlogo Markas Besar AD berwarna merah jambu serta Brigjen M. Pangabean dan Brigjen Basuki Rahmat
menodongkan pistol kearah Presiden Soekarno dan memaksa agar Presiden Soekarno menandatangani
surat itu yang menurutnya itulah Surat Perintah Sebelas Maret yang tidak jelas apa isinya. Lettu Sukardjo
yang saat itu bertugas mengawal presiden, juga membalas menodongkan pistol ke arah para jenderal
namun Presiden Soekarno memerintahkan Soekardjo untuk menurunkan pistolnya dan
menyarungkannya. Menurutnya, Presiden kemudian menandatangani surat itu, dan setelah
menandatangani, Presiden Soekarno berpesan kalau situasi sudah pulih, mandat itu harus segera
dikembalikan. Pertemuan bubar dan ketika keempat perwira tinggi itu kembali ke Jakarta. Presiden
Soekarno mengatakan kepada Soekardjo bahwa ia harus keluar dari istana. “Saya harus keluar dari
istana, dan kamu harus hati-hati,” ujarnya menirukan pesan Presiden Soekarno. Tidak lama kemudian
(sekitar berselang 30 menit) Istana Bogor sudah diduduki pasukan dari RPKAD dan Kostrad, Lettu
Sukardjo dan rekan-rekan pengawalnya dilucuti kemudian ditangkap dan ditahan di sebuah Rumah
Tahanan Militer dan diberhentikan dari dinas militer. Beberapa kalangan meragukan kesaksian Soekardjo
Wilardjito itu, bahkan salah satu pelaku sejarah supersemar itu, Jendral (Purn) M. Jusuf, serta Jendral
(purn) M Panggabean membantah peristiwa itu.

· Menurut Kesaksian A.M. Hanafi dalam bukunya "A.M Hanafi Menggugat Kudeta Soeharto",
seorang mantan duta besar Indonesia di Kuba yang dipecat secara tidak konstitusional oleh Soeharto.
Dia membantah kesaksian Letnan Satu Sukardjo Wilardjito yang mengatakan bahwa adanya kehadiran
Jendral M. Panggabean ke Istana Bogor bersama tiga jendral lainnya (Amirmachmud, M. Jusuf dan Basuki
Rahmat) pada tanggal 11 Maret 1966 dinihari yang menodongkan senjata terhadap Presiden Soekarno.
Menurutnya, pada saat itu, Presiden Soekarno menginap di Istana Merdeka, Jakarta untuk keperluan
sidang kabinet pada pagi harinya. Demikian pula semua menteri-menteri atau sebagian besar dari
menteri sudah menginap diistana untuk menghindari kalau datang baru besoknya, demonstrasi-
demonstrasi yang sudah berjubel di Jakarta. A.M Hanafi Sendiri hadir pada sidang itu bersama Wakil
Perdana Menteri (Waperdam) Chaerul Saleh. Menurut tulisannya dalam bukunya tersebut, ketiga jendral
itu tadi mereka inilah yang pergi ke Istana Bogor, menemui Presiden Soekarno yang berangkat kesana
terlebih dahulu. Dan menurutnya mereka bertolak dari istana yang sebelumnya, dari istana merdeka
Amir Machmud menelepon kepada Komisaris Besar Soemirat, pengawal pribadi Presiden Soekarno di
Bogor, minta izin untuk datang ke Bogor. Dan semua itu ada saksinya-saksinya. Ketiga jendral ini rupanya
sudah membawa satu teks, yang disebut sekarang Supersemar. Di sanalah Bung Karno, tetapi tidak
ditodong, sebab mereka datang baik-baik. Tetapi di luar istana sudah di kelilingi demonstrasi-
demonstrasi dan tank-tank ada di luar jalanan istana. Mengingat situasi yang sedemikian rupa, rupanya
Bung Karno menandatangani surat itu. Jadi A.M Hanafi menyatakan, sepengetahuan dia, sebab dia tidak
hadir di Bogor tetapi berada di Istana Merdeka bersama dengan menteri-menteri lain. Jadi yangdatang
ke Istana Bogor tidak ada Jendral Panggabean. Bapak Panggabean, yang pada waktu itu menjabat
sebagai Menhankam, tidak hadir.

· Tentang pengetik Supersemar. Siapa sebenarnya yang mengetik surat tersebut, masih tidak jelas.
Ada beberapa orang yang mengaku mengetik surat itu, antara lain Letkol (Purn) TNI-AD Ali Ebram, saat
itu sebagai staf Asisten I Intelijen Resimen Tjakrabirawa.

