Anda di halaman 1dari 19

TREN DALAM AKUNTANSI

A. PENGANTAR

Akuntansi sebagai ilmu terus beradaptasi dengan lingkungan social ekonomi di mana ia

berada sehingga perkembangan social ekonomi juga memengaruhi perkembangan ilmu

akuntansi itu sendiri. Teori akuntansi merupakan guidance yang mengarahkan

perkembangan itu sendiri sehingga tetap berada dalam kerangka teoritis yang sudah

disepakati, kendatipun dengan terjadinya revolusi ilmu pengetahuan seperti yang

digambarkan oleh Kuhn maupun Poppe dari biasa saja muncul perkembangan yang sama

sekali keluar dari kerangka teori yang sudah menjadi konvensi.

Dalam bab ini akan membahas beberapa tren dalam akuntansi yang merupakan arah yang

kemungkinan akan dituju oleh ilmu akuntansi atau bias saja tidak sampai mencapainya.

Namanya tren hanya menunjukkan kecenderungan yang dilihat saat ini. Kenyatannya

akan terbukti kemudian. Tugas akademisi dan professional adalah untuk bermimpi,

melihat, menganalisis, dan ikut mengembangkan tren itu sehingga konvensi dan

menambah manfaat ilmu itu membantu masyarakat secara luas.

B. TREN AKUNTANSI

Adolf J.H. Ethoven (1995) dalam Accounting Research Monograph No.5 dengan judul

Mega Accounting Trends, bedasarkan mega Trend 2000-nya Naisbitt, ia merefleksikan

megatrend akuntansi akan menghadapi persoalan sebagai berikut.

1. Perlunya akuntansi memberikan pengukuran efisiensi dan produktivitas.

2. Perlunya keterpaduan akuntansi dengan bidang dan disiplin lainnya.


3. Perlunya mengidentifikasi, mengukur, dan melaporkan informasi yang lebih relevan.

Kualitas relevan sudah menjadi ciri akuntansi, namun sampai saat ini kualitas ini belum

dapat dinilai tercapai. Kemudian, untuk mengantisipasi tren tersebut di atas, Enthoven

menganjurkan penyempurnaan infrastruktur akuntansi agar bisa memenuhi tuntutan tren

itu, diantaranya ;

1. Penyempurnaan system pendidikan, pelatihan, dan riset dalam bidang akuntansi.

2. Struktur dan persyaratan sosio ekonomi dan budaya.

3. Persyaratan legal, status, dan persyaratan lainnya dalam profesi akuntan.

4. Praktik profesi dan kelembagaan akuntansi.

Tren yang dibuat Ethoven ini teranjak dari Megatrend-nya Naisbitt yaitu:

1. Dunia akan bergerak dari ekonomi nasional ke ekonomi global.

2. Dasar pemikiran orang akan beralih dari skup jangka pendek ke skup jangka panjang.

3. Ciri masyarakat kita akan beralih dari masyarakat industry ke masyarakat informasi.

4. Struktur organisasi akn berubah dari yang bersifat hierarki dengan inti kekuasaan ke

struktur organisasi yang bersifat jaringan atau net-working, kekuasaan sudah tidak

dikedepankan lagi.

5. Pilihan semakin banyak sehingga masyarakat beralih dari dua pilihan ke pilihan

banyak.

6. Pertumbuhan ekonomi akan beralih dari dunia bagian utara ke bagian selatan.

7. Keterlibatan politik masyarakat akan beralih dari demokrasi perwakilan ke democrasi

artiisipasi.

8. Dari bantuan institusi ke mandiri


9. Kemajuan teknologi akan beralih dari teknologi keras ke teknologi lunak.

10. Kekuasaan akan beralih dari sebtralisasi ke desentralisasi.

Kesepuluh shift inilah yang dijadikan dasar oleh Enthoven untuk memprediksi pengaruh

tren itu ke dalam profesi dan bidang ilmu akuntansi. Hubungan antara tren itu dengan

megatrend akuntansi dapat dilihat pada bagan di atas:

Dari keadaan ini dapat kita tarik garis atau benang merah bahwa tren atau

kecenderungan kea rah mana akuntansi menuju sesuai dengan perkembangan tuntutan

masyarakat adalah menuju suatu sifat yang lebih bernuansa sosial, etis, lebih relevan,

dan bertanggung jawab.

