LAHAN GAMBUT definisi dan pengertian tanah gambut dari beberapa sumber buku:
Menurut Noor (2010), tanah gambut adalah hamparan daratan
morfologi dan sifat-sifatnya sangat dipengaruhi oleh keadaan bahan organik yang dikandungnya. Gambut berasal dari onggokan sisa tanaman yang tertimbun dalam masa dari ratusan sampai bahkan ribuan tahun. Menurut Dion dan Nautiyal (2008), tanah gambut adalah bahan berwarna hitam kecoklatan yang terbentuk dalam kondisi asam, dan kondisi anaerobik lahan basah. Gambut terdiri dari bahan organik yang sebagian terurai secara bebas dengan komposisi lebih dari 50% karbon. Menurut Rochayati (2005), tanah gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk oleh karena itu kandungan organiknya tinggi. Gambut sebagian besar terdiri dari pasir silikat dan sebagian lagi terdiri atas bahan-bahan organik yang berasal dari tumbuhan yang belum terdekomposisi secara sempurna. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, Pasal 1 angka (2) disebutkan bahwa :Gambut adalah material organik yang terbentuk secara alami dari sisa_sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 55 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada rawa. Lahan gambut adalah bentang lahan yang tersusun oleh tanah hasil dekomposisi tidak sempurna dari vegetasi pepohonan yang tergenang air sehingga kondisinya anaerobik. Material organik tersebut terus menumpuk dalam waktu lama sehingga membentuk lapisan-lapisan dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Tanah jenis banyak dijumpai di daerah- daerah jenuh air seperti rawa, cekungan, atau daerah pantai ciri-ciri tanah gambut
Gambut memiliki tekstur yang lunak, lembek,
basah dan apabila ditekan dengan keras, akan keluar kandungan air yang tedapat di dalamnya Banyak terdapat pada kondisi basah seperti rawa-rawa Sifatnya asam Warnanya cokelat tua atau coklat kemerahan (gelap) Manfaat Tanah Gambut 1. Lahan pertanian Pembibitan yang dilakukan di tanah gambut memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan tanah biasa, juga menghasilkan bibit yang lebih kokoh dan kuat. Pemanfaatan lahan tanah gambut sebagai lahan pertanian cukup menjanjikan utamanya untuk sayuran, buah-buahan, dan pertanian seperti kopi, kelapa sawit, kelapa, dan karet. 2.Lahan peternakan Tanah gambut tidak hanya dimanfaatkan sebagai lahan peternakan tetapi berguna juga sebagai lokasi peternakan seperti unggas dan sapi. Hal ini terjadi ampir di beberapa provinsi di Indonesia. 3. Lahan sumber air Tanah gambut sangat bermanfaat sebagai tanah resapan, sumber air, dan cadangan air. Lahan gambut memiliki kemampuan sebagai tempat menampung aur hujan sehingga daerah yang memiliki lahan gambut akan menjadi sumber air yang bisa dimanfaatkan dalam jangka waktu yang panjang. 4.Mengurangi pemanasan global Keberadaan lahan gambut juga sangat penting dalam mengurangi efek pemanasan global. Lahan gambut mamp menahan gas-gas rumah kaca (seperti metan dan karbon) yang merupakan salah satu penyebab terjadi perubahan iklim dan pemanasan global. . Sumber energi Tanah gambut dapat dijadikan sebagai sumber energi. Bahan dari tanah gambut dapat dibuat menjadi briket yang digunakan sebagai bahan bakar. Bahan gambut di Indonesia diketahui memiliki mutu tinggi karena kandungan abun yang dimilikinya tergolong rendah dengan nilai kalori yang tinggi. Gambut juga dapat diolah menjadi tenaga listrik di pedesaan yang belum terjangkau PLN. 6. Pupuk Tanah gambut dapat diolah menjadi pupuk yang sangat diminati dunia internasional. peraturan perundang-undangan yang memberikan penjelasan teknis mengenai perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut: PP No. 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang digantikan dengan PP No. 57 tahun 2016 Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan dan mencegah terjadinya kerusakan ekosistem gambut yang meliputi: perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut yang kemudian diperbaharui menjadi Perpres Nomor 120 tahun 2021
Perpres ini dikeluarkan pada awal tahun 2016 untuk