· Kesaksian yang disampaikan kepada sejarawan asing, Ben Anderson, oleh seorang tentara yang
pernah bertugas di Istana Bogor. Tentara tersebut mengemukakan bahwa Supersemar diketik di atas
surat yang berkop Markas besar Angkatan Darat, bukan di atas kertas berkop kepresidenan. Inilah yang
menurut Ben menjadi alasan mengapa Supersemar hilang atau sengaja dihilangkan.
Berbagai usaha pernah dilakukan Arsip Nasional untuk mendapatkan kejelasan mengenai surat ini.
Bahkan, Arsip Nasional telah berkali-kali meminta kepada Jendral (Purn) M. Jusuf, yang merupakan saksi
terakhir hingga akhir hayatnya 8 September 2004, agar bersedia menjelaskan apa yang sebenarnya
terjadi, namun selalu gagal. Lembaga ini juga sempat meminta bantuan Muladi yang ketika itu menjabat
Mensesneg, Jusuf Kalla, dan M. Saelan, bahkan meminta DPR untuk memanggil M. Jusuf. Sampai
sekarang, usaha Arsip Nasional itu tidak pernah terwujud. Saksi kunci lainnya, adalah mantan presiden
Soeharto. Namun dengan wafatnya mantan Presiden Soeharto pada 27 Januari 2008, membuat sejarah
Supersemar semakin sulit untuk diungkap.

Dengan kesimpangsiuran Supersemar itu, kalangan sejarawan dan hukum Indonesia mengatakan bahwa
peristiwa G-30-S/PKI dan Supersemar adalah salah satu dari sekian sejarah Indonesia yang masih gelap.

KEADAAN PEREKONOMIAN INDONESIA AWAL KEMERDEKAAN SAMPAI AKHIR MASA PEMERINTAHAN


ORDE LAMA (1950-1966)

1. Pemerintahan Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)

· Mementingkan golongan masing-masing, memperebutkan kekuasaan, dan pembangunan tidak


berjalan.

· Kekuasaan pemerintah ada di tangan kabinet yang dipimpin seorang perdana menteri.

· Presiden RI sebagai lambang (tidak berperan dalam pemerintahan melainkan dipegang oleh
menteri, namun tidak efisien)

· Berlaku demokrasi liberal.

· Sistem ekonomi liberal LPE (Laju Pertumbuhan Ekonomi) rata-rata 2,7% per tahun.

· Berlaku UUDS 1950 yang berbau liberal.

· Selama 1950-1959 terjadi delapan kali pergantian kabinet.

· Situasi politik tidak stabil karena masing-masing partai yang berkuasa hanya mementingkan
golongnnya, ekonomi tidak berkembang, pembangunan lainnya terbengkalai karena masa kerja kabinet
pendek.

2. Pemerintahan Masa Berlakunya Demokrasi Terpimpin (1959-1966)

· Ekonomi sosialis, aktifitas ekonomi ditangani pemerintah bukan individu, dan timbul inflasi karena
pembangunan besar-besaran.

· Diawali dengan dekrit presiden 5 juli 1959.

· UUDS 1950 diganti dengan UUD 1945

· Demokrasi liberal diganti dengan demokrasi terpimpin.


· Ekonomi liberal diganti dengan ekonomi terpimpin.

· Pengaturan ekonomi sepenuhnya ada pada pemerintah.

· Kekuasaan pemerintah mutlak ditangan presiden dan bersifat otoriter (kekuasaan penuh).

· Muncul pembangunan proyek-proyek mercusuar dengan biaya tinggi.

· Realisasi pengeluaran APBN tidak terkendali, hutang luar negeri ke negara-negara sosial
membengkak, kemiskinan meningkat.

· Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, bank indonesia melakukan pencetakan uang.

· inflasi semakin tinggi, terjadi hyper inflasi tahun 1969 mencapai 650%

· Tahun 1965 PKI berusaha merebut kekuasaan pemerintahan RI melalui G 30 SPKI.

· G 30 SPKI dapat ditumpas oleh eksponen orde baru, lahirlah pemerintahan orde baru 1 Maret 1966
dengen presidennya yaitu Soeharto.

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA MASA ORDE LAMA.

Pada saat pemerintahan Soekarno terjadi pergantian sistem pemerintahan. Yaitu sistem pemerintahan
Liberal dan terpimpin, dsb mewarnai politik Orde Lama. Rakyat muak akan keadaan tersebut.
Pemberontakan PKI pun sebagian dikarenakan oleh kebijakan Orde Lama. PKI berhaluan
sosialisme/komunisme (Bisa disebut Marxisme atau Leninisme) yang berdasarkan asas sama rata, jadi
faktor pemberontakan tersebut adalah ketidakadilan dari pemerintah Orde Lama. Sistem pemerintahan
Pada tahun 1945-1950, terjadi perubahan sistem pemerintahan dari presidensial menjadi parlementer.
Dimana dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai badan
eksekutif dan merangkap sekaligus sebagai badan legislatif.

