Dosen Pengajar :
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah menolong penulis untuk menyelesaikan
makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-NYA penulis tidak
sanggup dan mungkin tidak akan bisa menyelesaikan karya tulis ini dengan baik.
Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yakni
Nabi Muhammad SAW. Makalah ini memuat tentang “KANDUNGAN KIMIA
DI LAHAN BASAH (Chemical Content in Wetlands)”. Walaupun mungkin
makalah ini kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi
pembaca. Makalah ini di susun oleh penulis dengan berbagai rintangan.Baik itu
yang datang dari diri penulis maupun yang datang dari luar. Namun, dengan
penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan, akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua rekan yang terlibat dalam
menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan
yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki banyak
kekurangan. Penulis mohon untuk saran dan kritiknya. Terimakasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Untuk mengetaui definisi lahan basah, klasifikasi lahan basah, kandungan di
rawa,dan gambut serta kandungan di paya dan riparian.
BAB II
PEMBAHASAN
Gambar 1. Rawa
Rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-menerus
atau musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus
secara fisika, kimiawi dan biologis. Di Indonesia, rawa-rawa biasanya terdapat di
hutan.
Definisi yang lain dari rawa adalah semua macam tanah berlumpur yang
terbuat secara alami, atau buatan manusia dengan mencampurkan air tawar dan air
laut, secara permanen atau sementara, termasuk daerah laut yang dalam airnya
kurang dari 6m pada saat air surut yakni rawa dan tanah pasang surut. Rawa-rawa
juga disebut sebagai pembersih alamiah karena berfungsi untuk mencegah polusi
atau pencemaran lingkungan alam. Dengan alasan itu, rawa-rawa memiliki nilai
tinggi dalam segi ekonomi, budaya, lingkungan hidup dan lain-lain, sehingga
rawa harus tetap dijaga kelestariannya.
Lahan rawa merupakan salah satu agroekosistem lahan basah (wetland)
yang terletak antara wilayah dengan sistem daratan (terrestrial) dan sistem
perairan dalam (aquatic). Lahan rawa secara ekologi merupakan habitat tempat
berbagai makhluk hidup berkembang. Kondisi rawa yang khas tersebut
berpengaruh terhadap perkembangan flora secara spesifik. Lahan rawa selain
ditumbuhi oleh tumbuhan khas rawa, seperti galam, kalakai, purun, tikus dan
karamunting, juga dimanfaatkan oleh berbagai tanaman non-rawa melalui
pengelolaan lahan dan air. (Maftu’ah & Nursyamsi, 2015)
Metana dikenal juga sebagai gas rawa mempunyai rumus molekul CH4
banyak dijumpai di rawa-rawa. Gas ini dihasilkan pada proses fermentasi bagian
tumbuh-tumbuhan (selulosa) atau sampah-sampah kota. Proses seperti ini dapat
terjadi apabila bagian tumbuh-tumbuhan atau sampah tersebut berada di bawah
air. Inilah sebabnya gas metana terdapat di rawa-rawa. Metana adalah gas yang
tidak berbau, tidak berwarna, lebih ringan dari udara dan terbakar dengan nyala
yang pucat. (Sumardjo, 2006).
Air rawa pada umumnya bersifat asam, oleh karena itu air rawa memiliki
kandungan asam yaitu asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl), asam nitrat
(HNO3) dan zat organik yang tinggi. (Febriyanti, 2012).
A. Ciri-Ciri Rawa
1. Dilihat dari segi air, rawa memiliki air yang asam dan berwarna coklat,
bahkan sampai kehitam-hitaman.
2. Pada umumnya derajat keasaman airnya rendah, tanahnya bersifat
anorganik.
3. Berdasarkan tempatnya, raw-rawa ada yang terdapat di area pedalaman
daratan, namun banyak pula yang terdapat di sekitaran pantai.
4. Air rawa yang berada disekitar pantai sangat dipengaruhi oleh pasang
surut air laut.
5. Ketika air laut sedang pasang, maka permukaan rawa akan tergenang
banyak, sementara ketika air laut surut, daerah ini akan nampak kerig
bahkan tidak ada air sama sekali.
