Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PASCA MODERNISME DAN KONFLIK SOSIAL BUDAYA

Disusun Oleh:

Kelompok 12

Nama : Nur Sakinah Lubis (0306232169)

Salsa Bila Hasibuan (0306232147)

Yulia Raudhatul Jannah (0306232121)

Mata Kuliah : Sosiologi dan Antropologi Pendidikan Dasar

Dosen Pengampu : Hirawati,M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN

2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi ALLAH SWT. Yang telah mengajarkan makhluk-Nya melalui
perantara kalam,yaitu zat yang mengajarkan sesuatu yang belum di ketuhi manusia.Sehingga
kami bisa menyelesaikan tugas tambahan kami sebagai pegajaran bagi kami dan kedisiplinan
dalam menjalani perkuliahan agar kami menjadi mahasiswa yang disiplin.Shalawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW.

Terimakasih banyak kami ucapkan kepada dosen mata kuliah Sosiologi dan
Antropologi Pendidikan Dasar bu hirawati yang telah memberikan kesempatan kepada kami
dalam menyusun tugas tambahan bagi kami.Semoga makalah ini dapat berguna bagi para
pembaca dan menjadi amal jariyah bagi kami.

Akhirnya demi kelengkapan dan kesempurnaaan tulisan ini.Kami harapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca.Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
dunia pendidikan.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Medan,16 Oktober 2023

Kelompok 12

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan.......................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................3

2.1 Tujuan Pembelajaran................................................................................................3

2.2 Pasca Modernisme....................................................................................................5

2.3 Konflik Sosial Budaya..............................................................................................6

2.4 Karakteristik Masyarakat Majemuk Di Indonesia.....................................................7

2.5 Struktur Masyarakat Majemuk dan Integrasi Nasional.............................................8

BAB III PENUTUP....................................................................................................11

3.1 Kesimpulan.............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................12

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Postmodernisme adalah paham yang lahir dari sebuah kegagalan para filsuf Modernisme
untuk memajukan sosial manusia. Karna kegagalan tersebut dalam menjalani misinya untuk
menjadikan generasi manusia mendatang lebih maju dalam perkembangan pengetahuan dan
sosial juga. Menganggap bahwa kebenaran ilmu pengetahuan haruslah konkrit serta objektif,
tidak adanya nilai dari manusia, maka beberapa filsuf melahirkan sebuah paham yang lebih
baik dari sebelumnya dan lebih memantapkan tujuan yang akan dicapai yaitu paham
Postmodernisme. Dalam hal ini postmodernisme memiliki sebuah pengetahuan yang bersifat
subjektif dan interpretasi yang merupakan kebalikan dari Modernisme.

Budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Setiap kegiatan manusia hampir tidak pernah lepas dari unsur budaya. Sebab sebagian besar
dari kegiatan manusia dilakukan secara berkelompok dan tak jarang dari latar
belakang budaya yang berbeda. Bila individu tidak dapat menerima perbedaan budaya dalam
sosialnya, maka tandanya individu perlu meningkatkan kesadaran budaya. Kesadaran budaya
merupakan hal mendasar yang harus dimiliki oleh individu sebelum mereka memiliki
pengetahuan dan keterampilan budaya. Menurut Sue & Sue (2006), kesadaran merupakan salah
satu kompetensi utama yang harus dimiliki dari ketiga kompetensi antar budaya. Hal ini
diperkuat oleh penjelasan Connerley dan Pedersen (2005) bahwa jika tahap kesadaran
diabaikan, maka pengetahuan dan keterampilan dapat didasarkan pada asumsi yang salah.
Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan keanekaragaman. Indonesia terdiri dari 35
provinsi dengan budaya yang beragam pula pada masing-masing provinsi. Contohnya seperti
agama, ras, etnis, kelas sosial, dan gender yang masing-masing berbeda. Keanekaragaman
budaya di Indonesia berpotensi menimbulkan konflik. Pergumulan antar budaya memberikan
peluang konflik manakala tidak terjadi saling memahami dan menghormati satu sama lain
.Rasa saling menghormati dan menghargai memang sulit hadir diantara keberagaman yang ada
di tengah-tengah masyarakat Indonesia, namun kedua hal tersebut sangat penting untuk
mencegah terjadinya konflik kecil yang bisa menjadi besar akibat keberagaman budaya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja tujuan pembelajaran pascamodernisme dan konflik sosial budaya?