melakukan percepatan pemulihan kawasan dan pengembalian fungsi hidrologis gambut akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi secara masif tahun 2015 silam. Komitmen pemulihan gambut kemudian diperpanjang pada awal tahun 2021 dengan penambahan ekosistem mangrove sebagai target restorasi. Inpres No 10 tahun 2011 yang diperbarui setiap 2 tahun sekali hingga menjadi permanen pada Inpres No 5 tahun 2019 Inpres ini dikeluarkan untuk menghentikan pemberian izin baru bagi pemanfaatan penggunaan kawasan hutan alam primer dan lahan gambut serta menyempurnakan tata kelola hutan pada hutan primer dan lahan gambut, yang bertujuan untuk menyelamatkan keberadaan hutan alam primer dan lahan gambut serta untuk melanjutkan upaya penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Permen LHK Nomor 14/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang tata cara pelaksanaan inventarisasi dan penetapan fungsi ekosistem gambut, Permen LHK Nomor 15/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang tata cara pengukuran muka air tanah di titik penaatan ekosistem gambut, Permen LHK Nomor 16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang pedoman teknis pemulihan ekosistem gambut Ketiga peraturan Menteri ini berisi tentang langkah-langkah teknis perlindungan fungsi ekologis ekosistem gambut yang bertujuan untuk mendukung kelestarian keanekaragaman hayati pada ekosistem gambut, serta mendukung ekosistem gambut sebagai pengatur air, penyimpan cadangan karbon, penghasil oksigen, dan penyeimbang iklim. Permen LHK Nomor 10/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019 tentang Penentuan, Penetapan dan Pengelolaan Puncak Kubah Gambut Berbasis Kesatuan Hidrologis Gambut Peraturan Menteri ini berisi panduan mengenai tata cara penentuan puncak kubah gambut untuk memberikan arahan dalam penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, serta sebagai dasar perencanaan dan pelaksanaan pemulihan fungsi ekosistem gambut. Permen LHK Nomor 37/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2019 tentang Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut Peraturan Menteri dikeluarkan dengan tujuan untuk melestarikan ekosistem gambut dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar ekosistem gambut. Peraturan Menteri ini berfungsi sebagai pedoman untuk masyarakat dalam melaksanakan kegiatan perhutanan sosial pada ekosistem gambut dengan tetap menjaga fungsi hidrologis ekosistem gambut tersebut. Indonesia adalah negara yang memiliki lahan gambut nomor 2 terbesar di dunia. Peta penyebaran lahan gambut yang ada di Indonesia adalah seperti berikut ini: Provinsi Papua memiliki lahan gambut terbesar di Indonesia dengan luas mencapai 6,3 juta hektar. Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai lahan gambut dengan luas sebesar 2,7 juta hektar. Provinsi Riau dengan lahan gambut seluas 2,2 juta hektar. Provinsi Kalimantan Barat dengan lahan gambut seluas 1,8 juta hektar. Provinsi Sumatera Selatan memiliki lahan gambut seluas 1,7 juta hektar. Provinsi Papua Barat dengan lahan seluas 1,3 hektar. Provinsi Kalimantan Timur dengan lahan gambut seluas 0,9 juta hektar. Provinsi Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Utara, masing-masing memiliki lahan gambut seluas 0,6 j Ancaman dan Kerusakan Berbagai permasalahan dan ancaman tengah dihadapi lahan gambut, hal ini dapat dilihat dari semakin berkurangnya luasan kawasan ini. Salah satu penyebabnya adalah kebakaran huttan yang hampir dipastikan terjadi di setiap musim kemarau. Beberapa investigasi menunjukkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi tersebut diakibatkan kegiatan manusia secara sengaja maupun tidak. Selain itu, kekeringan yang parah dan fenomena badai el nino juga semakin meningkatkan risiko kebakaran hutan di lahan gambut. Penyebab lainnya adalah pengeringan lahan gambut tanpa mempertimbangkan sifat gambut, karena gambut yang telah dikeringkan tidak dapat lagi menyerap air sehingga mudah terbakar. Kawasan gambut banyak dibuka untuk kawsan perkebunan kelapa sawit. Data apda tahun 2014 menunjukkan pada bulan Juni hingga September telah terjadi alih fungsi lahan seluas 4.000 hektar dan sebagian besar diperuntukkan untuk perkebunan kelapa sawit. Wilayah gambut juga beralih fungsi menjadi Hutan Tanaman Industri. Sebenarnya tujuannya cukup baik, yaitu untuk mengatur tata kelola air untuk penanaman, akan tetapi hal tersebut juga menjadi pemicu kekeringan di lahan gambut. Upaya konservasi
Pengembalian fungsi lahan gambut untuk
kepentingan ekologi dan sosial budaya melalui upaya konservasi harus dilakukan. Aturan mengenai lahan gambut yang bisa digunakan adalah dengan ketebalan kurang dari 3 meter dan bukan termasuk kawasan lindung. Pencegahan serta penegakan hukum terhadap okunum pembakar lahan juga harus dilaksanakan Penanaman tumbuhan untuk menghasilkan oksigen juga harus dilakukan di kawasan gambut, seperti menanam pohon karet dan pohon sagu yang toleran tanpa drainase atau drainase dangkal. Pembuatan drainase juga harus mempertimbangkan penurunan permukaan air, karena penurunan muka air akan menyebabkan emisi gas rumah kaca bertambah. Oleh sebab itu, diperlukan analisis sistem hidrologi yang akurat terutama pada bagian kubah gambut.