Anda di halaman 1dari 13

Tugas Kelompok Teori Akuntansi

TEORI AKUNTNASI POSTMEDERNISME


Dosen Pengampu : Dr.Darwis Lannai, SE.,MM.,Ak.,CA

OLEH:
KELOMPOK 1

Ahmad Masyi’ah Tri Putra (0041 04 27 2019)


Ambo Dalle (0016 04 27 2019)
Muhammad Wahyuddin (0042 04 27 2019)
Nita Sasmita (0059 04 27 2019)
Sri Wahyuni (0058 04 27 2019)

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, sertataufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
mata kuliah Teori Akuntnasi “Teori Akuntansi Posmedernisme”.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita tentang “teori akuntnasi
posmodernisme” .Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah
initerdapatkekurangandan jauh darikatasempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulandemiperbaikanmakalahyang telah kami buat
dimasa yang akan datang, menginga ttidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagikami
pribadimaupun orang yang membacanya.Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan memohon kritik dans
aran yang membangun demi perbaika ndimasa depan.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, 11 Desember 2020


Penyusun

Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Postmodernisme adalah paham yang lahir dari sebuah kegagalan para
filsuf Modernisme untuk memajukan sosial manusia. Karna kegagalan
tersebut dalam menjalani misinya untuk menjadikan generasi manusia
mendatang lebih maju dalam perkembangan pengetahuan dan sosial juga.
Menganggap bahwa kebenaran ilmu pengetahuan haruslah konkrit serta
objektif, tidak adanya nilai dari manusia, maka beberapa filsuf melahirkan
sebuah paham yang lebih baik dari sebelumnya dan lebih memantapkan
tujuan yang akan dicapai yaitu paham Postmodernisme. Dalam hal ini
postmodernisme memiliki sebuah pengetahuan yang bersifat subjektif dan
interpretasi yang merupakan kebalikan dari Modernisme.
Menyadari bahwa realitas sosial mempunyai kuasa yang memperangkap
individu-individu anggota masyarakat ke dalam suatu jaringan tertentu, maka
suatu hal yang krusial dan patut dicermati di sini adalah: (1) realitas sosial
macam apa yang harus dibentuk atau diciptakan sehubungan dengan konsep,
prinsip, dan praktik akuntansi, dan (2) apa serta bagaimana peran akuntan
dalam upaya menciptakan realitas sosial yang dimaksud. Atensi terhadap
kedua hal ini sangat penting, mengingat nasib dan destinasi individu-individu
masyarakat, secara sosial, dipengaruhi dan ditentukan oleh kedua faktor
tersebut.
Ketika realitas sosial yang diciptakan adalah realitas sosial yang kering
akan nilai-nilai etika, maka realitas sosial semacam ini akan besar
pengaruhnya dalam membentuk perilaku individu untuk berperilaku sama
dengan "warna" realitas sosial yang mengikatnya, yaitu perilaku yang kering
akan nilai-nilai etika (non-ethical behaviour). Perilaku ini tentu dapat berubah
bila realitas sosial yang melingkunginya, yaitu realitas sosial yang sarat
dengan nilai etika, sangat kondusif untuk mengarahkan perilaku tersebut
kepada perilaku yang etis.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian postmodernisme ?
2. Bagaimana konsep-konsep kunci dalam aliran filsafat pendidikan
postmodernisme?
3. Apa kelebihan dan kelemahan dari posmodernisme ?
4. Bagaimana Postmodern sebagai pendekatan alternatif dalam akuntansi ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud posmodernisme.
2. Untuk mengetahui konsep-konsep kunci dalam aliran filsafat pendidikan
postmodernisme.
3. Mengetahui kelebihan dan kelemahan dari posmodernisme.
4. Mengetahui postmodern sebagai pendekatan alternatif dalam akuntansi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Posmodernisme
Postmodernisme merupakan cabang dari aliran ilmu filsafat yang mana
berisi tentang pemikiran baru yang mengabaikan pemahaman-pemahaman dari
aliran filsafat sebelumnya yang masih berupa imajiner dan realistis sekaligus
berisikan tentang permasalahan dari Modernisme sebelum paham
postmodernisme ini lahir yang mana telah mengalami kegagalan dalam
mengembangkan kemajuan pengetahuan dan sosial manusia. Postmodernisme
