Anda di halaman 1dari 20

KATEGORI INOVASI UNTUK KAMPUS

ELEVATING INDONESIA THROUGH INNOVATION

Innovasi Teknologi

JUDUL INOVASI

We-Remotes (Wildfire Real Time Monitoring and Preventing System)

NAMA INOVATOR& NPK

Khoirul Khabibi – 16/394948/TK/44240

Hanif Nur Candra – 16/400360/TK/45374

Vicko Pranowo – 16/394966/TK/44258

PERGURUAN TINGGI

Universitas Gadjah Mada


PROFIL ANGGOTA

No. Nama Program Studi Tempat Tanggal Email Telepon/Hp


Lahir
(NIM)
1 Khoirul Teknik Elektro Kebumen, 11 khoirul.khabibi@mail.ugm.ac.id 088215721073
Khabibi (16/394948/TK/44240) Desember 1997
2 Hanif Teknologi Informasi Gunungkidul, 1 hanif.nur.candra@mail.ugm.ac.id 082220809693
Nur (16/400360/TK/45374) Agustus 1997
Candra
3 Vicko Teknik Elektro Medan, 12 Juli vicko.pranowo@mail.ugm.ac.id 082316589612
Pranowo (16/394966/TK/44258) 1998
EXECUTIVE SUMMARY REKINNOVATION 2019
We-Remotes (Wildfire Real Time Monitoring and Preventing System)

Kebakaran hutan dan lahan atau sering disingkat karhutla merupakan permasalahan yang
melanda Indonesia hampir tiap tahun. Semakin tahun jumlah hutan di Indonesia semakin
berkurang. Dampak dari karhutla juga tidak hanya mengurangi jumlah hutan yang ada tetapi juga
terhadap sosial ekonomi, hingga kesehatan. Selama ini kejadian karhutla baru ditangani ketika
kebakaran sudah menyebar luas. Sehingga penanganan pun menjadi semakin lama.

Proses monitoring secara real time perlu dilakukan guna memantau titik api yang timbul di
hutan atau lahan. Kemudian penanganan dini dengan memadamkan titik-titik api harus segera
diambil agar titik api tidak berubah menjadi kebakaran yang besar.

We-Remotes adalah sistem monitoring secara real time dan terintegrasi dengan petugas
lapangan maupun sistem pemadam otomatis menggunakan drone yang akan bekerja memadamkan
api ketika titik api terdeteksi. Sistem ini akan mencegah terjadinya kebakaran hutan yang lebih
besar dan luas. Sehingga bisa meminimalisir dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan

Latar Belakang
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terus terjadi di Indonesia selama beberapa tahun
terakhir. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sepanjang Januari
hingga Oktober 2019 luas kawasan hutan dan lahan yang terbakar di seluruh Indonesia mencapai
857.756 hektare. Kawasan terparah yang mengalami kebakaran hutan dan lahan di Indonesia adalah
provinsi Riau, menurut angka sementara BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Riau
area terbakar mencapai 50.730 hektare, dengan jumlah titik panas mencapai sekitar 8.168 titik,
dengan 72 % di antaranya terjadi di areal lahan gambut.1

1
Katadata. (2019, September 20). Retrieved from https://katadata.co.id/berita/2019/09/20/bnpb-catat-
328724-hektare-hutan-dan-lahan-terbakar-hingga-agustus
Terbakarnya hutan yang sebagian besar areal gambut menyulitkan proses pemadaman.
Selain itu juga, banyaknya titik api dan sebarannya yang luas juga membuat karhutla yang terjadi
kali ini memakan waktu yang cukup lama untuk dipadamkan. Hal ini diperparah dengan musim
kemarau yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia yang berakibat semakin meluasnya
kebakaran yang terjadi.