1
2. Apakah yang dimaksud pascamodernisme?
3. Apakah yang dimaksud konflik sosial budaya?
4. Bagaimana karakteristik masyarakat majemuk di Indonesia?
5. Bagaimana struktur masyarakat majemuk dan integrasi nasional?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tujuan pembelajaran pascamodernisme dan konflik sosial budaya
2. Untuk mengetahui pascamodernisme
3. Untuk mengetahui konflik sosial budaya
4. Untuk mengetahui karakteristik masyarakat majemuk di Indonesia
5. Untuk mengetahui struktur masyarakat majemuk dan integrasi nasional

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tujuan Pembelajaran Pascamodernisme dan Konflik Sosial Budaya


kajian filsafati tentang pemikiran posmodernisme dan relevansiya bagi pelaksanaan
pendidikan di Indonesia dewasa ini. Posmodernisme adalah paradigma berpikir dan sikap yang
kritis terhadap pola pikir dan prinsip-prinsip modernisme; terutama kritik atas pemikiran Rene
Descartes. Salah satu filsuf posmodern yang ditelaah dalam tulisan ini adalah Derrida.
Posmodernisme ingin menyadarkan bahwa realitas itu bersifat kompleks. Pendidikan
posmodern bertolak dari paradigma bahwa Kenyatan itu dibangun di atas realitas yang
kompleks, sehingga pendidikan multikultural lebih relevan dengan paradigma posmodern
tersebut. Kebinekaan (pluralis-multikultural) merupakan unsur yang perlu dipertimbangkan
dalam implementasi pendidikan dewasa ini, sehingga pendidikan itu sesuai dengan latar
belakang budaya yang melandasinya. Namun, posmodernisme tidak bertendensi untuk menjadi
sebuah filsafat pendidikan baru.
Pendidikan mengenai kesadaran tentang menghargai keberagaman budaya merupakan
hal penting yang harus diberikan dimulai dari usia dini, yaitu tepatnya kepada para remaja.
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescere) (kata bendanya,
adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”.
Istilah adolescence, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional,
sosial, dan fisik. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa remaja
merupakan masa transisi dimana tumbuh dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa
remaja juga dapat dikatakan sebagai periode peralihan. Peralihan tidak berarti terputus dengan
atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah
peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya.

2.2 Pascamodernisme

Pascamodernisme (Postmodernism) berarti berkenaan dengan keadaan sesudah


modernisme, Jean-Francois Lyotard adalah orang yang memperkenalkan postmodernisme
dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan di tahun 1970-an dalam bukunya yang berjudul
“The Postmodern Condition: A Report on Knowledge”. Dia mengartikan postmodernisme
sebagai segala kritik atas pengetahuan universal, atas tradisi metafisik, fondasionalisme
maupun atas modernism.

3
Menurut beberapa para ahli yang lainnya, seperti Louis Leahy, postmodernisme adalah
suatu pergerakan ide yang menggantikan ide- ide zaman modern. Menurut Emanuel,
postmodernisme adalah keseluruhan usaha yang bermaksud merevisi kembali paradigma
modern. Sedangkan menurut Ghazali dan Effendi, postmodernisme mengoreksi modernisme
yang tidak terkendali yang telah muncul sebelumnya.

Maka dapat disimpulkan bahwa postmodernisme merupakan suatu ide baru yang
menolak atau pun yang termasuk dari pengembangan suatu ide yang telah ada tentang teori
pemikiran masa sebelumnya yaitu paham modernisme yang mencoba untuk memberikan
kritikan-kritikan terhadap modernisme yang dianggap telah gagal dan bertanggung jawab
terhadap kehancuran martabat manusia; ia merupakan pergeseran ilmu pengetahuan dari ide-
ide modern menuju pada suatu ide yang baru yang dibawa oleh postmodernisme itu sendiri.

