Anda di halaman 1dari 23

KONSEP ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

(Guna memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Sosial Budaya Dasar)

Dosen Pengampu :
Drs. Herry Sugiri, M.Kes

Penyusun :
P17324422028 Indah Puspita
P17324422029 Ivy Cahya Ramadhany
P17324422030 Jasmine Rengganis Mulyadi
P17324422031 Kamila Hafsha
P17324422032 Karina Martiana
P17324422033 Khasna Ar Rafa' Pembayun
P17324422034 Khoerunisa
P17324422035 Lany Maharani Alawiyah
P17324422036 Lia Rahmawati

Kelas :
Tingkat 1 A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG


PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Konsep Ilmu Sosial dan Budaya Dasar” meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada bapak Drs. Herry Sugiri, M.Kes
selaku Dosen Pengampu mata kuliah Sosial Budaya Dasar yang telah memberikan tugas
ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai konsep dasar dalam social
budaya yang terjadi di sekitar. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat
di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya dan dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Karawang, 9 Januari 2022

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………...………….…………………………………………...…2

Daftar Isi…………………….………………..………..………………………...…...….3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…...……………………………………...……………….…...….4

1.2 Rumusan Masalah………………….………………………….……………....…5

1.3 Tujuan…………..…..………………………………………….………….……..6

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Ilmu Sosial Budaya Dasar…………………………..…………....


….7

2.2 Ruang Lingkup Sosial Budaya Dasar…...……………………..……….………….…


8

2.3 Pengertian Ilmu Sosial Budaya Dasar……………......................……..………..……


9

2.4 Pengertian Kebudayaan……………………….………………………………..


…...10

2.5 Konsep Kebudayaan……………………………………….


………………………..11

2.6 Proses Terjadinya Perubahan Kebudayaan…………………………………………15

2.7 Penyebab Timbulnya kebudayaan………………………………………………….17

2.8 Makna Kelompok Sosial……………………………………………………………


19

2.9 Bentuk-Bentuk Kelompok


Sosial…………………………………………………...20

3
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………...….22

3.2 Saran………………………………………………..………………...…………….22

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..…....23

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Secara sederhana Ilmu Budaya Dasar adalah pengetahuan yang diharapkan
dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-
konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan
kebudayaan. Istilah Ilmu Budaya Dasar dikembangkan pertama kali di
Indonesia sebagai pengganti istilah basic humanitiesm yang berasal dari istilah
bahasa inggris “The Humanities”. Adapun istilah humanities itu sendiri berasal
dari bahasa latin humnus yang artinya manusia, berbudaya dan halus. Dengan
mempelajari the humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih
manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Dengan demikian bisa dikatakan
bahwa the humanities berkaitan dengan nilai-nilai manusia sebagai homo
humanus atau manusia berbudaya. Agar manusia menjadi humanus, mereka
harus mempelajari ilmu yaitu the humanities disamping itu tidak meninggalkan
tanggung jawabnya yang lain sebagai manusia itu sendiri. Prof Dr.Harsya
Bactiar mengemukakan bahwa ilmu dan pengetahuan dikelompokkan dalam
tiga kelompok besar yaitu :
 Ilmu-ilmu Alamiah (natural scince)
Ilmu-ilmu alamiah bertujuan mengetahui keteraturan-keteraturan yang
terdapat dalam alam semesta. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode
ilmiah. Caranya ialah dengan menentukan hukum yang berlaku mengenai

4
keteraturan-keteraturan itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan suatu
kualitas.
Ilmu-ilmu sosial (social scince) Ilmu-ilmu sosial bertujuan untuk
mengkaji keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam hubungan antara
manusia. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah sebagai
pinjaman dari ilmu-ilmu alamiah.
 Ilmu kebudayaan (science culture)
Di dunia ini banyak sekali Negara dan juga rakyatnya dengan berbagai
macam suku dan budaya disetiap suku atau etnic mempunyai perbedaan dan
juga ciri khas yang bisa kita membedakannya dari mulai pakaiannya, tutur
bahasanya, dan juga norma-norma kehidupannya sehingga dari situ lah kita
bisa menyimpulkan bahwa ilmu kebudayaan adalah ilmu yang mempelajari
tentang suatu norma asas di setiap wilayah diberbagai Negara, tidak semua
kebudayaan itu sama dan juga tidak lain pula dinegara satu mudah
menerima kedatangan buadaya yang berasal dari Negara lain contoh: di
bagian Negara barat boleh memakai pakaian yang terbuka akan tetapi
dinegara Indonesia yang mayoritas negaranya mempunyai kepercayaan
muslim sangat sulit menerima keadaan seperti itu.
Dan pada dasarnya kita juga berbicara mengenai kemajemukan tradisi
masyarakat. Artinya, tradisi mengacu pada suatu system nilai, system makna
dan system tingkah laku. Pada dasarnya kebudayaan berkebutuhan ganda. Pada
satu pihak tiap kebudayan akan mempertahankan diri, sementara di pihak lain
kebudayaan juga memerlukan perubahan. Sebagai sebuah kepribadian dan
identitas kolektif, kebudayaan tidak pernah tertutup, melainkan terbuka,
dinamis, dan sanggup menerima dan mencerna perubahan dan perkembangan
secara kreatif, khas, sesuai dengan nilai-nilai yang mendasari tingkah laku
komunitas pendukungnya. Mengikuti pandangan Soedjatmoko (dalam Kleden,
1984; xix), dengan konsep otonomi dan kebebasan, kebudayaan sebagai
otonomi beraspek statis, bertahan terhadap perubahan; sedangkan kebudayaan
sebagai kebebasan beraspek dinamis, mendorong perubahan.