Lee Parker maupun profesi akuntan Australia dari konferensi internasional yang

dilakukannya pada tahun 1994 menunjukkan arah akuntansi yang semakin bertanggung

jawab. Masyarakat pada dasarnya menginginkan akuntansi yang memberikan informasi

yang adil dan benar yang hakikatnya adalah pertanggungjawaban. Dari fenomena ini

dapat disimpulkan bahwa kecenderungan ilmu akuntansi harus searah dengan tuntutan

masyarakat itu.

Berbagai skandal korporasi yang melibatkan akuntansi belakangan ini semua kian

menuntut akuntan yang bertanggung jawab.

Bagaimana profesi akuntan menyikapi tren ini? Dan bagaimana kita di tanah air? Siapa

yang harus bertanggung jawab untuk menjadi pionir? Semua pertanyaan itu terpulang

kepada mereka yang terlibat menjalankan roda organisasi lainnya yang terkait.
Megatrends 2010

Baru-baru ini keluar buku Megatrends 2010 yang ditulis oleh Patrice Aburdene (2005).

Beliau mengemukakan paling tidajk ada tujuh kecenderungan bisnis yang tentu

nantinya akan mempengaruhi profesi akuntansi. Dan Teori akuntansi ke 7 Megatrend

adalah:

1. Kekuatan Spiritual (the Power of Spirituality);

2. Munculnya Kapitalisme yang sadar (the Down of Conscious Capitalism);

3. Pemimpin lahir dari level tengah (Leading from the Middle);

4. BisnisSpiritual (Spirituality in Business);

5. Konsumen berbasis Nilai (The Value-Driven Consumer);

6. Gelombang Solusi Kesadaran (The Wave of Conscious Solutions);

7. Boomnya investasi pada perusahaan yang memiliki tanggung jawab social (The

Socially Responsibility Investment boom).

Dari ke-7 megatrend ini baru trends no.7 yang mulai ditanggapi oleh profesi akuntansi.

Dalam teori dan standar akuntansi yang belum memberikan pedoman yang tetap.

Megatrend lainnya sama sekali belum terlihat arah dan penunjuk untuk memenuhinya.

Misalnya bagaimana peran akuntansi mengukur, mencatat atau melaporkan asek nilai-

nilai, spiritualisme dan sebagainya. Entah nanti akuntansi syariah bisa memberikan

alternative. Penelitian bidang ini tentu sangat dibutuhkan untuk pengembangan teori

akuntansi sehingga profesi ini tidak ditinggal jauh dan bahkan bisa menjadi dinosaurus.
C. BEBERAPA TOPIK BARU DALAM AKUNTANSI

Perkembangan terakhir yang masih terus menjadi bahan riset dan pengembangan bidang

akuntansi yang menjadi tren di antaranya adalah:

1. Akuntansi internasional atau akuntansi global;

2. Akuntansi Islam;

3. Akuntansi Sumber Daya Manusia;

4. Triple entry accounting system;

5. Employee Reporting;

6. Value Added Reporting;

7. Akuntansi Perilaku;

8. Multi Diciplines Paradigm;

9. Akuntansi dan Pembangunan Berkelanjutan;

10. Efficient Market Hypothesis (EMH);

11. Krisis Akuntansi.

Topic tiga pertama sudah disinggung di beberapa bab sebelumnya dan dalam bab ini kita

akan membahas poin 4 dan seterusnya.

1. Triple Entry system

Kalau dahulu kita mengenal single entry, double entry maka sekarang kita mengenal

triple entry. Dalam system ini transaksi dicatat dalam tiga dimensi. Model ini bukan

saja transaksi yang memengaruhi pos-pos pada sisi aktiva dan pasiva yang

dilaporkan, tetapi juga force atau power yang menyebabkan sehingga laporan neraca

misalnya menyajikan Wealth = Capital = Force. Triple entry memiliki force account

yang mencatat beberapa factor antara lain perubahan harga, perubahan jumlah, atau
perubahan volume terhadap arus hasil dan biaya. Misalnya jika harga suatu barang

naik maka akan dibuat perkiraan force. Demikian juga kalau terjadi perubahan

volume dan jumlah. Informasi yang dilaporkan melalui model ini disebut force

statement. Nanti akan ada tiga jenis laporan wealth statement, capital statement, dan

force statement. Wealth statement melaporkan kekayaan perusahaan (A-L) sedangkan

capital statement melaporkan komposisi dan perubahan modal di mana informasi laba

rugi dimasukkan di dalamnya. Sementara itu, force statement memuat informasi

perubahan kekayaan juga, tetapi yang dipengaruhi oleh kenaikan atau penurunan laba

saja. Force statement ini akan didampingi oleh laporan variance analysis yang merinci

komponen fixed dan varibel.