memiliki kandungan yang lebih daripada pengetahuan dan ide-ide yang bersifat
maju atau modern tetapi paham tersebut muncul dari postmodernisme itu sendiri.
Paham ini telah memengaruhi banyak bidang pendidikan kontemporer,
terutama filsafat, pendidikan, studi wanita, dan sastra. Sangat meresap sehingga
istilah postmodern adalah umum dalam bahasa biasa. Postmodernisme
berpendapat bahwa periode sejarah modern telah berakhir dan bahwa kita
sekarang hidup di era postmodern. Memulai sebuah filosofi yang disebut
fenomenologi, Heidegger memerhatikan kebenaran subjektif dari diri manusia
sendiri tentang kenyataan atau realitas dari intuisi mereka, persepsi, dan refleksi
ketika mereka berinteraksi dengan fenomena.
Postmodernisme memiliki beberapa hasil studi dalam pembangunan
psikologi dan metode pendidikan. Postmodernis dan para filsuf menyetujui
perihal ide membuat atau membentuk keyakinan kita tentang pengetahuan dari
pengalaman kita. Oleh karena itu peserta didik membuat pandangan mereka
tentang pengetahuan dengan berinteraksi dengan lingkungan mereka.
Pengetahuan merupakan sebuah konstruksi manusia, tidak pernah lengkap tetapi
bersifat sementara, bersifat dugaan, dan dapat direvisi terus-menerus karena
pembelajar memperoleh lebih banyak pengalaman. Pembelajaran kolaboratif,
berbagi pengalaman dan ide melalui bahasa, menjadikan pengetahuan sebagai
konstruksi pribadi dan sosial.
Pada era postmodernisme ada beberapa ahli yang megubah pandangan dan
pemikiran filsafat pada zaman dahulu. Diantaranya ada banyak tokoh yang
berpendapat mengenai konteks ini. Yaitu:
1. Jean Francois Lyotard, dia mengungkapkan bahwa ilmu pengetahuan
postmodernisme bukan lagi perkembangan paham yang baru, fase ini telah
ada seperti abad pertengahan yang memunculkan istilah religi, nasional
kebangsaan, dan kepercayaan terhadap keunggulan negara Eropa. Maka
postmodernisme menganggap bahwa ilmu tidak dapat diterima tentang
kebenerannya sebelum diselidiki dan adanya suatu bukti. Bagi Lyotard
dengan adanya ilmu pengetahuan postmodernisme memberikan keluasan
dalam kepekaan kita dari pandangan yang berbeda dan menjalin kemampun
dalam bertoleransi atas prinsip yang tak ingin dianalogikan.
2. Micheal Foucalt yang merupakan sosok kritikus. Ia memberikan tanggapan
mengenai postmodernisme bahwa ia menolak keuniversalan dari sebuah
pengetahuan. Menurutnya semua pengetahuan yang ada selama ini tidak
bersifat universal atau menyeluruh melainkan sebagaian dalam jangka
wilayah atau tempat saja, kemudian diambil dengan persepektif bukan
sebagai karakter objektif dan yang terakhir selalu terikat dengan rezim-rezim
penguasa.
3. Jacques Derrida merupakan sosok yang terkenal dengan pencipta pemikiran
dekonstruksi. Pemikiran itu mulai hadir keetika ia mengadakan pembacaan
narasi metafisika Barat dan melalui tulisan-tulisan, pemikiran dekontruksi
muncul oleh Jacques Derrida. Keberhasilannya yang telah mengungkap
kontradiksi narasi besar modernitas melalui dekontruksi, Derrida menjadi
aliran salah satu pemikir utama teori sosial postmodern
B. Konsep Dasar
Seperti halnya eksistensialis, postmodernisme bekerja untuk meningkatkan
persepektif pengetahuan manusa. Sementara eksistensialis fokus pada kesadaran
tentang pendapat individu, postmodernis fokus pada kesadaran tentang
kesenjangan sosial dengan mendekonstruksi asumsi tradisional tentang
pengetahuan, pendidikan, sekolah, dan pengajaran. Mereka tidak menganggap
kurikulum sekolah sebagai gudang kebenaran obyektif dan temuan ilmiah untuk
ditransmisikan kepada siswa. Ini adalah permasalahan pandangan yang saling
bertentangan beberapa di antaranya mendominasi dan mensubordinasi orang lain.
Postmodernisme merujuk pada instruksi sebagai "representasi," yang mereka
definisikan sebagai ekspresi budaya atau diskusi yang menggunakan narasi
tentang realitas dan nilai-nilai, cerita, gambar, musik, dan konstruksi budaya
lainnya. Misalnya, seorang guru dalam kelas studi sosial yang mempresentasikan
sebuah unit tentang sejarah dan kontroversi yang berkaitan dengan imigrasi harus
sadar akan buku pelajaran dan biasnya sendiri. Postmodernis mendesak guru
