Anda di halaman 1dari 15

ACCOUNTING THEORY CONSTRUCTION

Cara yang paling bermanfaat untuk mempelajari dan menilai teori-teori akuntansi
adalah dengan mengelompokkan teori-teori tersebut kedalam asumsi-asumsi apa teori
tersebut bersandar, dan pendekatan yang dipakai oleh teori tersebut. Beberapa
klasifikasi yang telah teruji paling bermanfaat adalah pendekatan pragmatik, sintaktik,
semantik, normatif, positif, dan naturalistik.

A. PENDEKATAN PRAGMATIK, SINTAKTIK, DAN SEMANTIK


Sebelum membahas pengembangan teori akuntansi berdasarkan pendekatan ini,
perlu untuk dipahami terlebih dahulu makna pragmatik, sintaktik, dan sintaktik dari
segi ilmu komunikasi.

Akuntansi berkepentingan dengan penyediaan dan penyampaian informasi sebagai


sarana komunikasi bisnis, sehingga akuntansi dapat disebut sebagai bahasa bisnis
(the language of business) (Suwardjono, 2014). Bahasa merupakan bagian penting
dalam komunikasi. Pesan atau makna yang ada di benak pengirim disimbolkan
dalam bentuk ungkapan bahasa yang tepat agar makna tersebut ditafsirkan sama
persis seperti yang dimaksudkan.

Apa yang terkandung dalam simbol bahasa, itulah yang menjadi informasi bagi
penerima (pembaca). Tanda atau simbol bahasa (gambar-gambar dan kata-kata) dan
tata bahasa membentuk ungkapan bahasa yang menjadi media komunikasi. Tataran
semiotika dalam teori komunikasi adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1. Tataran Semiotika dalam Teori Komunikasi

Tataran Sasaran bahasan Penekanan Kandungan


komunikasi Pesan
Sintaktika Aspek formal Operasional, Informasi
tanda bahasa (kosa penandaan sintaktik
kata, tata bahasa)
Semantika Aspek isi tanda Penafsiran, Informasi
bahasa pelambangan semantik
Pragmatika Keefektivan tanda Fungsional, Informasi
bahasa (efek pemengaruhan pragmatik
komunikatif)
Sumber: Suwardjono, 2014
Keterkaitan antara sintaktik, semantik, dan pragmatik digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.1. Contoh informasi semantik, sintaktik, dan pragmatik

Sumber: Suwardjono, 2014


Contoh penerapan praktek:

Akuntansi keuangan dikembangkan/direkayasa atas dasar premis bahwa investor


dan kreditor adalah pihak yang dituju informasi. Efek informasi yang ingin dicapai
adalah agar pihak yang dituju tersebut, mau menanamkan dana ke kegiatan
ekonomik perusahaan. Karena investor dan kreditor merupakan sasaran
pemengaruhan, pesan (message) yang ingin disampaikan mengenai perusahaan
adalah likuiditas, solvensi, dan profitabilitas. Pesan tersebut merupakan masukan
dalam pengambilan keputusan investor dan kreditor. Pesan tersebut disampaikan
melalui medium statemen keuangan.
Gambar 1.2. Akuntansi sebagai bisnis dalam teori komunikasi

Kegiatan Fenomena atau dunia Sintaktik Keputusan/


nyata/realitas (real world) Bagaimana diukur
Perusahaan dan disajikan tindakan

Perekayasa Akuntansi

Semantik Pragmatik
Bagaimana Bagaimana
menyimbolkan ? berpengaruh?

Reaksi terhadap
Likuiditas,
pesan informasi
solvabilitas, Laporan Keuangan sbg Media
profitabilitas Komunikasi

ASET
=
KEWAJIBAN + EKUITAS

Dunia Abstrak (abstract world)


Perekayasa Akuntansi
Investor dan Kreditur
(pengguna informasi)

Sumber: Suwardjono, 2014

Pemahaman teori akuntani dapat dicapai dengan mengidentifikasi teori akuntansi


atas dasar tataran semiotika di atas. Dengan demikian, teori akuntansi dapat
dibedakan atas dasar sasaran bahasan dan pemahaman menjadi teori akuntansi
semantik, sintaktik, dan pragmatik.
1. Teori Akuntansi Semantik

Definisi

Teori akuntansi semantik menekankan pembahasan pada masalah penyimbolan


dunia nyata atau realitas (kegiatan perusahaan) ke dalam tanda-tanda bahasa
akuntansi (elemen laporan keuangan) (Suwardjono, 2014).

