Anda di halaman 1dari 7

Harapan Bagi Hutan: Melindungi dan

Memulihkan
oleh Annisa Rahmawati

21 Maret 2019 | 2 Komentar


Bagikan di Facebook Bagikan di Twitter Bagikan melalui Email
#Hutan

Penjaga Hutan
IKUT BERAKSI
Kapan terakhir kamu pergi ke hutan?

Kapan terakhir kamu menanam pohon?

Mungkin itu pertanyaan aneh bagi kamu, tapi pertanyaan-pertanyaan itu sangatlah bermakna
untuk ditanyakan pada hari ini.

Kenapa? Karena hari ini telah ditetapkan sebagai Hari Hutan Sedunia. Hari yang dijadikan batu
peringatan akan pentingnya ekosistem hutan yang didominasi oleh spesies-spesies pohon di
seluruh dunia untuk menopang seluruh kehidupan di Bumi ini, khususnya manusia dan
bagaimana kita bisa menekan laju kerusakan ekosistem tersebut.
Hutan melindungi iklim di planet kita, melindungi kita dari banjir dan erosi tanah. Hutan juga
menyediakan air yang sangat esensial bagi hidup manusia dan menumbuhkan tanaman-tanaman
pangan kita, juga menyediakan sumber-sumber tanaman obat yang sangat berharga. Hutan
adalah rumah bagi keanekaragaman hayati, flora dan fauna, serta sumber makanan dan penopang
ekonomi bagi masyarakat adat setempat. Lebih dari itu, bagi kita bangsa Indonesia, hutan-hutan
kita dan keanekaragaman hayati serta budaya bersumber daripadanya, yang terhampar dari
Sabang sampai Merauke merupakan anugerah Tuhan dan identitas terkuat bangsa ini.

Meskipun diakui sebagai ekosistem yang sangat penting di planet ini, dan berbagai komitmen
sukarela dari pemerintah berbagai negara maupun perusahaan-perusahaan dicanangkan untuk
melindungi hutan yang tersisa, pada kenyataannya laju kerusakan hutan-hutan (deforestasi) di
dunia semakin memprihatinkan. Berdasarkan analisis Greenpeace, sejak 1990–2015, kita telah
kehilangan hutan di Indonesia sebanyak 24 juta ha, yang disebabkan terutama karena perluasan
industri perkebunan sawit, industri kertas dan bubur kertas, serta illegal logging yang saat ini
mulai mengancam hutan-hutan terakhir kita di Papua, sepanjang 2015-2018 saja sudah 130,000
ha hutan telah dibabat untuk perluasan perkebunan sawit.
Jejak jaringan area penggundulan hutan untuk perkebunan kelapa sawit di Kwala
Kwayan.
The World Research Institute (WRI) mencatat laju kehilangan tutupan hutan di seluruh dunia
sebesar 29,7 juta ha di tahun 2016, dan 29,4 juta ha pada tahun 2017. Setengahnya terjadi di
daerah tropis, termasuk di Indonesia. Emisi Gas Rumah Kaca tahunan dari hilangnya tutupan
hutan tropis yang memicu pemanasan global dan perubahan iklim pada tahun 2015-2017 adalah
63% lebih tinggi dari rata-rata selama 14 tahun terakhir. Kehancuran hutan yang juga merupakan
rumah bagi satwa-satwa iconic Indonesia seperti Gajah Sumatera, Harimau Sumatera, Orang
Utan membuat mereka semakin diambang kepunahan, para ilmuwan memperkirakan Orangutan
akan punah pada 2030 apabila kerusakan hutan terus terjadi. Ini sungguh miris dan
memprihatinkan, di tengah janji-janji manis perlindungan hutan.

Dampak perubahan iklim semakin nyata di depan mata kita, utamanya bagi Indonesia yang
sangat rentan kondisi alam dan geografisnya. Saat ini kita kembali berduka, begitu banyak
bencana ekologis seperti banjir (baru-baru ini di Sentani, tanah Papua yang memakan korban
manusia), tanah longsor, kebakaran hutan dan lahan (sejak Januari sampai hari ini, kebakaran
hutan di Riau membakar hampir 2,000 ha lahan dan mengakibatkan ribuan saudara-saudara kita
di sana tercekik asap dan terserang ISPA, terutama bayi dan balita)
Seorang warga berusaha melintasi banjir di Sentani, Jayapura, Papua.
Para ilmuwan sudah memperingatkan kepada kita, kita hanya punya waktu 12 tahun untuk bisa
mempertahankan suhu bumi pada 1.5 derajat celcius untuk bisa menyelamatkan diri dari
perubahan iklim. Solusi paling efektif juga ada di depan mata yaitu menghentikan deforestasi
dan memulihkan ekosistem hutan yang rusak. Sekarang. Ya, mulai dari sekarang.

Itulah mengapa banyak program penanaman jutaan pohon menjadi kehilangan tujuannya,
disamping karena kegagalan teknis dan tidak dibarengi dengan menghentikan kerusakan yang
massif tepat dijantungnya, jantung kerusakan hutan tersisa di Indonesia. Dan saat ini yang kita
perlukan tidak hanya menghentikan deforestasi tetapi juga bagaimana agar para perusak hutan
bertanggungjawab dengan memulihkan ekosistem hutan dan gambut yang dirusaknya yang
menimbulkan kerugian bagi lingkungan dan manusia. Hal ini sejalan dengan prinsip polluter
pays principle, dan mendorong negara agar lebih serius dalam menerapkan kebijakan-kebijakan
yang pro perlindungan hutan dan restorasi dan penegakan hukum terhadap para perusahaan
perusak hutan.

Pemandangan hutan primer dari udara di dekat Sungai Digul, selatan Papua.
Terus bagi kita yang tinggal di kota-kota besar, yang jauh dari hutan, apa dong yang bisa
kita lakukan untuk melindungi hutan?

Ada banyak hal. Beberapa di antaranya adalah mulai menanam berbagai macam tanaman atau
pohon, untuk mengurangi polusi dan menciptakan kesegaran udara dan positive vibes di
sekitarmu. Syukur-syukur kamu bisa panen buah yang dihasilkan dari tanaman-tanaman tersebut,
asyik kan? Atau kamu juga bisa aktif di kotamu untuk menjaga hutan-hutan kota yang terancam
dan melestarikannya, atau juga bergabung dalam kegiatan #TuaiTumbuhBersama dan menjadi
seorang #PenjagaHutan bersama Greenpeace dan jutaan orang di dunia untuk menghentikan
perusahaan-perusahaan perusak hutan, menuntut mereka dan mendorong pemerintah untuk
memenuhi komitmennya untuk melindungi hutan dan gambut yang tersisa di Indonesia termasuk
segera memulihkan hutan-hutan dan ekosistem yang rusak.

Terima kasih untuk kamu semua yang sayang sama hutan-hutan kita. Selamat Hari Hutan
Sedunia, mari kita lindungi dan pulihkan.

Anda mungkin juga menyukai