Masifnya karhutla yang terjadi di tahun 2019 ini selain berdampak buruk terhadap hutan
tetapi juga kualitas udara dan kesehatan. Kabut asap akibat karhutla berdampak pada aktivitas
warga. Jarak pandang yang sangat terbatas menyebabkan warga tidak bisa beraktivitas normal.
Sehingga kegiatan perekonomian nyaris lumpuh. Selain itu, sekolah juga terpaksa meliburkan
siswanya akibat kabut asap yang dikhawatirkan mengganggu kesehatan siswa. Bahkan, sebaran
kabut asap mencapai Malaysia dan Singapura yang juga terpaksa menghentikan aktivitas belajar
mengajar.

Selama terjadi karhutla, Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang terpantau
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sabtu, 14 September 2019 menunjukkan
kualitas udara terburuk terjadi di wilayah Pekanbaru, Riau. ISPU tertinggi yang tercatat adalah 2692
yang sudah masuk dalam kategori berbahaya. Padahal angka 101-199 sudah mengindikasikan
kualitas udara yang tidak sehat.

Buruknya kualitas udara berdampak cukup serius terhadap kesehatan. Salah satu masalah
kesehatan yang sering terjadi akibat kualitas udara yang buruk adalah Infeksi Saluran Pernapasan
Atas (ISPA). Menurut data dari UNICEF3, sejak Juli 2019 hingga September 2019, tercatat sudah
ada sebanyak 10 juta anak yang terdampak akibat karhutla yang melanda Kalimantan dan
Sumatera. Dari jumlah tersebut, 2,4 juta di antaranya adalah anak usia balita, sedangkan sisanya
7,8 juta merupakan anak usia sekolah. Anak-anak memang lebih rentan terhadap polusi udara

2
BPNB. (2019, Septembet 14). Retrieved from https://www.bnpb.go.id/kualitas-udara-riau masih-buruk
3
UNICEF. (2019, September 24). Retrieved from UNICEF: https://www.unicef.org/press-releases/indonesia-10-
million-children-risk-air-pollution-due-wild-forest-fires
karena daya tahan tubuhnya yang belum sempurna. Selain anak-anak, bayi dalam kandungan pun
bisa terdampak karhutla. Hasil riset UNICEF juga memaparkan bahwa bayi yang lahir dari ibu
yang terpapar polusi udara selama kehamilannya beresiko lebih besar mengalami gangguan
pertumbuhan di dalam rahim, lahir prematur serta berat badan bayi yang lahir rendah.

Selama ini penanganan karhutla yang dilakukan pemerintah adalah melakukan pemantauan
melalui satelit untuk update hotspot setiap enam jam dan mengerahkan pasukan ke lapangan untuk
memadamkan api. Update hotspot yang tidak dilakukan secara real-time mempersulit pemadaman
karena dimungkinkan titik api yang terpantau sudah besar. Keberadaan titik api yang menyebar dan
berada di tengah hutan juga menyulitkan personel lapangan untuk bekerja. Oleh karena itu
pemantauan secara real time serta penanganan langsung ketika ditemukan titik api. Sehingga titik
api tidak terlanjur membesar dan mudah dipadamkan.

Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, maka perlu diketahui :

1. Bagaimana real time system untuk pemantauan titik api dan kebakaran hutan?

2. Bagaimana sistem yang efektif untuk mengatasi terjadinya kebakaran hutan?

3. Bagaimana menerapkan sistem real time monitoring serta pencegahan terjadinya


kebakaran hutan?

Teori Pendukung
A. Sistem Pendeteksi Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan menyebabkan munculnya asap yang berbahaya bagi kesehatan


manusia. Berdasarkan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU), ada lima kandungan
berbahaya dalam asap kebakaran hutan, yakni Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida
(SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), dan Ozon Permukaan (O3).4 Selain itu kebakaran hutan
juga menyebabakan peningkatan suhu udara dan penurunan kelembaban udara.

Sistem pendeteksi kebakaran hutan adalah sebuah sistem untuk mengambil data
kondisi lingkungan di area hutan dan memberikan informasi apabila terjadi kebakaran hutan
berdasarkan data tersebut. Telah banyak peneliti yang melakukan pengembangan sistem
pendeteksi kebakaran hutan menggunakan berbagai teknologi yang ada, diantaranya adalah
pendeteksi kebakaran hutan menggunakan Wireless Sensor Network (WSN)5, pendeteksi
kebakaran hutan berdasarkan video multi-fearure fusion6 dan menggunakan deteksi objek7.

Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pengembangan sistem pendeteksi


kebakaran hutan di Indonesia adalah komunikasi. Hal ini disebabkan karena tidak adanya
provider yang menyediakan layana didalam area hutan, sehingga tidak memungkinkan
terjadinya transimisi data melalui sinyal GSM. LoRa merupakan sebuah sistem komunikasi
jarak jauh dan dengan power yang rendah. LoRa berkomunikasi menggunakan sinyal radio
sehingga dapat digunakan seabagai media komunikasi sistem pendeteksi kebakaran.

B. Sistem Penanganan Kebakatan Hutan

Prinsip dasar untuk menekankan pemadaman api adalah memahami terlebih dahulu
komposisi terbentuknya api. Salah satu taktiknya adalah dengan mengurangi salah satu dari
3 komponen yang pemicu terbentuknya api, diantaranya kandungan oksigen di udara,

4
CNN Indonesia (2019, 15 Agustus). Retrieved from https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20190815152437-
199-421641/4-kandungan-zat-berbahaya-asap-kebakaran-hutan

5
Khamukhin, A. A., & Bertoldo, S. (2016). Spectral analysis of forest fire noise for early detection using wireless
sensor networks. 2016 International Siberian Conference on Control and Communications (SIBCON).

6
Jie, L., & Jiang, X. (2009). Forest fire detection based on video multi-feature fusion. 2nd IEEE International
Conference on Computer Science and Information Technology.

7
Wu, S., & Zhang, L. (2018). Using Popular Object Detection Methods for Real Time Forest Fire Detection. 11th
International Symposium on Computational Intelligence and Design (ISCID).
adanya panas dan bahan kimia berupa minyak (Gambar 1). Cara yang biasa digunakan
adalah dengan menggunakan air untuk memadamkan api karena air mempunyai
kemampuan untuk mengurangi panas dari api.8 Pemilihan pemadaman api pada inovasi ini
adalah dengan menggunakan bubuk kering yang mempunyai sifat meredamkan panas dari
api karena bubuk kering tidak menghantarkan panas dan mempunyai kemampuan untuk
memisahkan bahan bakar dari oksigen di udara.

Gambar 1. Komposisi api (kiri) dan penanganan api dengan dry powder (kanan)

Untuk itu, salah satu cara untuk mencari titik api di daerah hutan dan melakukan
pemadaman secara berkala dan efisien adalah dengan penggunaan drone yang
membawakan bubuk kering yang mampu mengatasi masalah kebakaran kelas A,B,C, dan
D. Klasifikasi kebakaran kelas A merupakan kebakaran yang disebabkan oleh benda padat
yang mudah terbakar. Kebakaran kelas B umumnya disebabkan oleh benda cair atau gas
yang mudah meledak, sedangkan kebakaran kelas C lebih rentan kerusakan pada komponen
elektrik yang menyebabkan percikan api. Terakhir adalah kebakaran kelas D yang
disebabkan oleh benda kimia yang mudah terbakar.8

Drone dirancang sedemikian rupa dengan melepaskan bubuk kering pemadam


kebakaran ke area yang terdampak di daerah hutan. Dengan menjalankan tugas pemadaman
api, quadrotor harus mempunyai beberapa kriteria dan spesifikasi tertentu yang memenuhi.
Kriterianya adalah quadrotor atau drone mempunyai kemampuan untuk melakukan

8
Firecheck. (2019). Retrieved from https://firecek.com/klasifikasi-kelas-kebakaran-dan-pemadamnya/
hovering (mengambang di udara), kemampuan untuk lepas landas dan mendarat secara
stabil, kemampuan untuk melakukan maneuver (berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain
yang ditujukan), dan terakhir adalah kemampuan untuk mengetahui keberadaan titik api di
hutan yang juga dinamakan kemampuan navigasi. 9 10