Tujuan

a. Orang dapat membayangkan kegiatan fisis perusahaan tanpa harus secara


langsung menyaksikan kegiatan tersebut.

b. Teori ini berusaha untuk menjawab apakah elemen-elemen laporan keuangan


benar-benar merepresentasikan apa yang memang dimaksudkan, dan
meyakinkan bahwa makna yang dikandung dalam simbol pelaporan tidak
disalahartikan oleh pemakai.

c. Teori ini berusaha menemukan dan merumuskan makna-makna penting


pelaporan keuangan.

Oleh karenanya pendefinisian itu penting.

Contoh

Pendefinisian aset. Penguasaan (control), bukan kepemilikan (ownership) yang


dijadikan kriteria, karena jika pemilikan menjadi kriteria aset, akan banyak objek
yang tidak masuk sebagai aset.

Secara konseptual, informasi akuntansi dalam laporan terefleksi dalam tiga


unsur, yakni elemen (objek), jumlah rupiah sebagai pengukur (size), dan
hubungan (relationship) antar elemen. Ketiga elemen tersebut saling
berhubungan yang membentuk informasi.

Jadi, teori akuntansi semantik berkepentingan dengan pelambangan dan


penafsiran objek akuntansi untuk menghasilkan informasi semantik yang
bermakna bagi pemakai laporan. Agar komunikasi akuntansi efektif,
penyampaian informasi semantik (makna suatu objek) tidak dapat dipisahkan
dengan informasi sintaktik (struktur akuntansi).
2. Teori Akuntansi Sintaktik

Teori yang berorientasi untuk membahas masalah-masalah tentang bagaimana


kegiatan-kegiatan perusahaan yang telah disimbolkan secara semantik dalam
elemen-elemen keuangan dapat diwujudkan dalam bentuk statemen keuangan.

Simbol tersebut (misal aset, kewajiban, pendapatan) harus berkaitan secara logis
sehingga informasi semantik dapat dikandung dalam statemen keuangan.
Cakupan teori akuntansi sintaktik lebih luas dari sekadar menentukan hubungan
struktural antarelemen statemen keuangan, melainkan meliputi juga hubungan
antara unsur-unsur yang membentuk struktur pelaporan keuangan atau struktur
akuntansi dalam suatu negara yaitu, manajemen, entitas pelapor (pelaporan),
pemakai informasi , sistem akuntansi, dan pedoman penyusunan.

Dengan kata lain, dari segi sintaktik, teori akuntansi berusaha untuk memberi
penjelasan dan penalaran tentang apa yang harus dilaporkan, siapa melaporkan,
kapan dilaporkan, dan bagaimana melaporkannya.

3. Teori Akuntansi Pragmatik

Teori akuntansi pragmatik memusatkan perhatiannya pada penaruh informasi


terhadap perubahan perilaku pemakai laporan. Dengan kata lain, teori ini
membahas reaksi pihak yang dituju oleh informasi akuntansi. Apakah informasi
sampai kepada pihak yang dituju dan diinterpretasikan dengan tepat, merupakan
masalah keefektifan informasi. Apakah akhirnya pihak yang dituju informasi
memakai informasi tersebut sebagai dasar pengambilan keputusan, merupakan
masalah kebermanfaatan (usefulness informasi). Pada gilirannya,
kebermanfaatan informasi akan menetukan keefektivan pencapaian tujuan
pelaporan keuangan.

Teori pragramtik membahas berbagai hal dan masalah yang berkaitan dengan
pengujian kebermanfaatan informasi, baik dalam konteks pelaporan keuangan
eksternal maupun manajerial. Perubahan perilaku yang diharapkan terjadi akibat
informasi akuntansi tertentu merupakan bahan kajian teori ini. Teori pragmatik
akan banyak berisi pengujian-pengujian teori tentang hubungan antara variabel
akuntansi dengan variabel perubahan atau perbedaan perilaku pemakai. Subjek
atau pemakai yang diukur perilakunya dapat berupa akuntan, pelaku pasar
modal, manajer, dan auditor. Yang dapat menjadi indikator perubahan perilaku
antara lain perubahan harga saham, volume saham, kinerja manajer, kinerja
karyawan, kinerja perusahaan, dan perbedaan pemilihan metoda akuntansi.
Pengujian semacam itu melibatkan pengamatan terhadap apa yang nyatanya
terjadi (data empirirs) dan memerlukan metoda pengujian tertentu (biasanya
metoda ilmiah).