1.2. RUMUSAN MASALAH

5
Berdasarkan pada Latar Belakang masalah di atas, Penyusun menyimpulkan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1) Apa itu latar belakang social budaya dasar?
2) Apa saja ruang lingkup ilmu social budaya dasar?
3) Apa pengertian ilmu social budaya dasar?
4) Apa pengertian kebudayaan?
5) Bagaimana konsep kebudayaan?
6) Bagaimana proses terjadinya perubahan kebudayaan?
7) Bagaimana proses timbulnya kebudayaan?
8) Apa yang dimaksud dengan kelompok social?
9) Apa saja bentuk-bentuk kelompok social?

1.3. TUJUAN
1) Untuk mengetahui latar belakang terjadinya social budaya dasar
2) Untuk mengetahui ruang lingkup ilmu social budaya dasar.
3) Untuk mengetahui ilmu social budaya dasar.
4) Untuk mengetahui makna dari kebudayaan.
5) Untuk mengetahui konsep dari kebudayaan.
6) Untuk mengetahui proses terjadinya perubahan kebudayaan.
7) Untuk mengetahui penyebab timbulnya kebudayaan.
8) Untuk mengetahui makna dari kelompok social.
9) Untuk mengetahui bentuk-bentuk kelompok social.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Latar Belakang Ilmu Sosial Budaya Dasar


Ada empat landasan yang melatarbelakangi pentingnya dalam mempelajari,
sebagai berikut:
a. Landasan historis
Beberapa landasan historis terbentuknya ilmu sosial budaya dasar, yakni:
 Nenek moyang Indonesia beragama terbukti dengan peninggalan sejarah.
 Memiliki warisan budaya dan peradaban tinggi
 Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah, cinta damai,
toleran, dan bergotong royong.
b. Landasan filosofis
Landasan filosofis ilmu sosial budaya dasar, sebagai berikut:
 Bangsa Indonesia memiliki flasafah hidup Pancasila
 Ketuhanan Yang Maha Esa
 Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
 Persatuan Indonesia
 Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusayawaratan Perwakilan
 Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
c. Konteks karakter bangsa
Ada dua konteks karakter bangsa, yakni:
 UUD 45 Pasal 30,31
 UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
d. Landasan pendagogis
 Beberapa landasan pendagogis untuk ilmu sosial budaya dasar, yaitu:
 Mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya, diperlukan suatu proses
secara rencana, terus-menerus dan berkesinambungan.
 Kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat perlu adanya
pewarisan pengetahuan, nilai religi, dan sosial budaya.

7
 Dalam pergaulan global, perlu mempertahankan jati diri sebagai bangsa
yang beragama, berdaulat, dan bermartabat.

2.2 Ruang Lingkup Sosial Budaya Dasar


Dalam kajian tentang ilmu sosial budaya dasar memuat beberapa ruang
lingkup, antara lain;
 Masalah Sosial Terkait Kebudayaan
Biasanya berbagai masalah sosial yang terjadi dalam kebudayaan ini
dapat dilakukan dalam bentuk masa kini dan sejarahnya dari tiga perspektif
yang berbeda, namun saling melengkapi, yaitu dari sudut pandang
antropologi, cerita rakyat, dan sosiologi. Pendekatan dalam kajian tersebut
berupa untuk menyelarasakan kebudayaan yang ada dengan berbagai
masalah yang timbul.
 Perbedaan Golongan dan Kesatuan dalam Masyarakat
Perspektif sosial budaya atau yang dikenal dengan sosiokultural juga
dapat membantu menjelaskan bagaimana perilaku serupa dapat
diinterpretasikan secara berbeda dalam dua budaya. Kajian seperti ini
misalnya dapat dilihat dari Negara Jepang adalah negara kepulauan kecil
dengan populasi yang sangat besar. Kondisi tersebut turut membentuk
perilaku masyarakat di Jepang. Pekerja yang dipekerjakan di sistem kereta
umum mungkin memiliki tugas untuk mendorong penumpang ke dalam
kereta yang padat sehingga pintu dapat ditutup tanpa membuat penumpang
terjebak di pintu. Karena hanya ada sedikit ruang di kereta, orang Jepang
yang didorong ke dalam kereta sering berterima kasih kepada karyawan
yang mendorongnya! Mereka memahami bahwa karyawan kereta membantu
mereka.
Jika kita yakin seorang komuter di New York City akan merespons
secara berbeda saat didorong ke kereta bawah tanah, kita menggunakan
perspektif sosiokultural untuk memahami perilaku. Sangat mudah untuk
melihat bagaimana lensa budaya memberi kita pandangan berbeda tentang
perilaku serupa.