Masa pemerintahan pada tahun 1950-1959 disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem
ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Pada saat negara kita menganut sistem demokrasi
liberal, terdapat ciri-ciri sistem pemerintahan sebagai berikut:

· Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.

· Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan.

· Presiden berhak membubarkan DPR.

· Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.

· Pada 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959 Presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Dewan Konstituante diserahi tugas
membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan
ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang
membubarkan Konstituante. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah:

· Pembentukan MPRS dan DPAS

· Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950

· Pembubaran Konstituante

· Pembubaran Konstituante

Tahun 1959 – 1968 (Demokrasi Terpimpin) Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi
dimana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara, yaitu Presiden Soekarno.
Sistem Pemerintahan Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam
pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November 1956.

Pada masa demokrasi terpimpin ini terjadi berbagai penyimpangan yang menimbulkan beberapa
peristiwa besar di Indonesia. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada masa Demokrasi terpimpin
yaitu:

· Pancasila diidentikkan dengan NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis)

· Produk hukum yang setingkat dengan undang-undang (UU) ditetapkan dalam bentuk penetapan
presiden (penpres) daripada persetujuan

· MPRS mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup

· Presiden membubarkan DPR hasil pemilu 1955

· Presiden menyatakan perang dengan Malasya

· Presiden menyatakan Indonesia keluar dari PBB

· Hak Budget tidak jalan

Pada masa ini terjadi persaingan antara Angkatan Darat, Presiden, dan PKI. Persaingan ini mencapai
klimaks dengan terjadinya perisiwa Gerakan 30 September 1965 yang dilakukan oleh PKI. Adapun
dampak dari peristiwa G 30 S adalah :

· Demostrasi menentang PKI

· Mayjen Soeharto menjadi Panglima AD

· Keadaan ekonomi yang buruk

· Kabinet seratus menteri

· Munculnya TRITURA (Tri Tuntutan Rakyat)


Masa orde lama yaitu masa pemerintahan yg dimulai dari proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945
sampai masa terjadinya G30 S PKI. Dizaman orde lama partai yang ikut pemilu sebanyak lebih dari 25
partai peserta pemilu. Masa orde lama ideologi partai berbeda antara yang satu dengan lainnya, ada
Nasionalis PNI-PARTINDO-IPKI-dll, Komunis PKI; Islam NU-MASYUMI- PSII-PI PERI, Sosialis PSI-MURBA,
Kristen PARKINDO dll. Pelaksanaan Pemilu pada Orde Lama hampir sama seperti sekarang. Banyaknya
partai oleh Bung Karno disebut sebagai salah satu penyebab tidak adanya pencapaian hasil dalam
pengambilan keputusan, karena dianggap terlalu banyak debat bersitegang urat leher. Untuk
merealisasikan demokrasi terpimpin ini, kemudia dibentuk yang dikenal dengan nama Font Nasional.

Penerapan demokrasi orde lama

Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia
yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan keamanan dalam negeri
diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari masyarakat
terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk
implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk
yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode implementasi Pancasila yang berbeda,
yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-1966.

Orde Lama telah dikenal prestasinya dalam memberi identitas, kebanggaan nasional dan
mempersatukan bangsa Indonesia. Namun demikian, Orde Lama pula yang memberikan peluang bagi
kemungkinan kaburnya identitas tersebut (Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945). Beberapa
peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan identitas nasional kita adalah; Pemberontakan PKI pada
tahun 1948, Demokrasi Terpimpin, Pelaksanaan UUD Sementara 1950, Nasakom dan Pemberontakan PKI
1965.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Orde lama adalah masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia. Orde Lama berlangsung dari
tahun 1945 sampai 1968. Pada masa ini Iindonesia mampu menjadi pelopor gerakan Non blok dan
Pemimpin Asia Afrika. Konferensi Asia Afrika diadakan pada tahun 1955 di Bandung. Konferensi Asia
Afrika tersebut membuahkan Gerakan Non-Blok pada tahun 1961.

Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia
yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan keamanan dalam negeri
diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari masyarakat
terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk
implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk
yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode implementasi Pancasila yang berbeda,
yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-1966.

keberhasilan Indonesia di dunia internasional tidak dibarengi dengan keberhasilan pemerintahan dalam
negeri. Kehidupan konstitusional, politik, ekonomi dan ideologi mengalami carut marut yang
berkepanjangan hingga tidak mampu bertahan dan digantikan oleh masa orde baru.

Anda mungkin juga menyukai