1
Ayomi Amindoni, Rebecca Henschke, Papua: Investigasi ungkap perusahaan Korsel 'sengaja'
membakar lahan untuk perluasan lahan sawit (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-
54720759) diakses 29 November 2020
menggunakan citra satelit NASA yang mencakup kurun waktu lima tahun untuk
mengidentifikasi sumber panas dari kebakaran yang terjadi di PT Dongin
Prabhawa, salah satu konsesi Korindo yang berlokasi di Merauke, Papua. Untuk
memastikan bahwa titik panas tersebut adalah api, Forensic Architecture
menggunakan metode analisis terkini untuk mengumpulkan data bersama dengan
rekaman video dari survei udara yang dilakukan oleh juru kampanye Greenpeace
International pada tahun 2013. Tim tersebut menemukan bahwa pola deforestasi
dan kebakaran tersebut menunjukan bahwa pembukaan lahan menggunakan api.2
Hutan tak hanya menjadi habitat bagi banyak spesies flora dan fauna, namun
juga menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat adat Papua secara
turun temurun. Salah satu suku yang terdampak dari pembukaan hutan dengan
pembakaran disengaja tersebut adalah suku Mandobo dan Malind yang tinggal di
pedalaman Papua. Seiring dengan geliat ekspansi perkebunan kelapa sawit,
semakin banyak hutan adat yang semakin terkikis. Padahal menurut Undang-
undang Perkebunan dan Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PPLH), praktik pembakaran untuk pembukaan lahan adalah
tindakan ilegal di Indonesia.
Studi dan analisa yang dilakukan oleh berbagai pihak mengenai sebab-
sebab lemahnya penerapan peraturan-peraturan mengenai kebakaran hutan dan
lahan pada umumnya memberikan hasil yang sama, yang pada intinya terdiri dari
hal-hal berikut ini:
3
Greenpeace Indonesia, Karhutla Dalam Lima TahunTerakhir,
(https://www.greenpeace.org/indonesia/publikasi/44219/karhutla-dalam-lima-tahun-
terakhir/)diakses 29 November 2020
antara instansi pemerintah dan non-pemerintah), melainkan juga terjadi secara
vertikal. Sosialisasi mengenai kebijakan yang dibuat di tingkat nasional ke daerah-
daerah seringkali tidak memadai dan memakan waktu yang cukup lama.
3. Pendekatan yang dilakukan bersifat sektoral dan hanya terfokus pada masalah-
masalah kebakaran hutan dan lahan. Perlu digarisbawahi, bahwa kebakaran hutan
dan lahan merupakan masalah multi dan lintas sektoral.Kebijakan yang dibuat dan
diputuskan harus disinkronisasikan dengan kebijakan-kebijakan di sektor lainnya.
Contoh yang paling mudah adalah kebijakan dalam hal tata-guna lahan. Selama
masyarakat yang tinggal di suatu kawasan dan sejak lama mengelola lahan di
kawasan tersebut tidak memiliki hak dan dengan demikian mempunyai rasa
memiliki atas lahan yang dikelolanya, maka selama itupula segala usaha-usaha
pencegahan dan pemadaman kebakaran di lahan tersebut tidak akan berjalan
dengan baik.
4. Sampai pada beberapa tahun ini, usaha-usaha penanganan kebakaran hutan dan
lahan dilakukan lebih melalui pendekatan pemadaman daripada pencegahan,
termasuk pemberian sanksi dan hukuman sebagai ‘shock therapy’ untuk
mencegah para pelaku pembakaran (dan calon pelaku) untuk melakukan hal
tersebut. Hal ini tercermin pada kurangnya komitmen berbagai pihak yang terlibat
(baik instansi pemerintah, lembaga-lembaga internasional, swasta dan pihak-pihak
lainnya pada tingkat nasional maupun lokal) untuk mengalokasikan sumberdaya
yang tersedia dan melakukan berbagai macam bentuk program dan kegiatan
dalam usaha-usaha pencegahan kebakaran hutan dan lahan (dibandingkan untuk
usaha-usaha pemadaman kebakaran).