8
2.3. Pengertian Ilmu Sosial Budaya Dasar
Kajian yang ada dalam pendekatan ilmu sosial budaya dasar yaitu aktivitas
manusia, ilmu sosial serta ilmu budaya. Aktivitas yang dilakukan oleh individu
selalu memerlukan timbal balik atau respon dari individu lain. Hal ini
memberikan gambaran bahwa manusia merupakan mahkluk sosial yang akan
dan selalu berinteraksi dengan sesama makhluk hidup lain dan juga alam.
Selain aktivitas manusia yang mencerminkan manusia adalah makhluk sosial,
terdapat pula ilmu sosial dan ilmu budaya.
Ilmu sosial dan ilmu budaya pada ilmu sosial budaya dasar memberikan
petunjuk-petunjuk akan tujuan ilmu sosial dan ilmu budaya. Selain itu, ilmu
sosial dan ilmu budaya juga dapat memberikan pengaruh terhadap
perkembangan pengetahuan dan kebudayaan. Berdasarkan uraian diatas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa kajian ISBD mencakup masalah sosial dan masalah
budaya serta keberadaan manusia sebagai subjek bagi masalah tersebut.
Manusia diharapkan dapat mememiliki wawasan sosial, menumbuhkan
kepekaan dan empati pada masalah sosial serta mencari pemecahannya.
ISD meliputi dua kelompok utama : studi manusia dan masyarakat dan studi
lembaga sosial. Yg terutama terdiri atas psikologi, sosiologi, dan antropologi,
sedang yg kemudian terdiri atas ekonomi dan politik. Sasaran STUDI ISD
adalah aspek2 yg paling dasar yg ada dalam kehidupan manusia sebagai
makhluk sosial dan masalah2 yg terwujud dari padanya IBD adalah
pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan
pengertian umum tentang konsep-konsep yang diekembangkan untuk mengkaji
masalah- masalah manusia dan kebudayaan. Istilah IBD dikembangkan petama
kali di Indonesia sebagai pengganti istilah basic humanitiesm yang berasal dari
istilah bahasa Inggris “the Humanities”. Adapun istilah humanities itu sendiri
berasal dari bahasa latin humnus yang astinya manusia, berbudaya dan halus.
Dengan mempelajari th humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi
lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Dengan mempelajari the
humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih

9
berbudaya dan lebih halus. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa the
humanities berkaitan dengan nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau
manusia berbudaya. Agar manusia menjadi humanus, mereka harus
mempelajari ilmu yaitu the humanities disamping tidak meninggalkan
tanggungjawabnya yang lain sebagai manusia itu sendiri.

2.4. Pengertian Kebudayaan


Budaya adalah suatu hal yang merupakan bagian dari adat-istiadat yang
telah menjadi kebiasaan oleh masyarakat. Dalam ilmu sosial budaya dasar
mempelajari mengenai hal-hal dasar yang dilakukan manusia sebagai mahkluk
sosial dengan berlandasakan adat-istiadat yang telah ada di masyarakat. Ilmu
sosial budaya dasar juga memfokuskan pada pengetahuan dasar sosial budaya
untuk mendalami masalah-masalah sosial dan budaya. Ilmu sosial dan budaya
dasar berbeda dengan pengetahuan budaya. Ilmu budaya dasar dalam bahasa
Inggris disebut basic humanities. Pengetahuan budaya dalam bahas inggris
disebut dengan istilah the humanities. Pengetahuan budaya mengkaji masalah
nilai-nilai manusia sebagai mahluk berbudaya (homo humanus). Sedangkan
ilmu sosial dan budaya dasar bukan hanya ilmu tentang budaya, melainkan
mengenai pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep
yang dikembangkan untuk mengkaji masalah- masalah sosial manusia dan
kebudayaannya.
Menurut Lewis, budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem
agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan
karya seni. Ilmu sosial budaya dasar dapat diartikan sebagai integrasi ISBD dan
IBD yang memberikan dasar - dasar pengetahuan sosial dan konsep - konsep
budaya kepada manusia sehingga mampu mengkaji masalah sosial dan budaya
secara arif. ISBD sebagai kajian masalah sosial, kemanusiaan dan budaya
sekaligus pula memberi dasar yang bersumber dari dasar - dasar ilmu sosial
yang terintregasi. ISBD bukanlah suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri,
melainkan hanyalah suatu pengetahuan mengenai aspek - aspek yang paling

10
dasar yang ada dalam kehidupan manusia sebagai mahluk social yang
berbudaya, dan masalah-masalah yang terwujud dari padanya.
2.5. Konsep Kebudayaan
Koentjaraningrat (1986:180) mendefinisikan kebudayaan adalah
keseluruhan sistim gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.
Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan dengan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan
benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa,
organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang semuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Tantangan masa kini adalah menemukan cara untuk mempertajam konsep
“budaya”, sedemikian rupa, sehingga konsep itu mempunyai cakupan terdiri
atas bagian-bagian yang lebih sedikit tetapi mengungkapkan hal yang lebih
banyak. Seperti dikatakan oleh Geertz, “pemotongan konsep budaya ke dalam
satu konsep yang tajam, mengkhusus, dan secara teoritis lebih kuat adalah satu
tema besar dalam perteorian antropologi modern”. Dalam pandangan ini,
secara tersirat terlihat satu asumsi yang dimiliki oleh hampir keseluruhan dari
kita. Konsep budaya (culture) tidak punya satu arti yang benar, dikeramatkan
dan tak pernah habis kita coba temukan. Dalam konsep kebudayaan, dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu kebudayaan sebagai sistem adaptif dan kebudayaan
sebagai sistem ideasional :
a. Kebudayaan Sebagai Sistem Adaptif
Satu perkembangan penting dalam teori kultural berasal dari aliran yang
meninjau kebudayaan dari sudut pandangan evolusionari. Kebudayaan
sebagai sistem adaptif merupakan evolusi kebudayaan. Satu jembatan antara
kajian-kajian tentang evolusi makhluk hominid (seperti Aus- tralopithecus
dan Pithecanthropus) dan kajian-kajian tentang kehidupan sosial manusia
telah membawa kita kepada pandangan yang lebih jelas bahwa pola bentuk