Model ini sebenarnya merupakan upaya untuk menambah informasi kepada pembaca

khususnya pihak manajemen dan para pengambil keputusan yang berkepentingan

dengan laporan keuangan perusahaan. Triple entry sistem ini juga menjelaskan

margin-variance, volume variance, dan efficiency variance. Ketiga metode ini akan

menghasilkan angka yang sama. Bisa juga mencatat aspek nilai daya beli yang dicatat

sehingga pembaca mendapatkan informasi tentang daya beli atau dampak inflasi

terhadap perusahaan.

Dalam Studies in Accounting Research yang ditulis Yuji Ijiri yang disponsori AAA

menyatakan bahwa kalau double entry itu berdimensi dua maka triple entry ini

berdimensi tiga jadi sebenarnya merupakan penyempurnaan dari system double entry.
Bagi yang berminat mendalami ini dapat dibaca Studies in Accounting Research

No.18. yang ditulis Yuji Ijiri (1982).

2. Employee Reporting

Semakin besarnya kekuatan menawarkan serikat pekerja di Barat, khususnya di Eropa

menimbulkan fenomena baru dalam tuntutan akan laporan keuangan yang dapat

menggambarkan informasi yang dibutuhkan oleh kaum pekerja. Pegawai selaku salah

satu dari stakeholders juga berhak akn informasi keuangan. Informasi keuangan

seperti inilah yang disebut Employee reporting. Employee reporting merupakan

bentuk laporan keuangan yang memuat informasi yang relevan bagi karyawan atau

serikat pekerja. Employee reporting sangat berkembang d USA dan Eropa pada

khususnya. Bahkan telah diterapkan di beberapa Negara seperti anggota Organization

of Economic Cooperation and Development (OECD) seperti USA, Canada, Jerman,

Perancis, Denmark, Norwegia, Swedia, dan United Kingdom (Belkaoui, 1995).

Beberapa hal yang mendesak dan mendorong perlunya employee reporting ini adalah

(Purdy dalam belkaoui, 1985):

1. Tekanan semakin besar akan perlunya full disclosure;

2. Praktik dan masalah yang berkaitan dengan hubungan perburuhan;

3. Munculnya perdebatan tentang demokratisasi perusahaan;

4. Perkembangan di Negara lain akan perlunya informasi dimaksud.

Di samping tentunya semakin kuatnya organisasi pekerja di planet ini. Keharusan

perusahaan memasukkan informasi yang dibutuhkan karyawan dan serikat pekerja


telah diatur oleh berbagai Negara, seperti di Jerman, 1972, Prancis, 1979, Swedia,

USA, dan Kanada.

Beberapa informasi pennting yang diminta dilaporkan dalam employee reporting ini

adalah:

 Jumlah pegawai;

 Lokasi tempat bekerja;

 Umur karyawan;

 Jam kerja;

 Biaya tebaga kerja;

 Program pension;

 Program jaminan social, kecelakaan kerja, kesehatan, hari tua;

 Pelatihan dan pendidikan atau adanya career path;

 Pengakuan terhadap serikat pekerja;

 Daftar karyawan berdasarkan agama, suku, bangsa, kelamin;

 Dan sebagainya.

Dari suatu survey laporan keuangan kepada karyawan sejak tahun 1919 sampai 1979

diketahui beberapa alasan pelaporan sebagai berikut (Lewis, et. Al 1984)

a. Menyampaikan perubahan.

b. Menyajikan propaganda manajemen.

c. Mempromosikan kepentingan memahami masalah dan prestasi perusahaan.

d. Menyampaikan keputusan manajemen.

e. Menyampaikan hubungan antara karyawan, manajemen, dan pemegang saham.


f. Menjelaskan tujuan perusahaan.

g. Mendorong partisipasi karyawan yang lebih besar.

h. Merespons tekanan legislative atau serikat pekerja.

i. Membangun imej perusahaan.

j. Memenuhi ketentuan UU tentang pengungkappan informasi yang dibutuhkan

karyawan.

k. Merespon kekhawatiran manajemen terhadap berbagai tuntutan pegawai, maupun

persaingan.

l. Menunjukkan perhatian besar terhadap karyawan.

