Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam beberapa dekade ini, masalah lingkungan semakin meluas dan serius.
Persoalannya pun tidak terbatas pada tingkat lokal atau translokal, melainkan
regional, nasional, transnasional bahkan global. Salah satu hal penting yang
dibahas adalah masalah penanganan terhadap pencemaran lingkungan yang
bersifat lintas batas negara atau transnasional (transboundary pollution). Terlebih
pada era globalisasi yang semakin mendorong banyak negara maju untuk semakin
meningkatkan kemajuan ekonomi dengan paham kapitalisme yang dimiliki
sehingga berdampak pada kerugian yang harus diterima pada negara lain.
Salah satu masalah lingkungan yang menonjol selama tiga dasawarsa
belakangan ini di ASEAN adalah masalah pencemaran asap lintas batas negara
yang diakibatkan oleh kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia. Pencemaran asap
yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan telah berlangsung selama bertahun-
tahun di kawasan Asia Tenggara.1 Kebakaran hutan dan lahan terbesar pertama
kali terjadi pada tahun 1997 seluas 4.5 - 6 juta hektar lahan terbakar, kemudian
disusul pada tahun 2015 seluas 2 juta hektar lahan terbakar, dan kini tepatnya
pada tanggal 28 Agustus 2019, kebakaran kembali terjadi di Desa Catur Rahayu,
Jambi.2 BMKG menganalisis bahwa berdasarkan citra Satelit Terra Aqua (LAPAN)
dan Satelit Himawari (JMA Jepang) ditemukan 3.191 titik panas tersebar di seluruh
wilayah Asean. Menurut data KLHK sepanjang tahun 2019, luas karhutla di
Indonesia mencapai 328.722 hektar. Di Kalimantan Tengah tercatat seluas 44.769

1Daniel Heilman, 2015, After Indonesia’s Ratification: The ASEAN Agreement on Transboundary
Haze Pollution and Its Effectiveness As a Regional Environmental Governance Tool, Journal of Current
Southeast Asian Affairs, No. 1, Vol. 3, Hamburg: German Institute of Global and Area Studies, Institute
of Asian Studies and Hamburg University Press, hlm. 96.
2 https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-49708970, diakses tanggal 30 Oktober 2019, pukul

17.00 WITA.

1
hektar, Kalimantan Barat 25.900 hektar, Kalimantan Selatan 19.490 hektar,
Sumatera Selatan 11.826 hektar, Jambi 11.022 hektar, dan Riau 49.266 hektar.3
Pencemaran asap yang terjadi secara periodik selama musim kemarau
sebenarnya sudah mulai terjadi sejak tahun 1970an,4 tetapi negara-negara di
kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam Association of Southeast Asian
Nations (Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau kemudian disebut
dengan ASEAN) baru menyadari masalah pencemaran asap yang melintas batas
negara di wilayahnya ini pada tahun 1990-an,5 karena pada periode 1994 – 1995
karhutla yang menyebabkan pencemaran asap mencapai titik terparah yang belum
pernah terjadi sebelumnya, dalam wilayah yang luas dan intensitas yang tinggi.6
Pencemaran asap tidak bisa hanya didiamkan dan harus ditanggulangi.
Masalah asap kebakaran hutan di Indonesia adalah masalah yang pelik. Hal
ini disebabkan oleh gangguan terhadap sumber daya hutan yang terus berlangsung
bahkan intensitasnya makin meningkat. Hampir setiap musim kemarau di Indonesia
pada beberapa decade trakhir ini sering mengalami kebakaran, khusunya di
beberapa wilayah yaitu Jambi, Riau, Sumatera dan Kalimantan. Penyebab dari
masalah kebakaran hutan adalah karena kesalahan sistemik dalam pengelolaan
hutan secara nasional. Dalam praktek konservasi lahan, penyiapan atau
pembersihan atau pembukaan lahan oleh perusahaan dilakukan dengan cara
membakar. Metode land clearing dengan cara membakar tersebut lebih dipilih
daripada metode lain, karena dinilai paling murah dan efisien. Faktor ekonomi dan
ketidaktersediaan teknologi yang memadai menjadi latar belakang kenapa metode
ini lazim dilakukan, meskipun dampak yang ditimbulkan dari penerapan metode ini
terhadap lingkungan tidak sebanding dengan hasilnya.

