Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

RAWA PASANG SURUT

Oleh:

Taufiqurrahman
1515011046

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI

Daftar isi i

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan

II. PEMBAHASAN

2.1. Karakteristik Lahan Rawa Pasang Surut

2.2. Tipologi

2.3. Karakteristik Tanah

2.4. Karakteristik Hidrologi

2.5. Faktor yang mempengaruhi karakteristik air rawa

III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

0
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Lahan rawa adalah lahan darat yang tergenang secara periodik atau terus menerus secara

alami dalam waktu lama karena drainase yang terhambat. Meskipun dalam keadaan tergenang,

lahan ini tetap ditumbuhi oleh tumbuhan. Lahan ini dapat dibedakan dari danau, karena danau

tergenang sepanjang tahun, genangannya lebih dalam, dan tidak ditumbuhi oleh tanaman kecuali

tumbuhan air.

Lahan rawa sebenarnya merupakan lahan yang menempati posisi peralihan di antara

sistem daratan dan sistem perairan (sungai, danau, atau laut), yaitu antara daratan dan laut, atau

di daratan sendiri, antara wilayah lahan kering (uplands) dan sungai/danau. Karena menempati

posisi peralihan antara system perairan dan daratan, maka lahan ini sepanjang tahun, atau dalam

waktu yang panjang dalam setahun (beberapa bulan) tergenang dangkal, selalu jenuh air, atau

mempunyai air tanah dangkal. Dalam kondisi alami, sebelum dibuka untuk lahan pertanian,

lahan rawa ditumbuhi berbagai tumbuhan air, baik sejenis rumputan (reeds, sedges, dan rushes),

vegetasi semak maupun kayu-kayuan/hutan, tanahnya jenuh air atau mempunyai permukaan air

tanah dangkal, atau bahkan tergenang dangkal. Lahan rawa yang berada di daratan dan

menempati posisi peralihan antara sungai atau danau dan tanah darat (uplands), ditemukan di

depresi, dan cekungan-cekungan di bagian terendah pelembahan sungai, di dataran banjir sungai-

sungai besar, dan di wilayah pinggiran danau. Mereka tersebar di dataran rendah, dataran

berketinggian sedang, dan dataran tinggi. Lahan rawa yang tersebar di dataran berketinggian

sedang dan dataran tinggi, umumnya sempit atau tidak luas, dan terdapat setempat-setempat.

Lahan rawa yang terdapat di dataran rendah, baik yang menempati dataran banjir sungai maupun

1
yang menempati wilayah dataran pantai, khususnya di sekitar muara sungai-sungai besar dan

pulau-pulau deltanya adalah yang dominan.

Rawa merupakan sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang

penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan

(vegetasi). Hutan rawa memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Jenis-jenis floranya

antara lain: durian burung (Durio carinatus), ramin (Gonystylus sp), terentang (Camnosperma

sp.), kayu putih (Melaleuca sp), sagu (Metroxylon sp), rotan, pandan, palem-paleman dan

berbagai jenis liana. Faunanya antara lain : harimau (Panthera tigris), Orang utan (Pongo

pygmaeus), rusa (Cervus unicolor), buaya (Crocodylus porosus), babi hutan (Sus scrofa), badak,

gajah, musang air dan berbagai jenis ikan.

Lahan rawa pasang surut adalah suatu wilayah rawa yang dipengaruhi oleh gerakan

pasang surut air laut yang secara berkala mengalami luapan air pasang. Jadi lahan rawa pasang

surut dapat dikatakan sebagai lahan yang memperoleh pengaruh pasang surut air laut atau

sungai-sungai sekitarnya. Bila musim penghujan lahan-lahan ini tergenang air sampai satu meter

di atas permukaan tanah, tetapi bila musim kering bahkan permukaan air tanah menjadi lebih

besar 50 cm di bawah permukaan tanah.

Lahan rawa pasang surut jika dikembangkan secara optimal dengan meningkatkan fungsi

dan manfaatnya maka bias menjadi lahan yang potensial. Untuk mencapai tujuan pengembangan

lahan pasang surut secara optimal, ada beberapa kendala. Kendala terebut berupa factor biofisik,

hidrologi yang mengangkut air, agronomi, social dan ekonomi.

2
Tanah pasang surut biasanya digunakan untuk berbagai kepentingan terutama

kepentingan untuk lahan persawahan. Luas lahan pasang surut yang dapat dimanfaatkan

berfluktuasi antara musim kemarau dan penghujan. Pemanfaatan lahan pasang surut telah

menjadi sumber mata pecaharian penting bagi masyarakat disekitarnya meskipun belum dapat

digunakan sepanjang tahun. Rata-rata lahan pasang pasang surut dapat di guakan sekali dalam

setahun selebihnya di biarkan dalam keadaan bero karena tergenang air

Bahwa lebak ialah lahan rawa yang tidak memperoleh pengaruh pasang surut air laut.

Berdasarkan pola genangannya (jangkauan air pasangnya), lahan pasang surut dibagi menjadi

empat tipe:

1. Tipe A, tergenang pada waktu pasang besar dan pasang kecil;

2. Tipe B, tergenang hanya pada pasang besar;

3. Tipe C, tidak tergenang tetapi kedalaman air tanah pada waktu pasang kurang

dari 50 cm;

4. Tipe D, tidak tergenang pada waktu pasang air tanah lebih dari 50 cm

1.2. Rumusan Masalah

Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai

batasan dalam pembahasan bab isi. Beberapa masalah tersebut antara lain:

1. Apa itu Rawa pasang surut?

2. Bagaimana karakteristik rawa?

3. Pemanfaatan rawa pasang surut ?

3
1.3. Tujuan

Makalah ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian Rawa pasang surut.

2. Untuk mengetahui karakteristik Rawa pasang surut.

4. Untuk mengetahui Pemanfaatan rawa pasang surut

5. Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengajar

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Karakteristik Lahan Rawa Pasang Surut

Tipe pasang air laut dan luapannya Lahan rawa ke arah hulu aliran sungai, topografinya

meningkat lebih tinggi, akibatnya daya dorong pasang air laut menurun sehingga terjadi

perbedaan potensi luapan air pasang. Selain itu, rotasi bulan pada orbitnya mengakibatkan

terjadinya tipe pasang air laut yang berbeda, yaitu pasang tunggal, pasang ganda, dan pasang

campuran. Pasang tunggal (diurnal tide), yaitu pasang besar terjadi sekali dalam satu hari

dengan periode sekitar 24 jam 50 menit. Pasang surut ganda (semi-diurnal tide), adalah pasang

surut yang terjadi sebanyak dua kali seeara berturutan dengan periode pasang surut sekitar 12

jam 24 menit. Pasang surut campuran, dalam tipe ini terdapat dua maeam, yaitu (1) pasang surut

eampuran cenderung ke semi diumal (mixed tide leaning semi-diurnal) dan (2) cenderung

keharian tunggal (mixed tide leaning diurnal). Pasang surut campuran cenderung ke harian

ganda, yaitu dalam satu hari terjadi dua kali pasang surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda.

Pasangsurut eampuran cenderung ke harian tunggal, yaitu dalam satu hari terjadi satu kali pasang

dan surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut

dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda.

Perbedaan tipe pasang tersebut mengakibatkan daya jangkau air sungai meluapi lahan juga

berbeda. Oleh karena itu, untuk memudahkan pengelolaan air pada kawasan tersebut, maka tipe

luapan di lahan rawa pasang surut dibagi menjadi 4 tipe luapan: I) tipe luapan A , yaitu lahan

yang selalu terluapi air pasang baik pada pasang tunggal maupun ganda, 2) tipe luapan B, yaitu

5
lahan yang hanya terluapi pasang tung gal saja, 3) tipe luapan C, yaitu lahan yang tidak terluapi

pasang seeara langsung, tetapi melalui rembesan dengan tinggi muka muka air tanah :::;50 em,

dan 4) tipe luapan 0, yaitu lahan yang sarna seperti tipe luapan C tetapi tinggi muka air

tanahnya > 50 cm

2.2. Tipologi

Di kawasan rawa, terdapat tanah mineral dan tanah gambut. Tanah mineral umumnya

termasuk kedalam ordo entisol dan inceptisol, sedangkan tanah gambut masuk kedalam ordo

histosol. Untuk memudahkan pengelolaan tanah, para pakar rawa mengelompokan lahan yang

ada di kawasan rawa menjadi lahan potensial, lahan sulfat masam, lahan salin dan lahan gambut.

6
2.3. Karakteristik Tanah

Keragaman kelompok tanah yang ada pada lahan rawa pasang surut mengakibatkan

terjadinya variasi karakteristik tanah. Karakteristik tanah yang ada sangat berhubungan erat

dengan sifat fisik, kimia maupun biologi tanah.

Fisik tanah. Karakteristik fisik tanah yang berhubungan erat dengan cara pengelolaan lahan

rawa untuk pertanian utamanya adalah: 1) kematangan tanah (ripeness), 2) permeabialitas, dan 3)

kemampuan menyimpan air. Kematangan tanah baik tanah mineral maupun gambut sangat

menentukan kemampuan menyimpan air tanah. Tingkat kematangan, dan permeabilitas tanah

mineral di kawasan rawa sangat bervariasi, dari yang tidak matang sampai dengan matang.

Sedangkan yang mempengaruhi sifat dan ciri fisik tanah gambut, antara lain: tingkat

dekomposisi, dari fibrik (mentah) hingga saprik (matang). Semakin matang bahan gambut maka

7
semakin rendah porositas dan subsidensinya, tetapi Bulk Density (BD) dan daya pegang air

semakin tinggi.

Kimia tanah. Karakteristik kimia tanahnya juga sangat bervariasi, karena dipengaruhi oleh

banyak faktor. Salah satunya adalah tipologi lahan, seperti lahan salin dicirikan oleh kandungan

garam yang relatif tinggi akibat intrusi air laut. Sedangkan lahan suifat masam dicirikan oleh

kandungan senyawa pirit dan kemasaman yang tinggi. Adapun lahan gambut dicirikan oleh

kandungan bahan organik dan asam-asam organik yang tinggi. Karakteristik yang khas tersebut

berpengaruh terhadap sifat kimia tanah lainnya. Secara umum, lahan rawa pasang surut termasuk

lahan yang masam (pH < 5,5), mempunyai tingkat kesuburan yang rendah, dan kahat unsur

mikro khususnya pada tanah gambut. Biologi tanah. Mikroba yang memegang peranan penting

di tanah rawa adalah mikroorganisme yang terlibat dalam perombakan bahan organik, pereduksi

suifat dan besi serta pengoksidasi besi dan pirit. Mikrobia tanah tersebut terlibat pada sebagian

besar proses kimia, baik perannya sebagai pendekomposisi bahan organik maupun sebagai

pereduksi dan pengoksidasi Fe dan sulfat.

2.4. Karakteristik Hidrologi

Kondisi hidrologi rawa umumnya dipengaruhi oleh curah hujan, luapan pasang, limpasan

dari luar (runoff), perkolasi, dan resapan (seepage). Dua hal yang paling penting adalah dinamika

tinggi muka air dan kualitas air. Ke dua parameter ini menjadi penentu fungsi air sebagai sumber

irigasi, pencuci unsur-un sur beracun, untuk memenuhi keperluan tanaman, dan perikanan.

Dinamika air kawasan rawa pasang surut. Dinamika tinggi muka air di kawasan rawa

pasang surut berkaitan dengan dinamika pasang air laut, curah hujan kawasan dan curah hujan

8
kiriman dari kawasan hulu. Pasang air laut terjadi karena adanya gaya gravitasi bumi dengan

bulan serta matahari. Berputamya bulan pada orbitnya, mengakibatkan terjadinya variasi potensi

pasang air laut setiap hari, menciptakan berbagai tipe pasang. Pola air pasang terus berubah

teratur sesuai posisi bulan terhadap bumi. Hasil penelitian Anwar dan Mawardi (2011)

menunjukkan bahwa terjadi dinamika tinggi muka air pasang yang sangat dinamis setiap waktu,

dan selisih puncak air pasang dengan puncak air surut menurun dengan semakin jauh badan

sungai dengan muara sungai utama yang bermuara ke laut. Perubahan tinggi muka air tersebut

mengakibatkan terjadinya perubahan kualitas air. Air pasang laut/sungai yang masuk ke kawasan

lahan rawa membawa air yang mempunyai kualitas relatif baik, meluapi lahan dan mencuci

beberapa unsur kimia yang ada di lahan sehingga kualitas air pada badan air di kawasan tersebut

bervariasi antar waktu, lokasi, sumber air dan lahan pada kawasan tersebut. Curah hujan, baik

yang jatuh pada areal rawa pasang surut maupun kawasan hulunya turut rnernpengaruhi

dinamika tinggi muka air dan kualitas air kawasan tersebut.

2.5. Faktor yang mempengaruhi karakteristik air rawa

pelapukan (dekomposisi) zat organik

Air yang ada di rawa-rawa biasanya berwarna sehingga tidak layak dimanfaatkan secara

langsung sebelum diolah untuk keperluan domestik dan industri. Penyebab warnanya adalah

pelapukan (dekomposisi) zat organik seperti daun, kayu, binatang mati dan lain-lain. Asam

humat yang berasal dari dekomposisi lignin inilah penyebab warna air, selain besi dalam wujud

ferric humat. Secara umum dapat dikatakan, penyebab warna air ialah kation Ca, Mg, Fe, Mn.

Oksida besi ini menyebabkan air berwarna kemerahan, oksida mangan menyebabkan air

berwarna coklat kehitaman.

9
Berkaitan dengan warna tersebut, jenisnya dapat dibedakan menjadi dua. Yang pertama

disebut warna asli (true color), disebabkan oleh materi organik berukuran koloid dan terlarut

(dissolved solid). Contohnya air gambut. Dari hasil penelitian diketahui bahwa warna air gambut

di Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi dapat dihilangkan dengan kombinasi koagulan alum

sulfat, besi sulfat (ion trivalent) atau PAC dengan tanah liat setempat. Yang kedua ialah warna

palsu (apparent color). Jenis ini disebabkan oleh zat tersuspensi dan zat terendapkan (coarse

solid, partikel kasar) dan dapat dihilangkan dengan proses sentrifugasi, sedimentasi dan filtrasi.

Pengendapan sedimen

Pengendapan sedimen membuat wilayah rawa sudah cukup dangkal sehingga tumbuhan

rawa sudah bisa tumbuh.

Proses pembusukan

Wilayah yang tergenang air tersebut ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan rawa,

pembusukan sisa tanaman dan organisme lainnya terjadi di tempat tanpa ada sirkulasi air yang

berarti. Proses pembusukan menghasilkan asam (asam humus) sehingga air rawa memiliki pH

yang rendah (bersifat asam), dan berwarna coklat.

Pemanfaatan Rawa Pasang Surut

Keterbatasan lahan pertanian yang subur di pulau jawa membuka peluang pengembangan

pertanian di lahan-lahan sub optimal di luar jawa, salah satunya pada agroekosistem rawa lebak.

Kendala yang dihaapi dalam pemanfaatan lahan pasang surut, diantaranya genangan air dan

kondisi fisik lahan, tingginya kemasaman tanah dan ketersediaan unsur hara yang rendah.

Pemanfaatan lahan rawa pasang surut seringkali menghadapi hambatan keracunan besi ferro dan

10
dihidrogen sulfida. Menurut Alwi (2015), Keracunan besi disebabkan oleh tingginya konsentrasi

besi terlarut dalam tanah.

Kunci berhasil / tidaknya pemanfaatan lahan pasang surut untuk usaha pertanian terletak

pada pengelolaan lahan dan air, yang dimaksudkan untuk menyediakan air bersih bagi tanaman

dan mampu membuang bahan beracun. Secara umum, teknik pengelolaan lahan dan air di lahan

pasang surut dikenal sebagai jaringan tata air makro dan tata air mikro. Jika dilihat dari tipologi

luapan, lahan pasang surut dibedakan atas tipe luapan A, B, C dan D. Untuk lahan dengan tipe

luapan A dan B, tata air perlu diatur dalam sistem satu arah mengingat volume air yang banyak.

Sedangkan  untuk lahan dengan tipe luapan C dan D, perlu dibuatkan sekat atau tabat yang

berfungsi untuk menahan atau menampung air hingga ketinggian tertentu untuk kebutuhan

tanaman.

Pemanfaatan lahan pasang surut juga menentukan pola penataan lahan, selain

memperhatikan tipe luapannya. Beberapa contoh penataan lahan berdasarkan tipe luapan dan

penggunaan lahan untuk usahatani, diantaranya untuk lahan dengan tipe luapan A disarankan

penggunaan untuk sawah, tipe luapan B dibuat surjan dengan variasi tanaman padi, palawija dan

hortikultura. Tipe luapan C, dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis tanaman pangan,

hortikultura, serta integrasi dengan ternak.

Contoh pemanfaatan lahan rawa pasang surut di Kalimantan Selatan yaitu di Kabupaten

Barito Kuala. Lahan dimanfaatkan untuk tanaman padi dan jeruk siam serta sebagian untuk

sayuran, yang ditata dengan sistem surjan.  Dengan penataan lahan tersebut, petani menikmati

hasil dari multi komoditas. Kabupaten Barito Kuala sendiri merupakan daerah sentra produksi

padi dan jeruk siam di Kalimantan Selatan.

11
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Tanah rawa pasang surut dapat dipergunakan untuk pertanian. Keberhasilan pertanian dilahan

pasang surut tergantung pada kondisi lahan yang tidak lepas kaitannya dari sifat fisik tanah dan

sistem drainase. Pengelolaan air dan penataan lahan yang tepat penting dilakukan pada pertanian

di lahan pasang surut.

12
13

Anda mungkin juga menyukai