Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Kelompok 2

Teori Kebudayaan dan Implikasinya pada Pendidikan

Mata Kuliah : Sosiologi dan Antropologi Pendidikan

Dosen Pengampu : Vivi Nurhidayati, M.Pd

Disusun Oleh:
Renita

Siswanti Uji Ningsih

Milatun hanifa

SEMESTER EMPAT (4)

INSTITUT STUDI ISLAM FAHMINA


CIREBON
Jl. Majasem No.15, Karyamulya, Kec. Kesambi, Kota Cirebon, Jawa Barat 45131

2021
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Teori Kebudayaan dan Implikasinya pada Pendidikan ini
tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok Ibu Vivi Nur
Hidayah pada mata kuliah Sosiologi dan Antropologi Pendidikan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Teori Kebudayaan dan Implikasinya pada Pendidikan bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Vivi Nur Hidayah, selaku Dosen pengampu pada mata
kuliah ini. Yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Cirebon, Mei 2021

Penulis

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

kebudayaan merupakan sistem pengetahuan yangmeliputi sistem ide gagasan yang terdapat di dalam
pikiran manusia, sehinggadalam kehidupan bermasyarakat.Sedangkan teori kebudayaan itu merupakan
usaha untukmengonsepkan makna data untuk memahami hubungan antara data yangdidapat dengan
manusia dan kelompok manusia yang mewujudkan datatersebut. Teori kebudayaan dapat digunakan
untuk keperluan praktis,memperlancar pembangunan masyarakat, membangun manusia yang
beradabmelalui pengajaran-pengajaran nilai-nilai budaya, pengkajian danpembelajaran akan artefak
seperti naskah karya sastra, dan sebagainya.Pentingnya teori budaya adalah membawa dari modernitas
(untuk yang pro-pascamodernitas atau postmodernitas) ke era masa yang dianggap mampu
menyelamatkan kehidupan manusia, sehingga manusia merasa terlahirkembali.

Pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses
pengembangan budayadan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat
danbangsa di masa mendatang.Pendidikan berhubungan dengan budaya serta kepribadianmasyarakat,
terlihat dari tradisi sebagai muatan budaya. Untuk meneruskantradisi budaya yang ada maka diperlukan
suatu proses pendidikan sebagaimedia untuk mentransfer nilai-nilai budaya. Selain untuk
meningkatkanpotensi individu, pendidikan jiga berfungsi sebagai tempat untuk melestarikannilai-nilai
budaya.Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktifpeserta didik
mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses

Internalisasii, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalambergaul di masyarakat,


mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebihsejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa
yang bermartabat.Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensipeserta didik
secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan darilingkungan peserta didik berada, terutama
dari lingkungan budayanya, karenapeserta didik hidup tak terpishkan dalam lingkungannya dan
bertindak sesuaidengan kaidah-kaidah budayanya.

Rumusan Masalah

Tujuan Penulisam
BAB II

PEMBAHASAN

Teori Kebudayaan
Pengertian kebudayaan.
Menurut ilmu antropologi , “kebudayaan” adalah keseluruhan sistemgagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupanmasyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Hal ini
berartihampir seluruh tindakan manusia adalah“kebudayaan” karena semuatindakan manusia dalam
kehidupan masyarakat perlu dibiasakan denganbelajar.Menurut Edward B. Taylor, Kebudayaan
merupakan keseluruhanyang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan,kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan kemampuan lain yangdidapat oleh
seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurutKoentjaraningrat (1990: 180) kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan,tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yangdijadikan milik dari manusia dengan belajar. Kebudayaan hanya ada padamakhluk
manusia, kebudayaanmula mula hanya merupakan satu aspek dariproses evolusi manusia, tetapi yang
kemudian menyebabkan ia lepas darialam kehidupan makhluk primata yang lain. (2009: 177). Jadi
dapatdisimpulkan bahwa kebudayaan merupakan sistem pengetahuan yangmeliputi sistem ide gagasan
yang terdapat di dalam pikiran manusia, sehinggadalam kehidupan bermasyarakat.Sedangkan teori
kebudayaan itu merupakan usaha untukmengonsepkan makna data untuk memahami hubungan antara
data yangdidapat dengan manusia dan kelompok manusia yang mewujudkan datatersebut. Teori
kebudayaan dapat digunakan untuk keperluan praktis,memperlancar pembangunan masyarakat,
membangun manusia yang beradabmelalui pengajaran-pengajaran nilai-nilai budaya, pengkajian
danpembelajaran akan artefak seperti naskah karya sastra, dan sebagainya.Pentingnya teori budaya
adalah membawa dari modernitas (untuk yang pro-pascamodernitas atau postmodernitas) ke era masa
yang dianggap mampu menyelamatkan kehidupan manusia, sehingga manusia merasa terlahirkembali.