3 https://www.bmkg.go.id/berita/?p=waspada-dan-siaga-dengan-potensi-kebakaran-hutan-dan-

lahan&lang=ID&tag=press-release, diakses pada 30 Oktober 2019, pukul 17.30 WITA.


4 A. Heil dan J.G Goldammer, 2001, Smoke-haze Pollution: A Review of the 1997 Episode in

Southeast Asia, Reg Environ Change Journal, No. 1, Vol. 2, Berlin: Springer-Verlag, hlm. 24.
5 Lihat Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 26 Tahun 2014 tentang Pengesahan ASEAN

Agreement on Transboundary Haze.


6 A. Heil dan J.G Goldammer, op cit., hlm. 24.

2
Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia menghasilkan asap lintas batas yang
merugikan negara tetangga terdekat di lingkungan ASEAN seperti Singapura,
Malaysia dan Brunei Darussalam. Kabut asap juga ikut mengotori udara di Malaysia
dan Singapura. Akibat yang paling parah adalah kualitas udara yang memburuk
sehingga 111 sekolah dasar dan menengah di Penang, Malaysia, diliburkan karena
indeks polusi udara (API) di telah mencapai level 200 yaitu sangat tidak sehat.
Sedangkan di Singapura kualitas udara juga tidak sehat, menurut Airvisual, udara
di Singapura memiliki angka 103 dengan PM2.5 dan kualitas 36.5. Permasalahan
kabut asap ini menjadi masalah Internasional karena kasus ini menimbulkan
pencemaran di negara-negara tetangga (transboundary pollution). Merujuk data
Center for International Forestry Research (CIFOR), kabut asap pun diprediksi
merugikan perekonomian negara komunitas ASEAN sebesar US$10 miliar.7
Kebakaran yang terjadi di Malaysia ini terjadi di daerah Kuching, seperti
diberitakan oleh surat kabar elektronik setempat bahwa kebakaran semak dan
hutan pada musim kemarau sekarang sudah berada pada tahap yang berbahaya,
sesuai dengan pernyataan salah satu pemadam kebakaran Kuching terdapat 41
kasus kebakaran semak dan hutan yang terpantau. Selain itu setelah melakukan
tinjauan ke kawasan Gedong, Simunjan, Asajaya dan Samarahan, masih terlihat
aktifitas pembakaran terbuka. Namun kebakaran yang terjadi di wilayah Kuching
Serawak Malaysia ini dapat diatasi sepenuhnya oleh pemadam kebakaran
setempat, sehingga tidak menimbulkan asap lintas batas.8
Negara anggota ASEAN dalam hal ini Negara yang berbatasan langsung
dengan Indonesia, Singapura, sudah berulang kali menawarkan bantuan dan
ditolak oleh pemerintah. Malaysia pun sebenarnya sudah mengindikasikan niat baik
untuk membantu pemerintah Indonesia namun Indonesia menolak. Setelah upaya
yang dilakukan oleh pemerintah tidak berhasil barulah pemerintah Indonesia
meminta bantuan. Dalam memberikan bantuan ini Singapura mengirim Heli CH 47

7 http://www.cnnindonesia.com/internasional/20151009135736-106-83942/aseanpunya-kesepak

atan-soal-asap-apakahberfungsi/, diakses tanggal 28 Oktober 2019, pukul 19.00 WITA.


8 http://www.bharian.com.my/node/66371 , diakses tanggal 28 Oktober 2019, pukul 20.00 WITA.

3
Chinook TMT dengan 40 personilnya. Malaysia juga mengirimkan dua helinya, Heli
AS365 Dauphin dan CL 415 Bombardier TMT dengan 26 personilnya.9
Bantuan yang diberikan oleh Singapura dan Malaysia ini juga terdapat
didalam AATHP yang merupakan kewajiban umum dari pihak yang telah
meratifikasi AATHP yakni “… ketentuan bantuan yang saling menguntungkan.”10
Namun dalam pelaksanaan kewajiban umum ini para pihak tidak melaksanakannya
sesuai dengan ketentuan dari AATHP, karena sebelum memberikan bantuan
terdapat kewajiban lain yang tidak dilaksanakan oleh pihak Indonesia maupun
pihak Singapura dan Malaysia serta negara anggota ASEAN yang telah meratifikasi
perjanjian ini.11
Asean Agreement On Transboundary Haze Pollution diratifikasi oleh
Indonesia melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2014
tentang Pengesahan Asean Agreement On Transboundary Haze Pollution (AATHP).
Pasal 2 menyatakan bahwa “tujuan Perjanjian ini adalah untuk mencegah dan
memantau pencemaran kabut lintas batas akibat kebakaran lahan dan / atau hutan
yang harus dikurangi, melalui upaya nasional bersama dan peningkatan kerjasama
regional dan internasional.”12 Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka
berdasarkan Pasal 4 Angka 1 menyatakan bahwa “para pihak wajib bekerjasama
Bekerja sama dalam mengembangkan dan menerapkan langkah-langkah untuk
mencegah dan memantau pencemaran kabut asap lintas batas sebagai akibat dari
tanah dan / atau kebakaran hutan yang harus dikurangi, dan untuk mengendalikan
sumber kebakaran, termasuk dengan identifikasi kebakaran, pengembangan
sistem pemantauan, penilaian dan peringatan dini, pertukaran informasi dan
teknologi, dan ketentuan yang saling menguntungkan bantuan.”13

