Anda di halaman 1dari 5

(HMD) Hyper Massive Destruction :

degradasi hayati sebagai komoditas perindustrian global,


pertaubatan abad 21

Hutan kita, hutan Nusantara merupakan tempat dimana bangsa kita


menggantungkan hidupnya. Merupakan jati diri, serta kebanggaan bangsa kita.
133.300.543 hektar luas hutan kita pada 2017, menjadikan salah satu hutan tropis
terbesar di dunia. Pun sebagai penyuplai oksigen terbanyak di dunia, ribuan spesies
flora dan fauna endemik dan segudang slogan menarik lainnya seputar hutan kita
selayaknya membuat bangga. Namun taukah kalian, kerusakan hutan akibat
aktivitas tertentu, dapat mengikis ratusan ribu hektar luas hutan kita pertahun.
Yap hutan kita.... Karena hutan milik saya, anda, dan semua orang yang
menggantungkan hidupnya dari komoditas perhutanan, Pun turut juga
bertanggungjawab atas kerusakannya.

Industri merupakan salah satu kekuatan terbesar penopang ekonomi dunia. Segala
kebutuhan bisa disuplai lewat industri tertentu. Namun tingginya permintaan
terhadap suatu produk, membuat para pelaku industri mengekspansi skala bisnis
dan produksinya. Akibatnya timbulah degradasi lingkungan, khususnya pola
destruktif berkelanjutan terhadap sebagian hutan, yang dikenal dengan istilah
"deforestasi hutan".

Bahkan industri pertanian dan peternakan skala besar juga ikut andil terkait
proses deforestasi hutan. pertanian dan peternakan merupakan kegiatan yang
sangat krusial, baik sebagai pemenuhan pangan, maupun komoditas penunjang
lainnya seperti kertas, kayu dan sebagainya. pengelolaan yang salah mengakibatkan
berkurangnya kualitas tanah karena nutrisi alami tanah telah hilang diikat oleh zat
radioaktif dari penggunaan pupuk, ataupun tidak stabilnya struktur tanah akibat
pembalakan secara tidak benar. Akibatnya berkurangnya wilayah penetralisir zat
karbon, yang jika dibiarkan bisa terjadi perubahan iklim dari tahun ke tahun
terutama kekeringan serta menipisnya sumber makanan yang menjadi penyebab

1
musnahnya ribuan orang utan beserta satwa lainnya akibat kelaparan. Dimana hal
ini menjadi dilema para stakeholder maupun masyarakat, Apakah adil untuk
mengorbankan lingkungan untuk menyambung hidup.

Menipisnya cadangan minyak dunia beberapa tahun belakangan, membuat


pemerintah mencari solusi mengenai penggunaan bahan bakar biodiesel sebagai
alternatif minyak bumi, salah satunya melalui penggunaan minyak kelapa sawit.
Karena zat emisi yang dihasilkan minyak sawit lebih sedikit dibanding minyak
bumi, sehingga dapat meminimalkan efek pemanasan global. Seluruh dunia yang
memiliki lahan melimpah mulai berlomba terjun ke industri ini. Dan Indonesia
menjadi salah satu pengekspor kelapa sawit terbesar di kawasan Asia tenggara
mengungguli Malaysia dan Filipina. sejak saat itu penggundulan ribuan hektar
hutan di Sumatra dan Kalimantan dilakukan untuk dijadikan lahan kelapa sawit.

Dampak terhadap hutan yang hampir sama ditimbulkan seperti halnya industri
pertanian peternakan. Bahkan dalam beberapa kasus seperti yang dikatakan oleh
kepala pusat data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hutan dan
lahan sengaja dibakar oleh perusahaan kelapa sawit di beberapa titik di daerah
Kalimantan Tengah. Mengingat tingginya deforestasi hutan dan lahan gambut,
maka pemerintah dan organisasi lingkungan lainnya melakukan solusi protektif &
revitalisasi hutan. Salah satunya dengan melarang perizinan pendirian perusahaan
kelapa sawit serta membuat sub industri dengan mendirikan penangkaran satwa
dan taman nasional. Tidak sampai situ, pemindahan agribisnis ke lahan
terdegradasi juga menjadi solusi yang cukup mendapat perhatian yang sudah di
upayakan sejak tahun 2010. Dengan tujuan terciptanya lingkungan industri yang
sehat serta berkomitmen menjaga kestabilan lingkungan.

Di sisi lain pembukaan hutan untuk dijadikan lahan industri juga dilakukan
melaluin industri properti serta konstruksi pembangunan infrastruktur. Padatnya
jumlah penduduk mengakibatkan hunian menjadi faktor utama manusia untuk
terus bertahan hidup. Begitupun Akses yang sulit ke segala penjuru daerah juga

2
memungkinkan pemerintah yang bekerja sama dengan kontraktor untuk lagi lagi
meratakan hutan untuk kepentingan infrastruktur. Brazil merupakan negara yang
melakukan deforestasi hutan terbesar di dunia selama hampir 2 dekade terakhir.
Hal ini sebagian besar untuk meningkatkan akses ke segala penjuru hutan Amazon
serta hunian bagi padatnya penduduk Brazil. belajar dari kekeliruan
pendahulunya, kini negara tersebut mengupayakan eksekusi kebijakan untuk
menekan angka deforestasi hingga 100% pada tahun 2020. Dan ya, dampaknya
sudah mulai terasa meskipun deforestasi masih belum sepenuhnya berhenti.

