I.1.1.1.
I.2.
PENDAHULUAN
Fungsi dan Kegunaan
Teknologi Reklamasi
Pembangunan reklamasi secara umum dapat dibedakan menjadi tiga jenis
yaitu: sistem timbunan atau urugan, sistem polder dan sistem kombinasi antar
polder dan urugan (lihat Gambar 1.1).
a.
b.
POMPA
LAHAN REKLAMASI
POMPA
LAHAN REKLAMASI
I.4.
Perairan pantai
A
Lahan reklamasi
B
Lahan reklamasi
Daratan utama
Sungai
I.5.
Pemadatan dng
vibro compactor
Tanah urug
Pasir urug
Tembok laut
Tanah lembek
Vertical drain
Trucuk bambu
Matras bambu
I.6.
Pradesain Reklamasi
Lokasi Reklamasi
Data Pendukung
Penyelidikan tanah /
batuan
Tidak
Kualitas & Kuantitas
Baik
Kurang Baik
OK
Perbaikan tanah
dasar
Tanpa perbaikan
Elevasi lahan
Vertical drains
Surcharge
Ya
Perencanaan Penimbunan
-Vibro compaction
-Dynamic Compaction
Pemadatan Timbunan
Aman terhadap
Liquifaksi
Gambar Rencana
Spesifikasi Teknik
selesai
I.6.1.1.
Seperti yang telah diuraikan didepan, tujuan utama reklamasi adalah untuk
menambah luasan daratan untuk suatu aktivitas yang sesuai dengan kebutuhan
atau keperluan wilayah tersebut. Pertimbangan secara umum untuk melaksanakan
pilihan reklamasi diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Tata ruang suatu wilayah tertentu kadang kala memang membutuhkan suatu
lahan yang berasal dari proses reklamasi. Sebagai contoh kebutuhan akan
lahan untuk keperluan pembangunan pelabuhan. Pelabuhan membutuhkan
fasilitas bongkar muat, lapangan penumpukan, terminal penumpang, kompleks
pergudangan, dermaga dan sebagainya. Lahan untuk keperluan tersebut
biasanya tidak tersedia di kawasan pantai dalam bentuk yang siap bangun.
Lahan yang terdapat di lokasi pekerjaan biasanya berupa rawa atau perairan
dangkal. Untuk keperluan dermaga diperlukan kedalaman perairan yang cukup
untuk sandar kapal. Kebutuhan lahan tersebut di atas menuntut dilakukannya
reklamasi, namun dalam skala yang tidak begitu besar, hanya sebatas
keperluan fasilitas pelabuhan.
b. Reklamasi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan lahan yang harus berada di
tepi pantai misalnya untuk keperluan: industri, pariwisata dan permukiman
nelayan. Pengembangan industri dan pariwisata sangat penting karena dapat
menampung angkatan kerja (memberi lapangan pekerjaan).
c. Reklamasi diperlukan untuk keperluan konservasi lahan atau pulau yang
tererosi. Reklamasi ini bertujuan untuk mengembalikan kondisi pantai menjadi
seperti keadaan sebelum terjadi erosi. Contoh proyek konservasi pulau Nipa.
Kondisi pulau Nipa saat ini terabrasi sangat parah, dan hampir tenggelam.
Padahal pulau tersebut adalah pulau terluar dari batas NKRI dengan
Singapura. Bilamana pula tersebut hilang, batas negara akan bergeser ke
wilayah Indonesia, dan hal ini akan sangat merugikan Indonesia karena luas
negara (perairan) akan berkurang.
d. Reklamasi untuk memperbaiki kondisi lingkungan pantai yang telah menurun
kualitas lingkungannya. Sebagai contoh:
kawasan pantai yang berubah menjadi kawasan kumuh,
kawasan pantai yang selalu dilanda genangan (baik karena banjir
atau rob), diperbaiki kualitas lingkungannya dengan sistem polder.
e. Kebanggaan negara untuk mempunyai kawasan Waterfront City, dalam hal ini
Indonesia termasuk terlambat.
f. Memenuhi kebutuhan lahan dengan konsep membangun tanpa menggusur,
atau mendapat lahan tanpa mengurangi lahan yang ada.
I.6.1.2.
Muka air laut rencana (design water level - DWL) adalah muka air laut pada
kondisi tinggi, dimana elevasi ini dipergunakan sebagai referensi untuk
menentukan elevasi penimbunan reklamasi dan elevasi mercu bangunan
pelindungnya. Disamping itu muka air laut rencana ini juga dipergunakan untuk
menentukan tinggi gelombang pecah, terutama di lokasi bangunan. Muka air
laut rencana diperhitungkan terhadap pasang surut : high water spring (HWS),
wind set up, storm surge dan sea level rise (SLR) akibat efek rumah kaca (green
house effect). Muka air laut rencana dapat ditentukan dengan formula (Yuwono,
1992):
DWL = HWS + SS atau WS + SLR .(3.1)
Keterangan:
Berdasarkan IPCC (1990), kenaikan muka air laut akibat efek rumah kaca
(SLR) diperkirakan sebesar 60 cm tiap seratus tahunnya (lihat Gambar 3.1).
Sedangkan besar Wind Set-up dan Storm Surge dapat dihitung dengan
formula:
SS = 0,01 (Po Pa) ..(3.2)
Keterangan:
SS
= tinggi storm surge (m)
Pa
= tinggi tekanan atmosfer pada muka air laut (mbar)
Po
= tinggi tekanan pada MSL = 1013 mbar
WS = Iw F/2 ; Iw = Cw(
udara U 2
)(
) .(3.3)
airlaut gh
Keterangan:
WS
Iw
F
U
g
Cw
h
Gambar 3.1. Prediksi kenaikan muka air laut akibat efek rumah kaca
(IPCC, 1990).
I.6.1.3.
I.7.
b.
I.8.
W/10
DWL + Ru + F
Geotekstil
DWL
Ru
Tanah Urug
Pasir Urug
W/2
Gambar 4.1. Penentuan Elevasi Lahan Reklamasi Di Atas Muka Air Laut
HWL
0,5 m
0,75 m
Lahan reklamasi untuk mangrove
10
DWL + Ru + F
Pasir/tanah urug
Elevasi bebas,
Sesuai kebutuhan
Gambar 4.4.
11
I.8.1.1.
I.9.
Pekerjaan Lapangan :
Pekerjaan penyelidikan tanah di lapangan diharapkan dapat
memberikan informasi kondisi lapisan-lapisan tanah secara cukup
lengkap, baik arah vertikal maupun arah horisontal. Beberapa jenis
perkerjaan/pengujian yang dapat dilakukan adalah
- Pengeboran
- Sampling (pengambilan contoh tanah terganggu/ tak-terganggu)
- Uji penetrasi standar (SPT)
- Uji sondir (statis)
- Vane shear test
Disamping pengujian tersebut di atas, pengujian yang lain bisa
dilakukan dengan pertimbangan yang sesuai, diantaranya :
- Uji deformasi dan kekuatan ditempat dengan pressuremeter atau
dilatometer
- Plate bearing test (dalam lubang bor atau dipermukaan)
- Direct dynamic probing
- Static-dynamic penetration testing
- Uji kepadatan (densitas) lapangan
- CBR lapangan
- Survey geofisik (seismic refraction, electrical resistivity/
geolistrik)
Pekerjaan Laboratorium:
12
Pekerjaan Lapangan
Penyelidikan lapangan untuk borrow area dimaksudkan untuk
mendapatkan informasi kondisi lapisan-lapisan tanah arah vertikal
maupun arah horisontal yang terkait dengan keperluan bahan timbun.