9http:// www.rappler.com/ Indonesia /109021-indonesia-terima-bantuan-dari- 4 negara-untuk-


padamkan-kebakaran-hutan , diakses tanggal 28 Oktober 2019, pukul 20.30 WITA.
10 Asean Agreement On Transboundary Haze Pollution , Article 4.
11 Ibid,.
12 Agreement On Transboundary Haze Pollution, Article 2.
13 Asean Agreement On Transboundary Haze Pollution, Article 4, Section 1.

4
Secara teoritis dengan telah bergabungnya seluruh negara ASEAN (ditandai
dengan penyerahan instrumen ratifikasi) dalam AATHP maka masalah karhutla
yang menyebabkan pencemaran asap lintas batas akan bisa ditangani secara
maksimal. Faktanya, pada tahun 2015 justru terjadi karhutla yang menyebabkan
pencemaran asap lintas batas terburuk dari sebelumnya dengan parameter seperti
jumlah korban, durasi kejadian, kerugian ekonomi, dan dampak yang luas terhadap
kesehatan dan lingkungan yang melebihi tahun-tahun sebelumnya.14
Pencemaran udara lintas batas negara ini bertentangan dengan prinsip-
prinsip hukum lingkungan Internasional. Salah satu prinsip adalah “Sic utere tuo ut
alienum non laedes” yang menentukan bahwa suatu Negara dilarang melakukan
atau mengijinkan dilakukannya kegiatan yang dapat merugikan Negara lain,15 dan
prinsip good neighbourliness.16 Pada intinya prinsip itu mengatakan kedaulatan
wilayah suatu negara tidak boleh diganggu oleh negara lain. Prinsip-prinsip hukum
Internasional untuk perlindungan lingkungan lainnya adalah general prohibition to
pollute principle, the prohibition of abuse of rights, the duty to prevent principle,
the duty to inform principle, the duty to negotiate and cooperate principle,
intergenerational equity principle.17
Kesadaran ini kemudian mendorong ASEAN untuk mengambil inisiatif dan
langkah meningkatkan kerjasama ditingkat regional, sub regional serta
nasional secara terkoordinir dalam upaya pengambilan kebijakan terhadap
permasalahan pencemaran asap yang telah melintas batas. Hingga saat ini, ASEAN
telah membuat tiga perjanjian regional untuk mengatasi pencemaran asap. Ketiga
perjanjian itu adalah the 1985 ASEAN Agreement on the Conservation of Nature
and Natural Resources, the 1995 Treaty on the Southeast Asia Nuclear Weapon-

14 Asumsi berdasarkan data BNPB yang dimuat dalam Majalah Gema BNPB Vol. 6, No. 3,
(Desember 2015), hlm. 5 – 6.
15 J.G, Starke, 2015, Pengantar Hukum Internasional, edisi kesepuluh, Jakarta: Sinar Grafika

Offset, hlm. 546.


16 Sucipto, 1985, Sistem Tanggung Jawab Dalam Pencemaran Udara, Malang: Fakultas Hukum

UNIBRAW, hlm. 82.


17 Adji Samekto, 2019, Negara Dalam Dimensi Hukum Internasional, Bandung: Citra Aditya Bakti,

hlm. 119.