Teori Pragmatis dibedakan menjadi 2 (dua) menurut Godfrey, yakni Pendekatan


Pragmatis Deskriptif dan Pendekatan Pragmatis Psikologis.

a. Pragmatis Deskriptif

Suatu pendekatan pembentukan teori yang mendasarkan pada teknik dan


metode pengamatan berulang terhadap praktik akuntan (pendekatan
induktif). Teori dapat diuji dengan mengamati apakah tindakan akuntan
sesuai dengan yang disarankan oleh teori. Pendekatan ini disebut juga
anthropological approach oleh Sterling.

Pendekatan deskriptif mungkin adalah metode tertua dan paling universal


digunakan dalam konstruksi teori akuntansi.

Kritik terhadap pendekatan descriptive pragmatic:

1. Descriptive pragmatic approach tidak melibatkan suatu pertimbangan


analitis terhadap kualitas tindakan akuntan dan tidak ada penilaian
apakah laporan akuntan sesuai dengan yang seharusnya.

2. Descriptive pragmatic approach tidak menyediakan teknik-teknik


akuntansi untuk diuji, sehingga tidak memungkinkan adanya perubahan.

3. Descriptive pragmatic approach memfokuskan perhatian pada perilaku


akuntan, dan tidak pada pengukuran atribut perusahaan, seperti aset,
liabilitas, dan laba. Pendekatan ini juga tidak berhubungan dengan aspek
semantik fenomena akuntansi.

Sterling (1975) menyimpulkan bahwa descriptive pragmatic approach tidak


sesuai untuk penyusunan teori akuntansi. Sterling cenderung menggunakan
normative theories (bagaimana akuntansi seharusnya dilaksanakan) daripada
pragmatic theories (yang menggambarkan praktik di dunia nyata).
b. Pragmatis Psikologis

Pada pendekatan ini akuntan akan menghitung transaksi keuangan untuk


menunjukkan perbedaan sintaksis yang berguna untuk membuat laporan
keuangan yang kemudian akan dipakai oleh penggunanya. Psychological
pragmatic approaches meminta teoritisi untuk mengamati respon pemakai
informasi yang dihasilkan oleh akuntan, misalnya laporan keuangan. Reaksi
pemakai dipakai sebagai bukti bahwa laporan keuangan bermanfaat dan
berisi informasi yang relevan. Masalah dalam psychological pragmatic
approach adalah bahwa sebagian pemakai mungkin bereaksi secara tidak
rasional, sebagian lain mungkin bereaksi dalam situasi kondisional, dan
sebagian lain tidak beraksi padahal seharusnya bereaksi. Kelemahan ini
diatasi dengan berkonsentrasi pada teori keputusan dan pengujian reaksi
dengan sampel besar dan bukannya berkonsentrasi pada respon individual.

B. TEORI NORMATIF

Perumusan akuntansi normatif mencapai keemasan pada tahun 1950 dan 1960an.
Pada periode tersebut teori normatif lebih berkosentrasi pada penciptaan laba
sesungguhnya dan pengambilan keputusan. Teori normatif berusaha untuk
membenarkan tentang apa saja yang harus dipraktikan, misalnya pernyataan yang
menyebutkan bahwa laporan keuangan seharusnya didasarkan pada metode
pengukuran aktiva tertentu. Menurut Nelson (1973) teori normatif hanya
menyebutkan hipotesis tentang bagaimana akuntansi seharusnya dipraktikan tanpa
menguji hasil hipotesis tersebut.

