REKLAMASI RAWA
( HSKB- 817)
POLDER LIANG
Dosen:
M. Azhari Noor, M.Eng
Oleh:
Ayu Miranti H1A107216
Erna Rahmawati H1A107221
Ari Satria Prabowo H1A108079
Nurul Latiffah H1A108093
Mirna Haratullisa Ismail H1A108106
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I : Pendahuluan
BAB II : Isi laporan
BAB III : Penutup
BAB II
ISI
Rawa Pasang Surut ialah lahan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan
umumnya elevasinya sangat rendah, sehingga sering tergenangi oleh air pasang dan menjadi
daerah rawa, akibat drainasenya yang kurang lancar. Rawa ‘Non Pasang Surut’ Lahan yang
mempunyai topograpi relatif datar atau sedikit cekungan dan selalu tergenang oleh air hujan
atau luapan sungai karena drainase yang kurang.
Berdasarkan pola genangannya, lahan rawa pasang surut dibagi menjadi empat tipe:
1. Tipe A, tergenang pada waktu pasang besar dan pasang kecil
2. Tipe B, tergenang hanya pada pasang besar
3. Tipe C, tidak tergenang tetapi kedalaman air tanah pada air pasang kurang dari 50
cm,
4. Tipe D, tidak tergenang pada waktu pasang air tanah lebih dari 50 cm tetapi
pasang surut airnya masih terasa atau tampak pada saluran tersier.
Sedangkan pada rawa lebak dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Lebak dangkal atau lebak pematang, yaitu rawa lebak dengan genangan air kurang
dari 50cm. Lahan ini biasanya terletak disepanjang tanggul sungai dengan lama
genangan kurang dari 3 bulan.
2. Lebak tengahan yaitu lebak dengan kedalaman 50-100 cm. Genangan biasanya
terjadi selama 3-6 bulan.
Rawa lebak peralihan mempunyai pengertian yaitu lahan yang pasang surutnya air
laut masih terasa di saluran primer atau di sungai. Pada lahan ini endapan laut
yang dicirikan oleh adanya lapisan pirit, biasanya terdapat pada kedalaman 80-120
cm di bawah permukaan tanah.
3. Lebak dalam, yaitu lebak dengan kedalaman lebih dari 100 cm. Lahan ini
biasanya terletak di sebelah dalam menjauhi sungai dengan lama genangan lebih
dari 6 bulan.
Sementara petani umumnya di Hulu Sungai, Kalimantan Selatan membagi rawa lebak
dengan sebutan watun (lahan rawa lebak = Bahasa Banjar), yaitu watun I, II, III, dan IV.
Batasan dan klasifikasi watun didasarkan menurut hidrotopografi dan waktu tanam padi
adalah sebagai berikut:
Watun I : wilayah sepanjang 200-300 depa menjorok masuk dari tanggul (1 depa = 1,7
meter). Hidrotopografinya nisbi paling tinggi.
Watun II : wilayah sepanjang 200-300 depa (= 510 m) menjorok masuk dari batas akhir
watun I. Hidrotopografinya lebih rendah daripada watun I.
Watun III : wilayah sepanjang 200-300 depa (= 510 m) menjorok masuk dari batas akhir
watun II. Hidrotopografinya lebih rendah daripada watun II.
Watun IV : wilayah yang lebih dalam menjorok masuk dari batas akhir watun III.
Hidrotopografinya nisbi paling rendah.
Watun I, II, III, dan IV masing-masing identik dengan istilah lebak dangkal, lebak
tengahan, lebak dalam, dan lebak sangat dalam atau lebung.
Berdasarkan ada atau tidaknya pengaruh sungai, rawa lebak dibagi dalam tiga tipologi, yaitu
(1) lebak sungai, (2) lebak terkurung, dan (3) lebak setengah terkurung.Batasan dan
klasifikasi lebak menurut ada atau tidaknya pengaruh sungai adalah sebagai berikut (Kosman
dan Jumberi, 1996):
Lebak sungai : lebak yang sangat nyata mendapat pengaruh dari sungai sehingga tinggi
rendahnya genangan sangat ditentukan oleh muka air sungai.
Lebak terkurung : lebak yang tinggi rendahnya genangan ditentukan oleh bear kecilnya
curah hujan dan rembesan air (seepage) dari sekitarnya.
Lebak setengah : lebak yang tinggi rendahnya genangan ditentukan
terkurung oleh besar kecilnya hujan, rembesan, dan juga sungai di sekitarnya.
Lahan rawa memiliki peranan yang sangat penting baik ditinjau dari segi ekonomi
maupun ekologi. Lahan rawa kaya akan hasil hutan yang berupa kayu dan beraneka ragam
tanaman lainnya, berfungsi sebagai penyimpanan air untuk mengendalikan banjir, serta
kawasan tersebut juga sangat berperan penting sebagai pengendali iklim karena
kemampuannya untuk menyerap karbon. Indonesia mempunyai lahan rawa yang terdiri dari
lahan rawa pasang surut dan rawa lebak kurang lebih seluas 39 juta ha, yang tersebar di Pulau
Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya. Dari luasan tersebut sebagian besar merupakan lahan
pasang surut.
Berdasarkan data dari Badan Litbang, Balitrawa tahun 2005, saat ini di Indonesia
terdapat areal lahan rawa pasang surut seluas 34,2 juta ha. Dari luasan tersebut, lahan yang
telah diusahakan untuk lahan pertanian seluas 1,53 juta ha. Namun demikian berdasarkan
kenyataan yang ada lahan-lahan belum dapat diusahakan secara insentif dan terus-menerus,
sehingga belum dapat memberikan produktivitas yang lebih tinggi. Pemerintah melalui
kerjasama dengan instansi terkait baik di tingkat Pusat dan Daerah, antara lain Departemen
Pertanian, Departemen Pekerjaan Umum, serta 2 Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi berupaya mengembangkan reklamasi rawa baik pasang surut maupun lebak.
Departemen Pertanian melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air pada
Tahun 2008 mengalokasikan kegiatan rekalamsi rawa baik rawa pasang surut dan rawa lebak.
Reklamasi lahan rawa diprioritaskan pada lahan yang mempunyai kendala paling rendah
yaitu lahan tersebut telah diusahakan petani untuk berbagai komoditas, tetapi apabila
diberikan input masukan teknologi dan infrastruktur pertanian dari Pemerintah akan dapat
meningkatkan kualitas lahan dan produktivitas lahan.
2.2 Pengendalian Muka Air
A. Untuk Rawa Non Pasang Surut
Pengendalian muka air jaringan reklamasi rawa non pasang surut dilakukan pada
pintu pengendali utama di saluran drainase utama yang terletak di bagian hilir. Tujuan
pengendalian muka air adalah untuk :
Pengendalian banjir
Penyediaan air (Water Storage)
Pengendalian salinitas
Dengan penyediaan air (water storage) dan pengendalian salinitas tersebut,
dimaksudkan untuk dapat melaksanakan instruksi-instruksi Zona Pengelolaan Air pada petak
tersier.
Rencana muka air untuk rawa non pasang surut dibuat untuk pengoperasian pintu air
pengendali utama tiap bulan selama satu tahun.
B. Untuk Rawa Pasang Surut
Pengendalian muka air jaringan reklamasi pada pintu air pengendali tersier. Tujuan
pengendalian muka air pada rawa pasang surut adalah untuk :
Pengendalian banjir
Pengelolaan air dan tanah sesuai instruksi dalam Zona Pengelolaan Air.
Rencana muka air untuk rawa pasang surut telah ditetapkan dalam Zona Pengelolaan
Air yang tergantung pada kondisi :
Muka air pasang surut pada saluran tertier
Curah hujan
Unit lahan (kualitas lahan)
Polder
Polder adalah sebidang tanah yang rendah, dikelilingi oleh embankment / timbunan
atau tanggul yang membentuk semacam kesatuan hidrologis buatan, yang berarti tidak ada
kontak dengan air dari daerah luar selain yang dialirkan melalui perangkat manual.
Contoh polder:
1. Tanah yang direklamasi dari badan air misalnya danau yang dikeringkan dan
dijadikan kawasan tertentu.