Spesifikasi dan kriteria yang dipaparkan diatas mesti diketahui oleh pengguna drone
yang dijadikan pedoman untuk mengetahui kelayakan atau feasibility drone tersebut.
Berkaitan dengan kriteria yang telah disebutkan bahwa drone mempunyai kemampuan
navigasi, drone harus mempunyai spesifikasi komponen elektronika yang bisa
mempertahankan akurasi posisi drone tersebut berada dengan jangkauan toleransi 1 meter
dari titik lokasi sebenarnya. Selanjutnya, kriteria maneuver juga berhubungan langsung
dengan bagaimana drone memetakan posisi awal drone menuju ke titik goal yang telah
diberikan dari Ground Control penjaga hutan yang memberikan sinyal ada bahaya
kebakaran hutan. Selain itu, sensor-sensor lainnya seperti sensor smoke detector, sensor
temperature dan kelembapan juga ditambahkan pada drone untuk mengidentifikasi posisi
tepat titik api beraksi di dalam hutan. Apabila sensor-sensor ini tidak dapat menemukan
adanya indikasi kebakaran, maka drone akan mengirimkan pesan ke pihak penjaga hutan
bahwa gagal untuk menemukan titik api di lokasi yang diberikan.10 Sensor-sensor ini juga
diintegrasikan dengan kamera agar menentukan kadar panas pada lokasi goal yang
diberikan dengan menggunakan algoritma estimasi dan menunjukkan path yang harus
dilalui drone agar mendekati titik goal yang diberikan bersamaan dengan pengecekan
adanya titik api atau tidak melalui kamera pada saat sebelum mencapai titik goal.

Adanya perbandingan antara penggunaan kamera secara langsung pada drone dan
penggunaan citra satelit yang akan dikirimkan ke drone untuk diproses lebih lanjut. Salah
satu yang membedakannya adalah implikasi penggunaan masing-masing metode untuk

9
Bouktir, Y., Chettibi, T., & Haddad, M. (2018). Trajectory planning for a quadrotor helicopter. 2008 Mediterranean
Conference on Control and Automation - Conference Proceedings, 1258 - 1263.

10
Purnomo, L. (2018, 5 10). Retrieved from Liu Purnomo: https://liupurnomo.com/pemetaan-udara/
penelitian dan pemantau secara akurat pada area hutan yang masih terbatas. Di lain hal,
kualitas gambar juga menjadi pedoman dalam menentukan metode yang lebih supportive
dan permasalahan proses komputasi yang lama serta penggunaan biaya yang digunakan
untuk pengguna menjadi bahan pertimbangan pemakaian citra satelit kurang dipakai secara
umum. Akan tetapi, masalah cakupan daerah atau coverage area menjadi pertimbangan
untuk menggunakan citra satelit serta masalah klasifikasi satu lokasi dengan lokasi lain
11
yang bisa diselesaikan hanya dengan citra satelit. [5] Perbandingan antara kamera dan
penggunaan citra satelit dapat dilihat dari Gambar 3 berikut ini:

Gambar 3. Perbandingan penggunaan kamera pada drone dan penggunaan citra satelit

Salah satu cara untuk mengurangi kekurangan drone adalah dengan menganut
sistem multi-agent drone yang berfungsi untuk mencakup daerah yang lebih luas agar
coverage area yang diperoleh lebih teliti dan akurat dibandingkan dengan penggunaan citra
satelit. Multi-agent drone ini mempunyai kemampuan untuk mengintegrasi satu data
kebakaran antar drone. Alhasil, data-data tersebut diakumulasi dan diperoleh pencocokan
data dan mengkomplementasi satu sama lain yang ternyata mirip dengan hasil citra satelit
dengan tingkat akurasinya kurang. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dari Gambar 4 berikut
ini:

11
Ruwaimana, M., Satyanarayana, B., Otero, V., Muslim, A. M., Syafiq, A. M., Ibrahim, S., . . . Dahdouh-Guebas, F.
(2018). The advantages of using drones over space-borne imagery in the mapping of mangrove forests.
Gambar 4. Hasil deteksi titik api di hutan dengan menggunakan multi-agent drone

