Anda di halaman 1dari 18

Hutan Rawa Gambut

Peat Swamp Forest

Adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya akan bahan organik
(C-organik > 18%), bahan organik >30% dengan ketebalan gambut
>50 cm. Bahan organik dapat berupa sisa-sisa tanaman yang belum
mengalami pelapukan secara sempurna karena kondisi lingkungan
yang jenuh air dan miskin hara (Dephut, 2010).

Oleh karena itu lahan rawa gambut sering dijumpai di daerah


belakang mangrove atau cekungan yang drainasenya buruk.
Rawa gambut terbentuk dari timbunan sisa sisa tumbuhan atau
bahan organik. Timbunan tersebut sangat lama terdekomposisi
karena dekomposer kurang aktif akibat salinitas tinggi (kawasan
mangrove yang sudah tidak terjangkau ps surut), dan anaerob
sehingga membentuk genangan yg pasif.

Jadi gambut hanya mungkin bisa terbentuk apabila terdapat


limpahan biomass atau vegetasi pada suatu kawasan yang
mengalami hambatan dalam proses dekomposisi.

Faktor penghambat utama adalah genangan air yang bersifat


asam sepanjang tahun atau rawa.
Tetapi tidak semua areal hutan dapat membentuk lahan gambut.
Berdasarkan lingk pembentuknya dibedakan :
a. Gambur ombrogen : terbentuk pd lingk yg hanya dipengaruhi oleh
air hujan.
b. Gambut topogen : terbentuk pd lingk yang sering terkena air
pasang.

Kawasan bergambut di Indonesia :


Sebagian besar ada di Kalimantan Tengah, yang terdiri dari kawasan
hutan produksi, lindung dan konservasi.
Jika arealnya masih berhutan, maka ciri-ciri vegetasi penyusun mudah
untuk dibedakan : dominasi meranti rawa, ramin, jelutung,
Agathis, Nibung dan Rengas.
Fungsi Rawa Gambut
Ekologis : sebagai tempat perlindungan flora-fauna, konservasi
tanah, tata air dan kstabilan iklim, serta penyimpan
sumberdaya genetik/ keanekaragaman plasma nutfah.
Ekonomis : Sebagai sumber produk kehutanan, kayu maupun non
kayu.

Perubahan fungsi disebabkan oleh :


Eksploitasi, alih fungsi dan bencana alam/ manusia kebakaran
Kebakaran dan dampaknya
Tanah sebagai komponen ekosistem hutan rawa gambut,
merupakan faktor yang sangat rentan terjadi perubahan terutama
kebakaran.

Perubahan pada tanah gambut akan berdampak negatif dan


mengancam stabilitas ekosistem rawa gambut.

Faktor utama penyebab kebakaran adalah manusia api, disengaja


ataupun tidak. Kebakaran berlangsung periodik (dlm waktu yg lama)
dan biasanya pada kemarau panjang.
Dampak Kebakaran Gambut

Hilangnya hutan, sumberdaya genetik musnahnya ekosistem


Terjadinya subsidence pada kawasan yg bergambut tebal.
Suksesi alam dapat menuju ke arah klimaks atau mundur. Apabila
kebakaran terjadi berulang-ulang, maka terjadi disklimaks.
Oleh karena itu perlu bantuan untuk mempercepat suksesi
rehabilitasi.
Beberapa karakteristik gambut yang perlu diperhatikan :
Gambut ombrogen umumnya miskin hara, tanah masam tingkat
pertumbuhan pohon lamban, anaerob.
Adanya fluktuasi genangan air (banjir) secara musiman.
Kering pada waktu kemarau rawan kebakaran
Pada waktu terjadi kebakaran, tanah gambut menurun, sehingga
menyebabkan banjir.
Pengelolaan Gambut untuk tujuan Konservasi

