Anda di halaman 1dari 4

ANALISA VIDEO DOKUMENTER KESEPAKATAN RAHASIA HANCURKAN

SURGA PAPUA DARI SUDUT PANDANG ANTROPOLOGI

Nama Anggota Kelompok :

Muhammad Suarga Nabil Akbar Ramadhan

Vitran Aldrisch Anggalo

Rendy Febrian Noor


1. LATAR BELAKANG

Hutan merupakan sumber daya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak
terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah tersebut hutan
mempunyai nilai filosofi yang sangat dalam bagi kepentingan umat manusia, dengan
segala kekayaan alam yang dikandungnya hutan memberikan kehidupan bagi makhluk
hidup di bumi ini terutama bagi umat manusia. Hutan tidak saja memberikan kehidupan
bagi masyarakat yang menempatinya tetapi juga masyarakat di perkotaan. Papua
merupakan kawasan yang luas dengan kekayaan hutannya namun luas kawasan hutan di
provinsi Papa mengalami pengurangan sekitar 3,5 juta hektar dari sekitar 31,56 juta
hektar pada decade 1960-an hingga menjadi 28 juta hektar saat ini, pengurangan luas
kawasan hutan Papua itu sebagai dampak dari meningkatnya aktivitas pembangunan serta
pengelolaan hutan. Bagi Orang Asli Papua, hutan bukan hanya sebagai sumber pagan,
tetapi juga memiliki nilai spiritual, tempat leluhur dikeramatkan. Seperti masyarakat adat
Papua lainnya, Suku Adat Momuna meyakini tanah dan hutan sebagai Ibu, si pemberi
kehidupan dan kehidupan.

2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang menjadi masalah dalam film tersebut.
2. Bagaimana solusi dari permasalahan yang ada di film tersebut.

3. PEMBAHASAN

Chairul sebenarnya hanya memiliki klaim kecil atas tanah terkait. Tetapi, ada banyak pihak
yang melibatkan berbagai kepentingan dan menggandeng bersama-sama mendulang harta
sekaligus mengantisipasi yang dapat mencegah bencana lingkungan yang kemudian
membangun-angsur terungkap.

Ancaman terhadap pemusnahan hutan melalui Proyek Tanah Merah amatlah nyata. Sejak
tahun 2000, hanya Brasil yang mampu mengalahkan Indonesia dalam hal luasan hutan hujan
yang telah sirnah. Salah satu penyebab utama dari deforestasi tersebut adalah pertumbuhan
perkebunan, industri yang kian brutal membabat hutan sejak awal tahun 2000-an. Itulah
perkebunan yang membuat Indonesia menyandang gelar sebagai produsen utama di dunia
untuk minyak sawit, yakni minyak nabati nabati yang banyak digunakan dalam berbagai jenis
produk sehari-hari. Situasi itu pun ikut memicu krisis lingkungan karena cadangan karbon
dari pohon-pohon yang hilang akibat deforestasi akhirnya terlepas dari atmosfer.

Besarnya volume emisi gas rumah kaca yang bersumber dari hutan di Indonesia merupakan
masalah yang menjadi perhatian global. Norwegia telah menjanjikan AS$ 1 miliar sebagai
upaya untuk menghentikan laju emisi tersebut. Sejak 2015, Presiden Joko Widodo (Jokowi)
telah mencoba untuk memperbaiki tata kelola industri perkebunan sawit, termasuk
belakangan ini dengan mengeluarkan kebijakan larangan terhadap izin baru untuk
perkebunan sawit (moratorium sawit) melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres)
No. 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta
Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. Meski hanya sebagian kecil dari Proyek
Tanah Merah yang telah dikembangkan, namun izin konsesi dikeluarkan sebelum pelarangan
mulai berlaku. Penghancuran hutan pun terus berlanjut.

Saat ini, kawasan yang mencakup wilayah seluas kurang lebih 65 kilometer persegi atau
sekitar satu setengah kali Kota Jogjakarta tersebut telah dibabat untuk Proyek Tanah Merah.
Itu hanya sebagian kecil dari total wilayah proyek. Jika buldoser terus bergerak dan
menjangkau sisa lahan sesuai, maka jumlah emisi karbon yang dikeluarkan akan lebih besar
dari pembakaran bahan bakar yang diproduksi setiap tahunnya oleh sebuah negara kecil,
namun maju, seperti Belgia. Dan jika pembangunan kilang gergaji dalam skala besar di sana
kelak selesai, akan ada lebih banyak lagi pohon yang segera tumbang di tahun-tahun
mendatang. Bukan tidak mungkin, keberadaan hutan di bagian selatan Provinsi Papua hanya
akan tinggal cerita.

Dalam satu dekade sejak ide tertang proyek digulirkan, proses perolehan dan
pemindahtanganan izin-izin itu telah diselimuti berbagai kerahasiaan. Perusahaan-perusahaan
yang terlibat dalam berbagai trik dan tipu daya untuk menghindari segala kecurigaan. Aspek-
aspek penting dari proses perizinan yang mendukung semua proyek tersebut dari pengawasan
publik. Pemilik sebenarnya dari perusahan-perusahaan yang sedang membabat hutan pun
masih tersembunyi. Investigasi lintas batas ini melibatkan sejumlah media dari empat negara
berbeda — The Gecko Project, Mongabay, Tempo , dan Malaysiakini  — dalam upaya
menyibak “selimut” korporasi. Kami berupaya untuk mencari tahu siapa dan bagaimana
sebenarnya izin untuk proyek sebesar itu bisa diperoleh. Investigasi kami metode
mengungkap seperti apa yang digunakan oleh para investor untuk melacak nasib hutan di
Indonesia dan jejakkan mereka. Ada permainan uang, kekuasaan, dan keputusan-keputusan
politik. Pemerintah sebenarnya bisa menyelesaikan kasus Papua dengan cara pendekatan
antropologi dan budaya. Hal tersebut menurut dia cocok karena Papua memiliki budaya
heterogen. Karena relatif singkat dan setiap pertemuan dua jam sampai, pertemuan dengan
masyarakat kemudian jedah dengan hasil-hasil itu.

KESIMPULAN
Ketidaktahuan masyarakat adat/masyarakat pedalaman terhadap ilmu pengetahuan sering kali
dimanfaatkan oleh orang – orang yang tidak bertanggung jawab untuk mendapatkan
keuntungan. Hal ini juga lah yang di lakukan oleh Menara Group, mereka memanfaat
ketidaktahuan masyarakat adat Auyu untuk mendapatkan tanah mereka. Dalam hal ini
seharusnya pemerintah bisa menjadi pelindung dari tanah adat tersebut malah menjadi oknum
dari aksi tidak terpuji tersebut yang menyebabkan hilangnya tanah masyarakat adat Auyu.

Anda mungkin juga menyukai