A. Lahirnya Postmodernisme

Munculnya postmodernisme tidak dapat dilepaskan dari modernisme itu sendiri. Kata
modernisme mengandung makna serba maju, gemerlap, dan progresif. Modernisme selalu
menjanjikan pada kita untuk membawa pada perubahan ke dunia yang lebih mapan di mana
semua kebutuhan akan dapat terpenuhi. Rasionalitas akan membantu kita menghadapi mitos-
mitos dan keyakinan-keyakinan tradisional yang tak berdasar, yang membuat manusia tak
berdaya dalam menghadapi dunia ini.1

Namun demikian, modernisme memiliki sisi gelap yang menyebabkan kehidupan


manusia kehilangan diorientasi. Apa yang dikatakan oleh Max Horkheimer, Ardono, dan
Herbert Marcuse bahwa pencerahan tersebut melahirkan sebuah penindasan dan dominasi
disamping juga melahirkan kemajuan. Modernisme, menurut Anthony Giddens, menimbulkan
berkembangbiaknya petaka bagi umat manusia. Pertama, penggunaan kekerasan dalam
menyelesaikan sengketa. Kedua, penindasan oleh yang kuat atas yang lemah. Ketiga,
ketimpangan sosial yang kian parah. Keempat, kerusakan hidup yang kian menghawatirkan.

Tumbangnya modernisme dan munculnya postmodernisme dapat kita ketahui dari


pemikiran filsafatnya Soren Kierkegaard (1813-1855), sebagaimana dikutip oleh Ali Maksum,
yang menentang rekonstruksi-rekonstruksi rasional dan masuk akal yang menentukan

1
Yusuf Zainal Abidin, Beni Ahmad Saebani Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia, Pustaka
Setia,Bandung, 2014,hlm. 75

4
keabsahan kebenaran ilmu. Sesuatu itu dikatakan benar ketika sesuai dengan konsensus atau
aturan yang berlaku di dunia modern, yaitu rasional dan objektif. Namun tidak dengan
Kierkegaard, dia berpendapat bahwa kebenaran itu bersifat subjektif. Truth is subjectivity,
artinya bahwa pendapat tentang kebenaran subjektif itu menekankan pentingnya pengalaman
yang dialami oleh seorang individu yang dianggapnya relatif.

Gejala Postmodernisme yang merambah ke berbagai bidang kehidupan tersebut yang


didalamnya termasuk ilmu pengetahuan merupakan suatu reaksi terhadap gerakan modernisme
yang dinilainya mengalami kegagalan. Modernisme yang berkembang dengan ditandai oleh
adanya rasionalisme, materialisme, dan kapitalisme yang didukung dengan perkembangan
teknologi serta sains menimbulkan disorientasi moral keagamaan dengan runtuhnya martabat
manusia.

Atas latar belakang itulah, para tokoh dan pemikir postmodernisme menghadirkan
sebuah gagasan baru yang disebut dengan postmodernisme dalam rangka melakukan
dekonstruksi paradigma terhadap berbagai bidang keilmuan, sebagai sebuah upaya untuk
mengoreksi atau membuat dan bahkan menemukan paradigma yang baru. Postmodernisme
seperti yang dikatakan oleh Derrida dan Lyotard, merupakan anti tesis dari modernisme.
Hampir semua istilah yang diajukan oleh postmodernisme adalah antonimasi modernisme.
Kelahiran postmodernisme membuat istilah baru dan mengakibatkan perbedaan dengan paham
modernisme.