Suwardjono mengatakan bahwa sasaran teori akuntansi normatif hanyalah


menghasilkan penjelasan mengapa perlakuan akuntansi tertentu lebih baik atau lebih
efektif dibandingkan dengan perlakuan akuntansi lainnya, karena tujuan akuntansi
tertentu harus dicapai. Sebagai contoh, teori akuntansi normatif berusaha untuk
menjawab apakah historical cost accounting lebih baik dari current cost accounting
untuk mencapai tujuan akuntansi. Untuk menjawab masalah tersebut, teori akuntansi
normatif mendasarkan penjelasannya atas dasar “tujuan yang telah disepakati untuk
dicapai”. Dalam teori akuntansi normatif, isi akuntansi dianggap sebagai norma
peraturan yang harus diikuti, tidak peduli apakah berlaku atau dipraktikan sekarang
atau tidak. Metode ini disebut juga normative accounting research atau normative
theory of accounting, yang berguna dalam membahas isu “true income” dan
“decision usefulness”.

a. True Income
Berfokus pada bagaimana menghasilkan pengukuran yang tunggal dan unik atas
aset dan profit.
b. Decision Usefulness
Tujuan akuntansi ialah menghasilkan proses pengambilan keputusan dari
pengguna tertentu laporan keuangan dengan cara menyajikan data akuntansi
yang relevan dan berguna.

Teori yang berkembang mendasarkan pada konsep ekonomi klasik tentang laba dan
kemakmuran. Para pakar membuat penyesuaian pada Historical Cost dengan
mengukur tingkat inflasi atau market value suatu aset.

Tujuan yang telah disepakati ini jelas penuh dengan muatan nilai (values), karena
penentuan kesesuaian dengan tujuan merupakan proses subyektif yang melibatkan
kemampuan menimbang (art) antara manfaat dan risiko, atau keuntungan dan
kerugian. Hasil akhir dari teori akuntansi normatif adalah suatu pernyataan atau
proposal yang menganjurkan tindakan tertentu (prescriptive). Sebagai contoh, teori
akuntansi akan menghasilkan pernyataan bahwa “aktiva tetap harus dinilai dan
dicantumkan dalam neraca atas dasar biaya historis”. Jika teori akuntansi normatif
ini digunakan sebagai dasar dalam penyusunan standar akuntansi, maka standar
akuntansi tersebut juga akan bersifat normatif, penuh dengan “keharusan” atau
“kewajiban”. Standar akuntansi normatif menjadi tidak peduli tentang apa yang
senyatanya terjadi jika standar akuntansi tersebut diterapkan.

C. TEORI POSITIF

Teori akuntansi positif berupaya menjelaskan sebuah proses, yang menggunakan


kemampuan, pemahaman, dan pengetahuan akuntansi serta penggunaan kebijakan
akuntansi yang paling sesuai untuk menghadapi kondisi tertentu dimasa mendatang.
Teori akuntansi positif pada prinsipnya beranggapan bahwa tujuan dari teori
akuntansi adalah untuk menjelaskan dan memprediksi praktik-praktik akuntansi.

Perkembangan teori positif tidak dapat dilepaskan dari ketidakpuasan terhadap teori
normatif (Watt & Zimmerman,1986). Selanjutnya dinyatakan bahwa dasar
pemikiran untuk menganalisa teori akuntansi dalam pendekatan normative terlalu
sederhana dan tidak memberikan dasar teoritis yang kuat. Terdapat tiga alasan
mendasar terjadinya pergeseran pendekatan normatif ke positif yaitu (Watt &
Zimmerman,1986 ):

1. Ketidakmampuan pendekatan normatif dalam menguji teori secara empiris,


karena didasarkan ‘pada premis atau asumsi yang salah sehingga tidak dapat
diuji keabsahannya secara empiris.
2. Pendekatan normatif lebih banyak berfokus pada kemakmuran investor secara
individual daripada kemakmuran masyarakat luas.
3. Pendekatan normatif tidak mendorong atau memungkinkan terjadinya alokasi
sumber daya ekonomi secara optimal di pasar modal. Hal ini mengingat bahwa
dalam sistem perekonomian yang mendasarkan pada mekanisme pasar,
informasi akuntansi dapat menjadi alat pengendali bagi masyarakat dalam
mengalokasi sumber daya ekonomi secara efisien.

Selanjutnya Watt & Zimmerman menyatakan bahwa dasar pemikiran untuk


menganalisa teori akuntansi dalam pendekatan normatif terlalu sederhana dan tidak
memberikan dasar teoritis yang kuat. Untuk mengurangi kesenjangan dalam
pendekatan normatif, Watt & Zimmerman mengembangkan pendekatan positif yang
lebih berorientasi pada penelitian empiric dan menjustifikasi berbagai teknik atau
metode akuntansi yang sekarang digunakan atau mencari model baru untuk
pengembangan teori akuntansi dikemudian hari.

