Anda di halaman 1dari 2

Fakta Dibalik Kasus Kebakaran Hutan Papua

1. Pembakaran hutan dilakukan oleh Korindo untuk ekspansi perkebunan sawit


di Papua
Kolaborasi investigasi inovatif Greenpeace International dan Forensic
Architecture mengungkapkan bahwa Korindo, sebuah perusahaan perkebunan milik
konglomerat Indonesia-Korea telah membakar lahan untuk kepentingan ekspansi
perkebunan sawit di provinsi Papua. Korindo memiliki perkebunan kelapa sawit
terbesar di Papua.
Adapun bukti bahwa kebakaran hutan dilakukan secara sengaja adalah tim
Greenpeace International menemukan pola pergerakan deforestasi dan kebakaran dari
waktu ke waktu menunjukkan bahwa kebakaran dilakukan secara berurutan yang
mengikuti arah pembukaan lahan dari barat ke timur dan terjadi secara besar-besaran
di dalam batas konsesi Korindo.

2. Ekspansi perkebunan sawit menyebabkan alih fungsi hutan di Papua


Data pemerintah dalam kegiatan Pekan Sagu Nusantara 2020 menyebutkan,
Indonesia memiliki luas lahan sagu terbesar di dunia. Dari 6,5 juta hektare lahan sagu
di seluruh dunia, sebesar 5,4 juta hektare berada di Indonesia dan lebih dari 95 persen
atau 5,3 juta hektare terfokus di wilayah Papua. Akan tetapi, dalam beberapa tahun
terakhir, terjadi alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit. Hal ini ditegaskan oleh
Rasela Melinda, peneliti Yayasan Pusaka Bentala Rakyat yang mengungkapkan
dalam 20 tahun terakhir sebanyak 1,5 juta hektare lahan masyarakat adat Papua telah
beralih kepemilikan untuk kepentingan investasi. Alih fungsi lahan tersebut
memberikan berdampak pada semakin berkurangnya lahan hutan pohon sagu sebagai
sumber pangan bagi masyarakat adat di wilayah itu. Pegiat Perempuan Adat dan
Ekonomi Kreatif di Kabupaten Maybrat, Papua Barat, Beyum Baru, mengatakan
untuk mendapatkan sagu para perempuan harus berjalan kaki dua hingga sepuluh
kilometer jauhnya dari kampung. Situasi itu membuat beras menjadi pilihan pertama
bahan pangan masyarakat.

3. Terdapat beberapa hasil temuan penyelidikan dari  Forensic Architecture


(FASC) terhadap kasus
Ada tiga hal yang ditemukan dari hasil penyelidikan FSC. Pertama, PT
Korindo terbukti telah menghancurkan 30 ribu hektare hutan konservasi tinggi. Hal
itu jelas melanggar aturan FSC. Kedua, PT Korindo terbukti telah melanggar hak
masyarakat adat. Ketiga, PT Korindo telah mendapatkan keuntungan langsung dari
kehadiran militer demi keuntungan ekonomi. Selain itu, PT Korindo tega membayar
ganti rugi yang rendah kepada masyarakat adat untuk hutan mereka. 

4. Korindo memberikan honor kepada ketua marga dari suku Mandobo


Petrus Kinggo, ketua marga dari suku Mandobo, mengaku bahwa ia menerima
honor sebesar Rp488.500.000 untuk untuk pelepasan hak atas tanah hutan adat milik
marga Kinggo seluas 4.885 hektare. Petrus bertugas untuk memuluskan langkah
Korindo dalam melakukan ekspansi kebun sawit di Boven Digoel dengan menjadi
"koordinator" bagi 10 marga yang hutan adatnya kini menjadi area konsesi anak usaha
Korindo, PT Tunas Sawa Erma (TSE). Petrus juga mengakui bahwa Korindo juga
memberikan apa yang disebut sebagai "uang permisi" senilai Rp1 miliar, yang dibagi
kepada sembilan marga, setelah satu marga akhirnya menolak kesepakatan itu.
5. Biaya ganti rugi yang terlalu rendah yakni sebesar Rp100 ribu per hektarenya
Dalam kasus kebakaran hutan di Papua, Korindo menjelaskan bahwa pihaknya
telah membayar sejumlah ganti rugi, masing-masing sebesar Rp100.000 per hektare
untuk ganti rugi pohon dan lahan. Hal tersebut tentunya sangat rendah dibanding
dampak dari kerugian kebakaran hutan tersebut.

Sumber:
https://www.greenpeace.org/indonesia/siaran-pers/44297/investigasi-greenpeace-
international-menemukan-pembakaran-disengaja-untuk-ekspansi-perkebunan-kelapa-
sawit-di-papua/
https://news.detik.com/bbc-world/d-5253446/investigasi-15-tahun-kebakaran-hutan-
di-papua-oleh-perusahaan-korsel
https://www.voaindonesia.com/a/alih-fungsi-hutan-papua-untuk-sawit-ancam-
sumber-pangan-masyarakat-adat-/6218497.html

Anda mungkin juga menyukai