6. Rawa yang berada di tepian pantai banyak ditumbuhi oleh pohon-pohon
bakau, sementara rawa yang berada di pedalaman banyak ditumbuhi oleh
pohon-pohon palem atau nipah.
B. Macam-Macam Rawa
C. Manfaat Rawa
Gambar 1. Gambut
Gambar 2. Gambut
Gambut merupakan tanah yang terdiri atas >50% fraksi organik, dan <5%
fraksi anorganik karena tidak terdekomposisi sempurna (Andriesse, 1974).
Senyawa organik utama yang terdapat dalam gambut adalah hemiselulosa,
selulosa, tanin, protein dan lignin (Yonebayashi, 2003). Bahan organik yang
dimiliki oleh gambut dapat mengalami biodegradasi.
Hasil biodegradasi lignin merupakan polimer-polimer aromatik yang
tinggi menghasilkan asam-asam fenolat seperti asam p-hidroksi benzoat, p-
kumarat, ferulat, vanilat, siringat (Rini, Nurdin, Suyani, dan Prasetyo, 2007).
Selain itu, lignin juga dapat menghasilkan asam humat dan asam fulvat melalui
proses humifikasi (Stevenson, 1982). Proses perubahan lignin dalam proses
humifikasi dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 3. Proses Perubahan Lignin
Gambar 6. Paya
Air payau adalah air yang memberikan rasa asin yang mempunyai salinitas
tinggi antara 0,5 ppt – 17 ppt. Air payau tidak dapat digunakan sebagai air minum,
memasak atau mencuci, karena tingkat salinitas maksimum untuk kepentingan
tersebut adalah sebesar 0,5 ppt. Salinity atau salinitas adalah jumlah garam yang
terkandung dalam satu kilogram air. Kandungan garam dalam air ini dinyatakan
dalam ppt atau part per thousand karena satu kilogram sama dengan 1000 gram.
Air payau mengandung Na melebihi batas, misalnya lebih besar dari 200
ppm, jika dikonsumsi dalam waktu yang lama dapat mengganggu kesehatan.
Demikian pula jika air tersebut digunakan untuk menyiram tanaman misalnya
sayuran, maka hasil panen yang diperoleh berkurang jika dibandingkan dengan
hasil penyiraman air tawar. Jumlah penurunan hasil panen tergantung dari besaran
salinitas air dan jenis tanaman. Untuk keperluan industri, adanya NaCl dan MgCl2
dalam air yang melebihi batas akan menyebabkan korosi pada pipa-pipa dan
peralatan proses.
Air payau mengandung beberapa jenis zat yang terlarut seperti garam –
garam natrium klorida, magnesium, kalsium, kalium dan sebagainya. Jumlah rata
– ratanya antara 3,8 g/L – 4,5 g/L. Air payau jika digunakan untuk air minum
rasanya agak asin dan tidak segar. Air payau yang tercemar oleh kotoran (tinja
manusia) banyak mengandung bakteri pathogen yang dapat menyebabkan
penyakit dysenteri, kholera, typhoid fever, infectus hepatitis, polio dan lain – lain
jika digunakan langsung untuk air minum tanpa terlebih dahulu dimasak. Untuk
mengatasi masalah air payau yang mengandung kadar garam yang jumlahnya
berlebih dan mengandung bakteri pathogen (E.coli), maka dapat dilakukan salah
satunya dengan pengolahan air secara fisika dengan menggunakan media saringan
pasir dan arang kayu. Penyaringan (filtrasi) adalah proses melewatkan air melalui
media untuk menghilangkan zat – zat yang tersuspensi.
Air payau mempunyai karakteristik atau sifat-sifat yang dapat dibedakan
menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Karakteristik Fisik
a). Merupakan cairan tak berwarna
b). Mempunyai densitas = 1,02 dengan pH 7,8 – 8,2
c). Mempunyai titik beku = -2,78˚C dan titik didih = 101,1˚C
d). Suhu rata – rata = ± 25˚C
e). Mempunyai rasa pahit dan aromanya tergantung pada kemurniannya
2. Karakteristik Kimia
a). pH antara 6 – 8,5
b). Jumlah kesadahan
c). Zat organik
d). CO2 agresif tinggi
e). Kandungan unsur kimiawi seperti yang banyak terkandung dalam air
sumur payau adalah Fe++, Na+, SO4-, Cl-, Mn++, Zn++.