untuk menjadi sadar akan peran kuat mereka dan secara kritis memeriksa
representasi mereka kepada siswa. Daripada hanya mengirimkan pengetahuan
yang disetujui secara resmi, guru harus secara kritis mewakili pengalaman
manusia yang lebih luas tetapi lebih inklusif. Siswa berhak mendengar banyak
suara dan banyak cerita, termasuk otobiografi dan biografi mereka sendiri.
Sementara postmodernis dan pragmatis setuju bahwa kurikulum harus mencakup
diskusi tentang masalah-masalah kontroversial, postmodernis tidak menekankan
metode ilmiah seperti halnya pragmatis. Metode ilmiah, untuk postmodernis,
mewakili meta- narasi lain yang digunakan untuk memberi kekuatan kelompok
elit atas yang lain.
C. Kelebihan dan Kekurangan Postmodernisme
Kelebihan postmodernisme antara lain:
1. Perspektif postmodernisme dapat membuat kita peka terhadap
kemungkinan bahwa wacana besar positif, prinsip-prinsip etika
positif, dapat diputar dan dipakai untuk menindas manusia. Martabat
manusia harus dijunjung tinggi, seperti kebebasan adalah nilai tinggi,
tetapi bisa saja terjadi bahwa nama kebebasan sekelompok orang mau
ditiadakan.
2. Postmodernisme ikut membuat kita sadar, sebuah kesadaran bahwa
semua cerita besar perlu dicurigai, perlu diwaspadai agar tidak
menjelma rezim totalitarianisme yang hanya mau mendengarkan
suara diri sendiri dan mengharuskan suara-suara yang berbeda dari
luar (Zaprulkhan, 2006: 323-324). Menurut Franz Dahler,
postmodernisme memiliki segi positif, yaitu keterbukaan untuk
kebhinekaan masyarakat, untuk toleransi, perlawanan terhadap
monopoli, dominan agama, aliran dan ideologi tertentu, hingga
menguntungkan demokrasi (Jalaluddin, 2013: 67).
Kelemahan yang ada pada postmodernisme, yang penulis rangkum
menjadi tiga poin utama yaitu,
1. Postmodernisme yang sangat semangat mempromosikan narasi-narasi
kecil, ternyata buta terhadap kenyataan bahwa banyak juga narasi
kecil yang mengandung banyak kebusukan. Katakanlah kaum
komunitarian yang membela tradisi-tradisi komunitas dikemukakan
bahwa banyak tradisi komunitas bertentangan tidak hanya dengan
suatu ide abstrak martabat manusia postmodernisme akan menolak
argumen itu, melainkan terhadap institusi-institusi moral mendalam
manusia.
2. Postmodernisme tidak membedakan antara ideologi, di satu pihak dan
prinsip-prinsip universal etika terbuka, di pihak lain. Dengan istilah-
istilah kabur seperti cerita besar mereka menutup perbedaan yang
prinsipil itu. Yang mempermudah adalah pendekatan ideologis dan
bukan nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar moralitas yang terbuka.
Dalam arti ideologi tertutup, memang bertentangan dengan martabat
manusia sebagai makluk yang bertindak berdasarkan kesadaran akan
baik dan buruk, yang sanggup untuk bertanggung jawab, karena
ideologi selalu menuntut ketaatan mutlak.
3. Postmodernisme menuntut untuk menyingkirkan cerita besar demi
cerita kecil atau. Dengan kata lain tuntutan postmodernisme
kontradiktif, memaklumkan kepada umat manusia bahwa maklumat-
maklumat kepada umat manusia (cerita besar) harus ditolak sama
artinya dengan memaklumatkan bahwa maklumat itu sendiri tidak
perlu dihiraukan (Zaprulkhan, 2006: 322-323).
D. Postmodern sebagai Pendekatan Alternatif dalam Akuntansi
Postmodernisme adalah faham yang berkembang setelah era modern
dengan modernismenya. Postmodernisme bukanlah faham tunggal sebuah teori,
namun justru menghargai teori-teori yang bertebaran dan sulit dicari titik temu
yang tunggal. (Sugiharto,1996).
Adapun dasar pemikiran postmodernisme adalah :
1. Postmodernisme tidak mencari kebenaran yang bersifat mutlak dan
universal, melainkan kebenaran yang pluralistik atau beraneka ragam dan
relatif secara radikal (Cooper 1996). Artinya bahwa kaum postmodernis
percaya bahwa tidak ada sebuah kebenaran yang bersifat mutlak. Demikian
dalam ilmu akuntansi yang termasuk ke dalam ilmu sosial yang dinamis
yang selalu menghadirkan banyak perspektif dan tanggapan, sehingga tidak
akan ada suatu kebenaran utuh mengenai suatu fenomena. Jackson &
Sorensen (1999) bahkan menyebutkan bahwa ilmu sosial tidak netral,