Berikut ini adalah ciri-ciri dari postmodernisme, adalah :

• Desentralisasi • Budaya Rendah

• Anarki • Pertarungan Etnis

• Pasca-Industri •. Dekonstruksi

• Paradigma • Sub-Kultur

• Kekuatan Bersama •. Nihilisme

• Sekte-sekte •. Budaya Rendah

• Delegitimasi

B. Kelebihan dan Kelemahan Postmodernisme

5
Kelebihan postmodernisme antara lain :

• Perspektif postmodernisme dapat membuat kita peka terhadap kemungkinan bahwa


wacana besar positif, prinsip-prinsip etika positif, dapat diputar dan dipakai untuk
menindas manusia.
• Martabat manusia harus dijunjung tinggi, seperti kebebasan adalah nilai tinggi, tetapi
bisa saja terjadi bahwa nama kebebasan sekelompok orang mau ditiadakan.2

Postmodernisme ikut membuat kita sadar, sebuah kesadaran bahwa semua cerita besar perlu
dicurigai, perlu diwaspadai agar tidak menjelma rezim totalitarianisme yang hanya mau
mendengarkan suara diri sendiri dan mengharuskan suara-suara yang berbeda dari luar.
Menurut Franz Dahler, postmodernisme memiliki segi positif, yaitu keterbukaan untuk
kebhinekaan masyarakat, untuk toleransi, perlawanan terhadap monopoli, dominan agama,
aliran dan ideologi tertentu, hingga menguntungkan demokrasi.

2.3 Konflik Sosial Budaya

Konflik sosial adalah suatu hubungan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok
yang diikuti tindakan saling mengancam dan melakukan kekerasan antara satu dengan yang
lainnya. Selain itu, masih ada beberapa pengertian lain tentang konflik sosial. Konflik sosial
berasal dari bahasa latin 'configere', yang berarti saling memukul. Sementara secara sosiologis,
konflik sosial dapat diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih berusaha
menghancurkan pihak lain dengan jalan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya. Tak
bisa dipungkiri, konflik sosial merupakan sesuatu hal yang sudah melekat dalam kehidupan
bermasyarakat. Ada beberapa penyebab munculnya konflik sosial. Munculnya konflik sosial
umumnya karena perbedaan antarindividu maupun kelompok. Baik itu perbedaan pendapat,
penampilan, ras, ideologi, budaya, dan perbedaan lain :

A. Penyebab Konflik Sosial

• Perbedaan antarindividu
• Perbedaan kepentingan
• Perbedaan kebudayaan

2
T.O. Ihromi, Pokok-pokok Antropoli Budaya, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2019, hlm.18.

6
• Perubahan sosial

B. Bentuk-Bentuk Konflik Sosial

• Konflik individu dengan individu


• Konflik antarnegara
• Konflik antarrasial
• Konflik antarkelas sosial
• Konflik antarkelompok sosial
• Konflik internal individu
• Konflik antargenerasi
• Konflik yang bersifat deskruktif dan konstruktif
• Konflik berdasarkan aktivitas manusia di dalam masyarakat.

2.4 Karakteristik Masyarakat Majemuk Di Indonesia

Ada yang menarik dari pandangan furnival (1948) terkait masyarakat majemuk.
Masyarakat majemuk adalah adalah masyarakat yang memiliki dua atau lebih tatanan sosial
yang saling berdampingan, tanpa menyatu dalams atu unit politik. Bisa juga karena masyarakat
dipersatukan oleh masyarakat suku bangsa oleh sistem nasional yang disatukan oleh aturan
paksa

A. Ciri-Ciri Masyarakat Majemuk

Jika dibandingkan dengan Negara lain yang memiliki masyarakat majemuk. Indonesia
salah satu Negara yang cukup menarik perhatian. Karena nilai-nilai toleransi dan demokrasi
yang masih bisa berjalan. Terlepas dari itu semua, ada beberapa ciri masyarakat majemuk,
sebagai berikut :

• Masyarakat memiliki kelompok sosial yang saling terhubung dan mereka memiliki ci
khas budaya yang berbeda-beda.
• Memiliki lembaga sosial yang saling bergantung satu dengan yang lain, karena
perbedaan yang ada justru saling melengkapi.
• kurang maksimal dalam mengembangkan konsensus antar para anggota masyarakat
yang bersifat dasar

7
• Karena perbedaan budaya yang cukup banyak dan mencolok, maka potensi terjadinya
gesekan dan konflik antar kelompok lebih tinggi.
• Melahirkan integrasi sosial antar kelompok sosial yang muncul dari satu orang
dengan orang lain
• Melahirkan kekuasaan politik yang atas kelompok lain.