Jalur yang dimiliki setiap drone tidak berbentrokan antara satu sama lain karena
telah diatur dengan algoritma yang di-upload ke mikrokontroller. Mikrokontoller adalah
sebuah chip yang berfungsi sebagai pengendali rangkaian elektronik dan umumnya dapat
menyimpan program di dalamnya agar dapat diproses ketika kondisi memenuhi. Jalur ini
ditentukan melalui strategi komunikasi dengan mengendalikan formasi (formation control).
Formation control ini dapat menentukan path planning dari masing-masing drone yang
telah diplotting untuk mencapai titik goal secara efisien dan menghindari bentrokan antara
satu sama lain ,lihat Gambar 5. Strategi kendali formasi yang umum dipakai dalam
perancangan sistem terdapat 2 jenis, diantaranya leader-follower dan virtual structure.
Leader-follower menganut sistem dengan leader dipilih dan sisanya adalah agen yang
digunakan sebagai follower. Leader mempunyai kemampuan untuk mengdistribusikan
informasi mengenai posisi dari semua follower dan mengikuti perintah yang diberikan dari
leader. Akan tetapi, cara ini membuat informasi yang terkirimkan mengalami latensi yang
mengakibatkan terjadi penundaan dalam penerimaan informasi ke agen follower.
Sedangkan virtual structure adalah suatu sistem kendali formasi yang masing-masing rigid
body drone dijadikan satu agen yang dapat berkomunikasi dengan agen lainnya,
diumpamakan adanya virtual body (tidak ada wujud drone) yang menjadi pusat dari semua
agen. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dari Gambar 6 di bawah ini:
Gambar 5. Path planning untuk multi-agent drone

Gambar 6. Perbandingan sistem centralized (a) dan sistem decentralized yang menganut virtual
body sebagai centroid dari semua agen (b)

Karya Inovasi
Inovasi yang dibuat terdiri dari dua komponen yaitu sistem monitoring dan sistem
penanganan kebakaran hutan. Sistem pendeteksi berupa IoT yang ditempatkan didalam hutan untuk
mengambil data keadaan hutan, sedangkan sistem penanganan berupa drone yang dilengkapi
dengan dry powder untuk memadamkan titik kebakaran. Kedua sistem tersebut nantinya akan
saling berkomunikasi menggunakan sebuah server seperti skema berikut.
Gambar 7. Arsitektur sistem We-Remote

Sistem pendeteksi kebakaran menggunakan arduino uno sebagai microcontroller dan


dilengkapi dengan sensor suhu, karbon monoksida (CO) dan sensor kelembaban. Sistem ini akan
mengirimkan payload data keadaan hutan setiap 30 menit sekali ke network server melalui LoRa
Gateway menggunakan modul LoRa. Apabila ditemukan data yang tidak wajar maka sistem akan
men-trigger drone untuk terbang ke lokasi yang terdeteksi.

Gambar 8. Blok diagram sistem pendeteksi kebakaran hutan


Drone yang digunakan dalam perancangan sistem penanganan dan monitoring wildfire adalah
hexacopter berbasis sistem centralized. Alasan utama penggunaan drone hexacopter adalah beban
yang diberikan pada drone memiliki berat lebih dari 2 kilogram. Untuk itu, diperlukan tambahan
gaya thrust untuk mengangkat drone tersebut keatas dengan menambahkan jumlah motor brushless
pada rotor, yaitu jumlah motor enam buah yang mempunyai kemampuan untuk mengangkut
kamera dan chassis dry powder. Hal ini juga dilihat dari hasil torsi yang diperoleh dari masing-
masing motor yang dapat diatur kecepatannya dengan menggunakan ESC (Electronic Speed
Controller) 40 A (Gambar 9)