melainkan, ilmu sosial adalah historis, budaya, politis, dan karena itu bias.
Hal tersebut dapat dilihat bahwa setiap teori memutuskan untuk dirinya
sendiri apa yang dianggap sebagai “fakta”, sehingga tidak ada titik acuan
yang netral, utuh, atau bebas untuk memutuskan di antara pernyataan
empiris yang bertentangan, sehingga kaum postmodernis beranggapan
bahwa teori empiris adalah mitos (Jackson & Sorensen 1999, 304).
2. Postmodernis percaya bahwa pengetahuan dan power sangat berkaitan,
sehingga pengetahuan sama sekali tidak kebal dari bekerjanya power atau
kekuasaan (Foucault dalam Smith 1997, 181). Hal ini dapat dilihat dari salah
satu metode yang digunakan oleh kaum postmodernis, yaitu metode
geneologis yang lebih menyoroti singularitas dalam peristiwa-peristiwa
untuk menyingkap pemikiran bahwa seluruh sejarah ditulis oleh mereka
yang memiliki power (Smith 1997, 181). Hal tersebut menunjukan bahwa
kebenaran suatu sejarah adalah relatif bukan absolut karena hal tersebut
berdasarkan sudut pandang penulis sejarah tersebut.
3. Ketiga,Posmodernism identik dengan dekonstruktivisme, yaitu mereka tidak
mempercayai suatu hal yang berkaitan dengan metanaratif, dimana
metanaratif adalah pemikiran seperti neorealisme atau neoliberalisme yang
menyatakan telah menemukan kebenaran tentang dunia sosial (Jackson &
Sorensen 1999, 303). 
Atas dasar pemikiran di atas, tidak berlebihan kalau penulis menjastifikasi
bahwa Postmodern merupakan cara pandang yng lebih holistik dan menyeluruh
dengan tanpa menapikan beberap pandangan yang lain, seperti yang diungkapkan
oleh Triyuwono (2006) bahwa paradigma posmodernis bisa dikatakan telah
mampu memahami realitas sosial, hakikat manusia dan ilmu pengetahuan dan
metodologi secara sangat inklusif (terbuka), holistik, transedental, teleologikal
dan humanis. Sehingga pada gilirannya dampak yang diciptakannya adalah
manusia dapat dengan bebas berkreasi menciptakan instrumen pengetahuan
dalam upayanya mengkonstruksi ilmu pengetahuan tersebut. Manusia dapat
membuat rancang bangun instrumen pengetahuan dengan lebih bebas, fleksibel,
dan bervariasi tergantung pada pengetahuan apa yang sedang dibangunnya.
Postmodern juga merupakan paradigma yang ini tidak berupaya
menguniversalkan gagasan atau pengetahuan menjadi ralitas sosial yang
seragam, namun yang lebih arif adalah mengangkat dan menghargai nilai-nilai
lokal yang ada dalam masyarakat dan disinergikan menjadi sebuah kekuatan
yang utuh dan terpadu dalam mengkonstruksi sebuah pengetahuan atau realitas.
Peng-universal-an dalam paradigma ini hanyalah akan membawa malapetaka
bagi nilai-nilai lokal dan masyarakatnya.
Demikian dengaan tujuan Postmodern sangat menghargai dan menjunjung
tingg nilai-nilai kemanusiaan, dimana hakekat manusia merupakan satu kesatuan
dengan lingkungannya, tidak lagi manusia menjadi objek tapi menjadi subyek
dalam perubahan  (Haryadi, 2008) .
BAB III
PENUTUP
Postmodernisme merupakan suatu ide baru yang menolak atau pun yang
termasuk dari pengembangan suatu ide yang telah ada tentang teori pemikiran
masa sebelumnya yaitu paham modernisme. Bagi postmodernisme, paham
modernisme selama ini telah gagal dalam menepati janjinya untuk membawa
kehidupan manusia menjadi lebih baik dan tidak adanya kekerasan. Pandangan
modernisme menganggap bahwa kebenaran ilmu pengetahuan harus mutlak serta
objektif, tidak adanya nilai dari manusia.
Bagi pemikiran postmodernisme, mereka tidak memandang ilmu pengetahuan
modern sebagai universalisme. Karena postmodernisme menolak penjelasan yang
berifat universal, harmonis, atau bahkan konsisten. Kaum postmodernisme
menggantikan hal tersebut kepada yang partikular dan lokal, lalu menyingkirkan
hal yang bersifat universal.
DAFTAR PUSTAKA
Ornstein, A.C. and Levine, D.U. Foundations of Educations, 10th Edition. Boston
& NY; Houghton Mifflin Company, 2008. (Chapter 6: Philosophical Roots of
Education, pp. 159-198)

Jurnal Filsafat, ISSN: 0853-1870 (p); 2528-6811(e) Vol. 28, No. 1 (2018), p. 25-46,
doi:10.22146/jf.33296

http://refreandi.blogspot.com/2014/09/diskursus-teori-akuntansi-positive-dan.html

Anda mungkin juga menyukai