3. Value Added Reporting

Value Added Reporting (VAR) atau Laporan Pertambahan Nilai berkaitan juga

dengan Human Rresources Accounting dan Employee Reporting terutama dalam hal

informasi yang disajikannya. Value Added Reporting ini masih belum diwajibkan

sebagai laporan utama di berbagai Negara, jadi masih dalam tahap wacana akademik.

Value Added Reporting ini sebenarnya menutupi kekurangan informasi yang

disajikan dalam laporan keuangan utama, Neraca, Laba Rugi, dan Arus kas. Karena

semua laporan ini gagal memberikan informasi:

1. Total produktivitas dari perusahaan;

2. Share dari setiap stakeholder atau anggota tim yang ikiy dalam proses manajemen

yaitu, pemegang saham, kreditor, pegawai, dan pemerintah (Belkaoui, 1995).


Kalau laporan kkeuangan konvensional menekkankan informasinya pada laba maka

VAR menekankan pada upaya meng-generate kekayaan atau nilai tambah. Karena

laba biasanya hanya menggambarkan hak atau kepentingan pemegang saham saja

bukan seluruh tim yang ikut terlibat dalam kegiatan perusahaan.

Value Added adalah kenaikan nilai kekayaan yang digenerate atau dihasilkan dengan

penggunaan asset produktif dari seluruh sumber-sumber kekayan perusahaan oleh

seluruh tim yang ada termasuk pemilik modal, karyawan, kreditor, dan pemerintah.

Sebenarnya konsep dasar dari VAR ini sudah dikenal dalam ilmu ekonomi terutama

dalam perhitungan Pendapatan Nasional. Namun, perlu diingat bahwa value added

tidak sama dengan laba.

Laba menunjukkan pendapatan bagi pemilik saham sedangkan pertambahan nilai

mengukur kenaikan kekayaan bagi seluruh stakeholders. Laporan Pertambahan Nilai

jangan pula disamakan dengan Pajak Pertambahan Nilai.

Isi Laporan Pertambahan Nilai

Sebenarnya Laporan Pertambahan Nilai ini adalah modifikasi dari Laporan Laba Rugi

sehingga pada dasarnya dapat disusun dengan menggunakan laporan laba rugi ini.

Langkah yang di ikuti dalam menyusun laporan pertambahan nilai dari laporan laba

rugi adalah (Belkaoui, 1995):

Langkah 1:

Disini dihitung Laba Ditahan yang didapat dari Hasil Penjualan dikurangi Biaya,

Pajak, Dividen, atau:

Penerimaan Penjualan Rp ……….


Dikurangi: Pembelian Barang dan Jasa Rp ……….

Penyusutan Rp ……….

Biaya karyawan Rp ……….

Biaya Bunga Rp ……….

Dividen Rp ……….

Pajak Rp ……….

Total Pengurangan Rp ………

Laba Ditahan Rp ……….

Langkah 2:

Laporan Pertambahan Nilai ini dapat dosusun dari data di atas dengan format

sebagai berikut:

Penerimaan Penjualan Rp ……….

Dikurangi: Pembelian Barang dan jasa Rp ……….

Pertambahan Nilai Kotor Rp ……….

Pertambahan Nilai ini dirinci sbb:

Penyusutan Rp ……….

Biaya karyawan Rp ………

Biaya bunga Rp ……….

Dividen Rp ……….

Pajak Rp ……….

Total Pertambahan nilai Rp ……….


Beberapa kegunaan dari Value Added Reporting ini dapat disebut sebagai berikut:

a. Konsep ini dinilai objektif sehingga dianggap sebagai informasi yang abash

sebagai dasar perhitungan reward.

b. Pertambahan nilai kotor merupakan informasi yang sangat berguna untuk

memgetahui angka reinvestasi (laba ditahan dan penyusutan).

c. Laporan ini dianggap dapat menjembatani kepentingan akuntansi danekonomi

dengan jumlah kekayaan dalam pengukuran pendapan nasional.

d. Pertambahan nilai bersih bisa menjadi dasar distribusi kekayaan bukan

pertambahan nilai kotor:

1. Pertambahan nilai bersih sangat cocok menjadi dasar perhitungan bonus

produktivitas tenaga kerja dengan memberikan penyisihan pada perubahan

modal.

2. Dengan mengurangi biaya penyusutan akan menghindari double counting

yang bisa terjadi jika ada pertukaran aktiva antara dua perusahaan.

3. Pertambahan nilai bersih sangat menguntungkan bagi konsep laba untuk

semua.

4. Mestinya remunerasi karywan tidah hanya berasal dari gaji, tetapi juga

kenaikan kekayaan, ini konsep baru dalam dunia bisnis modern.

5. Dapat menjadi media peramalan yang baik bagi peristiwa ekonomi yang

dapat mempengaruhi kesehatan perusahaan.

6. Sangat cocok untuk ekonom dalam perhitungan pendapatan nasianal.

7. Dapat menilai proporsi masing-masing terhadap niali tambah sehingga dapat

mendorong keadlian.
Namun, di samping keunggulannya ada juga beberapa keterbatasan Laporan

Pertambahan Nilai ini, yaitu sebagai berikut:

a. Tidak semua pihak yang terlibat dalam menghasilkan pertambahan nilai itu

merasa senang `bekerja sama dengan yang lain.

b. Ada kemungkinan dengan adnya laporan pertambahan niali ini manajemen

salah tanggep seolah ingin memaksimasi pertmabhan niali.

c. Kesalahan penafsiran terhadap pertambahan nilai dapat menimbulkan

kepalsuan pendapat seperti :

1. Kenaikan pertambahan nilai dianggap kenaikan laba;

2. Kenaikan pertambahan niali per unit dianggap otomatis bermanfaat bagi

pemegang saham;

3. Seolah dianggap bisa mengidentifikasi distribusi yang adil atas perubahan

pertambahan niali;

4. Pertambahan nilai yang tinggi untuk tenaga kerja per unit dianggap

meruapakan prestasi ekonomi yang baik;

5. Share tenaga kerja yang besar atas pertambahan nilai tidak berhak

mendapatkan gaji yang tinggi.

4. Akuntansi Perilaku

Aspek budaya dalam akuntansi disebut juga behavioral accounting. Di sini

diperhatikan berbagai budaya yang dapat memengaruhi peran atau hasil dari interaksi

antara informasi akuntansi dengan perilaku konsumennya atau penyajiannya. Dengan

perkataan lain, berkaitan dengan hubungan antara perilaku manusia dan system

akuntansi baik dalam bidang akuntansi keuangan maupun akuntansi manajemen.


Bahkan ini dianggap sebagai bidang (cabang) akuntansi yang khusus (Siegel,

Ramanauskas-Marconi, 1989). Bidang akuntansi ini dimulai dikembangkan pada

awal tahun 1950-an. Pada tahun 1951 the Controllership Foundation of America

mensponsori penelitian untuk mengetahui pengaruh budget terhadap manusia.

Riset ini dilakukan oleh Cornell University dengan dipimpim oleh Chris Argyris.

Penelitian ini telah memberikan beberapa rekomendasi tentang beberapa perilaku

yang muncul dalam penerapan budget. Hasil riset ini muncul di Harvard business

Review yang ditulis oleh Argyris dengan judul Human Problems with budget. Sejak

itu maka banyak ahli menjadi pemerhati dan menjadi peneliti akuntansi perilaku ini

seperti Mayo, Maslow, Mc Gregor, Likert.

Dalam akuntansi perilaku ini yang menjadi sorotan adalah dampak dari informasi

akuntansi terhadap perilaku orang yang membaca atau menyiapkannya. Juga melihat

bagaimana reaksi manusia terhadap informasi yang akuntansi yang diberikan.

Dampak perilaku dari system budget terhadap prilaku, dampak system responsibility

accounting terhadap oerilaku, dampak system desentralisasi ataupun sentralisasi

pengambilan keputusan terhadap perilaku, dimensi perilaku dalam system

pengawasan internal, beberapa pola perilaku auditor, aspek perilaku dalam proses

pengambulan keputusan, factor perilaku dalam kebutuhan pengungkapan, aspek

perilaku dalam akuntansi sumber daya manusia, dan sebagainya.

Lebih simple Siegel, Ramanauskas, dan Marconi (1989) membaginya atas tiga bagian

besar berikut ini.

1. Pengaruh perilaku manusia terhadap desain, kontruksi, dan penggunaan system

akuntansi.
2. Pengaruh system akuntansi terhadap perilaku manusia.

3. Metode untuk meramalkan dan strategi untuk mengubah perilaku manusia.

5. Multidiscipline Paradigm

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan semakin munculnya

paradigm baru yang pada akhirnya menimbulkan ketergantungan dan keterkaitan

yang semakin erat antara satu disiplion ilmu dengan disiplin ilmu lainnya. Fenomena

ini juga melanda akuntansi.