Gambar 9. Hobbywing SkyWalker ESC 40A With BEC 3A

Selanjutnya, ada beberapa sensor-sensor untuk mendeteksi kebakaran dengan


menggunakan hexacopter, diantaranya adalah sensor asap MQ-2, sensor suhu dan kelembapan
DHT22, sensor Inertial Measurement Unit GY-87 dan sensor vision e-cam Cunano dengan
menggunakan kamera yang diperoleh datanya lewat mikrokontroller NVIDIA Jetson Nano yang
mempunyai graphic card untuk menampilkan data video dalam 30 – 60 frame per seconds. Di lain
hal, mikrokontroller utama yang digunakan adalah berupa WaveShare Core746I microcontroller
STM32F7 ARM Cortex M7 yang dicatukan dengan LoRa untuk mengirimkan dan menerima data
dari Cloud Server yang lalu dikirimkan ke database dan mempunyai akses user ke admin database
tersebut dapat berupa perintah input dari pengguna. Pengguna ini mempunyai GUI (Graphical User
Interface) yang secara langsung dapat memberikan input berupa titik koordinat api muncul di
daerah hutan. Jangkauan terkoneksinya GUI dan hexacopter ini adalah berkisar 10 kilometer. Hal
ini tergantung dari kualitas dan penggunaan hardware berupa LoRa untuk keperluan IoT (Internet
of Things). Adapun penggunaan Global Positioning System berupa M8N untuk menentukan
koordinat sekarang drone tersebut berada. Hal ini juga signifikan secara langsung ketika untuk
menghindari satu rute drone dengan rute drone yang lain karena titik koordinat diketahui, dibantu
dengan adanya kamera yang berfungsi untuk mengetahui apakah lokasi yang dituju telah sampai
atau juga bisa menghindari halangan yang ada pada saat menuju ke titik goal yang diberikan. Secara
garis besar, kumpulan beberapa hexacopter akan secara otomatis membentuk rute tersendiri yang
tidak saling berbentrokan sama lain setelah menerima sinyal adanya kebakaran dari pihak penjaga
hutan. Hexacopter tersebut mampu melakukan auto take-off, hovering (saat belum menemukan
titik api), dan auto landing (ketika telah berhasil memadamkan api di daerah tertentu). Hasil
hexacopter yang dicapai adalah seperti gambar berikut ini:

Gambar 10. Prototype hexacopter yang ingin dicapai

Garis besar sistem dapat digambarkan dalam skematik berikut ini:


Gambar 11. Skematik sistem hexacopter
Dampak Karya Inovasi
Dengan menggunakan We-Remotes data titik api akan didapat secara real time. Jika
ditemukan titik api, maka sistem akan memicu sistem pemadam (drone) untuk memadamkan titik
api tersebut. Sistem ini juga memungkinkan pemadaman titik api pada daerah yang sulit dijangkau.
Pemadaman pada titik api akan mencegah terjadinya kebakaran yang lebih luas pada hutan atau
lahan. Sehingga proses pemadaman tidak akan memakan waktu yang lama.

Pencegahan kebakaran hutan dengan sistem We-Remotes juga akan mengurangi dampak
yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan. Luas wilayah hutan akan tetap terjaga. Begitu pula
dampak kebakaran hutan terhadap kesehatan maupun sosial ekonomi akan berkurang.