Pekerjaan yang umum dilakukan di borrow area meliputi :
- Pengeboran/sumur-uji
- Sampling(pengambilan contoh tanah tergganggu/tak-terganggu)
- Uji kepadatan (densitas) lapangan
Pekerjaan Laboratorium
Uji laboratorium ditujukan untuk mendapatkan sifat umum tanah bahan
timbun, klasifikasi tanah dan sifat mekanis (kekuatan) serta, jika
diperlukan, kandungan kimia tanah. Penelitian tersebut meliputi:
- berat jenis
- batas Atterberg (batas cair, batas plastis dan indeks plastisitas)
- distribusi ukuran butir
- uji pemadatan
- kuat geser tanah (geser langsung, triaksial, tekan bebas)
c. Quarry
Penyelidikan tanah dilokasi bahan bangunan pelindung lahan reklamasi
ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang kualitas bahan bangunan
dan volume yang bisa diambil. Pengujian yang perlu dilakukan untuk
keperluan ini meliputi pekerjaan lapangan dan laboratorium, sebagai
berikut.
Pekerjaan Lapangan
Penyelidikan lapangan untuk quarry dimaksudkan untuk mendapatkan
informasi kondisi quarry yang mungkin digunakan material sebagai
13
Pekerjaan Laboratorium
Uji laboratorium ditujukan untuk mendapatkan sifat umum/klasifikasi
batu dan sifat mekanis (kekuatan) serta, jika diperlukan, sifat kimia
batu.
- berat jenis
- densitas
- penyerapan air
- abrasi (Los Angeles Abtassion test)
- point load test atau uniaxial compression test
I.10.
Tanah dengan diameter kurang dari 0.074 mm (lolos ayakan no. 200)
sering disebut dengan tanah berbutir halus dan tanah yang tertahan ayakan
no. 200 (diameter lebih besar 0.074 mm) disebut tanah berbutir kasar.
Tanah berbutir kasar lebih banyak dipengaruhi oleh variasi ukuran butir
(distribusi ukuran butir). Bentuk dan tekstur butir tanah dalam beberapa
aplikasi kadang dianggap cukup berpengaruh. Untuk mengklasifikasi
tanah berbutir kasar, digunakan identifikasi variasi butiran yang
melibatkan jumlah/prosentasi fraksi yang lebih kecil dari suatu diameter
yaitu D60, D30 dan D10. Istilah D60 adalah nilai diameter tanah pada 60%
dari grafik distribusi ukuran butir tanah (60% dari fraksi tanah lebih kecil
dari D60). Pengertian yang sama untuk D30 dan D10. Angka tersebut
kemudian digunakan untuk menghitung koefisien keseragaman (Cu) dan
koefisien kelengkungan grafik (Cz).
14
D60
...(5.1)
D10
D30
Cz
...(5.2)
D60 D10
Cu
Kerikil atau pasir dikategorikan sebagai murni atau bersih juka fraksi
halusnya tidak lebih dari 5%. Pasir/kerikil bergradasi baik (SW atau GW)
jika mempunyai nilai Cu > 4-6 dengan nilai Cz = 1-3. Apabila kedua nilai
tersebut tidak terpenuhi, maka tanah mempunyai gradasi buruk (SP), bisa
bergradasi seragam atau bergradasi lowong (gap). Jika fraksi halus tanah
lebih dari 12-15 (%), tanah pasir/kerikil telah banyak dipengaruhi oleh
tanah berbutir halus terutama plastisitasnya.
Tanah lempung dan lanau tidak bisa dikelompokkan berdasarkan ukuran
butir saja. Klasifikasi yang baru menyebutkan bahwa lanau dan lempung,
keduanya merupakan tanah dengan butiran lolos ayakan no. 200 (diameter
kurang dari 0,074 mm). Perbedaan dari kedua tanah tersebut dilihat dari
plastisitasnya (batas cair dan indeks plastisitas). Tanah di alam umumnya
tercampur. Untuk mengetahui klasifikasi tanah yang lengkap bisa
mengacu ke ASTM atau British Standard.
b. Pemilihan Bahan Timbunan
Secara umum bahan timbun harus berupa tanah mineral dengan kualitas
baik dan bebas dari bahan yang dapat mencemari lingkungan. Tanah
organik atau gambut tidak boleh digunakan sebagai bahan urug, demikian
juga tanah lempung ekspansif sebaiknya tidak digunakan. Tanah timbun
tidak boleh tercampur tunggul kayu/tanaman, gebalan rumput, akar
tanaman, sampah atau material sejenis.
Material timbun lebih disukai berupa tanah berbutir kasar (pasir) yang
cukup bersih karena beberapa kelebihan, diantaranya : mudah dikerjakan,
drainasi baik, bongkar/muat/pengangkutan lebih mudah, hydraulic filling
dapat dilakukan, tanah hasil reklamasi mempunyai kuat dukung lebih
besar, tidak mengalami konsolidasi dan teknik pemadatan lebih sederhana.
Disamping itu, karena lahan reklamasi sering terendam air, maka gradasi
tanah perlu dipilih sedemikian rupa sehingga untuk daerah yang potensi
mengalami gempa, tidak mengalami liquifaksi.
I.11.
Perhitungan Settlement
Tanah yang ada di alam akan mengalami pemampatan atau penurunan lebih
lanjut, terlebih lagi jika menerima tambahan beban akibat bangunan atau
penimbunan (lihat Gambar 5.1). Penurunan dari bangunan/fondasi/ timbunan
dapat dikelompokkan menjadi 3 komponen penurunan secara terpisah sebagai
berikut:
s = si + sc + ss .(5.3)
15
Keterangan:
s = penurunan total
si = penurunan segera
sc = penurunan konsolidasi
ss = penurunan sekunder
Bilamana lapisan tanah terdiri dari tiga lapis (tanah urug, pasir urug dan tanah
dasar) maka penurunan total adalah penjumlahan penurunan total dari
masing-masing lapisan (lihat Gambar 5.1).
s = S1 + S2 + S3 (5.4)
Penurunan tanah dasar biasanya sangat besar, karena tanahnya lunak
mengandung banyak air. Perhitungan penurunan tanah dasar di teluk Jakarta
mencapai 2,0 m
si
s
sc
ss
t
S1
Tanah urug
Pasir urug
S2
S3
16
Perhitungan Konsolidasi
Penurunan konsolidasi adalah penurunan pada tanah lempung/lanau jenuh air
atau terendam akibat perubahan volume tanah yang terjadi dengan
terperasnya air pori tanah keluar. Proses konsolidasi berlangsung cukup lama
tergantung terutama pada koefisien permeabilitas tanah, ketebalan lapisan dan
kondisi drainasi yang tersedia.
Analisis konsolidasi akan mencakup perkiraan besarnya penurunan dan
waktu/kecepatan penurunan konsolidasi.
Cc
p ' p
H log o
..
1 eo
po '
(5.6)
Keterangan:
mv = koefisien kompresibilitas volume
p = tambahan beban dan
H = tebal lapisan yang ditinjau
Cc = indeks kompresi tanah
eo = angka pori awal
17
18
Pekerjaan penimbunan di dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan: (a)
penimbunan dari perairan biasanya dengan hydraulic filling, dan (b)
penimbunan dari darat.
a. Penimbunan dari perairan (Hydraulic filling).
Pelaksanaan penimbunan dari perairan atau laut, biasanya digunakan kapal
keruk dan kapal penebar material. Pasir dipompa dari kapal atau dari tempat
penimbunan di bawah air, disebarkan merata ke seluruh daerah yang akan
direklamasi (lihat Gambar 5.2). Penebaran dilakukan selapis demi selapis,
dengan ketebalan sekitar 30 sd 50 cm. Dengan cara ini diharapkan tidak
akan terjadi mud explotion ataupun mud wave. Yang dimaksud dengan mud
explotion adalah munculnya lumpur ke permukaan lahan reklamasi.
Sedangkan mud wave adalah ketebalan penimbunan yang tidak merata,
sehingga seakan-akan terjadi gelombang lumpur di bawah lahan reklamasi.
19
20
I.13.1.1.
I.14.
liquifaksi dapat dilihat pada Gambar 6.1 dan 6.2. Secara umum paramater
yang mempengaruhi terjadinya proses liquifaksi adalah :
- jenis tanah dan gradasi butir: pasir halus-sedang, seragam,
- tingkat kepadatan
: tak padat,
- kondisi lingkungan
: terendam air,
- beban sesaat
: kejut/gempa/getaran.
Keempat parameter tersebut secara bersama-sama membangkitan
liquifaksi pada daerah tersebut. Apabila salah satu atau lebih parameter
tidak ada, maka kejadian atau potensi liquifaksi berkurang. Dengan
demikian, usaha mengurangi potensi liquifaksi adalah merubah salah satu
atau lebih parameter utama penyebab liquifaksi sebagaimana tersebut di
atas.
22
Gambar 6.3. Gradasi tanah dan rentang tanah yang berpotensi mengalami
liquifaksi
Apabila reklamasi dilakukan di lahan yang tergenang air di daerah gempa,
maka bahan timbun harus dipilih sedemikian rupa sehingga tidak
berpotensi liquifaksi dan dipadatkan dengan baik. Jika lahan yang
direklamasi berada di daerah gempa dan tanah asli berupa tanah berpotensi
liquifaksi, maka usaha khusus perlu dilakukan, misalnya dengan perbaikan
gradasi atau teknik yang lain. Perbaikan gradasi dilakukan dengan
menambahkan tanah lain dengan butiran tertentu dan mencampurkannya
sehingga didapatkan gradasi tanah secara keseluruhan diluar gradasi tanah
yang mudah liquifaksi. Jenis tanah yang ditambahkan bisa berupa
lanau/lempung atau pasir kasar/kerikil. Penambahan pasir kasar/kerikil
lebih mudah untuk dilaksanakan. Perbaikan gradasi juga dapat dilakukan
pada material bahan timbun.
c. Pemampatan Dalam
(1)
23
.Lapisan tanah pasir yang tebal dan tidak padat bisa dipadatkan dengan
alat padat getar yang ditusukkan kedalam lapisan tersebut. Saat batang
getar dimasukkan kedalam tanah, tanah akan tergeser kesamping.
Semprotan udara dengan tekanan yang cukup tinggi biasanya digunakan
di ujung batang getar untuk membantu penetrasinya. Setelah mencapai
kedalaman yang diinginkan, batang getar diangkat, pasir pengisi
dimasukkan, kemudian batang getar dimasukkan lagi untuk menekan pasir
pengisi kebawah dan kesamping (lihat Gambar 6.4). Dilaporkan bahwa
pengaruh pemadatan bisa mencapai 2.5 meter dari sumbu penggetar.
Pekerjaan diulangi pada jarak-jarak tertentu sampai didapatkan kepadatan
yang merata untuk lahan yang dikerjakan. Kedalaman yang bisa
dipadatkan dengan teknik ini dilaporkan sampai kedalaman 12 meter,
namun tingkat kepadatan yang dihasilkan tergantung pula pada jarak antar
sumbu penggetar, semakin dekat jarak antar sumbu penggetar akan
didapatkan tingkat kepadatan yang lebih tinggi (Craig, 1991).
24
25
Dynamic Compaction
I.15.
Pengatusan Lahan
Penimbunan lahan dengan pasir yang menggunakan sistem pemompaan, akan
mengakibatkan lahan cenderung selalu basah dan terendam air. Kondisi
tersebut akan menyulitkan pemadatan tanah timbunan. Usaha pengurangan
kandungan air dalam tanah bisa dilakukan pengeringan atau pengatusan lahan.
Pengatusan lahan yang paling umum dilakukan adalah dengan menurunkan
muka air tanah. Penurunan muka air tanah akan mengakibatkan kenaikan
tegangan efektif dalam tanah yang selanjutnya menaikkan kekuatan tanah.
Disamping itu, dengan kondisi tanah timbunan (pasir) yang tidak terendam air,
usaha pemadatan tanah timbunan akan lebih mudah dilakukan.
Pada pekerjaan pengatusan lahan, parameter yang terkait langsung adalah :
- koefisien permeabilitas tanah (jenis tanah)
26
I.16.
27
28
29
air pori rendah dan proses konsolidasi terganggu, tidak cukup membuat
tanah lempung menjadi cukup padat dan kuat. Pengaruh tersebut menjadi
kecil pada penggunaan pre-fabricated drains, karena kondisinya jauh
lebih fleksibel.
Penggunaan vertical drains dilaporkan kurang berhasil pada lapisan
lempung yang mempunyai pemampatan sekunder yang besar seperti :
lempung-lempung berplastisitas tinggi dan tanah humus (peat), karena
kecepatan penurunan sekunder ini tidak bisa dikontrol (tidak terpengaruh)
oleh drain vertikal.
Analisis penggunaan vertical drain telah dikembangkan pada vertical
sand drain dengan menggunakan analisis tiga dimensi dalam koordinat
kutub yang melibatkan parameter kecepatan konsolidasi arah vertikal dan
horisontal. Hasil analisis terutama terkait dengan diameter sand drain dan
jarak pemasanganannya. Analisis disederhanakan dengan menggunakan
bantuan grafik-grafik.
Untuk penggunaan band drains, analisis bisa dilakukan dengan cara
sebagaimana untuk sand drains. Khusus untuk band drains juga telah
dikembangkan rumus oleh Hansbo (1982) yang menyajikan hubungan
antara waktu konsolidasi dan jarak atau jari-jari pengaruh drainasi,
sebagai berikut.
D2
t
8 ch
ln( D / d )
3 (d / D) 2
1
..........................
ln
2
4
1U
1 (d / D)
(6.1)
D2
D
1
ln
0.75 ln
8 ch
d
1U
.................................................
(6.2)
Keterangan:
t
ch
d
D
U
S
Selanjutnya bisa dibuat grafik hubungan antara jarak band drains (S)
dengan waktu (t) untuk derajat konsolidasi (U) tertentu dan bisa dipilih
rancangan yang sesuai terkait dengan waktu yang diinginkan untuk
mempercepat konsolidasi.
30
I.16.1.1.
I.17.
Umum
Seperti diuraikan di depan bahwa reklamasi perairan pantai adalah mengubah
perairan pantai menjadi daratan. Keberadaan lahan tersebut akan terancam
adanya erosi oleh arus dan gelombang, juga genangan air hujan. Untuk
mengamankan lahan hasil reklamasi supaya tidak rusak maka perlu adanya
bangunan pelindung. Bangunan tersebut adalah:
a. Sistem drainasi lahan
b. Tembok laut atau tanggul laut
c. Tembok laut bawah air akan terancam adanya
31
d. Revetment, rip-rap
I.18.
I.19.
Tanah urug
Pasir urug
Tembok laut
Tanah lembek
32
Vertical drain
Trucuk bambu
Matras bambu
Permasalahan lahan
Lahan yang terbentuk dari hasil reklamasi dapat dianggap sebagai deposit baru
dengan kondisi yang cukup bervariasi. Sebagaimana umumnya tanah
timbunan baru, proses pemadatan secara alami masih berlangsung. Apabila
tanah dasar asli (sebelum ditimbun) cukup baik dan timbunan berupa tanah
pasir yang dipadatkan dengan baik, maka penurunan pasca reklamasi yang
disebabkan oleh rayapan antar partikel tanah diperkirakan relatif kecil. Apabila
kondisi tanah dasar dan/atau tanah timbunan tidak baik/padat atau proses
pemadatan belum selesai, permasalahan kapasitas dukung tanah dan
penurunan akan lebih rumit. Studi khusus untuk kasus ini dapat dilakukan
bilamana diperlukan.
I.22.
Penyelidikan tanah
Penyelidikan tanah dalam hal ini ditujukan untuk mendapatkan gambaran
kondisi tanah (arah vertikal dan horisontal) untuk perancangan fondasi. Jenis,
kedalaman dan jumlah-titik penyelidikan disesuaikan dengan keperluan
pengembangan.
33
Jenis penyelidikan bisa sama dengan yang digunakan pada lahan yang akan
direklamasi sebagaimana telah diuraikan didepan namun lebih intensif.