11
biologis tubuh manusia adalah “open ended”, dan mengakui bahwa cara
penyempurnaan dan penyesuaiannya melalui proses pembelajaran kultural
(cultural learning) memungkinkan manusia untuk membentuk dan
mengembangkan kehidupan dalam lingkungan ekologi tertentu.Penerapan
satu model evolusionari seleksi-alam atas dasar biologis terhadap bangunan
kultural telah membuat ahliahli antropologi bertanya dengan kearifan yang
makin tinggi tentang cara bagaimana komuniti manusia mengembangkan
pola-pola kultural tertentu.
Menurut Keesing, Pertama setiap pemikiran kebudayaan sebagai sistem
adaptif bahwa apabila kita menguliti lapisan konvensi kultural maka pada
akhirnya kita akan menemukan Primal man dan keadaan manusia yang
bugil di dasarnya, merupakan pemikiran yang steril dan berbahaya. Kita
memerlukan satu model interaksional yang kompleks, bukan satu lapisan
yang sederhana seperti itu. Jadi yang dimaksud oleh Keesing ialah dalam
meneliti tentang suatu budaya diperlukan pemikiran yang sangat serius tidak
bisa diungkapan dengan biasa – biasa saja dan sederhana sekali, apabila kita
mencoba untuk meneliti dan mengamati secara lebih dalam maka yang kita
dapatkan ialah sesuatu yang murni, oleh itu dikatakan olehnya “merupakan
pemikiran yang steril dan berbahaya”. Kebudayaan itu bersifat dinamis
namun sangat berhati – hati dalam menentukan proses selanjutnya.
Kedua, baik determinisme ekologis maupun determinisme kultural
sekarang dapat didukung oleh kepercayaan dan ideologi, tetapi tidak oleh
ilmu pengetahuan yang arif bijaksana. Pemahaman kita tentang apa yang
membuat makhluk manusia jadi “manusia” dan bagaimana budaya
berevolusi tidak ayal lagi akan terbuka dan berubah secara mengagumkan
dalam beberapa tahun yang akan datang. Dari sudut pandang teori kultural,
perkembangan penting telah muncul dari pendekatan evolusionari/ekologis
terhadap budaya sebagai sistem adaptif. Kebudayaan sebagai sistem adaptif
merupakan kebudayaan yang hubunganya antara manusia dengan alam,di
dalam kebudayaannya terdapat penyesuaian atau adaptasi terhadap seleksi
alam. Sistem atau kebudayaan yang menghubungkan manusia dengan

12
lingkungan ekologi. Kompenen sistem adaptif mempunyai konsep adaptif
dalam kebudayaan.
b. Teori-Teori Ideasional Mengenai Budaya :
Berlawanan dengan ahli teori adaptasi tentang budaya, yang
beranekaragam adalah sejumlah ahli teori yang melihat budaya sebagai
sistem ideasional. Teori ini adalah teori yang dipegang oleh Keesing dalam
setiap materinya ia menyebutkan tentang Ideasional yaitu budaya berperan
sebagai sistem ide (gagasan), dan teori ini bertolak dengan ahli teori
adaptasi tentang budaya. Ia membedakan tiga cara yang khas dalam
mendekati budaya sebagai sistem ide (gagasan), yaitu sebagai berikut :
 Budaya Sebagai Sistem Kognitif
Maksudnya ialah budaya itu sebagai pengetahuan (cognitif). Jadi budaya
bukan sekedar untuk hiasan saja dalam kehidupan seseorang, tetapi
dengan mempelajari budaya, kita juga turut mempelajari suatu
pengetahuan. Oleh karena itu Keesing mengatakan bahwa budaya tidak
didukung oleh ilmu pengetahuan yang arif bijaksana sebab dengan
kebudayaan itulah kita mempelajari suatu ilmu pengetahuan yang arif
bijaksana itu. Kebudayaan terdiri atas segala sesuatu yang hrus diketahui
atau dipercayai seseorang agar dia dapat berperilaku dalam cara yang
dapat diterima oleh anggota-anggota masyarakat. Menurut Good enough
Budaya adalah bentuk ha-hal yang ada dalam pikiran(mind) manusia,
model-model yang dipunyai manusia unutk menerima, menghubungkan,
dan kemudian menafsirkan suatu fenomena. Dengan konsep yang seperti
ini, bahasa adalah satu subsistem dari budaya, dan peneliti antropologi
kognitif berharap bahwa metode-metode dan model-model linguistik juga
memadai untuk digunakan oleh bidang budaya yang lain. Budaya secara
epistemologi berada dalam ranah yang sama dengan bahasa. Metode-
metode dan model-model linguistik yang relevan digunakan.
 Budaya Sebagai Sistem Struktural
Yang mempengaruhi susunan atau tatanan yang terpola secara kultural
ialah pikiran (mind). Struktur pemikiran – pemikiran yang meliputi
tentang bahasa, adat istiadat yang berbeda antara masyarakat itu