Tiga Hipotesis Teori Akuntansi Positif

Prediksi yang dibuat oleh PAT diorganisasikan secara luas pada tiga hipotesis yang
diformulasikan oleh Watts dan Zimmerman (1986). Kita akan memberi ketiga
hipotesis ini bentuk oportunistik mereka, karena menurut Watts dan Zimmerman
(1990), ini adalah cara yang paling sering digunakan ketika mereka
diinterpretasikan:
1. Hipotesis Rencana Bonus

Dalam hipotesis ini, semua hal lain dalam keadaan tetap, para manajer
perusahaan dengan rencana bonus cenderung untuk memilih prosedur akuntansi
dengan perubahan laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode
masa kini.

Hipotesis ini tampaknya cukup beralasan. Para manajer perusahaan, seperti


orang-orang lain, menginginkan imbalan yang tinggi. Jika imbalan mereka
bergantung, paling tidak sebagian, pada bonus yang dilaporkan pada pendapatan
bersih, maka kemungkinan mereka bisa meningkatkan bonus mereka pada
periode tersebut dengan melaporkan pendapatan bersih setinggi mungkin. Salah
satu cara untuk melakukan ini adalah dengan memilih kebijakan akuntansi yang
meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode tersebut. Tentu saja, sesuai
dengan karakter dari proses akrual, hal ini akan cenderung menyebabkan
penurunan pada laba dan bonus-bonus yang dilaporkan pada masa yang akan
datang, dengan taktor-faktor lain tetap sama. Namun nilai masa kini (present
value) dari kegunaan manajer dari lini bonus masa depan yang dimilikinya akan
meningkat dengan memberikan perubahan menuju masa kini.

2. Hipotesis Kontrak Hutang

Dalam hipotesis ini semua hal lain dalam keadaan tetap, makin dekat suatu
perusahaan terhadap pelanggaran pada akuntansi yang didasarkan pada
kesepakatan utang, maka kecenderungannya adalah semakin besar kemungkinan
manajer perusahaan memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang
dilaporkan dari periode masa depan ke periode masa kini.

Alasannya adalah laba yang dilaporkan yang makin meningkat akan


menurunkan kelalaian teknis. Sebagian besar dari perjanjian hutang berisi
kesepakatan bahwa pemberi pinjaman harus bertemu selama masa perjanjian.
Sebagai contoh, perusahaan yang mendapat pinjaman boleh sepakat memelihara
level tertentu dari hutang terhadap harta, laporan bunga, modal kerja, dan harta
pemilik saham. Jika kesepakatan semacam itu dikhianati, perjanjian hutang
tersebut bisa memberikan/mengeluarkan penalti, seperti pembatasan dividen
atau tambahan pinjaman.

Dengan jelas, prospek dari pelanggaran kesepakatan membatasi kegiatan


perusahaan dalam operasional perusahaan itu sendiri. Untuk mencegah, atau
paling tidak menunda, pelanggaran semacam itu, perusahaan bisa memilih
kebijakan akuntansi tertentu yang bisa meningkatkan laba masa kini.
Berdasarkan hipotesis kesepakatan hutang, ketika perusahaan mendekati
kelalaian, atau memang sudah berada dalam lalai/cacat, lebih cenderung untuk
melakukan hal ini.

3. Hipotesis biaya politik

Dalam hipotesis ini semua hal lain dalam keadaan tetap, makin besar biaya
politik yang mesti ditanggung oleh perusahaan, manajer cenderung lebih
memilih prosedur akuntansi yang menyerah pada laba yang dilaporkan dari
masa sekarang menuju masa depan

Hipotesis biaya politik memperkenalkan suatu dimensi politik pada pemilihan


kebijakan akuntansi. Perusahaan-perusahaan yang ukurannya sangat besar
mungkin dikenakan standar kinerja yang lebih tinggi, dengan penghargaan
terhadap tanggung jawab lingkungan, hanya karena mereka merasa bahwa
mereka besar dan berkuasa. Jika perusahaan besar juga memiliki kemampuan
meraih profit yang tinggi, maka biaya politik bisa diperbesar.