B. Contoh Masyarakat Majemuk

• Segi Keagamaan

Dari segi keagamaan, Indonesia mengesah ada lima agama yang dapat dianut oleh
masyarakat. Misalnya, keberadaan masyarakat muslim dengan masyarakat yang menganut
agama kristiani. Ketika Umat muslim ada yang meninggal, tetangga dari kristiani ikut
membantu. Begitupun sebaliknya. Saat umat kristiani sedang memiliki acara, umat muslim
juga membantu mengamankan parkir atau mengatur jalanan menuju lokasi. Adapun contoh
lain dalam hal keyakinan. Misalnya, aturan penganut muslim dilarang makan makanan haram
seperti babi. Maka, non muslim yang tinggal di Indonesia memaklumi label halal bentuk
kehati-hatian dalam memilih makanan bagi muslim. Sementara itu, jika ada non muslim ingin
mengkonsumsi babi tetap dipersilahkan, dan umat muslim pun memaklumi. Karena sikap
toleransi inilah yang menjadikan NKRI menjadi negara yang memiliki masyarakat majemuk
yang tetap damai.3

• Kebudayaan

Contoh masyarakat majemuk juga dapat dilihat dari corak budaya di Indonesia yang sangat
beragam. Mulai ada budaya etnis tionghoa, ada juga budaya masyarakat yang bersifat
monumental. Misal budaya selapanan, budaya 40 hari untuk orang yang sudah meninggal dan
masih budaya lain yang tidakdapat disebutkan satu persatu.

2.5 Struktur Masyarakat Majemuk dan Integrasi Nasional

A. Struktur Masyarakat Majemuk

3
JS Furnivall, Netherlands India: A Study of Plural Economy, Cambridge at The University Press, 2019, hal 446-
469

8
Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang unik, yaitu secara
horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-
perbedaan sukubangsa, agama, adat, serta perbedaan-perbedaan kedaerahan. Sedangkan secara
vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan antara
lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Perbedaan-perbedaan sukubangsa, agama,
adat, dan kedaerahan seringkali disebut sebagai ciri masyarakat Indonesia yang bersifat
majemuk, suatu istilah yang mula-mula dikenalkan oleh Furnivall untuk menggambarkan
masyarakat Indonesia pada masa Hindia Belanda. Konsep masyarakat majemuk sebagaimana
yang digunakan oleh ahli-ahli ilmu kemasyarakatan dewasa ini memang merupakan perluasan
dari konsep Furnivall tersebut.

Masyarakat Indonesia pada masa Hindia Belanda, demikianlah menurut Furnivall,


merupakan suatu masyarakat majemuk (plural society), yakni suatu masyarakat yang terdiri
atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di
dalam kesatuan politik. Dengan cara yang lebih singkat, Pierre L. van den Berghe menyebutkan
beberapa karakteristik masyarakat majemuk, sebagai berikut :

• Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang seringkali memiliki


subkebudayaan yang berbeda satu sama lain,
• Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat
nonkomplementer,
• Kurang mampu mengembangkan konsensus di antara para anggota-anggotanya
terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar,
• Secara relatif sering kali mengalami konflik-konflik di antara kelompok yang satu
dengan kelompok yang lain,
• Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling
ketergantungan di dalam bidang ekonomi, serta
• Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain

B. Integrasi Nasional

Sesudah revolusi kemerdekaan, konflik di antara golongan-golongan di dalam masyarakat


Indonesia berubah menjadi tidak bersifat eksklusif lagi. Perbedaan sukubangsa, yang pada
masa penjajahan lebih merupakan perbedaan ras, tidak lagi jatuh berhimpitan dengan
perbedaan-perbedaan agama, daerah, dan pelapisan sosial. Perbedaan antara sukubangsa Jawa