13
dipandang sebagai “Budaya”, yaitu bersifat universal yang semua
masyarakat di dunia ini mempunyai kebudayaan tersebut, dari pada
“sistem budaya” yang bersifat lokal. Oleh karena itu setiap budaya pada
masing – masing masyarakat berbeda di seluruh dunia karena pikiran
mereka yang menyebabkan kebudayaan itu berbeda satu sama lain.
Menurut Levi-Strauss memandang budaya sebagai sistem simbolik yang
dimiliki bersama dan merupakan ciptaan pikiran secara kumulatif.
 Budaya Sebagai Sistem Simbolik
Kebudayaan adalah dengan cara memandang kebudayaan – kebudayaan
sebagai sistem makna dan simbol yang dimiliki bersama. Kebudayaan itu
tidak dimiliki individu namun dimiliki bersama oleh suatu masyarakat.
Clifford Geertz menganggap pandangannya tentang budaya adalah
semiotik. Mempelajari budaya adalah berarti mempelajari aturan-aturan
makna yang dimiliki bersama. Kebudayaan sebagai sistem simbol yang
bermakna. Makna tidak terlihat di “dalam kepala orang”. Budaya
menurut Schneider adalah satu sistem simbol dan makna dimiliki
bersama oleh anggota masyarakat ,terletak dalam relasi diantara mereka,
bukan di dalam diri mereka. Simbol dan makna bersifat umum (public),
bukan pribadi (privat). Mempelajari budaya berarti mempelajari aturan-
aturan makna yang dimiliki bersama. Cara–cara bagaimana garis acuan
biologis ditransformasikan dan dikembangkan ke dalam pola–pola
kultural; dan ini memerlukan rencana penelitian yang imajinatif dan hati–
hati dalam penyelidikan yang telaten. Jadi yang dimaksud Keesing ialah
kebudayaan tidak dapat diukur dalam ilmu pengetahuan dan tidak dapat
jika kita berpegang teguh dengan ilmu pengetahuan, tetapi kebudayaan
itu diukur melalui kepercayan dan ideologi – ideologi masyarakat yang
berbudaya. Serta dalam meneliti kebudayaan bukanlah untuk mencari
suatu ketenaran atau sensasi melainkan untuk mendapatkan hal–hal yang
diperlukan dan berguna bagi masyarakat luas dengan cara melakukan
penelitian yang imajinatif dan hati – hati.
Mempelajari budaya berarti mempelajari aturan-aturan makna yang dimiliki
bersama. Dengan meminjam satu arti “text” yang lebih luas dari Ricoeur,

14
Geertz pada masa akhir-akhir ini menganggap satu kebudayaan sebagai “satu
kumpulan teks”. Karena itu antropologi merupakan satu usaha interpretation
(penafsiran) bukan usaha decipherment (menguraikan dengan cara memecah-
mecah) di sini Geertz mempertentangkan pendekatannya terhadap Levi-
Strauss. Penafsiran teks kultural adalah pekerjaan yang memerlukan waktu dan
sulit. Bagaimana satu kebudayaan(sebagai satu kumpulan teks) dapat
dirangkum bersama, belum pernah dikerjakan dengan jelas.

2.6. Proses Terjadinya Perubahan Kebudayaan


Perubahan kebudayaan ditandai dengan perubahan unsur-unsur budaya
masyarakat yang dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman untuk
kemudian dibentuk suatu kesatuan budaya baru yang sesuai dengan tuntutan
zaman. Seperti yang telah diuraikan dalam bagian sebelumnya, bahwa
kebudayaan meliputi keseluruhan dari sistem ide, sistem aktivitas, dan artefak-
artefak. Perubahan kebudayaan yang dimaksud bisa terjadi pada salah satu atau
seluruh unsur kebudayaan yang ada. Ditinjau dari waktunya, perubahan
kebudayaan dapat terjadi melalui dua cara, yakni revolusi dan evolusi. Revolusi
dapat diartikan sebagai suatu perubahan kebudayaan yang terjadi secara besar-
besaran dan terjadi pada waktu yang relatif singkat.
Ditinjau dari sifatnya, perubahan kebudayaan juga dapat dibedakan menjadi
dua bagian, yaitu progresif dan regresif. Progresif merupakan perubahan
kebudayaan yang mengarah pada bentuk yang semakin sempurna. Progresif
dapat dikatakan sebagai langkah maju dari suatu kebudayaan. Sedangkan
regresif merupakan suatu perubahan kebudayaan yang justru menjadi semakin
menurun. Regresif dapat dikatakan sebagai langkah mundur dari suatu
kebudayaan. cepat atau lambatnya suatu perubahan kebudayaan, atau, maju
atau mundurnya suatu perubahan kebudayaan akan sangat tergantung pada
kondisi masyarakat di mana kebudayaan tersebut berada.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan kebudayaan adalah:
a. adanya pihak-pihak yang menghendaki terjadinya perubahan kebudayaan
atau dikenal dengan istilah agent of change,
b. hubungan-hubungan yang terjadi dengan kebudayaan-kebudayaan lain.