5. Besarnya benturan kepentingan dan minat antara berbagai pihak yang terlibat
dalam hal pemanfaatan lahan dan sumberdaya alam.4
4
Supriyanto, Syarifudin, Ardi, “Analisis Kebijakan Pencegahan Dan Pengendalian Kebakaran
Hutan Dan Lahan Di Provinsi Jambi” Jurnal Pembangunan Berkelanjutan Vol 1 No (1), Universitas
Jambi, hlm 99-100
jawab aparatur pemerintah di bidang lingkungan hidup. Untuk itu tepatlah
pandangan Keith Hawkins dari dua sistem atau strategi yang disebut "compliance"
dengan "conciliatory style" sebagai karakteristiknya dan "sanctioning" dengan
"penal style" karakteristiknya.5 Pendapat Hawkins tersebut diikuti oleh Daud
Silalahi bidang hukum administrasi negara, bidang hukum perdata, dan bidang
hukum pidana. Menurut Siti Sundari Rangkuti,individual, melalui pengawasan
dan penerapan (atau ancaman) sarana administratif, pidana dan perdata. Secara
lebih komprehensifdikemukakan oleh G.A Biezeveld berikut ini:
Kebakaran hutan dan lahan terjadi disebabkan oleh 2 (dua) faktor utama
yaitu faktor alami dan faktor kegiatan manusia yang tidak terkontrol. Faktor alami
antara lain oleh pengaruh El-Nino yang menyebabkan kemarau berkepanjangan
sehingga tanaman menjadi kering. Tanaman kering merupakan bahan bakar
potensial jika terkena percikan api yang berasal dari batubara yang muncul
dipermukaan ataupun dari pembakaran lainnya baik disengaja maupun tidak
disengaja. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kebakaran bawah (ground fire)
dan kebakaran permukaan (surface fire). Faktor kegiatan manusia yang
menyebabkan kebakaran hutan dan lahan antara lain adanya kegiatan pembuatan
api unggun di dalam hutan, namun bara bekas api unggun tersebut tidak
dipadamkan. Adanya kegiatan pembukaan lahan dengan teknik tebang-tebas-
bakar yang tidak terkontrol, biasa dilakukan oleh perusahaan dan peladang
berpindah ataupun menetap. Pembakaran secara disengaja untuk mendapatkan
lapangan penggembalaan atau tempat berburu, membuang puntung rokok yang
menyala secara sembarangan serta akibat penggunaan peralatan/mesin yang
menyebabkan timbulnya api. Dampak negatif pada lingkungan fisik antara lain
meliputi penurunan kualitas udara akibat kepekatan asap yang memperpendek
jarak pandang sehingga mengganggu transportasi, mengubah sifat fisika-kimia
dan biologi tanah, mengubah iklim mikro akibat hilangnya tumbuhan, bahkan dari
segi lingkungan global ikut memberikan andil terjadinya efek rumah kaca.
Dampak pada lingkungan hayati antara lain meliputi menurunnya tingkat
keanekaragaman hayati, terganggunya suksesi alami, terganggunya produksi
bahan organik dan proses dekomposisi.
2. Pembukaan hutan oleh para pemegang HPH (Hak Pengusahaan Hutan) untuk
insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit.
2. Perubahan Iklim
Kita tahu bahwa pohon memiliki peranan yang penting dalam siklus air, yaitu
menyerap curah hujan serta menghasilkan uap air yang nantinya akan dilepaskan
ke atmosfer. Dengan kata lain, semakin sedikit jumlah pohon yang ada di bumi,
maka itu berarti kandungan air di udara yang nantinya akan dikembalikan ke
tanah dalam bentuk hujan juga sedikit. Selain itu, dibidang kesehatan deforestasi
bisa berakibat hilangnya berbagai jenis obat yang biasanya bersumber dari
berbagai jenis spesies hutan.
Hutan menjadi habitat bagi berbagai jenis spesies hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Itu berarti bahwa hutan merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang ada
di bumi ini. Kegiatan deforestasi hutan dapat mengakibatkan kerusakan bahkan
kepunahan bagi kekayaan alam tersebut itu sendiri maupun kekayaan alam
lainnya yang ada di tempat lain seperti di laut. Kerusakan hutan yang terjadi akan
membawa akibat terjadinya banjir maupun erosi yang dapat mengangkut partikel-
partikel tanah menuju ke laut yang nantinya akan mengalami proses sedimentasi
atau pengendapan di sana. Hal tersebut tentu saja bisa merusak ekosistem yang
ada di laut, seperti ikan serta terumbu karang.
5. Kerugian Ekonomi