9
dan luar Jawa tidaklah dengan sendirinya merupakan perbedaan antara golongan Islam Santri,
golongan Abangan, dan golongan Kristen. Mereka yang berasal dari sukubangsa-sukubangsa
berbeda-beda dapat bersama-sama menjadi anggota dari suatu golongan agama yang sama,
demikian juga sebaliknya. Struktur demikian, menurut Peter M. Blau disebut struktur sosial
yang mengalami interseksi (intersection social structure), yang fungsinya positif atau
mendukung terciptanya integrasi sosial. Berbeda dengan struktur sosial yang berhimpitan yang
disebut consolidated social structure (struktur sosial terkonsolidasi) yang menghambat
terciptanya integrasi social. Terciptanya integrasi sosial/nasional dalam masyarakat majemuk
dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:

• Struktur sosialnya, apakah mengalami interseksi atau konsolidasi,


• Faham atau ideologi, yang berkembang dalam masyarakat apakah ethnosentrisme,
primordialisme, aliran, sektarianisme, dan lain-lain, ataukah faham relativisme
kebudayaan,
• Apakah dapat berlangsung koalisi lintas-etnis/kelompok,
• Apakah dapat membangun konsensus tentang nilai dasar,
• Apakah berlangsung proses-proses menuju akulturasi budaya majemuk,
• Adakah dalam masyarakat tersebut kelompok dominan, atau
• Apakah di antara kelompok-kelompok yang ada terdapat saling ketergantungan,
terutama di bidang ekonomi.4

Struktur sosial yang bersifat intersected, berkembangnya faham relativisme kebudayaan,


koalisi lintas-etnis, konsensus tentang nilai dasar, akulturasi budaya majemuk, dan adanya
kelompok dominan merupakan faktor-faktor yang mendorong berlangsungnya integrasi sosial
dalam masyarakat majemuk.

4
Sarlito W. Sarwono, Sosiologi Lintas Budaya, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hlm. 3.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pascamodernisme (Postmodernism) berarti berkenaan dengan keadaan sesudah


modernisme, Jean-Francois Lyotard adalah orang yang memperkenalkan postmodernisme
dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan di tahun 1970-an dalam bukunya yang berjudul
“The Postmodern Condition: A Report on Knowledge”. Memiliki keterkaitan dengan konflik
sosial yaitu suatu hubungan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok yang diikuti
tindakan saling mengancam dan melakukan kekerasan antara satu dengan yang lainnya.

Masyarakat majemuk adalah adalah masyarakat yang memiliki dua atau lebih tatanan
sosial yang saling berdampingan, tanpa menyatu dalams atu unit politik. Bisa juga karena
masyarakat dipersatukan oleh masyarakat suku bangsa oleh sistem nasional yang disatukan
oleh aturan paksa,sebagai salah satu contoh karakternya memiliki kelompok sosial yang saling
terhubung dan mereka memiliki ciri khas budaya yang berbeda-beda.

Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang unik, yaitu secara
horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-
perbedaan sukubangsa, agama, adat, serta perbedaan-perbedaan kedaerahan. Struktur
demikian, menurut Peter M. Blau disebut struktur sosial yang mengalami interseksi
(intersection social structure), yang fungsinya positif atau mendukung terciptanya integrasi
sosial. Berbeda dengan struktur sosial yang berhimpitan yang disebut consolidated social
structure (struktur sosial terkonsolidasi) yang menghambat terciptanya integrasi social.
Terciptanya integrasi sosial/nasional dalam masyarakat majemuk dipengaruhi oleh beberapa
hal.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ornstein, A.C. and Levine, D.U. Foundations of Educations, 10th Edition. Boston & NY;
Houghton Mifflin Company, 2014. (Chapter 6: Philosophical Roots of Education, pp.
159-198)

Jurnal Filsafat, ISSN: 0853-1870 (p); 2528-6811(e) Vol. 28, No. 1 (2018), p. 25-46, doi:
10.22146/jf.33296

JS Furnivall, Netherlands India: A Study of Plural Economy, Cambridge at The University Press, 2015,

Abdullah. 2020. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Damsar. 2016. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Hasabullah.

12

Anda mungkin juga menyukai