Penyelidikan harus dilaksanakan sampai kedalaman lapisan yang kuat yang
mampu mendukung beban dengan aman dan penurunan yang timbul akibat
beban bangunan masih dalam batas yang dapat ditolerir.
Untuk lahan reklamasi yang kurang baik atau proses penurunan masih terus
berlangsung dengan besaran yang signifikan, maka penyelidikan khusus perlu
dilakukan.
I.23.
I.24.
CONTOH PERHITUNGAN
Suatu lahan basah terendam air, mempunyai lapisan tanah bagian atas berupa lempung
lunak setebal 12 meter disusul di bawahnya lapisan tanah keras yang relatif rapat air.
Lempung mempunyai koefisien perubahan volume, mv = 0.008 m2/ton, koefisien
konsolidasi arah vertikal, cv = 3.5 m 2/tahun dan koefisien konsolidasi arah horisontal,
ch = 7.0 m2/tahun. Lahan akan direklamasi dengan timbunan tanah pasir setinggi 5.0
meter padat dengan berat volume rerata sebesar 1.7 ton/m3. Untuk percepatan
konsolidasi lapisan lempung digunakan band drain lebar 100 mm dan tebal 3 mm
dipasang sampai lapisan tanah keras dengan pola pasang bujursangkar.
a. Analisis penurunan konsolidasi
Tambahan beban, p = 5.0 x 1.7 = 8.5 t/m2
Besarnya penurunan konsolidasi, sc = 0.008 x 8.5 x 5.0 = 0.34 m = 340 mm
Penurunan konsolidasi sc = 340 mm untuk derajat konsolidasi U = 100%
b. Waktu konsolidasi
34
Untuk mencapai penurunan 90% (306 mm) dan penurunan sisa 10% (34 mm)
waktu yang diperlukan dihitung sebagai berikut.
U = 90% Tv = 0.848
Bagian bawah rapat air maka d = tebal lapisan lempung = 12 m
t90 = 0.848 x 122/3.5 = 34.9 tahun
c. Percepatan konsolidasi
Digunakan band drain 100 mm x 3 mm,
d = keliling/ = 2 x (100 + 3)/ =65.6 mm = 0.0656 m
Pola pasang bujur sangkar : D = 1.13 S atau S = D/1.13
Dicoba derajat konsolidasi (U) sebesar 95%, 90% dan 85%
U
95%
90%
85%
Dari hasil di atas, untuk mencapai derajat konsolidasi U = 90% (penurunan konsolidasi
mencapai 306 mm dan penurunan konsolidasi sisa 34 mm) menggunakan band drain
dengan jarak pasang 2.0 m diperlukan waktu 0.59 tahun (sekitar 6 bulan). Hasil ini jauh
lebih cepat dibandingkan waktu konsolidasi tanpa band drain sebesar 34.9 tahun.
Sisa penurunan yang direncanakan disesuaikan dengan keperluan pembangunan di atas
lahan reklamasi, yang selanjutnya bisa dianalisis seperti contoh di atas.
35
I.24.1.2.
PENUTUP
Pedoman yang diuraikan di depan masih bersifat umum. Penggunaan cara lain diluar
yang telah diuraikan dalam pedoman ini masih dimungkinkan dengan alasan atau
pertimbangan yang tepat. Pemelihan metoda pelaksanaan perlu mempertimbangan
aspek efektif, efisien dan ramah lingkungan.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada PT. Tata Guna Patria dan Direktorat Bina
Teknik, Dirjen SDA, Departemen Kimpraswil, sehingga buku Pedoman Teknis
Perencanaan Reklanasi Pantai dapat terselesaikan. Apabila pembaca dalam mengkaji
materi ada kesulitan atau ada yang kurang jelas mohon dapat melihat ke buku asli yang
diacunya. Pada kesempatan ini pula penulis mengharapkan kritik dan masukan dari para
pembaca untuk dapat dipergunakan dalam penyempurnaan materi pedoman ini.
Semoga buku pedoman ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, institusi pemerintah
terkait dan pelaksana/perencana industri maritim.
36