Mulanya ilmu yang dikenal manusia adalah ilmu filsafat. Menurut Al-Farabi, ilmu

filsafat adalah ilmu pengdetahuan tentang alam yang maujud dan bertujuan

menyelidiki hakikat yang sebenarnya (Anshari, 1991). H.Endang Saifuddin Anshari

(1991) mengubgkapkan ilmu itu kemudian berkembang menjadi tiga bidang.

a. Ilmu Pengetahuan Alam (Natural science):


1. Biology
2. Antropologi fisik
3. Kedokteran
4. Farmasi
5. Pertanian
6. Ilmu Pasti
7. Ilmu Alam
8. Teknik
9. Geologi, dan lain-lain.

b. Ilmu Sosial (Social Science):

1. Ilmu Hukum

2. Ekonomi
3. Jiwa Sosial

4. Bumi Sosial

5. Sociology

6. Antropologi Sosial Budaya

7. Sejarah

8. Politik

9. Pendidikan

10. Publisistik dan Jurnalistik

11. Dan lain-lain.

c. Humaniora (Humanities Science):

1. Ilmu Agama

2. Ilmu Filsafat

3. Ilmu bahasa

4. Ilmu seni

5. Ilmu Jiwa (psikologi)

Ilmu ekonomi yang merupakan bagian dari ilmu social berkembang menjadi berbagai

disiplin ilmu seperti :

1. Ekonomi Mikro dan Makro

2. Ilmu Manajemen

3. Pembangunan

4. Pemasaran (marketing)

5. Produksi (production)

6. Keuangan (finance)
Ilmu manajemen berkembang lagi menjadi berbagai disiplin ilmu seperti; Akuntansi,

Business Policy, budgeting, Planning, Operating Research, Information System, dan

lain-lain.

Akuntansi kemudian berkembang lagi seperti: Akuntansi Keuangan, Akuntansi

Manajemen, Teori Akuntansi, Sejarah Akuntansi, Akuntansi Internasional,

Controllership, Sistem Pengawasan Manajemen, Auditing, dan sebagainya.

Perkembangan ilmu di masing-masing bidang ini selalu berkaitan erat dan saling

mengisi dengan disiplin ilmu lain. Contoh yang paling menarik adalah munculnya

ilmu decision science. Ilmu ini tampaknya mengkristal sebagai gabungan dari

berbagai disiplin ilmu seperti akuntansi, computer, information system, expert

system, decision science, mathematic, dan management science.

Akuntansi sebagai suatu system informasi membutuhkan computer, information

science, dan decision science. Akhirnya muncullah ilmu baru seperti decision science

yang sumberformula dan elemen-elemennya berasal dri ilmu tadi. Decision science

ini merupakan disiplin ilmu baru di Amerika dan bahkan sudah menjadi salah satu

jurusan yang popular di College of Business, fenomena inilah yang disebut

Multidicipline paradigm.

Fenomena ini menarik karena Nampak sekali bahwa lengah sedikit saja dalam

pengembangan ilmu itu kita akan ketinggalan ditelan kemajuan disiplin lain. Oleh

karena itu, pengembangan disiplin dan profesi akuntansi di tanah air jangan sampai

lengah dan terlambat mengantisipasi perubahan ilmu dan teknologi yang demikian

cepat.
Dalam megatrend akuntansi Enthoven diharapkan akuntansi lebih memikirkan

perndekatan terpadu dengan disiplin ilmu lainnya.

6. Akuntansi dan Pembangunan Berkelanjutan

Dilaksanakannya “Earth Summit” mangingatkan kita pada isu yang sama di ajukan

oleh Club of Rome tahun 1975 yang lalu yaitu Konsep Limit to Growth atau sering

juga disebut Zero Growth.

Club para ahli nomor wahid ini menganggap bahwa kerusakan bumi timbul dari

kombinasi dari berbagai factor yang harus direm perkembangannya seperti

perkemabangan penduduk, investasi, kkonsumsi sumber alam, industry, ketidakadilan

distribusi pendapatan, pertanian, kehutanan.

Club ini ingin menyelamaykan masa depan umat manusia dengan mengingatkan kita

perlunya keharmonisan pengelolaan ekosistem yang bersfat global dan dependen.

Subbab ini ingin mencoba menjelaskan perlunya alat ukur untuk memudahkan para

pengambil keputusan dalam memanaje masalah pembangunan, lingkunagn, dan aspek

social ekonominya.
PENUTUP

KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai