Riau
adalah rumah hutan Tesso Nilo yang mempunyai keragaman tanaman yang lebih kaya
daripada hutan dataran rendah lain di dunia.
adalah salah satu habitat gajah sumatera untuk bertahan hidup
adalah salah satu tempat dari dua 'lanskap konservasi harimau prioritas global' yang
diidentifikasi oleh ilmuwan harimau terkemuka pada tahun 2006 sebagai habitat penting
harimau sumatera untuk bertahan hidup.
diperkirakan menyimpan cadangan karbon terbesar di Asia Tenggara di bawah hutan
gambutnya.
adalah rumah dari 210 gajah sumatera dan 192 harimau sumatera (data 2007)
adalah rumah dua penghasil bubur kertas terbesar di dunia yang dimiliki oleh Asia Pulp
& Paper (APP) dan APRIL.
telah kehilangan hutan alaminya untuk konsesi tanaman industri kertas dan kelapa sawit
lebih besar dari provinsi lain di Indonesia
telah kehilangan lebih dari 4 juta hektar hutan dalam kurun waktu 25 tahun terakhir atau
65% dari luas asal hutannya.
Dalam kurun waktu 25 tahun terakhir, Riau telah kehilangan 4 miliar hektar hutan dan tutupan
hutannya telah menurun dari 78% pada tahun 1982 ke hanya 28% hari ini. Deforestasi Riau
didorong oleh kebutuhan supply kayu untuk perusahaan-perusahaan bubur kertas dan kertas dan
juga perluasan industri kelapa sawit. Industri kertas dan bubur kertas yang dipimpin oleh
perusahaan-perusahaan raksasa seperti APP dan APRIL, telah mendahului industri kelapa sawit
sebagai kontributor terbesar atas hilangnya hutan di provinsi ini.
Kedua industri tersebut memperluas lahannya untuk memenuhi permintaan produk kertas yang
semakin meningkat, demikian juga dengan kebutuhan sehari-hari seperti kosmetik, deterjen,
coklat dan makanan kecil lainnya yang mana kelapa sawit merupakan bahan baku utamanya.
Harapan agar pasar biofuel semakin berkembang cepat juga mempercepat ekspansi industri
kelapa sawit.
APP dan APRIL bersama-sama menguasailebih dari dua pertiga produksi bubur kertas di
Indonesia dan sekarang kemungkinan memiliki hak konsesi atas 25% dari 8,3 juta hektar luas
daratan Riau. Kapasitas produksi tahunan dua perusahaan kertas di Riau dan satu perusahaan
APP di Jambi jika disatukan akan mencapai 5 juta ton bubur kertas. Sejak awal, kedua
perusahaan ini mengandalkan kayu alam untuk memasok pabrik-pabriknya, sebagian di
antaranya berasal dari pembukaan hutan alam yang merusak dan dari operasi-operasi yang
dipertanyakan legalitasnya sebagaimana ditunjukkan dengan jelas oleh pengusutan masif yang
dilakukan oleh polisi dari Februari 2007 sampai Desember 2008.
Deforestasi disebabkan oleh konversi hutan yang berujung pada banjir besar di Provinsi Riau.
Deforestasi wilayah tangkapan air proyek pembangkit listrik tenaga air Riau telah menyebabkan
pendangkalan dan pemadaman listrik yang sering bahkan di ibukota provinsi.
Melindungi hutan alam di Riau akan Lahan gambut di provinsi Riau menyimpan karbon lebih dari 10
membantu melindungi iklim global @
WWF-ID meter. Melakukan aksi yang mudah untuk menjaga lahan gambut
dari deforestasi dapat berkontribusi mengurangi emisi karbon
global.
Riau merupakan urutan teratas di Asia Tenggara dari total volume lahan gambut dan kandungan
karbonnya. Lahan gambut Riau juga diperkirakan menyimpan karbon terbesar di Indonesia: 14,6
gigaton. Dari 4 juta hektar lahan gambut di Provinsi Riau, setengahnya sudah mengalami
deforestasi, kekeringan, pembusukan atau terbakar - yang terus mengeluarkan gas rumah kaca
secara konstan yang telah disimpan selama ribuan tahun.
Sebuah studi oleh WWF pada tahun 2008 mendokumentasikan bahwa emisi gas rumah kaca
yang sangat besar dihasilkan oleh konversi hutan di lahan gambut. Rata-rata jumlah emisi yang
berhubungan dengan deforestasi di Riau selama 17 tahun terakhir sama dengan seperempat yang
dihasilkan semua negara yang telah menandatangani Kyoto Protokol sampai tahun 2012.
