Anda di halaman 1dari 44

PEMANFAATAN

LAHAN BASAH

INOY TRISNAINI,SKM.,MKL
Sebaran Lahan Rawa
Indonesia menduduki peringkat ke empat negara dengan lahan rawa
terluas di dunia.

Luas lahan rawa di Indonesia diperkirakan 20,6 juta hektar atau


sekitar 10,8 persen dari luas daratan Indonesia.

Sebagian besar terdapat di empat pulau besar, yaitu Sumatera 35%,


Kalimantan 32%, Sulawesi 3% dan Papua 30%

Di Sumatera dengan urutan dominasi berturut-turut terdapat di


provinsi Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Utara dan
Lampung
Penyebaran lahan rawa di Sumatera Selatan,
merupakan terluas kedua di Sumatera, yakni
mencakup 1.483.662 ha.

OKI
Muba
51,8%
Bangka 40%
Musi
Rawas
Muara
Enim
Fungsi Lahan Rawa
Lahan rawa merupakan bagian dari sumber
daya alam yang mempunyai fungsi :
• Pelestarian sumber daya air,
• Peredam banjir,
• Habitat berbagai kehidupan hayati,
• Pengendali iklim (melalui kemampuannya
dalam menyerap dan menyimpan karbon).
PENGELOLAAN LAHAN RAWA
PP No. 27 Tahun 1991
Lahan rawa dimanfaatkan untuk konservasi
sumber air, yang bertujuan untuk :
• Mempertahankan keseimbangan ekosistem
rawa sebagai sumber air;
• Mengatur perlindungan dan pengawetan
rawa sebagai sumber air;
• Mengatur pemanfaatan rawa sebagai sumber
air;
• Mengatur pengembangan rawa sebagai
sumber daya lainnya
Hutan
rawa gambut memiliki multifungsi :
• Sebagai cadangan/penyimpan air (aquifer);
• Gambut merupakan ekosistem khas yang kaya
akan keanekaragaman hayati. Jenisjenis
floranya, antara lain: Durian burung Durio
carinatus, Ramin Gonystylus sp., Terentang
Camnosperma sp., Gelam Melaleuca sp.,
Gembor Alseodaphne umbeliflora, Jelutung
Hutan
rawa gambut memiliki multifungsi :
• Sebagai penyangga lingkungan/ekologi;
• Sebagai lahan pertanian;
• Sebagai habitat flora (tanaman) dan fauna (ikan,
burung, satwa liar lain, dan sebagainya);
• Sebagai bahan baku briket arang maupun media
tumbuh tanaman;
• Memiliki kemampuan untuk
menyimpan/memendam (sink) dan menyerap
karbon (sequestration) dalam jumlah cukup besar
yang berarti dapat membatasi lepasnya gas
rumah kaca ke atmosfer.
• Gambut juga merupakan salah satu penyusun
bahan bakar yang terdapat di bawah permukaan.
• Gambut mempunyai kemampuan dalam
menyerap air sangat besar, karena itu, meskipun
tanah di bagian atasnya sudah kering, di bagian
bawahnya tetap lembab dan bahkan relatif masih
basah karena mengandung air. Sehingga sebagai
bahan bakar bawah permukaan ia memiliki kadar
air yang lebih tinggi daripada bahan bakar
permukaan
Pengembangan Lahan Rawa Sebagai Lahan Pertanian
Tambak
di Lahan Rawa
Daerah Rawa Pasang
Surut yang telah dibuka
untuk Tambak
yaitu di Kabupaten
Banyuasin dengan luas
30.825 Ha dan di
Kabupaten Ogan
Komering Ilir
9.328 Ha
Laju kerusakan hutan dilaporkan
meningkat :
 Tahun 1991 telah mencapai 900.000 ha/tahun (World
Bank,1991)
 Tahun 1991 laporan lain menunjukkan laju 1,3 juta
ha/tahun (Anonim,1991).
 Data pengamatan terakhir dari Badan Planologi
Kehutanan (2005) diperoleh bahwa laju deforestasi
baik pada kawasan
• hutan maupun di luar kawasan hutan pada periode
antara tahun 1997 sampai tahun 2000 di Indonesia
sekitar 2,83 juta ha termasuk di dalamnya kerusakan
hutan rawa gambut.
 Diakhir tahun 2008 dilaporkan tingkat degradasi
menurun menjadi sekitar satu juta ha.
Beberapa Pertimbangan Kebijakan
Melestarikan Hutan Rawa Gambut :
• Hutan rawa gambut yang masih ada harus
dijaga kelestariannya. Di lain pihak hutan rawa
gambut yang mengalami degradasi perlu
segera dilakukan rehabilitasi baik hidrologi
maupun revegetasi.
• Diharapkan tidak ada lagi konversi lahan rawa
gambut yang berlebihan dalam upaya
mempertahankan kelestarian fungsi
ekologisnya dan lingkungan hidup.
Beberapa Pertimbangan Kebijakan
Melestarikan Hutan Rawa Gambut :
• Sesuai dengan Keppres 32 tahun 1990, bahwa kawasan
lahan rawa gambut yang mempunyai ketebalan gambut
>3 m yang terletak di hulu merupakan kawasan
lindung/konservasi, guna menjaga fungsi hutan rawa
gambut sebagai reservoir air, rosot karbon (carbon
sequestration) dan penyimpan karbon (carbon
storage).
• Selain itu, tidak hanya kawasan yang ketebalan
gambutnya > 3 m yang ditetapkan sebagai kawasan
lindung, tetapi kawasan gambut dangkal (< 1 m)
apabila di bawah gambutnya terdapat lapisan pasir
kuarsa (kerangas) perlu ditetapkan sebagai kawasan
lindung.
Beberapa Pertimbangan Kebijakan
Melestarikan Hutan Rawa Gambut :
• Pembuatan drainase dalam, di lahan gambut sedapat
mungkin dihindari. Apabila pembangunan drainase
saat ini telah terjadi, hal ini perlu hati-hati dengan
mengantisipasi subsidensi dan terjadinya emisi CO .
Penurunan muka air tanah dijaga tidak terlalu lama
dan menjaga pembasahan gambut diatasnya untuk
mejaga subsidensi dan tereksposenya lapisan pirit
yang bersifat racun untuk tanaman.
• Potensi dan pengembangan daerah rawa di
Sumatera Selatan terdiri dari rawa pasang surut
seluas 455.949 ha,
• Sudah dikembangkan atau direklamasi seluas
430.121 ha (pemanfaatannya untuk sawah
182.763 ha, kebun 56.934 ha, tambak 7.946 ha,
keperluan lainnya 95.504 ha dan yang belum
dimanfaatkan 86.974 ha) sedangkan rawa lebak
157.846 ha,
• Sudah direklamasi 120.685 ha. (pemanfaatannya
untuk sawah 48.782, kebun 1.500 ha, keperluan
lainnya 23.339 ha dan yang belum dimanfaatkan
47.046 ha,).
• Luas keseluruhan daerah rawa kota Palembang
Tahun 2002 adalah : 11.754,4 hektar atau sekitar
32,22% dari luas wilayah kota Palembang yang
luasnya adalah 400,6 km².
• 48,42% merupakan rawa yang dapat direklamasi
untuk kegiatan sektor perkotaan. sedangkan
sisanya merupakan rawa konservasi, yang dapat
dibudidayakan untuk kegiatan pertanian lahan
basah dengan persyaratan tertentu atau sebagai
ruang terbuka.
• Pelaksanaan konservasi rawa berdasarkan azas
kemanfaatan untuk umum, keseimbangan dan
kelestarian untuk melindungi dan mengamankan
fungsi dan manfaat rawa
Kondisi Rawa Jakabaring
• Kawasan Jakabaring kota Palembang yang
sebagian besar merupakan dataran rendah
atau daerah rawa lebak
• Sebagian lagi daerah rawa pasang surut yang
dipengaruhi oleh pasang surut air laut dengan
range 2 - 3 m, sehingga menyebabkan
banjirnya kawasan penduduk sekitar kawasan
reklamasi yang untuk pemukiman penduduk
lama atau bagi pemukiman perumahan yang
telah lama berdiri.
• Kondisi banjir yang terus menerus ini, akibat
urugan bangunan baru dengan level yang lebih
tinggi, maka diperlukan suatu kebijakan tentang
penimbunan tanah rawa bagi bangunan baru
untuk menyiapkan kolam-kolam atau tampungan
air, yang besar tampungannya harus sama dengan
besarnya volume air rawa saat ini, membuat
pintu air pada sungai-sungai yang ada seperti
sungai Kedukan, sungai Aur, sungai Ogan, Sungai
Solok Udang, Sungai Solok Seluang, saluran-
saluran lainnya yang dapat mengendalikan banjir
akibat pasang surut
Reklamasi Rawa
• Upaya meningkatkan fungsi dan pemanfaatan
rawa untuk kepentingan masyarakat luas,
tujuannya adalah untuk mencapai
terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui penyiapan prasarana dan sarana bagi
keperluan lahan permukiman, pertanian,
perkebunan, perikanan, industri,
perhubungan, fasilitas olah raga dan objek
wisata.
• Persyaratan yang harus diperhatikan bilamana
akan melakukan penimbunan daerah rawa
lebak sehingga daerah tersebut menjadi
kering dan tinggi, maka harus mengalokasikan
luasan daerah tampungan air atau tandon air (
long storage ) seluas volume timbunan dan
atau membuat saluran drainase yang
dimensinya memenuhi bilamana volume air
meningkat pada saat pasang tinggi dan curah
hujan tinggi.
Reklamasai Rawa dengan Cara :
• Teknologi hidro, yaitu dengan membuat
jaringan tata air (drainase sistem),
• Teknologi kimia (penaburan kapur, untuk
menetral kondisi fisik lahan),
• Teknologi mekanikal (merubah struktur tanah
agar sesuai untuk lahan pertanian),
Reklamasai Rawa dengan Cara :
• Teknologi fisika (teknik pembakaran lahan,
untuk porositas tanah),
• Teknologi bio organik ( peroses pelapukan
tanah atau penghancuran bahan organik) dan
• Teknologi hoard with soil/timbunan tanah
(menambah tanah timbunan dari luar untuk
rawa lebak bagi pembangunan infrastruktur).
• Daerah rawa lebak Jakabaring yang
termasuk wilayah Kelurahan 15 Ulu dan
Kelurahan 8 Ulu darat, merupakan
daerah rawa yang tergenang sepanjang
musim basah, namun daerah rawa
Jakabaring ini cukup strategis bilamana
dikembangkan karena dekat dengan
pusat kota, terletak diujung jembatan
Musi
• Daerah reklamasi rawa Jakabaring yang terletak ±
1,5 kilometer dari ujung Selatan jembatan
Ampera, awalnya merupakan daerah rawa lebak,
yang dijadikan areal budi daya pertanian berupa
tanaman sayur, perikanan air tawar dan lahan
persawahan secara musiman oleh petani lokal
atau warga setempat.
• Kawasan permukiman penduduk yang lama
banyak berada di arah hilir sedangkan kawasan
permukiman baru yang terus di kembangkan
melalui pengembang dengan perumahan-
perumahan, berada di bagian hulu kawasan
Jakabaring.
ANALISIS BANJIR
• Sarana dan prasarana permukiman penduduk
yang baru dibangun lebih tinggi karena lahan
yang dikembangkan di urug atau di timbun
dengan ketinggian tertentu. Sehingga letak
geografi lahan berada di bawah level lahan
yang terus terbangun, serta lantai perumahan
penduduk sudah berada di bawah muka jalan.
• Perbedaan muka lantai kawasan kedua
permukiman ini sebesar 0,5 m sampai 1,5 m,
Hal ini yang menyebabkan bergesernya lahan
banjir ke lahan penduduk permukiman lama.
• Kondisi banjir yang terjadi pada kawasan
Jakabaring, biasanya pada daerah permukiman
penduduk yang lama, dapat di sebabkan dengan
curah hujan yang tinggi dan system drainase yang
buruh tidak mampu menampung besarnya debit
banjir sebesar 1,89 m3/detik dan kolam retensi
yang tersedia tidak mampu menampungnya.
• Sedangkan banjir yang terjadi juga di sebabkan
oleh pengaruh pasang surut pada sub DAS Ogan,
Sub DAS Kedukan dan Sub DAS Aur serta Sub DAS
Sriguna. Ketinggian banjir pasang surut ini bisa
mencapai 10 cm – 50 cm.
Kondisi Banjir Kawasan Permukiman
Penduduk
• Acuan yang harus di patuhi dalam melaksanakan
pengembangan kawasan rawa sebagaimana Peraturan
Daerah No. 5 tahun 2008 tentang Pembinaan dan Retribusi
Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa
• Pihak pengembang harus menyiapkan paling tidak 20 % dari
lahan yang akan di bangun untuk membuat daerah resapan
atau kolam-kolam tampungan.
• Besarnya volume kolam tampungan sebaiknya sama dengan
besarnya volume air air rawa pada lokasi yang akan di
bangunan (Vkolam = Vrawa),
• Perlunya pengawasan yang terpadu dari semua pihak yang
bertanggung jawab untuk taat dan patuh pada kebijakan yang
telah ditetapkan.
Pengembangan Perumahan Baru
Pintu Air Pengendali Baniir