B. Teori-Teori Kebudayaan

Ada tiga pandangan tentang kebudayaan, yaitu pandangan superorganis, pandangan konseptualis, dan
pandangan realis.

1. Pandangan Superorganis

Menurut pandangan superorganis, perilaku manusia ditentukan secara budaya. Anggaplah bahwa
individu memungkinkan adanya kebudayaan (karena adanya, kebudayaan harus punya pendukung)
namun itu tidak berarti bahwa individu menjadi sebab perilakunya sendiri seperti pelaku sebuah
sandiwara memutuskan apa yang harus mereka pertontonkan. Kebudayaan mengontrol kehidupan
anggotanya lewat sebuah sandiwara mengontrol kata-kata dan perbuatan aktor. Individu, kata White
adalah pada hakekatnya sebuah organisasi kekuatan-kekuatan kebudayaan dalam elemen-elemen yang
melepaskan dari luar dan yang menemukan expresi nyatanya melalui individu. Dilihat demikian, individu
tidak lain dari ekspresi sebuah tradisi supra biologi dalam bentuk fisik. Orang dapat menguasai aspek-
aspek tertentu alam fisik hanya karena dia ada di luarnya, setelah suatu kesatuan, yaitu kebudayaan
yang tidak lagi tunduk tunduk kepada hukum alam. Kebudayaan karena itu tidak bisa dikontrol manusia,
karena dia sendiri merupakan bagian dari kebudayaan. Di antara antropolog di negara yang berbahasa
Inggris, pandangan superorganis telah dipertahankan oleh B. Malinowski dan ALKroeber, yang
menemukan istilah “superorganis”, tetapi yang kemudian bergerak lebih dekat pada posisi konseptualis.
Sekarang yang menjadi eksponen utama adalah LAWhite.

2. Pandangan Kaum Konseptualis Tentang Kebudayaan

Menurut kaum konseptualis, pada akhirnya semua kebudayaan mesti diterangkan secara sosial
psikologis.Dalam kata-kata R.Linton, “Kebudayaan ..... ada hanya dalam fikiran individu-individu yang
membentuk suatu masyarakat. Kebudayaan mendapatkan semua kualitasnya dari kepribadian-
kepribadian mereka dan interaksi dari kepribadian-kepribadian itu. ” Bukan kebudayaan yang
menyebabkan proses budaya terjadi, tetapi orang-orang, dibangun oleh apa yang dikerjakan orang-
orang dimasa lalu. Jika kaum konseptualis membedakan kebudayaan dan pola-polanya, hal itu semata-
mata untuk maksud kajian dan bukan karena dia mempercayai bahwa suatu kebudayaan suatu entitas
yang riel. Namun demikian, para pengikut konseptualis tidak setuju tentang sejauh mana individu dapat
mempengaruhi proses budaya. Beberapa orang seperti Herkovits menerangkan bahwa semua pola
budaya akhirnya dalam bentuk perilaku individu; yang lain seperti Kroeber, seseorang pengikut yang
berkeberatan terhadap posisi konseptualis, mempertahankan bahwa jauh lebih muda untuk
menerangkan pola budaya dengan menggunakan pola budaya lain. Peristiwa-peristiwa budaya, kata
Kroeber, dipolakan, tapi tidak dengan cara yang dapat dijajagi kesebab-sebab psikologis atau sosial
tertentu.