Perusahaan-perusahaan juga mungkin akan menghadapi biaya politik pada poin-


poin waktu tertentu. Persaingan luar negeri mungkin mengarah pada
menurunnya profitabilitas kecuali perusahaan yang terkena dampaknya ini bisa
mempengaruhi proses politik untuk bisa melindungi impor secara keseluruhan.
Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan mengadopsi kebijakan
akuntansi income-decreasing (pendapatan menurun) dalam rangka meyakinkan
pemerintah bahwa profit sedang turun.
D. PERSPEKTIF YANG BERBEDA

Pendekatan ilmiah memiliki asumsi bahwa dunia yang diteliti merupakan suatu
realitas yang objektif. Sehingga suatu praktik yang tidak sesuai dengan teori
merupakan anomali, dan merupakan masalah penelitian yang harus ditindaklanjuti.
Suatu penelitian dibangun dari teori yang didasarkan pengetahuan sebelumnya atau
diterima secara ‘ilmiah’ konstruksi teorinya.

Kemudian, praktik-praktik anomali yang tidak sesuai dengan teori yang telah ada
diperlakukan sebagai masalah penelitian. Pada tahap ini, teori dikembangkan untuk
menjelaskan perilaku yang diamati dan menghasilkan suatu hipotesis yang perlu
diuji. Prosedur pengujian hipotesis dilakukan secara terstruktur dengan
mengumpulkan data lalu menerjemahkannya melalui teknik matematis atau statistic
untuk menentukan apakah hipotesi dapat diterima atau ditolak. Asumsi yang tersirat
dari sini, teori yang baik adalah teori yang dapat diberlakukan dalam lintas
perusahaan, industri, dan waktu.

Pendekatan penelitian umumnya digambarkan sebagai pendekatan ‘ilmiah’ dan


merupakan pendekatan yang dominan saat ini digunakan oleh para peneliti di bidang
akuntansi. Penelitian ini dilakukan berdasarkan asumsi ontologi (cara melihat
sesuatu) yang kemudian menyebabkan terjadinya perbedaan epistemologi (cara
mendapatkan pengetahuan atau pembelajaran) dan metode penelitian yang berbeda.

Kritik terhadap penelitian ilmiah yaitu penelitian skala besar statistik cenderung
menyatukan segala hal bersama-sama. Selain itu, hipotesis yang seringkali
menggunakan survey harga pasar saham menyebabkan penelitian akuntansi jauh
dari dunia praktisi, sehingga banyak pihak menganjurkan pendekatan naturalistik
digunakan Perlu bagi peneliti akuntansi untuk menentukan asumsi apa yang
digunakan dalam penelitian serta alternatif pendekatan apa yang lebih sesuai,
pendekatan ilmiah atau pendekatan naturalistik.

Pendekatan naturalistik mempunyai dua pengertian, yaitu:

1. Peneliti tidak mempunyai asumsi atau teori awal


2. Peneliti memfokuskan penelitian pada masalah spesifik perusahaan.
Pendekatan naturalistik dilakukan secara fleksibel, menggunakan pengamatan
langsung atas studi kasus yang rinci, tanpa menitikberatkan pada analisis matematis,
pemodelan, uji statistik, survey, atau tes laboratorium. Pendekatan penelitian
naturalistik dilakukan melalui studi kasus yang spesifik sehingga hasil penelitian
akan sulit untuk digeneralisasi. Penelitian naturalistik dimulai dari situasi spesifik
dunia nyata yang tujuan utamanya adalah untuk menjawab permasalahan yang
terjadi pada suatu kondisi di suatu tempat tertentu. Bukan untuk memberikan
kondisi yang dapat digeneralisasikan untuk segmen masyarakat luas.

Tomkins and Groves berpendapat bahwa pendekatan naturalistik merupakan cara


untuk menghadapi perbedaan asumsi ontologi. Perbedaan asumsi ontologi akan
menimbulkan gaya penelitian yang berbeda serta akan memaksa peneliti untuk
bertanya dan menginvestigasi. Terdapat enam kategori asumsi dasar antologi
(Tomkins and Groves) , yaitu:

1. Realitas sebagai sebuah struktur konkret


2. Realitas sebagai sebuah proses konkret
3. Realitas sebagai sebuah bidang informasi yang kontekstual
4. Realitas sebagai wacana simbolik
5. Realitas sebagai konstruksi sosial
6. Realitas sebagai proyeksi dari imajinasi manusia