Biaya Inovasi
No Komponen Inovasi Harga Keterangan
1 Arduino Uno Rp 572.000 Mikrokontroler berbasis ATmega328, berfungsi
untuk mengolah data dari sensor dan
mengirimkannya ke network server.
2 Gas Sensor MQ-9 Rp 30.000 Berfungsi untuk mengukur kandungan gas
karbon monoksida yang terdapat di udara
3 DHT11 Temperature And Rp 20.000 Berfungsi untuk mengukur temperatur dan
Humidity Module Arduino kelembaban
4 Dragino LoRa GPS Shield Rp 550.000 Berfungsi untuk mengetahui lokasi device dan
for Arduino untuk mengirimkan data ke network server
melalui gateway
5 6 Baterai Li-ion 18650 12 Rp 129.000 Sebagai power supply untuk sistem pendeteksi
Volt kebakaran
6 Pixhawk PX4 + Full kit Rp 3.475.000 Flight controller sebagai stabilizer drone ketika
(termasuk GPS) berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain
7 WaveShare Core746I Rp. 800.000 Berfungsi sebagai penerima data dari penjaga
microcontroller STM32F7 hutan melalui ground control, mengatur
ARM Cortex M7 konfigurasi parameter untuk pixhawk PX4, dan
memperoleh deteksi titik api kebakaran melalui
kamera dari NVIDIA Jetson Nano
8 NVIDIA Jetson Nano Rp 3.273.000 Mikrokontroller berbasis Artificial Intelligence
yang berfungsi untuk memperoleh frame data
video dari kamera dan diolah untuk
menghindari halangan di sekitar drone (obstacle
avoidance) , menentukan rute perjalanan drone
sampai menemukan titik api yang ditujukan dari
penjaga hutan
9 e-CAM30 CUNANO Rp 1.158.000 Kamera berbasis OpenCV yang mempunyai
kemampuan membedakan kadar suhu hanya
melalui kamera, kemampuan mendeteksi titik
api, dan menentukan jauh drone dari titik api
yang terdeteksi
10 Chassis Drone Tarot Rp 2.350.000 Frame tubuh drone berjumlah 6 buah rotor dan
hexacopter 3K Carbon 2 penyangga kaki
11 360KV Motor Brushless Rp 1.800.000 Berfungsi untuk menggerakkan drone dengan
High Torque for thrust , yaw, pitch, dan roll dengan nilai tertentu
Multirotor Drone pada kondisi drone tertentu.
Hexacopter berjumlah 6
buah
12 Hobbywing SkyWalker Rp. 960.000 Berfungsi untuk mengatur kecepatan motor
ESC 40A With BEC 3A brushless
13 Turnigy Heavy Duty Rp 1.500.000 Berfungsi untuk memberikan daya ke
5000mAh 4S 60C Lipo komponen elektronika yang terdapat pada drone
Baterai RC Drone UAV
w/XT-90
14 Multirotor Carbon Fiber Rp 750.000 Berfungsi untuk mengangkut drone dengan
T-Style Propeller 15x5.5 beban sebesar beberapa kali lipat massa drone
Black (CW/CCW)
berjumlah 3 pasang
15 Dry Powder Rp 150.000 Berfungsi untuk memadamkan titik api di hutan
16 3D printing Chassis Dry Rp 220 000 Berfungsi untuk menampung dry powder
Powder atau aluminium-
made for Dry Powder
17 Tower Pro SG90 9g micro Rp 80.000 Berfungsi untuk membuka penutup 3D printing
servo berjumlah 2 buah Chassis Dry Powder
18 RA-02 sx1278 LoRa Rp 82.900 Berfungsi untuk mengirimkan data ke Cloud
WAN 10Km 433MHz beserta dikirimkan ke database dengan
spread spectrum menggunakan Lora Gateway
19 GPS Neo M8N Rp 600.000 Berfungsi untuk menentukan titik koordinat
drone dengan bantuan 6 titik dari satelit
20 GY-87 IMU (Inertial Rp 350.000 Berfungsi untuk mengetahui orientasi dan sudut
Measurement Unit) kemiringan drone

Kesimpulan
We-Remote terdiri dari dua buah sistem yang saling terkoneksi yaitu sistem pendeteksi
kebakaran hutan berupa sistem IoT dan sistem penanganan kebakaran hutan berupa drone dengan
dilengkapi dry powder. Komunikasi antara kedua sistem menggunakan LoRa yang dapat
melakukan komunikasi jarak jauh dengan power kecil. Dengan adanya sistem We-Remote
harapanya penanganan kebakaran hutan dapat dilakukan sedini mungkin sehingga tidak
menimbulkan kerugian dan akibat yang besar,
EVIDENCE SHEET REKINNOVATION
2019

JUDUL INOVASI

We-Remotes (Wildfire Real Time Monitoring and Preventing System)

NAMA INOVATOR& NPK

Khoirul Khabibi – 16/394948/TK/44240

Hanif Nur Candra – 16/400360/TK/45374

Vicko Pranowo – 16/394966/TK/44258

Anda mungkin juga menyukai