Tujuannya adalah mempertahankan, memperbaiki/ rehabilitasi dan


melindungi kawasan bergambut beserta ekosistemnya serta fungsi-
fungsi yang melekatnya, secara leastari.
Fokus utama adalah rehabilitasi pada areal eks gambut yang
terdegradasi dan penurunan fungsi karena pembukaan yang tidak
terkendali
Jika tujuan untuk produksi dan konservasi (karena hrs
memperhatikan aspek sosial), maka hrs terjd keterpaduan yang
tidak saling merugikan porsi ketiganya harus berimbang.
Pembangunan irigasi pada lahan gambut
Irigasi berupa kanal-kanal yang memotong kubah pada area gambut
berkedalaman > 3meter akan menyebabkan kerusakan ekologi/
ekosistem, yaitu keseimbangan hidrologi gambut.
Ada 3 hal yg berkait dengan saluran dan kubah gambut :
1. Hidrologi, yaitu penurunan pH air sungai karena gambut masam
yang tercuci keluar, penurunan BOD sungai.
2. Hilangnya elastisitas penyangga gambut, sehingga terjadi
penyusutan, kekeringan dan ketergenanngan.
3. Penebangan illegal/ pencurian kayu yang seharusnya
dikonservasi dan dipreservasi.
Irigasi/kanal yang sudah dibangun hendaknya menjamin :
Tidak adanya aliran permukaan dari gambut ke sungai
Tidak terjadi kerusakan gambut
Tidak digunakannya kanal sebagai sarana pencurian kayu
Faktor Pembatas Rawa Gambut

Faktor-faktor pembatas merupakan kriteria minimal yang digunakan


apabila terdapat usulan rehabilitasi gambut :
- Ketebalan lapisan gambut
- Ketebalan/kedalaman lapisan pirit
- Status permukaan air tanah
- Status vegetasi/ penutup lahan
- Habitat khusus yang perlu dilindungi

Dari faktor pembatas tsb, maka dapat ditentukan kiranya perlakuan apa
yang dilarang dilakukan dalam rehabilitasi nantinya.
Faktor Fisik Lahan