Beralih ke kegiatan yang menurut penulis memiliki dampak terbesar terhadap


penghancuran hutan, yakni kegiatan pertambangan. Praktik penggilasan hutan,
penggunaaan alat berat, sampai pembuangan limbah ke tanah, memiliki dampak
jangka panjang terhadap ekosistem hutan. Tidak hanya dampak deforestasi secara
fisik, namun berpotensi mengubah struktur sel secara masif. Termasuk radiasi
yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernafasan, serta kanker kerongkongan.
Dampak radiasi juga menimbulkan mutasi genetik pada spesies satwa hutan, yang
menyebabkan cacat dan pertumbuhan tidak normal. Di beberapa tempat di
Sumatra, khususnya Bangka, lahan bekas pertambangan dijadikan area wisata
yang lumayan banyak dikunjungi. Pengolahan lahan yang sudah mati ini bertujuan
agar lahan yang sudah mati menjadi produktif. Namun banyak menuai kontra
dimana lahan mati tersebut tidak sepenuhnya steril, masih banyak zat kimia yang
tersebar lewat oksigen di sekitarnya. Yang dampaknya bahkan bisa lebih parah,
karena masyarakat komersial bisa saja terpapar zat radioaktif tersebut. Namun
pemerintah tetap mempertahankan pariwisata di daerah tersebut dengan alasan
pemasukan, dan mungkin akan ditutup apabila telah terindikasi korban dari
paparan zat kimia tersebut.

Dengan sedikit pemaparan diatas, membuat kita berfikir dampak industri memang
condong kearah negatif. Namun tidaklah menjadikan kita hilang harapan. Banyak
yang kita bisa lakukan untuk menanggulanginya mulai dari hal hal kecil. Misalnya
saja meminimalkan penggunaan kertas dan beralih menjadi panel digital seperti

3
smartphone atau sejenis. Dengan begitu membuat para produsen kertas
menstabilkan jumlah produksi mereka karena seiring dengan berkurangnya
permintaan. Atau bisa juga dengan mengganti penggunaan tisu menjadi sapu
tangan, agar kuman yang kita hasilkan hanya menetap dalam satu tempat yakni
sapu tangan. Secara ringkas para pelaku industri ini akan mencari solusi lain agar
mereka bisa tetap berbisnis namun tidak sampai merusak hutan, dan akhirnya
sebagian dari mereka akan keluar dari aktivitas industri komoditas hutan.
Bagaimanapun pelaku industri ini hanya memproduksi, untuk memenuhi
permintaan konsumen akan suatu produk. Bila kita bisa menekan penggunaannya,
maka cepat atau lambat pelaku industri ini bisa menghentikan produksinya
sekaligus deforestasi hutannya.

Atau kita bisa bekerja sama dengan semua pihak untuk melakukan kampanye cinta
lingkungan serta melakukan aktivitas greenpeace sebagai eksekusi dari kampenye
tersebut. Dimana memiliki prospek keuntungan yang cukup bagus bila dikelola
dengan konsisten, tidak mustahil untuk dijadikan sarana bisnis yang
menguntungkan, berbasis cinta lingkungan. Bisa dengan menjual bibit pohon yang
kemudian ditanamkan dihutan yang sudah ditebang, sekaligus sebagai upaya
reboisasi. Lalu, pembukaan wisata edukasi masyarakat yang bertujuan sebagai
pembelajaran tentang pentingnya melestarikan hutan, dan akibat kerusakannya.
Dengan begitu kita bisa tetap menjalankan kegatan usaha sekaligus berbakti
terhadap lingkungan. Namun tidak terlepas butuhnya support materil dan
kreativitas dari semua pihak.

Revolusi industri yang ditandai oleh penemuan mesin uap telah mengubah pola
kehidupan bukan hanya manusia. khususnya perubahan terhadap lingkungan
sebagai efek jangka panjang, terutama hutan yang membutuhkan waktu cukup
lama untuk melakukan revitalisasi. Yang apabila terus dilakukan secara masif,
beberapa puluh tahun kedepan hutan hanya bisa dilihat melalui lukisan atau
wallpaper ruang tamu karena saking menipisnya. Dan bahaya terbesarnya adalah
terjadi bencana alam sebagai reaksi atas perlakuan manusia. Sayangnya para elit

4
dan masyarakat biasa telat menyadarinya, dan baru melakukan regulasi dalam
beberapa dekade terakhir. Seperti halnya warga pesisir yang mengabaikan
kawanan burung yang terbang ke arah pantai dan buru buru bergegas lari setelah
ombak pasang datang.

Semua ini terjadi karena keterdesakan untuk memenuhi kebutuhan sandang,


pangan, papan. Pembukaan lahan untuk pertanian dan peternakan, industri
properti, konstruksi, serta komoditas perhutanan lainnya bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Bahkan tak jarang deforestasi hutan untuk tujuan
menguasai dan memperkaya korporasi yang berlaku culas, supaya menjadi entitas
perkasa yang diperhitungkan dalam skala multinasional. Seakan menyadari
kesalahannya dan mulai bertobat, kini para pelaku industri yang bekerja sama
dengan pemerintah mulai mencanangkan adanya upaya regulasi untuk menekan
angka deforestasi hutan. meskipun pada praktiknya masih menemui beberapa
keterbatasan skill maupun material, tapi upaya ini harus dilakukan untuk menjaga
keseimbangan antara pertumbuhan industri dan lingkungan hidup.

Anda mungkin juga menyukai