3. Pandangan golongan realis tentang kebudayaan

Beberapa antropolog kecil, seperti David Bidney dan sejarahwan Philip Bagby, mempertahankan bahawa
kebudayaan adalah sebuah konsep dan sebuah realitas.Bagby membantah bahwa kebudayaan adalah
sebuah abstraksi dalam arti, bahwa tidak kebudayaan itu sendiri dan tidak pula pola-pola yang
membentukya dapat diamati secara keseluruhan. Betapa jarang, umpamanya, anggota total suatu suku
hadir bersama-sama sehingga seorang antropolog bisa melihat sekilas pola budaya dari kebudayaan
mereka. Tetapi mereka juga menunjukan bahwa, sungguhpun kita tidak pernah memandang secara
serentak semua gerakan dari planitdi sekitar matahari.Namun kita menerapkan sistem adnya surya.
Mengapa tidak mungkin suatu kebudayaan sebagai realita ?,kebudayaan yang demikian merupakan
sebuah konstruksi dalam arti dalam dirinya sendiri kebudayaan tersebut bukan sebagai entitas yang bisa
diamati. Tetapi dalam arti lain, kebudayaan yang demikian adalah nyata, karena walaupun kita tidak
dapat mengamatinya dengan penuh secara serentak, ia tidak berada dalam hal ini dari entitas-entitas
lainya, sepertisystem solar di atas, yang realitanya tidak kita pertanyakan.

Para realis dan konseptualis setuju untuk menolak determinsme budaya yang penuh. Meskipun
peristiwa-peristiwa budaya di masa lalu dan sekarang membatasi apa yang dapat dilakukan oleh anggota
satu budaya pada waktu-waktu tertentu. Juga sebab-sebab langsung dari perubahan sosial adalah
ketidaksesuaian individu dengan budaya yang ada.Pada waktu ketidakpuasan meluasnya beberapa
individu yang kreatif dapat menciptakan sebuah pola budaya yang baru, yang dengan cepat akan
disetujui dengan orang yang lain. Dengan demikian asal dari perubahan sosial adalah, dan ketidak
puasan yang dirasakan oleh individu-individu tertentu. Bilamana ketidakamanan cukup kuat dan cukup
luas, pola baru akan merambah pada individu yang kreatif secara perlahan-lahan ditiru oleh semua
anggota masyarakat.

B.Implikasi Kebudayaan terhadap Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu proses belajar kebudayaan yangdidapat manusia di lingkungan
sekolah. Pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai budaya. Transfer nilai nilai
budaya dimilikipaling efektif adalah melalui proses pendidikan. Keduanya sangat erat
sekalihubungannya karena saling melengkapi dan mendukung antara satu samalainnya.Menurut UU No.
20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar danterencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agarpeserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memilikikekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,dan Negara. Pendidikan juga suatu usaha
masyarakat dan bangsa dalammempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan
kehidupanmasyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan ituditandai oleh
pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakatdan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan
adalah proses pewarisan budaya dankarakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses
pengembangan budayadan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat
danbangsa di masa mendatang.Pendidikan berhubungan dengan budaya serta kepribadianmasyarakat,
terlihat dari tradisi sebagai muatan budaya. Untuk meneruskantradisi budaya yang ada maka diperlukan
suatu proses pendidikan sebagaimedia untuk mentransfer nilai-nilai budaya. Selain untuk
meningkatkanpotensi individu, pendidikan jiga berfungsi sebagai tempat untuk melestarikannilai-nilai
budaya.Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktifpeserta didik
mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses

Internalisasii, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalambergaul di masyarakat,


mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebihsejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa
yang bermartabat.Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensipeserta didik
secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan darilingkungan peserta didik berada, terutama
dari lingkungan budayanya, karenapeserta didik hidup tak terpishkan dalam lingkungannya dan
bertindak sesuaidengan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yang tidak dilandasi olehprinsip itu akan
menyebabkan peserta didik tercerabut dari akar budayanya.Ketika hal ini terjadi, maka mereka tidak
akan mengenal budayanya dengan Baik sehingga ia menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya.
SelainMenjadi orang asing, yang lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orangyang tidak menyukai
budayanya.Budaya, yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang,dimulai dari budaya di
lingkungan terdekat berkembang ke lingkungan yanglebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya
universal yang dianutoleh umat manusia. Apabila peserta didik menjadi asing dari budaya terdekatmaka
dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsa dan dia tidak mengenaldirinya sebagai anggota budaya
bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangatrentan terhadap pengaruh budaya luar dan bahkan
cenderung untuk menerimabudaya luar tanpa proses pertimbangan. Kecenderungan itu terjadi karena
diatidak memiliki norma dan nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakansebagai dasar untuk
melakukan pertimbangan. Oleh karena itu kebudayaansuatu bangsa wajib dipertahankan dan
dikembangkan, sebab berfungsisebagai filter(counter culture)dan motor penggerak dalam
meningkatkankreatifitas yang tinggi, ketahanan jati diri, dan kelangsungan hidup
suatubangsa.Pendidikan dipandang sebagai proses melaksanakan Acculturation andculturation,artinya
pendidikan adalah sebagai sarana pengembangan budaya,ekonomi, teknologi dan pengetahuan
sekaligus pula pendidikan harus dapatmengembangkan sikap hidup, cara bekerja yang tercermin dalam
sistem.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari uraian di atas, teori kebudayaan mempunyai implikasi terhadap pendidikan . Pendidikan harus
melakukan dialektika secara kreatif dengan kebudayaan.Hal ini disebabkan Pendidikan mengajarkan
pengetahuan agama yang mutlak Kebenarannya, tidak berubah-ubah dan tidak dapat dibantah oleh
pemeluknya. Sementara kebudayaan sebagai hasil dari interaksi akal dan realitas masyarakat bersifat
dinamis.Munculnya pendidikan yang modern (realistic) menyebabkan terjadinya kesenjangan dengan
pendidikan Islam yang tradisionalis (idealistic). Berdasarkan teori kebudayaan di atas maka, pendidikan
Islam yang tradisionalis, cepat atau lambat mau atau tidak, harus mengikuti perkembangan kebudayaan
yang ada. Disisi lain, pendidikan modern hendaklah menjaga keseimbangan antara kehidupan realistic
dan idealistic. Keseimbangan tersebut diperlukan sebagai antisipasi dominannya kehidupan realistic
yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kerusakan pada kehidupan idealistic. Artinya segi-segi agama
tidak boleh dikalahkan, atau dikesampingkan.Adanya aliran etika di Barat, yang sengaja atau tidak,
disadari atau tidak, telah mempengaruhi sebagian umat Islam. Untuk ini maka pendidikan Islam harus
memperkuat eksistensinya dalam rangka membendung pengaruh aliran etika tersebut sekuat mungkin,
sehingga kehidupan kaum Muslimin mendapatkan keselamatan di dunia dan keselamatan dalam
kehidupan di akhirat kelak. Dan sudah tentu upaya tersebut dilakukan oleh pendidikan secara hikmah
wal mau’idhatil hasanah. Sehingga memperlihatkan kepada dunia, bahwa pendidikan itu rahmatallil
‘aalamiin.
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Koentjaraningra t.1990.Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta: Rineka Cipta.Koentjaraningra t.2009.

Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta: Rineka Cipta.Imran manan. 1989.


Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan.Jakarta:Departemen Kebudayaan dan Pendidikan.
Internet
Hadirukiyah.b logspot.com/hubung an-kebudayaa n-denagn-pendid
ikan.htmlIndonesia.co.id/Penjelasan-umum/13057-konsep-budaya-dalam-pendidikan-nasional-
Indonesia

http://journal.ummgl.ac.id
http://abiavisha.blogspot.com/2015/12/teori-kebudayaan-dan-implikasinya-pada

Anda mungkin juga menyukai