Lahan gambut, yang adalah tanah yang kaya dan padat terbuat dari benda-benda organik
terutama tanaman, dikenal dengan 'carbon sink' (buangan karbon) untuk kemampuan mereka
menyimpan lebih banyak karbon di setiap unit wilayah daripada ekosistem lain. walaupun hanya
ada di 3-5 persen daratan bumi dan permukaan air tanah, lahan gambut menyerap 25-30 persen
karbon dioksida dunia dan membantu mengurangi gas rumah kaca di atmosfir.
Kebakaran Hutan di Riau
Hutan rawa gambut muncul di tempat-tempat di mana vegetasi yang mati menjadi berawa dan
berakumulasi menjadi gambut yang dapat berlaku bagai spons yang menerangkap kelembaban di
saat-saat sedikit hujan dan menyerap hujan di musim kering. Saat hutan rawa gambut dikuras
oleh kanal-kanal yang dibuat oleh penebangan kayu dan perkebunan, permukaannya akan
mengering dan lahan gambut akan rentan dengan pembakaran dan kebakaran hutan. Lahan
gambut dapat bersifat seperti korek api yang menunggu percikan yang dapat membakarnya.
Dari data yang dikutip oleh WWF menunjukkan bahwa konversi hutan adalah faktor utama yang
menyebabkan kebakaran hutan di Indonesia, terutama di wilayah gambut. Selama lima tahun
terakhir, 14 persen dari kebakaran hutan dan lahan di Riau terdapat di konsesi-konsesi yang
berhubungan dengan APP.
Kebakaran hutan dan korelasi langsungnya dengan penebangan hutan alam untuk perkebunan
mendorong beberapa organisasi konservasi lokal dan internasional bersama-sama mendesak
Pemerintah Indonesia untuk menghentikan pemberian ijin konsesi-konsesi konversi dan
penebangan lahan di hutan rawa gambut - cara terbaik untuk mencegah kebakaran hutan dan
lahan adalah melindungi hutan gambut dan memelihara tanah gambut di bawahnya. Bulan
Januari 2008 lalu, Menteri Pertanian menyerukan moratorium secara menyeluruh untuk
pengembangan perkebunan di lahan gambut. Namun perkebunan bubur kertas tidak termasuk
dalam moratorium tersebut.
TERKINI
TERPOPULER
TERKOMENTARI
Home > >
Komentar : 0
A+ | Reset | A-
Antono mengatakan hal itu di sela "Workshop on Options for Carbon Financing to Support
Peatland Management" yang digelar Sekretariat ASEAN bersama KLH dan Pemprov Riau.
Acara itu berlangsung mulai 4 hingga 6 Oktober 2010, dan dihadiri lebih dari 100 partisipan dari
15 negara termasuk di dalamnya wakil pemerintah, negara donor, sejumlah LSM lingkungan
internasional, serta dunia usaha yang kerap dituding sebagai perusak hutan seperti APRIL dan
APP.
Ia menjelaskan, potensi lahan gambut Indonesia berada pada urutan ke empat terbesar di dunia
setelah Rusia, Kanada, dan Amerika Serikat. Area lahan gambut dengan kedalaman minimal 50
centimeter itu tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan Jawa. "Lahan gambut itu
berada di hutan lindung, kawasan lindung gambut, dan budi daya gambut," katanya.
Menurut dia, 20 hektare gambut tersebut akan ditawarkan Indonesia melalui pola manajemen
hutan dan lahan yang berkelanjutan, serta merehabilitasi lahan gambut yang rusak. Dengan itu,
pemerintah berharap negara maju bersedia menjadi pendonor untuk perlindungan gambut yang
dapat mengurangi pelepasan emisi karbon.
"Di luasan 20,1 juta hektare itu juga terdapat sekitar tiga juta hektare lahan gambut yang rusak
dan membutuhkan rehabilitasi," ujarnya.
Selain itu, ia juga mengatakan sekitar 10 juta hektare dari luasan vegetasi di lahan gambut
dengan nilai konservasi tinggi akan tetap dilindungi kelestariannya dan tidak akan diberikan izin
untuk perubahan fungsi menjadi perkebunan dan lainnya. Sebagai "pilot project" pemerintah
akan lebih mengutamakan lahan gambut di Semenanjung Kampar seluas 700 ribu hektare untuk
ditawarkan kepada pihak Norwegia dalam bentuk moratorium konversi lahan hutan pada 1
Januari 2011.
Salah satu upaya untuk menunjang keberhasilan itu adalah perlunya metoda penghitungan emisi
gas rumah kaca di lahan gambut agar dapat terukur, terlaporkan dan terverifikasi.
(irriversible drying).