Keenam kategori di atas merupakan berbagai alternatif untuk melihat realitas dunia.
Kategori 1 merupakan sudut pandang objektif yang baku, di mana praktik akan
selalu sesuai dengan pakemnya, sehingga keputusan dan tindakan yang diambil
dapat dengan mudah diprediksi. Semakin ke bawah, unsur konkret dari objek
penelitian semakin hilang. Jika kategori 1 berasumsi bahwa dunia ini konkret dan
stabil, maka pada kategori 6 berasumsi bahwa dunia tidak stabil, tergantung pada
asumsi masing-masing manusia (individualis). Sehingga, untuk memahami sebuah
proses pengambilan keputusan dari asumsi yang begitu individualis ini, peneliti
perlu untuk memahami persepsi dan kecenderungan dari setiap individu.

Pada kategori 1 – 3, pendekatan ilmiah lebih cocok untuk digunakan. Sementara


untuk kategori 4 – 6, Tomkins dan Grove menganjurkan dilakukan pendekatan
eksplorasi atau naturalistik. Kategori 4 – 6 (symbolic interactionist) melihat dunia
sebagai hasil dari pembentukan anggapan setiap manusia melalui proses interaksi
dan negosiasi.

Perbandingan penelitian ilmiah dan naturalistik

Asumsi Penelitian ilmiah Penelitian naturalistik

 Melihat realita sebagai hasil


Asumsi  Melihat realita secara
Ontologi konstruksi sosial dan
objektif dan konkret
imajinasi manusia
(berwujud)
 Melihat akuntansi sebagai
 Melihat akuntansi sebagai
konstruksi.
objek.
 Holistik (realita sebagai
Pendekatan  Pengembangan
Epistemologi sesuatu yang utuh, bukan
pengetahuan secara sedikit
merupakan kesatuan dari
demi sedikit
bagian-bagian yang terpisah
 Reduksionisme (realita
terdiri dari jumlah  Kompleksitas dunia tidak
bisa dipecahkan melalui
minimum dari beberapa
reduksionisme
jenis entitas atau substansi)
 Hukum tidak dapat direduksi
 Pengujian hipotesis
individu
 Hukum yang dapat
tergeneralisasi
 Tidak terstruktur
Metodologi  Terstruktur
 Tidak ada dasar teoritis
 Menggunakan dasar teoritis
sebelumnya
sebelumnya
 Validasi empiris atau
ekstensi
 Studi kasus
Metode  Model formulasi sintaksis
(prinsip pembuatan kalimat)  Eksplorasi yang fleksibel
 Hipotesis dibuat  Mengalami peristiwa
berdasarkan induksi empiris
 Penggunaan metode
statistik yang sesuai
E. PENERAPANPENDEKATAN ILMIAH (SCIENTIFIC APPROACH) PADA
AKUNTANSI

Terdapat suatu kesalahpahaman besar dalam usaha penerapan pendekatan ilmiah


pada akuntansi. Beberapa orang meyakini bahwa usaha penerapan pendekatan
ilmiah bertujuan memisahkan peneliti dari para praktisi akuntansi. Sudut pandang
ini bukanlah tujuan dari pendekatan tersebut karena pada dasarnya seorang ilmuwan
pada dasarnya adalah seorang peneliti, dengan menggunakan metode ilmiah.

Kesalahpahaman lain yang umum terjadi tentang penerapan sudut pandang ilmiah
dalam akuntansi adalah keinginan untuk mengetahui kebenaran mutlak (desire of
absolute truth), yang tidak bisa tercapai, karena Argumen tersebut didasarkan
kepada kesalahan konsep bahwa ilmu pengetahuan dapat menggali dan menemukan
kebenaran mutlak.

Metode ilmiah pada dasarnya tidaklah sempurna, mengingat Metode ini bersumber
dari penemuan manusia untuk membantu kita dalam memastikan apakah sebuah
pernyataan (statement) dapat dianggap realistis atau tidak. Kebenaran ilmiah
bersifah sementara. Sebuah pernyataan atau teori akan diterima hanya jika peneliti-
peneliti di bidang yang sama memutuskan bahwa bukti-bukti yang disertakan cukup
meyakinkan.

Anda mungkin juga menyukai