Gambar 7. Riparian
Lokasi
No Parameter Danau Baru Danau Danau Pinang
Tanjung Putus Luar
1. Suhu Udara (oC) 31.66 30.78 30.35
2. Kelembaban Udara (%) 63.25 69.55 69.75
3. pH Tanah 5.58 5.05 5.7
4. Kelembaban Tanah (%) 42.25 59.5 59.75
5. Kandungan Organik 4.75 6.76 5.76
Tanah (%)
6. Kadar Air Tanah (%) 17.57 24.58 28.91
7. Intensitas Cahaya (lux) 425 326 310
Apriani, R.S & Wesen Putu. 2012. Penurunan Salinitas Air Payau dengan
Menggunakan Resin Penukar Ion. Jurnal Spasia, 7(2), 29 – 36.
Andriesse, J.P. 1974. Tropical peats in South East Asia. Dept. of Agric. Res. of
the Royal Trop. Inst. Comm. 63. Amsterdam. 63 p.
Astuti, Widi., Jamali, Adil & Amin Muhammad. 2007. Desalinasi Air Payau
Menggunakan Surfactant Modified Zeolite (SMZ). Jurnal Zeolit
Indonesia, 6(1), 32 – 37.
Bambang, Teddy., Suprapto & Ginting, Mardan. 2014. Pengaruh Waktu Kontak
Air Payau dalam Saringan Pasir dan Arang Kayu terhadap Penurunan
Jumlah Bakteri COLI – FORM, Kekeruhan dan Salinitas untuk Kebutuhan
Air Minum. Jurnal Ilmiah PANNMED, 8(3), 218 – 228.
Deputi. 2004. Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah
Indonesia. Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup.
Eduka, The King. 2018. Mega Bank SBMPTN Soshum 2019. Jakarta: Cmedia.
FAO. 1998. Nature and Management of Tropical Peat Soils. FAO Soils Bulletin
59.
Febriyanti, I. 2012. Pengaruh Air Raw dan Zat Kimia Korosif Sebagai
Campuran dalam Beton Maupun Perendaman Terhadap Karakteristik
Beton (Mutu Beton dan Permeabilitas Beton). Skripsi (Membership).
Jakarta: Perpustakkan Universitas Indonesia.
Gilliam, J.W., Parsons, J.E., & Mikkelsen, R.L. 1997. Nitrogen Dynamics and
Buffer Zones. In : Haycock, N.E., Burt, T., Goulding, K., Pinay, G. (Eds.),
Buffer Zones: Their Processes and Potential in Water Protection. Quest
`Environ-mental, Hartfordshire, UK, pp. 54-61.
Horne, A.J., dan Goldman, C.R., 1994. Limnology. Second Edition. New York:
McGraw-Hill Inc.
Lucas, R.E. 1982. Organic Soils (Histosols). Formation, distribution, physical and
chemical properties and management for crop production. Michigan State
University, Research Report No. 435 (Farm Science).
Marsono. 1991. Hutan Riau dalam Angka. Pekanbaru: Badan Pusat Statistik.
Nursal, Suwondo & Sirait. 2013. Karakteristik dan Stratifikasi Vegetasi Strata
Pohon Komunitas Riparian di Kawasan Hutan Wisata Rimbo Tujuh Danau
Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jurnal Biogenesis, 9(2), 39-46.
Prasetyo, T.B. 1996. Peningkatan Serapan Fosfat Pada Tanah Gambut melalui
Pengendalian Asam – Asam Meracun. Prosiding Seminar HITI Bogor.
Rahmi, Ombun., Susanto & Siswanto. 2015. Pengelolaan Lahan Basah Terpadu
di Desa Mulia Sari Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin.
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 20(3), 201-207.
Rini, Nurdin. H, Suyani. H, Prasetyo, T.B. 2007. Perilaku Asam Hidroksi Benzoat
dan Asam P- Kumarat pada Tanah Gambut yang Diberi Fly Ash serta
Kaitannya dengan Unsur Kalsium dan Magnesium. Jurnal Pilar Sains,
6(2), 56-67.