Kadar air tanah gambut berkisar antara 100 – 1.300% dari berat keringnya
(Mutalib et al., 1991). Artinya bahwa gambut mampu menyerap air sampai 13 kali
mengalirkan air ke areal sekelilingnya (Gambar 3). Kadar air yang tinggi
lapisan atas bervariasi antara 0,1 sampai 0,2 g cm-3 tergantung pada tingkat
lebih rendah dari 0,1 g/cm3, tapi gambut pantai dan gambut di jalur aliran sungai bisa
memiliki BD > 0,2 g cm-3 (Tie and Lim, 1991) karena adanya pengaruh tanah mineral.
subsiden juga terjadi karena adanya proses dekomposisi dan erosi. Dalam 2 tahun
pertama setelah lahan gambut didrainase, laju subsiden bisa mencapai 50 cm. Pada
gambut dan kedalaman saluran drainase. Adanya subsiden bisa dilihat dari akar
beban (bearing capacity) menjadi sangat rendah. Hal ini menyulitkan beroperasinya
peralatan mekanisasi karena tanahnya yang empuk. Gambut juga tidak bisa
menahan pokok tanaman tahunan untuk berdiri tegak. Tanaman perkebunan seperti
karet, kelapa sawit atau kelapa seringkali doyong atau bahkan roboh (Gambar 5).
Sifat fisik tanah gambut lainnya adalah sifat mengering tidak balik. Gambut
yang telah mengering, dengan kadar air <100% (berdasarkan berat), tidak bisa
menyerap air lagi kalau dibasahi. Gambut yang mengering ini sifatnya sama dengan
kayu kering yang mudah hanyut dibawa aliran air dan mudah terbakar dalam
panas yang lebih besar dari kayu/arang terbakar. Gambut yang terbakar juga sulit
Gambar 4. Akar yang menggantung pada tanaman yang tumbuh di lahan gambut
menandakan sudah terjadinya subsiden (penurunan permukaan).
Gambar 5. Tanaman kelapa sawit yang doyong disebabkan karena rendahnya daya
kandungan mineral, ketebalan, jenis mineral pada substratum (di dasar gambut), dan
kurang dari 5% dan sisanya adalah bahan organik. Fraksi organik terdiri dari
senyawa-senyawa humat sekitar 10 hingga 20% dan sebagian besar lainnya adalah
senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin, suberin, protein, dan
senyawa lainnya.
Lahan gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi
Salampak, 1999). Sementara itu gambut di sekitar Air Sugihan Kiri, Sumatera
Selatan memiliki kisaran pH yang lebih tinggi yaitu antara 4,1 sampai 4,3 (Hartatik et
al., 2004).
kandungan kation basa seperti Ca, Mg, K, dan Na sangat rendah terutama pada
rendah dan reaksi tanah menjadi semakin masam (Driessen dan Suhardjo, 1976). Di
sisi lain kapasitas tukar kation (KTK) gambut tergolong tinggi, sehingga kejenuhan
basa (KB) menjadi sangat rendah. Tim Institut Pertanian Bogor (1974) melaporkan
nilai KB kurang dari 10%, demikian juga gambut di pantai Timur Riau (Suhardjo dan
Widjaja-Adhi, 1976).
adalah muatan tergantung pH (pH dependent charge), dimana KTK akan naik bila
hidroksil pada gugus karboksilat atau fenol. Oleh karenanya penetapan KTK
yang sebagian bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian asam-asam tersebut
merupakan bagian aktif dari tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk
menahan unsur hara. Karakteristik dari asam-asam organik ini akan menentukan
polivalen seperti Fe, Al, Cu dan Zn. Kation-kation tersebut membentuk ikatan
1996).
Tanah gambut juga mengandung unsur mikro yang sangat rendah dan diikat
cukup kuat (khelat) oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Selain
itu adanya kondisi reduksi yang kuat menyebabkan unsur mikro direduksi ke bentuk
yang tidak dapat diserap tanaman. Kandungan unsur mikro pada tanah gambut
mikro.
lignin yang lebih tinggi dibandingkan dengan gambut yang berada di daerah beriklim
Lignin yang mengalami proses degradasi dalam keadaan anaerob akan terurai
Asam fenolat merusak sel akar tanaman, sehingga asam-asam amino dan bahan
lain mengalir keluar dari sel, menghambat pertumbuhan akar dan serapan hara
(menguning) dan pada akhirnya tanaman akan mati. Turunan asam fenolat yang
bersifat fitotoksik antara lain adalah asam ferulat, siringat , p-hidroksibenzoat, vanilat,
Sumber : Agus, Fahmuddin & I.G. Made Subiksa. 2008. Lahan Gambut : Potensi Untuk
Pertanian dan Aspek Lingkungan. Bogor : Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan
Perngembangan Pertanian.