15
c. kondisi-kondisi lain yang terdapat dalam masyarakat yang bersangkutan,
seperti karakter masyarakat, sistem sosial, struktur sosial, dan lain
sebagainya.
Teori-Teori Perubahan Kebudayaan
a. Unlinear theories of evolution menyatakan bahwa manusia dan masyarakat,
termasuk di dalamnya kebudayaan, mengalami perkembangan sesuai
dengan tahap-tahap tertentu, dari bentuk yang sederhana menuju bentuk
yang semakin sempurna dan kompleks. Teoti ini dipelopori oleh Auguste
Comte. Termasuk pendukung teori ini adalah Pitirim A. Sorokin yang
menyatakan bahwa masyarakat berkembang melalui tahap-tahap yang
masing- masing didasarkan pada sistem kebenaran. Tahap pertama
didasarkan pada kepercayaan, tahap kedua didasarkan pada indera manusia,
dan tahap terakhir didasarkan pada kebenaran.
b. Universal theories of evolution menyatakan bahwa perkembangan
masyarakat tidak melalui tahapan-tahapan secara tetap karena kebudayaan
manusia telah memiliki garis evolusi tertentu. Prinsip dasar teori ini
diletakkan oleh Herbert Spencer. Selanjutnya tokoh ini beranggapan bahwa
masyarakat masyarakat merupakan suatu hasil perkembangan dari sifat dan
susunan yang homogen menuju sifat dan susunan yang heterogen.
c. Multilinear theories of evolution menyatakan bahwa perubahan kebudayaan
dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Teori ini lebih menekankan pada
kegiatan penelitian terhadap tahap-tahap perkembangan tertentu dalam
evolusi masyarakat, misalnya mengadakan penelitian tentang pengaruh
perubahan sistem kekeluargaan dalam suatu masyarakat, dan sebagainya.
Mekanisme Perubahan Kebudayaan
Berlangsungnya proses perubahan kebudayaan sangat dipengaruhi oleh dua
hal, yakni:
a. Adanya faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan
Terdapat dua faktor yang mendorong terjadinya perubahan kebudayaan.
Pertama, faktor internal, yakni faktor yang berasal dari dalam masyarakat
itu sendiri, antara lain:

16
 berkembangnya rasa ketidakpuasan terhadap sistem kebudayaan yang
ada,
 adanya individu-individu yang menyimpang dari sistem nilai budaya
yang ada,
 adanya penemuan-penemuan baru yang dapat diterima secara luas di
kalangan masyarakat yang bersangkutan.
Kedua, faktor eksternal, yakni faktor yang berasal dari luar masyarakat.
Termasuk ke dalam faktor eksternal antara lain adalah:
 terjadinya kontak dengan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat lain,
 terjadinya bencana alam yang merusak lingkungan tempat kebudayaan
tersebut tumbuh dan berkembang,
 terjadinya peperangan yang dapat mengembangkan dan/atau mematikan
suatu kebudayaan.
b. Adanya saluran perubahan
Kemajuan kebudayaan yang dicapai oleh suatu masyarakat tidak dapat
dilepaskan dari beberapa komponen, yaitu:
 adanya kepemimpinan yang mantap,
 adanya stabilitas sosial pada masyarakat yang bersangkutan,
 adanya saluran-saluran yang memungkinkan terjadinya perubahan.
Saluran-saluran kebudayaan yang dimaksud di antaranya adalah lembaga
sosial, lembaga politik, lembaga keagamaan, lembaga pendidikan, dan
sebagainya.
Perubahan kebudayaan dapat terjadi dalam beberapa bentuk, seperti
difusi, inovasi, asimilasi, dan akulturasi. Difusi merupakan suatu
penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari pihak yang satu menuju pihak
yang lainnya, misalnya tersiarnya ide-ide baru melalui siaran radio, televise,
internet, koran, dan sebagainya. Inovasi merupakan proses perubahan yang
bersumber dari adanya penemuan-penemuan baru yang terdapat di dalam
masyarakat itu sendiri. Asimilasi merupakan proses bercampurnya
kebudayaan antara dua masyarakat atau lebih yang saling berdekatan yang
terjadi secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama.