5
Free Zone and ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. Persetujuan
ini merupakan reaksi terhadap krisis lingkungan hidup yang melanda Asia Tenggara
pada akhir dasawarsa 1990-an. Konsekuensi dari pelanggaran tersebut dapat
menjadi dasar untuk meminta pertanggungjawaban Negara terhadap Negara yang
telah melakukan tindakan yang merugikan Negara lain. Menurut hukum
Internasional pertanggungjawaban Negara timbul dalam hal Negara yang
bersangkutan merugikan Negara lain. Dalam hal ini kasus kebakaran hutan di
Indonesia telah menimbulkan dampak negative terhadap Negara-negara tetangga.
Maka sesuai dengan tujuan dibentuknya AATHP peneliti ingin menganalisis
sejauh mana peran negara Indonesia melalui tanggungjawab negara dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia
terhadap negara-negara anggota ASEAN yang terkena dampak dari pencemaran
udara lintas batas akibat kebakaran hutan berdasarkan ASEAN Agreement on
Transboundary Haze Pollution, baik itu Indonesia ataupun negara anggota lainnya.
Maka judul penelitian yang akan diangkat oleh peneliti adalah : “Tanggungjawab
Negara Indonesia terhadap Pencemaran Lintas Batas negara Akibat Kebakaran
Hutan Berdasarkan ASEAN Agreement On Transboundary Haze Pollution.”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan
permasalahan yang akan dijadikan bahan penulisan dalam makalah ini yang fokus
membahas tentang tanggungjawab Negara Indonesia terhadap pencemaran udara
lintas batas negara akibat kebakaran hutan berdasarkan ASEAN Agreement on
Transboundary Haze Pollution.

C. Keaslian Penelitian
Sepengetahuan penelitian ini merupakan karya asli penulis dan bukan
merupakan duplikasi maupun plagiasi dari karya penulis lain. Apabila dikemudian
hari ditemukan bahwa penelitian ini sudah pernah diteliti maka hasil penelitian yang
serupa ini hanya sebagai literatur pelengkap dan/atau pembanding bagi pihak-
pihak yang membutuhkan pengetahuan mengenai tanggungjawab Negara

6
Indonesia terhadap pencemaran udara lintas batas negara akibat kebakaran hutan
berdasarkan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. Penelitian lain
yang memiliki relevansi dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Siciliya Mardian Yo’el, 2016, Efektivitas ASEAN Agreement On Transboundary
Haze Pollution dalam penanggulangan pencemaran asap lintas batas di ASEAN,
Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, dalam skripsi ini membahas
tentang efektifitas keberadaan ASEAN Agreement on Tansboundary Haze
Pollution (AATHP) dalam implementasinya pada hukum nasional di negara-
negara yang meratifikasi perjanjian tersebut. Namun dalam kajian pada skripsi
tersebut tidak memberikan pernyataan secara jelas terkait dengan
tanggungjawab negara Indonesia sebagai penyebab terjadinya pencemaran
udara lintas batas negara.
2. Akbar Kurnia Putra, 2015, Transboundary Haze Pollution dalam perspektif
hukum lingkungan Internasional, Fakultas Hukum, Universitas Jambi, dalam
skripsi ini membahas tentang pengaruh ratifikasi ASEAN Agreement on
Transboundary Haze Pollution terhadap kepentingan dan kebijakan nasional
Indonesia. Namun kepentingan dan kebijakan Nasional yang dipaparkan oleh
peneliti pada skripsi tersebut tidak fokus mengarah pada aspek
pertanggungjawaban negara sehingga kewajiban negara terhadap penyelesaian
permasalahan pencemaran udara lintas batas negara tersebut belum
sepenuhnya terjawab.
3. Yolanda Dwi Maharany, 2016, Kerjasama Negara Anggota ASEAN dalam Upaya
Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan di Indonesia Berdasarkan
ASEAN Agreement On Transboundary Haze Pollution, Fakultas Hukum,
Universitas Riau, dalam skripsi ini membahas tentang kerjasama negara anggota
ASEAN terkait pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan di Indonesia
berdasarkan ASEAN Agreement On Transboundary Haze Pollution setelah di
ratifikasi oleh Indonesia. Namun dalam kajian pada skripsi tersebut peneliti tidak
membahas secara spesifik kerjasama negara Angota ASEAN sebelum di ratifikasi
oleh Indonesia.

7
Berdasarkan ketiga contoh skripsi di atas, maka dapat dirunut bahwa
meskipun ketiga skripsi tersebut memiliki tema yang hampir sama dengan judul
penulisan hukum ini, namun ketiga contoh skripsi tersebut berbeda dalam hal fokus
permasalahannya.

Anda mungkin juga menyukai