Anda di halaman 1dari 7

Muhammad Catur Istiawan

1401160238
9-1 Akuntansi Alih Program / 19

Konstruksi Teori Akuntansi

A. Pendekatan Pragmatik, Sintaktik, Dan Semantik


Akuntansi berkepentingan dengan penyediaan dan penyampaian informasi sebagai sarana
komunikasi bisnis, sehingga akuntansi dapat disebut sebagai bahasa bisnis (the language of
business). Bahasa merupakan bagian penting dalam komunikasi. Pesan atau makna yang ada di
benak pengirim disimbolkan dalam bentuk ungkapan bahasa yang tepat agar makna tersebut
ditafsirkan sama persis seperti yang dimaksudkan.

Apa yang terkandung dalam simbol bahasa, itulah yang menjadi informasi bagi penerima
(pembaca). Tanda atau simbol bahasa (gambar-gambar dan kata-kata) dan tata bahasa membentuk
ungkapan bahasa yang menjadi media komunikasi. Tataran semiotika dalam teori komunikasi
adalah sebagai berikut:

Tataran Semiotika dalam Teori Komunikasi

Tataran Sasaran bahasan Penekanan Kandungan Pesan


komunikasi

Sintaktika Aspek formal tanda Operasional, Informasi sintaktik


bahasa (kosa kata, tata penandaan
bahasa)
Semantika Aspek isi tanda bahasa Penafsiran, Informasi semantik
pelambangan
Pragmatika Keefektivan tanda Fungsional, Informasi pragmatik
bahasa (efek pemengaruhan
komunikatif)

1) Teori Akuntansi Semantik

Teori akuntansi semantik menekankan pembahasan pada masalah penyimbolan dunia nyata atau
realitas (kegiatan perusahaan) ke dalam tanda-tanda bahasa akuntansi (elemen laporan
keuangan).Orang dapat membayangkan kegiatan fisis perusahaan tanpa harus secara langsung
menyaksikan kegiatan tersebut.

a. Teori ini berusaha untuk menjawab apakah elemen-elemen laporan keuangan benar-benar
merepresentasikan apa yang memang dimaksudkan, dan meyakinkan bahwa makna yang
dikandung dalam simbol pelaporan tidak disalahartikan oleh pemakai.

b. Teori ini berusaha menemukan dan merumuskan makna-makna penting pelaporan keuangan.

1
Secara konseptual, informasi akuntansi dalam laporan terefleksi dalam tiga unsur, yakni
elemen (objek), jumlah rupiah sebagai pengukur (size), dan hubungan (relationship) antar elemen.
Ketiga elemen tersebut saling berhubungan yang membentuk informasi.

Jadi, teori akuntansi semantik berkepentingan dengan pelambangan dan penafsiran objek
akuntansi untuk menghasilkan informasi semantik yang bermakna bagi pemakai laporan. Agar
komunikasi akuntansi efektif, penyampaian informasi semantik (makna suatu objek) tidak dapat
dipisahkan dengan informasi sintaktik (struktur akuntansi).

2) Teori Akuntansi Sintaktik

Teori yang berorientasi untuk membahas masalah-masalah tentang bagaimana kegiatan-


kegiatan perusahaan yang telah disimbolkan secara semantik dalam elemen-elemen keuangan
dapat diwujudkan dalam bentuk statemen keuangan.

Simbol tersebut (misal aset, kewajiban, pendapatan) harus berkaitan secara logis sehingga
informasi semantik dapat dikandung dalam statemen keuangan. Cakupan teori akuntansi sintaktik
lebih luas dari sekadar menentukan hubungan struktural antarelemen statemen keuangan,
melainkan meliputi juga hubungan antara unsur-unsur yang membentuk struktur pelaporan
keuangan atau struktur akuntansi dalam suatu negara yaitu, manajemen, entitas pelapor
(pelaporan), pemakai informasi , sistem akuntansi, dan pedoman penyusunan.