2. Dataran banjir yang dipisahkan dari laut atau sungai menggunakan tanggul,
3. Rawa yang dikelilingi air yang kemudian dikeringkan.
Tanah dasar berupa rawa yang dikeringkan akan surut seiring berjalannya waktu,
namun seluruh polder akan dengan cepat berada dibawah muka air di sekitarnya bila terjadi
kenaikan muka air, misalnya ketika pasang atau banjir. Air di sekitar polder akan mulai
meresap perlahan ke bawah tanggul dan keluar ke permukaan di dalam lingkungan polder
melalui aliran air tanah untuk menyeimbangkan air tekanan air, sehingga lama2 polder akan
tergenang. Ini berarti polder mengalami kelebihan air yang harus dipompa keluar atau
dikeringkan dengan membuka pintu air pada saat muka air laut surut. Namun, pengaturan
muka air dalam tanah tidak boleh terlalu rendah. Tanah polder yang terdiri dari peat/ tanah
turf (bekas rawa) akan memperlihatkan percepatan pemampatan akibat dekoposisi tanah turf
pada saat kondisi kering.
Polder senantiasa berada pada bahaya banjir, dan tanggul yang mengelilinginya harus
dijaga. Tanggul-tanggul tersebut biasanya dibangun dengan material yang tersedia di daerah
tersebut. Tanggul dari pasir rawan runtuh akibat oversaturation (tanah terlampau jenuh air),
sementara tanah peat kering malah lebih ringan daripada air sehingga berpotensi tidak stabil
pada musim kering. Beberapa jenis binatang dapat menggali dan membuat terowongan dan
sarang pada struktur tanggul. Polder seringkali diketemukan di delta sungai dan daerah tepi
pantai, walaupun tidak selalu ada.
Polder liang adalah salah satu polder yang ada di Kalimantan Selatan, letaknya ada di
daerah Martapura, serta tidak jauh dari pusat kota. Luas Polder Liang sekitar 1425 Ha dan
polder ini dikelilingi tanggul yang mengitari kawasan daerah rawa. Polder liang berada di
antara tiga kecamatan, yakni kecamatan Martapura, kecamatan Karang Intan dan Kecamatan
Astambul. Di sekitar polder juga banyak terdapat sungai, diantaranya sungai Arpat, Liang,
Antasan, Bincau, Antasan Ambawang Besar, serta sungai Baku.
Polder liang terdiri dari beberapa pintu air, yakni ada 6 pintu air utama dan 29 pintu
air kecil. Sistem pengeluaran pintu menggunakan sistem buka tutup secara manual. Pintu air
sendiri memiliki fungsi sebagai pengontrol ketinggian muka air di dalam polder dengan
mengeluarkan air dari dalam menuju sungai yang ada di sekitar polder. Dimana salah satu
dari 6 pintu air utama tidak difungsikan lagi, namun syfon yang ada pada pintu air itu masih
digunakan. Pintu air yang tidak difungsikan lagi berada di daerah Mali-Mali. 2 pintu dari 6
pintu air utama dibuat telah pada zaman Belanda.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Polder Liang merupakan salah satu polder yang terdapat di Kalimantan Selatan yang
terletak di Kabupaten Banjar. Polder Liang memiliki masalah utama, yaitu tingginya muka air
di dalam polder. Tingginya muka air ini diduga karena adanya pertambakan di daerah Bincau
yang membuat aliran air sungai tidak lancar. Selain itu karena adanya sampah di sekeliling
pintu air yang juga menghambat aliran air di sekitar polder. Tingginya muka air ini
mengakibatkan polder tidak bisa ditanami padi lagi. Hal ini sangat merugikan masyarakat
sekitar yang mata pencaharian utamanya adalah sebagai petani.
3.2. SARAN
Permasalahan yang ada di Polder Liang hendaknya menjadi perhatian, khususnya oleh
pemerintah daerah dan harus segera ditanggulangi. Apabila permasalahan ini dibiarkan saja
akan merugikan masyarakat sekitar, khususnya dari segi ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Foto di atas merupakan pintu air yang ada di Polder Liang. Pintu air ini merupakan pintu air
yang baru dibangun.