Unsur lingkungan pembentuk rawa gambut, saling terkait dan sulit


dikendalikan, misalnya : curah hujan atau musim, fisiografi dan tata
air.
Ketiga unsur tsb merupakan kendala bagi usaha pertanian,
sehingga dalam pengembangan lahan perlu diperhatikan.
Rawa gambut dicirikan dengan curah hujan tinggi (2000-
4000mm)/th.
Furukawa (1997) : iklim di rawa gambut memberikan kondisi masam
yang berkepanjangan karena tingkat pelapukan dan perlindian
sangat lamban.
Besarnya curah hujan berpengaruh terhadap tinggi muka air atau
genangan secara luas. Penguapan harian tinggi, dengan
kelembaban >80%.
Suhu dan kelembaban tergantung pada jenis dan kerapatan
vegetasi utamanya adalah tutupan tajuk.
Lahan sulfat asam berada dalam zona rawa air tawar dan payau.
Satuan fisiografi lahan rawa terdiri dari :
tanggul alam sungai, pematang, kubah gambut, bentang laut dan
dataran pantai.
Satuan minornya terdiri dari :
cekungan, danau, sungai2 kecil (creeks), dataran ps surut dan
bukit-bukit pantai.
Vegetasi yang mampu tumbuh di lahan asam adalah jenis
mangrove tertentu yg tahan thd keasaman air dan tanah, salinitas
dan tekstur tanah, jenis lain yg merupakan jenis komersial seperti
Pulai Meranti dan ramin.
Perbedaan jenis mangrove sangat dipengaruhi oleh waktu dan
frekuensi genangan, sehingga ada hub antara satuan fisiografi
dengan perkembangan vegetasinya.
Rawa gambut dibagi ke dalam 4 zona :
tepi sungai dengan jenis dominan pedada dan api-api
pesisir pantai yang didominasi bakau
wilayah kubah gambut yang didominasi vegetasi hutan gmbut
(ramin, meranti, terantang, pulai, dsb).
Pinggir sungai yang msh bersifat payau didominasi oleh Nipah
Wilayah yg dibuka dan kemudian ditinggalkan, biasanya ditumbuhi
vegetasi galam.
Dari sifat tanah yang masam, kadar pirit (FeS2) dan kondisi
genangan air, maka dapat diindikasikan bahwa kawasan tersebut
merupakan kawasan rawa gambut bekas mangrove (kaw pasang
surut) atau rawa gambut karena genangan murni (adanya cekungan
yg terbentuk karena sirkulasi air sungai yang buruk, shg
menimbulkan genangan permanen).
Sifat masam dan anaerob habitat menyebabkan keanekaragaman
biota (khususnya mikroorganisme sbg dekomposer) menjadi sangat
kecil.
Perombak bahan organik menjadi anorganik dikenal spt jenis
Trichoderma, Fomes, Achromobacter, Streptomyces, dsb. Sebagian
besar bersifat heterotrof.
Laju perombakan pada kondisi tergenang 10x lebih rendah dari
tidak tergenang, kerana pd waktu tergenang konsumsi O2 lebih
tinggi dan hasil produksi CO2 lebih rendah.
Kondisi kekurangan oksigen ini menyebabkan terhambatnya kerja
dekomposer (khusus yg aerob).
Tingginya sulfat pd areal gambut, direduksi oleh genus Desulfovibrio
yang anaerob.
Energi yg digunakan bakteri desulfovibrio berasal dari hasil reduksi
sulfat menjadi sulfida (H2S).
Dalam kondisi air yg masam, jenis nekton juga tidak banyak
beberapa spt Familia Cyprinidae (Cyprinus carpio), sidat, gabus,
sepat, dsb.
Kualitas air sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Untuk kehidupan
biota, maka kualitas air pada musim hujan akan lebih baik dari
musim kemarau.
Reklamasi Rawa Gambut
Reklamasi pada prinsipnya adalah menurunkan genangan atau
pengeringan dengan cara pengatusan atau pentirisan.
Dalam konteks pertanian, reklamasi berarti pengelolaan dan
konservasi air, sehingga dapat menjamin ketersediaan air.
Pengelolaan air ini merupakan kunci keberhasilan pengelolaan
lahan rawa gambut.
Masalah setelah reklamasi adalah pemasaman tanah, retakan dan
amblesan. Meningkatnya unsur2 bersifat racun : Al2+, Fe2+ dan
asam organik.
Keberhasilan pengelolaan rawa gambut biasanya yang dilakukan
oleh masyarakat : pengelolaan tradisional yang membuat saluran-
saluran (irigasi) yang tegak lurus dan disatukan dengan aliran
sungai.
Penyimpangan Reklamasi :
1. Menambah lahan pd daerah ps-surut untuk pertanian,
perumahan, perindustrian.
2. Menghilangkan jenis2 asli : Rotan, dll.
Problem Rawa Gambut
Rawa gambut sebagai penyimpan/tata air yg baik
Rawa gambut penyimpan karbon yg tinggi ton/th
Berkait dng komitmen Indonesia akan mengurangi emisi karbon
sampai 26%
Perkebunan Kelapa sawit sudah merambah lahan rawa
Pembakaran bekas tebangan merajalela, mengakibatkan lapisan
gambut semakin tipis mengeluarkan pirit
Rehabilitasi dan reklamasi dianggap terlalu lama dlm
menyelesaikan masalah
Beberapa LSM mengusulkan menutup saluran/sungai di rawa
gambut yang merupakan sumber air
Dengan demikian harapannya untuk mencegah gambut terbakar
Relevansi ??
Relevankah menutup aliran air dari gambut ??
Bagaimana kondisi sosial masyarakat ? Akses perahu
mereka ? Mata pencaharian mencari ikan ?
Apakah benar, dunia hanya ditentukan oleh segelintir
orang yg hidup di sekitar rawa gambut ??

Anda mungkin juga menyukai