Dengan kata lain, dari segi sintaktik, teori akuntansi berusaha untuk memberi penjelasan dan
penalaran tentang apa yang harus dilaporkan, siapa melaporkan, kapan dilaporkan, dan bagaimana
melaporkannya.

3) Teori Akuntansi Pragmatik

Teori akuntansi pragmatik memusatkan perhatiannya pada penaruh informasi terhadap


perubahan perilaku pemakai laporan. Dengan kata lain, teori ini membahas reaksi pihak yang
dituju oleh informasi akuntansi. Apakah informasi sampai kepada pihak yang dituju dan
diinterpretasikan dengan tepat, merupakan masalah keefektifan informasi. Apakah akhirnya pihak
yang dituju informasi memakai informasi tersebut sebagai dasar pengambilan keputusan,
merupakan masalah kebermanfaatan (usefulness informasi). Pada gilirannya, kebermanfaatan
informasi akan menetukan keefektivan pencapaian tujuan pelaporan keuangan.

Teori pragramtik membahas berbagai hal dan masalah yang berkaitan dengan pengujian
kebermanfaatan informasi, baik dalam konteks pelaporan keuangan eksternal maupun manajerial.
Perubahan perilaku yang diharapkan terjadi akibat informasi akuntansi tertentu merupakan bahan
kajian teori ini. Teori pragmatik akan banyak berisi pengujian-pengujian teori tentang hubungan
antara variabel akuntansi dengan variabel perubahan atau perbedaan perilaku pemakai. Subjek atau
pemakai yang diukur perilakunya dapat berupa akuntan, pelaku pasar modal, manajer, dan auditor.

2
Yang dapat menjadi indikator perubahan perilaku antara lain perubahan harga saham, volume
saham, kinerja manajer, kinerja karyawan, kinerja perusahaan, dan perbedaan pemilihan metoda
akuntansi. Pengujian semacam itu melibatkan pengamatan terhadap apa yang nyatanya terjadi
(data empirirs) dan memerlukan metoda pengujian tertentu (biasanya metoda ilmiah).

Teori Pragmatis dibedakan menjadi 2 (dua) menurut Godfrey, yakni Pendekatan Pragmatis
Deskriptif dan Pendekatan Pragmatis Psikologis.

a. Pragmatis Deskriptif

Suatu pendekatan pembentukan teori yang mendasarkan pada teknik dan metode pengamatan
berulang terhadap praktik akuntan (pendekatan induktif). Teori dapat diuji dengan mengamati
apakah tindakan akuntan sesuai dengan yang disarankan oleh teori. Pendekatan ini disebut juga
anthropological approach oleh Sterling.

Pendekatan deskriptif mungkin adalah metode tertua dan paling universal digunakan dalam
konstruksi teori akuntansi.

Kritik terhadap pendekatan descriptive pragmatic:

1. Descriptive pragmatic approach tidak melibatkan suatu pertimbangan analitis terhadap


kualitas tindakan akuntan dan tidak ada penilaian apakah laporan akuntan sesuai dengan
yang seharusnya.

2. Descriptive pragmatic approach tidak menyediakan teknik-teknik akuntansi untuk diuji,


sehingga tidak memungkinkan adanya perubahan.

3. Descriptive pragmatic approach memfokuskan perhatian pada perilaku akuntan, dan tidak
pada pengukuran atribut perusahaan, seperti aset, liabilitas, dan laba. Pendekatan ini juga
tidak berhubungan dengan aspek semantik fenomena akuntansi.

Sterling (1975) menyimpulkan bahwa descriptive pragmatic approach tidak sesuai untuk
penyusunan teori akuntansi. Sterling cenderung menggunakan normative theories
(bagaimana akuntansi seharusnya dilaksanakan) daripada pragmatic theories (yang
menggambarkan praktik di dunia nyata).

b. Pragmatis Psikologis

Pada pendekatan ini akuntan akan menghitung transaksi keuangan untuk menunjukkan
perbedaan sintaksis yang berguna untuk membuat laporan keuangan yang kemudian akan
dipakai oleh penggunanya. Psychological pragmatic approaches meminta teoritisi untuk
mengamati respon pemakai informasi yang dihasilkan oleh akuntan, misalnya laporan
keuangan. Reaksi pemakai dipakai sebagai bukti bahwa laporan keuangan bermanfaat dan
berisi informasi yang relevan. Masalah dalam psychological pragmatic approach adalah bahwa

3
sebagian pemakai mungkin bereaksi secara tidak rasional, sebagian lain mungkin bereaksi
dalam situasi kondisional, dan sebagian lain tidak beraksi padahal seharusnya bereaksi.
Kelemahan ini diatasi dengan berkonsentrasi pada teori keputusan dan pengujian reaksi dengan
sampel besar dan bukannya berkonsentrasi pada respon individual.

B. Teori Normatif
Perumusan akuntansi normatif mencapai keemasan pada tahun 1950 dan 1960an. Pada
periode tersebut teori normatif lebih berkosentrasi pada penciptaan laba sesungguhnya dan
pengambilan keputusan. Teori normatif berusaha untuk membenarkan tentang apa saja yang harus
dipraktikan, misalnya pernyataan yang menyebutkan bahwa laporan keuangan seharusnya
didasarkan pada metode pengukuran aktiva tertentu. Menurut Nelson (1973) teori normatif hanya
menyebutkan hipotesis tentang bagaimana akuntansi seharusnya dipraktikan tanpa menguji hasil
hipotesis tersebut.

Teori akuntansi normatif hanyalah menghasilkan penjelasan mengapa perlakuan akuntansi


tertentu lebih baik atau lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan akuntansi lainnya, karena
tujuan akuntansi tertentu harus dicapai. Sebagai contoh, teori akuntansi normatif berusaha untuk
menjawab apakah historical cost accounting lebih baik dari current cost accounting untuk
mencapai tujuan akuntansi. Untuk menjawab masalah tersebut, teori akuntansi normatif
mendasarkan penjelasannya atas dasar tujuan yang telah disepakati untuk dicapai. Dalam teori
akuntansi normatif, isi akuntansi dianggap sebagai norma peraturan yang harus diikuti, tidak
peduli apakah berlaku atau dipraktikan sekarang atau tidak.

C. Teori Positif
Teori akuntansi positif berupaya menjelaskan sebuah proses, yang menggunakan kemampuan,
pemahaman, dan pengetahuan akuntansi serta penggunaan kebijakan akuntansi yang paling sesuai
untuk menghadapi kondisi tertentu dimasa mendatang. Teori akuntansi positif pada prinsipnya
beranggapan bahwa tujuan dari teori akuntansi adalah untuk menjelaskan dan memprediksi
praktik-praktik akuntansi.

Perkembangan teori positif tidak dapat dilepaskan dari ketidakpuasan terhadap teori normatif
(Watt & Zimmerman,1986). Selanjutnya dinyatakan bahwa dasar pemikiran untuk menganalisa
teori akuntansi dalam pendekatan normative terlalu sederhana dan tidak memberikan dasar teoritis
yang kuat. Terdapat tiga alasan mendasar terjadinya pergeseran pendekatan normatif ke positif
yaitu (Watt & Zimmerman,1986 ):

1. Ketidakmampuan pendekatan normatif dalam menguji teori secara empiris, karena didasarkan
pada premis atau asumsi yang salah sehingga tidak dapat diuji keabsahannya secara empiris.
2. Pendekatan normatif lebih banyak berfokus pada kemakmuran investor secara individual
daripada kemakmuran masyarakat luas.

4
3. Pendekatan normatif tidak mendorong atau memungkinkan terjadinya alokasi sumber daya
ekonomi secara optimal di pasar modal. Hal ini mengingat bahwa dalam sistem perekonomian
yang mendasarkan pada mekanisme pasar, informasi akuntansi dapat menjadi alat pengendali
bagi masyarakat dalam mengalokasi sumber daya ekonomi secara efisien.

D. Aspek Pendekatan Penalaran


Teori akuntansi dapat diartikan sebagai penalaran logis yang memberikan penjelasan dan alasan
ten tang perlakuan akuntansi tertentu. Penjelasan ilmiah juga memerlukan suatu penalaran logis.
Penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi suatu
keyakinan (belief) terhadap suatu pernyataan atau penjelasan. Peranan logika sangat penting dalam
penalaran. Pernyataan dapat berupa teori tentang suatu kejadian alam atau sosial. Teori
(penjelasan) yang disusun dengan penalaran yang baik akan rnempunyai validitas yang tinggi.
Penalaran mempunyai peran penting dalam rangka rnenerima atau menolak kebenaran (validitas)
suatu teori.
1) Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah proses penyimpulan yang berawal dari suatu pernyataan umum yang
disepakati (disebut premis) ke pernyataan khusus sebagai simpulan (konklusi). Pernyataan
umum yang disepakati dan menjadi basis penalarandapat berasal dari teori, prinsip, konsep,
doktrin, atau norma yang dianggapbenar, baik, atau reicvan dalam kaitannya dengan tujuan
penyimpulan dan situasi khusus yang dibahas. Oleh karena itu, pernyataan umum tersebut dapat
saja rnemuat nilai-nilai etika, moral, ideologi, keyakinan, atau budaya.
Penalaran deduktif dalam akuntansi digunakan untuk memberi penjelasan dan dukungan
terhadap kelayakan suatu pernyataan akuntansi. Misalnya, akuntansi menyajikan aset sebesar
kos historis karena akuntansi menganut konsepkontinuitas usaha.
2) Penalaran Deduktif
Penalaran induktif dalam akuntansi pada umumnya digunakan untuk menghasilkan pernyataan
umum yang menjadi penjelasan (teori) terhadap gejala akuntansi tertentu. Pernyataan-
pernyataan tersebut biasanya berasal dari hipotesis yang diajukan dan diuji dalam suatu
penelitian empiris. HIpotesis merupakan generalisasi yang dituju oleh penelitian akuntansi. Bila
bukti empiris (atas dasar pengamatan terhadap sampel) konsisten dengan atau mendukung
generalisasi tersebut, maka dapat dikatakan sebagai teori yang valid dan memiliki daya prediksi
yang tinggi.
E. Perspektif Yang Berbeda
Pendekatan ilmiah memiliki asumsi bahwa dunia yang diteliti merupakan suatu realitas yang
objektif. Sehingga suatu praktik yang tidak sesuai dengan teori merupakan anomali, dan
merupakan masalah penelitian yang harus ditindaklanjuti. Suatu penelitian dibangun dari teori
yang didasarkan pengetahuan sebelumnya atau diterima secara ilmiah konstruksi teorinya.

5
Pendekatan penelitian umumnya digambarkan sebagai pendekatan ilmiah dan merupakan
pendekatan yang dominan saat ini digunakan oleh para peneliti di bidang akuntansi. Penelitian ini
dilakukan berdasarkan asumsi ontologi (cara melihat sesuatu) yang kemudian menyebabkan
terjadinya perbedaan epistemologi (cara mendapatkan pengetahuan atau pembelajaran) dan metode
penelitian yang berbeda.

Kritik terhadap penelitian ilmiah yaitu penelitian skala besar statistik cenderung menyatukan
segala hal bersama-sama. Selain itu, hipotesis yang seringkali menggunakan survey harga pasar
saham menyebabkan penelitian akuntansi jauh dari dunia praktisi, sehingga banyak pihak
menganjurkan pendekatan naturalistik digunakan Perlu bagi peneliti akuntansi untuk menentukan
asumsi apa yang digunakan dalam penelitian serta alternatif pendekatan apa yang lebih sesuai,
pendekatan ilmiah atau pendekatan naturalistik.

Pendekatan naturalistik mempunyai dua pengertian, yaitu:

1. Peneliti tidak mempunyai asumsi atau teori awal


2. Peneliti memfokuskan penelitian pada masalah spesifik perusahaan.
Pendekatan naturalistik dilakukan secara fleksibel, menggunakan pengamatan langsung atas
studi kasus yang rinci, tanpa menitikberatkan pada analisis matematis, pemodelan, uji statistik,
survey, atau tes laboratorium. Pendekatan penelitian naturalistik dilakukan melalui studi kasus
yang spesifik sehingga hasil penelitian akan sulit untuk digeneralisasi. Penelitian naturalistik
dimulai dari situasi spesifik dunia nyata yang tujuan utamanya adalah untuk menjawab
permasalahan yang terjadi pada suatu kondisi di suatu tempat tertentu. Bukan untuk memberikan
kondisi yang dapat digeneralisasikan untuk segmen masyarakat luas.

Tomkins and Groves berpendapat bahwa pendekatan naturalistik merupakan cara untuk
menghadapi perbedaan asumsi ontologi. Perbedaan asumsi ontologi akan menimbulkan gaya
penelitian yang berbeda serta akan memaksa peneliti untuk bertanya dan menginvestigasi.
Terdapat enam kategori asumsi dasar antologi (Tomkins and Groves) , yaitu:

1. Realitas sebagai sebuah struktur konkret


2. Realitas sebagai sebuah proses konkret
3. Realitas sebagai sebuah bidang informasi yang kontekstual
4. Realitas sebagai wacana simbolik
5. Realitas sebagai konstruksi sosial
6. Realitas sebagai proyeksi dari imajinasi manusia
Keenam kategori di atas merupakan berbagai alternatif untuk melihat realitas dunia. Kategori 1
merupakan sudut pandang objektif yang baku, di mana praktik akan selalu sesuai dengan
pakemnya, sehingga keputusan dan tindakan yang diambil dapat dengan mudah diprediksi.
Semakin ke bawah, unsur konkret dari objek penelitian semakin hilang. Jika kategori 1 berasumsi

6
bahwa dunia ini konkret dan stabil, maka pada kategori 6 berasumsi bahwa dunia tidak stabil,
tergantung pada asumsi masing-masing manusia (individualis). Sehingga, untuk memahami
sebuah proses pengambilan keputusan dari asumsi yang begitu individualis ini, peneliti perlu
untuk memahami persepsi dan kecenderungan dari setiap individu.

Pada kategori 1 3, pendekatan ilmiah lebih cocok untuk digunakan. Sementara untuk kategori 4
6, Tomkins dan Grove menganjurkan dilakukan pendekatan eksplorasi atau naturalistik.
Kategori 4 6 (symbolic interactionist) melihat dunia sebagai hasil dari pembentukan anggapan
setiap manusia melalui proses interaksi dan negosiasi.

F. Penerapan Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) Pada Akuntansi


Terdapat suatu kesalahpahaman besar dalam usaha penerapan pendekatan ilmiah pada
akuntansi. Beberapa orang meyakini bahwa usaha penerapan pendekatan ilmiah bertujuan
memisahkan peneliti dari para praktisi akuntansi. Sudut pandang ini bukanlah tujuan dari
pendekatan tersebut karena pada dasarnya seorang ilmuwan pada dasarnya adalah seorang peneliti,
dengan menggunakan metode ilmiah.

Kesalahpahaman lain yang umum terjadi tentang penerapan sudut pandang ilmiah dalam
akuntansi adalah keinginan untuk mengetahui kebenaran mutlak (desire of absolute truth), yang
tidak bisa tercapai, karena Argumen tersebut didasarkan kepada kesalahan konsep bahwa ilmu
pengetahuan dapat menggali dan menemukan kebenaran mutlak.

Metode ilmiah pada dasarnya tidaklah sempurna, mengingat Metode ini bersumber dari
penemuan manusia untuk membantu kita dalam memastikan apakah sebuah pernyataan (statement)
dapat dianggap realistis atau tidak. Kebenaran ilmiah bersifah sementara. Sebuah pernyataan atau
teori akan diterima hanya jika peneliti-peneliti di bidang yang sama memutuskan bahwa bukti-
bukti yang disertakan cukup meyakinkan.

Anda mungkin juga menyukai