17
2.7. Penyebab Timbulnya Kebudayaan
Kebudayaan adalah pola pikir manusia. Kebudayaan merupakan suatu
sistem gagasan, tindakan, serta hasil karya dalam kehidupan masyarakat yang
menjadi milik manusia. Banyak sekali budaya yang terdapat di dalam bangsa
kita ini. Terkadang kebudayaan di suatu daerah bisa berbeda dengan
kebudayaan di daerah yang lain. Kebudayaan antara satu tempat dengan tempat
yang lain berbeda. Kebudayaan ini tentu saja telah disetujui oleh masyarakat
yang menjalani kebudayaan tersebut. Misalnya di suku Jawa, mengapa ada
bahasa Jawa yang berbeda-beda, padahal namanya sama-sama bahasa Jawa.
Inilah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keanekaragaman budaya:
a. Tempat tinggal: dimana seseorang itu tinggal, mempengaruhi suatu
kebudayaan yang mereka jalani, misalnya seseorang yang tinggal di daerah
pantai mata pencaharian hidupnya tidak mungkin mencari teh karena tidak
sesuai dengan tempat tinggalnya
b. Pengaruh dari luar: pengaruh dari luar ini tidak terbatas. Misalnya bagi
daerah Jawa Tengah, lalu terpengaruh oleh Jawa Timur. Bagi Jawa Tengah,
Jawa Timur itu termasuk pengaruh dari luar. Namun, pengaruh dari luar ini
juga termasuk pengaruh dari bangsa asing yang dulu memang pernah
menjajah Indonesia. Misalnya di Indonesia bagian timur banyak yang
menganut agama kristen, sedangkan di bagian barat banyak yang menganut
agama islam karena terpengaruh Turki, dll.
c. Iklim: iklim juga mempengaruhi kebudayaan yang dijalani oleh masyarakat.
Hawa dan suhu lingkungan juga dapat menentukan apa yang kita lakukan.
Misalnya, bagi orang-orang yang tinggal di daerah Eropa, udara disana
dingin, sehingga mereka membutuhkan sesuatu yang dapat menghangatkan
badannya, salah satunya dengan meminum alkohol. Sedangkan di Indonesia
hal tersebut dilarang untuk dilakukan, karena Indonesia beriklim tropis
sehingga udaranya tidak terlalu dingin dan juga terkadang tidak begitu
panas, sehingga memang tidak membutuhkan alkohol untuk dikonsumsi.
d. Turunan nenek moyang: turunan dari nenek moyang ini, atau bisa katakan
semacam tradisi yang diturunkan kepada setiap anggota keluarganya.
Misalnya bahasa Jawa yang berbeda-beda, walaupun namanya itu sama-

18
sama bahasa Jawa. Hal ini dikarenakan keturunan dari nenek moyang kita
yang terdahulu. Mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa-
bahasa tersebut sehingga dari generasi ke generasi bahasa yang digunakan
berbeda-beda, walaupun biasanya tingkat kekentalan berbahasa daerah itu
semakin berkurang.
e. Mobilisasi: mobilisasi ini dapat menciptakan budaya baru. Misalnya ada
orang Jawa yang tinggal di Palembang. Sehingga apa yang ada disuku Jawa
orang tersebut di gabungkan dengan apa yang ada di Palembang, sehingga
terbentuk budaya baru (terjadi akulturasi).
f. Jarak dan Lingkungan: ketika terjadi jarak dan lingkungan yang berbeda
maka juga terjadi perbedaan budaya. Misalnya budaya didaerah Sumatera
Utara berbeda dengan budaya di daerah Jawa Timur. Bahkan hal ini juga
bisa terjadi didalam satu rumah, misalnya kebiasaan si adik dan si kakak
dikamar mereka masing-masing.
g. Kepercayaan: kepercayaan juga mempengaruhi kebudayaan. Misalnya di
daerah Bali kebanyakan menganut agama Hindu, sedangkan di Medan
banyak yang menganut agama kristen. Ritual-ritual dan upacara agama yang
dilakukan disetiap daerah tersebut berbeda-beda, dan hal ini karena
dipengaruhi oleh perbedaan kepercayaan. Ada juga yang disebut dengan
daerah kebudayaan yaitu penggabungan atau penggolongan dari suku-suku
bangsa yang beragam kebudayaannya, tetapi mempunyai beberapa unsur
dan ciri mencolokyang serupa.
Penggolongan beberapa kebudayaan dalam suatu daerah kebudayaan
dilakukan berdasarkan atas persamaan ciri-ciri yang mencolok. Tidak hanya
dari ciri-ciri fisik (misalnya alat-alat berburu, alat-alat bertani, senjata), tetapi
juga unsur-unsur kebudayaan yang lebih abstrak dari sistem sosial atau sistem
budaya (misalnya unsur-unsur organisasi kemasyarakatan, sistem
perekonomian, upacara-upacara keagamaan, ataupun adat istiadat).
Kebudayaan memang beraneka ragam, tetapi perbedaan itulah yang membuat
kebudayaan itu menjadi unik dan khas. Kebudayaan yang sekarang masih ada
ini, harus dapat kita lestarikan bersama agar dapat tetap terus ada dan tidak
hilang.

19
2.8. Pengertian Kelompok Sosial
Terdapat beberapa pengertian kelompok sosial menurut para ahli, yaitu:
a. Menurut Astrid Soesanto, kelompok sosial adalah kesatuan dari dua atau
lebih individu yang mengalami interaksi psikologis satu sama lain.
b. Robert K. Merton mendefinisikan kelompok sosial adalah sekelompok
orang yang saling berinteraksi sesuai dengan pola.
c. Sherif and Sherif (1956) mengungkapkan, kelompok sosial adalah suatu unit
sosial yang terdiri dari dua atau lebih individu yang telah mengadakan
interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga di antara individu
itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma-norma tertentu
yang khas bagi kelompok itu.
d. Menurut Soekanto (1994), kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan
manusia yang hidup bersama, karena adanya hubungan di antara mereka.
Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang
saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling menolong.

2.9. Bentuk – Bentuk Kelompok Sosial


Kelompok sosial juga diartikan sebagai dua orang atau lebih yang
mempunyai kesamaan identitas dan berinteraksi antarsatu dan lainnya secara
terstruktur untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok sosial dalam
masyarakat ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu kelompok sosial teratur dan
kelompok sosial tidak teratur.
Kelompok sosial yang teratur terbagi menjadi beberapa bentuk, yaitu:
a. In-Group dan Out-Group
In-group adalah kelompok sosial yang individunya mengidentifikasikan
diri dalam kelompok tersebut. Sifat pada bentuk kelompok sosial ini
biasanya didasari pada faktor kedekatan dan simpati dengan anggota
kelompok. Sementara out-group adalah kelompok yang diartikan oleh
individu sebagai lawan dari groupnya. “In-group dan out-group termasuk
sebagai salah satu bentuk kelompok sosial yang teratur.”
b. Kelompok Primer dan Sekunder

20
Kelompok primer adalah kelompok kecil yang anggotanya mempunyai
hubungan dekat dan langgeng, contohnya keluarga. Kelompok sekunder
adalah kelompok yang lebih besar dan sifatnya sementara karena dibentuk
untuk tujuan tertentu. Sementara hubungan-hubungan yang terjadi dalam
kelompok sifatnya impersonal sehingga tidak bertahan lama, contohnya
group sepak bola.
c. Paguyuban dan Patembayan
Paguyuban adalah bentuk kehidupan bersama antaranggota masyatakat
yang diikat oleh hubungan batin yang bersifat alamiah dan kekal.
Hubungan dalam paguyuban ini didasari atas rasa kesatuan batin dan rasa
cinta. Ciri-ciri dari paguyuban di antaranya bersifat pribadi, hubungannya
akrab, dan ekslusif.
Sementara patembayan adalah ikatan lahir yang sifatnya pokok dan
biasanya hubungan hanya terjadi dalam waktu yang pendek. Sifat
patembayan adalah sebagai bentuk yang ada dalam pikiran saja.
“Paguyuban didasari rasa cinta dan kesatuan, sementara patembayarn
didasari oleh suatu kepentingan.”
d. Formal Group dan Informal Group
Formal group adalah kelompok yang memiliki peraturan tegas dan
sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan
antarsesama.
Sementara informal group adalah kelompok yang tidak memiliki
struktur yang pasti dan terbentuk karena pertemuan yang berulang-ulang
sehingga tercipta kepentingan.
e. Membership Group dan Reference Group
Membership group adalah kelompok yang setiap orang secara fisik
menjadi anggota kelompok.
Sementara, reference group adalah kelompok-kelompok sosial yang
menjadi acuan bagi seseorang dalam membentuk kepribadian.

21
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dalam makalah ini dapat disimpulkan Masyarakat manusia dimanapun
tempatnya pasti mendambakan kemauan dan peningkatan kesejahteraan yang
optimal. Kondisi masyarakat secara obyektif merupakan hasil tali temali antara
lingkungan alam dan lingkungan sosial serta karakteristik individu. Perjalanan
Panjang dalam rentangan periode kesejarahan telah mengajak masyarakat manusia
menelusuri hakikat kehidupan dan tata cara kehidupan yang berkembang pesat.
Ruang gerak perubahan itupun juga berlapis-lapis dimulai dari kelompok terkecil
seperti keluarga sampai ada kejadian yang paling lengkap mencakup tarikan
kekuatan kelembagaan dalam masyarakat.
Perubahan sosial adalah suatu proses yang luas, lengkap yang mencakup suatu
tatanan kehidupan manusia. Perubahan sosial akan mempengaruhi segala aktivitas
maupun orientasi pendidikan yang berlangsung. Sebagai bagian dari pranata
sosial, tentunya pendidikan akan ikut terjaring dalam hukum-hukum perubahan
sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Sebaliknya, pendidikan sebagai wadah
pengembangan kualitas manusia dan segala pengetahuan tentunya menjadi agen
penting yang ikut menentukan perubahan sosial masyarakat ke depan.

3.2. Saran
Kebudayaan merupakan suatu manifestasi dari karya manusia maka dari itu
kita harus melestarikan kebudayaan yang kita miliki. Budaya sangat erat sekali
dengan kehidupan kita di masyarakat. Kebudayaan ini pasti terdapat di dalam
masyarakat di seluruh belahan dunia. Oleh karena itu, marilah kita jaga bersama
budaya yang telah kita miliki dan janganlah kita serahkan kebudayaan ini kepada
Negara lain.

22
DAFTAR PUSTAKA

M sulaiman, Munadar. 2006. Ilmu Budaya Dasar.Bandung: PT. Refika Aditama.

https://katadata.co.id/iftitah/berita/62a95ee5414d2/pengertian-kelompok-sosial-ciri-
ciri-dan-jenisnya

Elly M. Setiadi, dkk. 2006. Ilmu sosial dan budaya dasar. Jakarta: Kencana Prenada
Media.

https://www.materisma.com/2015/04/teori-dan-mekanisme-perubahan-
kebudayaan.html#:~:text=Perubahan%20kebudayaan%20dapat%20terjadi
%20dalam,internet%2C%20koran%2C%20dan%20sebagainya.

Herimanto,winarno. 2008. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta Timur: PT. Bumi
Ahttp://arifin131.student.unidar.ac.id/2014/06/makalah-tentang-korupsi_4383.html

23

Anda mungkin juga menyukai