• Kawawan Jaka Baring yang termasuk Sub Daerah


Aliran Sungai (DAS) Jakabaring, Sub DAS Ogan, Sub
DAS Kedukan dan Sub DAS Aur,serta Sub DAS
Sriguna, merupakan system drainase yang harus di
kelola secara terpadu baik dalam pengendalian banjir
akibat hujan maupun pengendalian banjir akibat air
pasang surut.
Sistem DAS Kawasan
Jakabaring
• Untuk penataan pengendalian banjir pada
kawasan ini diperlukan pendalaman saluran
yang telah mengalami pendangkalan serta
membuat tanggul banjir terutama pada
kawasan limpasan tertentu.Pendangkalan ini
terjadi antara 0,5 m sampai 1,0 m.
• Kondisi saluran telah terpenuhi oleh enceng
gondok sehingga menyebabkan tersumbatnya
saluran
Keadaan Saluran Akibat Sedimentasi
• Melakukan pengerukan secara rutin pada kolam-
kolam retensi yang ada, dan membangun/
memperluas kolam retensi
• Penataan sistem koneksi terpadu antar sub DAS
dalam kawasan Jakabaring, dapat mengendalian
banjir akibat kondisi pasang surut.
• Pengendalian ini dapat berupa pebuatan pintu-pintu
air sehingga pengaturan banjir dapat diatasi
Pintu Air Dengan Sistem Koneksi
Terpadu
Rekomendasi
• Laksanakan Perda Rawa yang ada dengan konsisten
dan perlu pengawasan yang ketat terhadap
pengembangan permukiman baru
• Besarnya volume kolam tampungan sebaiknya sama
dengan besarnya volume air air rawa pada lokasi
yang akan di bangunan (Vkolam = Vrawa).
• Bangunan pintu-pintu air pada Sub system DAS
Jakabaring segera di bangun dan terkoneksi dengan
system yang ada
PALEMBANG, VENICE OF EAST
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai