Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KULIAH

REKLAMASI RAWA
( HSKB- 817)
POLDER LIANG

Dosen:
M. Azhari Noor, M.Eng

Oleh:
Ayu Miranti H1A107216
Erna Rahmawati H1A107221
Ari Satria Prabowo H1A108079
Nurul Latiffah H1A108093
Mirna Haratullisa Ismail H1A108106

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
BANJARBARU
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan suatu laporan tentang Polder Liang.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada orang tua yang selalu memberi motivasi serta
doa, Bapak M. Azhari Noor, M.Eng dan Ibu Noordiah Helda, M.Sc. selaku dosen pengajar
mata kuliah Reklamasi Rawa, serta semua pihak yang turut memberi dukungan dalam
menyelesaikan laporan ini. Semoga bermanfaat untuk pembaca untuk memahami dan
mempelajarinya.
Kamipun menyadari adanya kekurangan dalam pembuatan laporan ini, karena ibarat
peribahasa “tak ada gading yang tak retak”, memang tak ada yang sempurna di dunia ini
melainkan Sang Pencipta. Oleh karenanya, diharapkan pula saran serta doa dari pembaca
untuk pembuatan yang lebih baik lagi dikemudian harinya. Amien.

Banjarbaru, Mei 2011

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan rawa yang luas. Diperkirakan total
luasnya adalah 33,4 juta ha, sekitar 60 % (20 juta Ha) diantaranya merupakan lahan rawa
pasang surut dan 40 % selebihnya (13,4 juta Ha) adalah lahan rawa non pasang surut. Lahan
rawa tersebar hampir disemua wilayah di Indonesia. Sebagian besar terdapat di Pulau
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, tetapi pemanfaatannya belum dilakukan secara
optimal. Di Indonesia, dari 20.096.800 Ha rawa pasut yang ada, hanya sekitar 3.840.362 Ha
yang telah direklamasi, 1.000.000 sedang direklamasi dan 15.256.438 Ha belum direklamasi.
Dan pada rawa non pasang surut, dari luas totalnya 13.316.770 Ha, yang telah direklamasi
1.546.619 Ha dan yang belum 11.770.151 Ha.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan masalah sandang, pangan
dan papan semakin meningkat. Untuk itu diperlukan lahan yang lebih luas untuk
memenuhinya. Salah satu caranya adalah dengan pemanfaatan lahan rawa, yaitu dengan
reklamasi. Banyak sekali daerah-daerah di Indonesia yang penduduknya menggantungkan
hidup mereka di sekitar lahan rawa. Pengelolaan rawa meliputi 3 pilar utama yaitu konservasi
rawa, pendayagunaan rawa, dan pengendalian daya rusak air pada kawasan rawa, serta
meliputi satu sistem wilayah pengelolaan secara utuh, dan mencakup proses perencanaan,
pelaksanaan, serta pemantauan dan elevasi. Pengembangan rawa ditujukan untuk peningkatan
kemanfaatan fungsi rawa guna mendukung kegiatan budidaya meliputi pertanian dan/atau
tambak, perikanan, permukiman, industri, dan pariwisata.
Dalam mereklamasi rawa tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Ada beberapa
cara yang dilakukan untuk mereklamasi atau membuka lahan rawa. Pembukaan lahan rawa
ada yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta atau penduduk sekitar rawa itu sendiri.
Diperlukan pengetahuan khusus dalam pembukaan lahan rawa, karena mengingat ada
bermacam-macam jenis tanah yang ada di dalamnya, yang apabila salah memperlakukannya,
akan merusak lingkungan. Tidak semua lahan rawa yang ada dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan manusia, ada bebarapa jenis tanah rawa yang memang harus dibiarkan,
mengingat akan kepentingannya untuk menjaga keseimbangan ekosistem yang ada.
1.2 Maksud dan Tujuan
Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Reklamasi Rawa, sekaligus
untuk memperdalam pengetahuan tentang polder, khususnya polder yang ada di Kalimantan
Selatan yaitu Polder Liang.

1.3 Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam pembuatan laporan ini adalah kunjungan langsung ke
lapangan, yaitu polder Liang dengan melakukan wawancara dengan warga sekitar, dan juga
metode kepustakaan dengan cara mempelajari buku dan mencari berbagai sumber dan materi
dari internet.

1.4 Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan
BAB II : Isi laporan
BAB III : Penutup
BAB II
ISI

2.1 Pengenalan Rawa


Rawa adalah lahan dengan kemiringan relatif datar disertai adanya genangan air yang
terbentuk secara alamiah yang terjadi terus-menerus atau semusim akibat drainase alamiah
yang terhambat serta mempunyai ciri fisik: bentuk permukaan lahan yang cekung, kadang-
kadang bergambut; ciri kimiawi: derajat keasaman airnya terendah dan ciri biologis: terdapat
ikan-ikan rawa, tumbuhan rawa dan hutan rawa. Lahan rawa sendiri mempunyai pengertian
lahan darat yang tergenang secara periodik atau terus menerus secara alami dalam waktu
lama karena drainase yang terhambat. Meskipun dalam keadaan tergenang, lahan ini tetap
ditumbuhi oleh tumbuhan. Lahan ini dapat dibedakan dari danau, karena danau tergenang
sepanjang tahun, genangannya lebih dalam, dan tidak ditumbuhi oleh tanaman kecuali
tumbuhan air.
Hutan rawa memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Jenis-jenis floranya
antara lain: durian burung (Durio carinatus), ramin (Gonystylus sp), terentang (Camnosperma
sp.), kayu putih (Melaleuca sp), sagu (Metroxylon sp), rotan, pandan, palem-paleman dan
berbagai jenis liana. Faunanya antara lain : harimau (Panthera tigris), Orang utan (Pongo
pygmaeus), rusa (Cervus unicolor), buaya (Crocodylus porosus), babi hutan (Sus scrofa),
badak, gajah, musang air dan berbagai jenis ikan.
Adapun beberapa jenis rawa dari lahan rawa :
1. Hutan rawa air tawar, memiliki permukaan tanah yang kaya akan mineral. Biasanya
ditumbuhi hutan lebat;
2. Hutan rawa gambut, terbentuk dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang proses
penguraiannya sangat lambat sehingga tanah gambut memiliki kandungan bahan organik
yang sangat tinggi;
3. Rawa tanpa hutan, merupakan bagian dari ekosistem rawa hutan. Namun hanya ditumbuhi
tumbuhan kecil seperti semak dan rumput liar.
  Peran dan   manfaat hutan rawa :
 Sumber cadangan air, dapat menyerap dan menyimpan kelebihan air dari daerah
sekitarnya dan akan mengeluarkan cadangan air tersebut pada saat daerah sekitarnya
kering;
 sumber makanan nabati maupun hewani
 mencegah terjadinya banjir;
 mencegah intrusi air laut ke dalam air tanah dan sungai
 sumber energi
 sumber makanan nabati maupun hewani

Jika hutan rawa hilang :


 dapat mengakibatkan kekeringan
 dapat mengakibatkan intrusi air laut lebih jauh ke daratan
 dapat mengakibatkan banjir
  hilangnya flora dan fauna di dalamnya
 sumber mata pencaharian penduduk setempat berkurang

Rawa Pasang Surut ialah lahan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan
umumnya elevasinya sangat rendah, sehingga sering tergenangi oleh air pasang dan menjadi
daerah rawa, akibat drainasenya yang kurang lancar. Rawa ‘Non Pasang Surut’ Lahan yang
mempunyai topograpi relatif datar atau sedikit cekungan dan selalu tergenang oleh air hujan
atau luapan sungai karena drainase yang kurang.
Berdasarkan pola genangannya, lahan rawa pasang surut dibagi menjadi empat tipe:
1. Tipe A, tergenang pada waktu pasang besar dan pasang kecil
2. Tipe B, tergenang hanya pada pasang besar
3. Tipe C, tidak tergenang tetapi kedalaman air tanah pada air pasang kurang dari 50
cm,
4. Tipe D, tidak tergenang pada waktu pasang air tanah lebih dari 50 cm tetapi
pasang surut airnya masih terasa atau tampak pada saluran tersier.
Sedangkan pada rawa lebak dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Lebak dangkal atau lebak pematang, yaitu rawa lebak dengan genangan air kurang
dari 50cm. Lahan ini biasanya terletak disepanjang tanggul sungai dengan lama
genangan kurang dari 3 bulan.
2. Lebak tengahan yaitu lebak dengan kedalaman 50-100 cm. Genangan biasanya
terjadi selama 3-6 bulan.
Rawa lebak peralihan mempunyai pengertian yaitu lahan yang pasang surutnya air
laut masih terasa di saluran primer atau di sungai. Pada lahan ini endapan laut
yang dicirikan oleh adanya lapisan pirit, biasanya terdapat pada kedalaman 80-120
cm di bawah permukaan tanah.
3. Lebak dalam, yaitu lebak dengan kedalaman lebih dari 100 cm. Lahan ini
biasanya terletak di sebelah dalam menjauhi sungai dengan lama genangan lebih
dari 6 bulan.
Sementara petani umumnya di Hulu Sungai, Kalimantan Selatan membagi rawa lebak
dengan sebutan watun (lahan rawa lebak = Bahasa Banjar), yaitu watun I, II, III, dan IV.
Batasan dan klasifikasi watun didasarkan menurut hidrotopografi dan waktu tanam padi
adalah sebagai berikut:
Watun I : wilayah sepanjang 200-300 depa menjorok masuk dari tanggul (1 depa = 1,7
meter). Hidrotopografinya nisbi paling tinggi.
Watun II : wilayah sepanjang 200-300 depa (= 510 m) menjorok masuk dari batas akhir
watun I. Hidrotopografinya lebih rendah daripada watun I.
Watun III : wilayah sepanjang 200-300 depa (= 510 m) menjorok masuk dari batas akhir
watun II. Hidrotopografinya lebih rendah daripada watun II.
Watun IV : wilayah yang lebih dalam menjorok masuk dari batas akhir watun III.
Hidrotopografinya nisbi paling rendah.
Watun I, II, III, dan IV masing-masing identik dengan istilah lebak dangkal, lebak
tengahan, lebak dalam, dan lebak sangat dalam atau lebung.
Berdasarkan ada atau tidaknya pengaruh sungai, rawa lebak dibagi dalam tiga tipologi, yaitu
(1) lebak sungai, (2) lebak terkurung, dan (3) lebak setengah terkurung.Batasan dan
klasifikasi lebak menurut ada atau tidaknya pengaruh sungai adalah sebagai berikut (Kosman
dan Jumberi, 1996):
Lebak sungai : lebak yang sangat nyata mendapat pengaruh dari sungai sehingga tinggi
rendahnya genangan sangat ditentukan oleh muka air sungai.
Lebak terkurung : lebak yang tinggi rendahnya genangan ditentukan oleh bear kecilnya
curah hujan dan rembesan air (seepage) dari sekitarnya.
Lebak setengah : lebak yang tinggi rendahnya genangan ditentukan
terkurung oleh besar kecilnya hujan, rembesan, dan juga sungai di sekitarnya.
Lahan rawa memiliki peranan yang sangat penting baik ditinjau dari segi ekonomi
maupun ekologi. Lahan rawa kaya akan hasil hutan yang berupa kayu dan beraneka ragam
tanaman lainnya, berfungsi sebagai penyimpanan air untuk mengendalikan banjir, serta
kawasan tersebut juga sangat berperan penting sebagai pengendali iklim karena
kemampuannya untuk menyerap karbon. Indonesia mempunyai lahan rawa yang terdiri dari
lahan rawa pasang surut dan rawa lebak kurang lebih seluas 39 juta ha, yang tersebar di Pulau
Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya. Dari luasan tersebut sebagian besar merupakan lahan
pasang surut.
Berdasarkan data dari Badan Litbang, Balitrawa tahun 2005, saat ini di Indonesia
terdapat areal lahan rawa pasang surut seluas 34,2 juta ha. Dari luasan tersebut, lahan yang
telah diusahakan untuk lahan pertanian seluas 1,53 juta ha. Namun demikian berdasarkan
kenyataan yang ada lahan-lahan belum dapat diusahakan secara insentif dan terus-menerus,
sehingga belum dapat memberikan produktivitas yang lebih tinggi. Pemerintah melalui
kerjasama dengan instansi terkait baik di tingkat Pusat dan Daerah, antara lain Departemen
Pertanian, Departemen Pekerjaan Umum, serta 2 Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi berupaya mengembangkan reklamasi rawa baik pasang surut maupun lebak.
Departemen Pertanian melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air pada
Tahun 2008 mengalokasikan kegiatan rekalamsi rawa baik rawa pasang surut dan rawa lebak.
Reklamasi lahan rawa diprioritaskan pada lahan yang mempunyai kendala paling rendah
yaitu lahan tersebut telah diusahakan petani untuk berbagai komoditas, tetapi apabila
diberikan input masukan teknologi dan infrastruktur pertanian dari Pemerintah akan dapat
meningkatkan kualitas lahan dan produktivitas lahan.

 
2.2 Pengendalian Muka Air
A.  Untuk Rawa Non Pasang Surut
Pengendalian muka air jaringan reklamasi rawa non pasang surut dilakukan pada
pintu pengendali utama di saluran drainase utama yang terletak di bagian hilir. Tujuan
pengendalian muka air adalah untuk :
 Pengendalian banjir
 Penyediaan air (Water Storage)
 Pengendalian salinitas
Dengan penyediaan air (water storage) dan pengendalian salinitas tersebut,
dimaksudkan untuk dapat melaksanakan instruksi-instruksi Zona Pengelolaan Air pada petak
tersier.
Rencana muka air untuk rawa non pasang surut dibuat untuk pengoperasian pintu air
pengendali utama tiap bulan selama satu tahun.
B. Untuk Rawa Pasang Surut
Pengendalian muka air jaringan reklamasi pada pintu air pengendali tersier. Tujuan
pengendalian muka air pada rawa pasang surut adalah untuk :
 Pengendalian banjir
 Pengelolaan air dan tanah sesuai instruksi dalam Zona Pengelolaan Air.
Rencana muka air untuk rawa pasang surut telah ditetapkan dalam Zona Pengelolaan
Air yang tergantung pada kondisi :
 Muka air pasang surut pada saluran tertier
 Curah hujan
 Unit lahan (kualitas lahan)

Polder
Polder adalah sebidang tanah yang rendah, dikelilingi oleh embankment / timbunan
atau tanggul yang membentuk semacam kesatuan hidrologis buatan, yang berarti tidak ada
kontak dengan air dari daerah luar selain yang dialirkan melalui perangkat manual.

Contoh polder:

1. Tanah yang direklamasi dari badan air misalnya danau yang dikeringkan dan
dijadikan kawasan tertentu.
2. Dataran banjir yang dipisahkan dari laut atau sungai menggunakan tanggul,
3. Rawa yang dikelilingi air yang kemudian dikeringkan.

Tanah dasar berupa rawa yang dikeringkan akan surut seiring berjalannya waktu,
namun seluruh polder akan dengan cepat berada dibawah muka air di sekitarnya bila terjadi
kenaikan muka air, misalnya ketika pasang atau banjir. Air di sekitar polder akan mulai
meresap perlahan ke bawah tanggul dan keluar ke permukaan di dalam lingkungan polder
melalui aliran air tanah untuk menyeimbangkan air tekanan air, sehingga lama2 polder akan
tergenang. Ini berarti polder mengalami kelebihan air yang harus dipompa keluar atau
dikeringkan dengan membuka pintu air pada saat muka air laut surut. Namun, pengaturan
muka air dalam tanah tidak boleh terlalu rendah. Tanah polder yang terdiri dari peat/ tanah
turf (bekas rawa) akan memperlihatkan percepatan pemampatan akibat dekoposisi tanah turf
pada saat kondisi kering.

Polder senantiasa berada pada bahaya banjir, dan tanggul yang mengelilinginya harus
dijaga. Tanggul-tanggul tersebut biasanya dibangun dengan material yang tersedia di daerah
tersebut. Tanggul dari pasir rawan runtuh akibat oversaturation (tanah terlampau jenuh air),
sementara tanah peat kering malah lebih ringan daripada air sehingga berpotensi tidak stabil
pada musim kering. Beberapa jenis binatang dapat menggali dan membuat terowongan dan
sarang pada struktur tanggul. Polder seringkali diketemukan di delta sungai dan daerah tepi
pantai, walaupun tidak selalu ada.

2.3 Polder Liang

Gambar 1. Pencitraan Polder Liang

Polder liang adalah salah satu polder yang ada di Kalimantan Selatan, letaknya ada di
daerah Martapura, serta tidak jauh dari pusat kota. Luas Polder Liang sekitar 1425 Ha dan
polder ini dikelilingi tanggul yang mengitari kawasan daerah rawa. Polder liang berada di
antara tiga kecamatan, yakni kecamatan Martapura, kecamatan Karang Intan dan Kecamatan
Astambul. Di sekitar polder juga banyak terdapat sungai, diantaranya sungai Arpat, Liang,
Antasan, Bincau, Antasan Ambawang Besar, serta sungai Baku.
Polder liang terdiri dari beberapa pintu air, yakni ada 6 pintu air utama dan 29 pintu
air kecil. Sistem pengeluaran pintu menggunakan sistem buka tutup secara manual. Pintu air
sendiri memiliki fungsi sebagai pengontrol ketinggian muka air di dalam polder dengan
mengeluarkan air dari dalam menuju sungai yang ada di sekitar polder. Dimana salah satu
dari 6 pintu air utama tidak difungsikan lagi, namun syfon yang ada pada pintu air itu masih
digunakan. Pintu air yang tidak difungsikan lagi berada di daerah Mali-Mali. 2 pintu dari 6
pintu air utama dibuat telah pada zaman Belanda.

2.4 Kehidupan Masyarakat di Sekitar Polder Liang


Masyarakat yang ada di sekitar polder yang lebih dekat dengan kota Martapura
memiliki matapencaharian sebagai petani. Hal ini dibuktikan dengan adanya tanaman padi di
sekitar polder. Namun petani di daerah polder Liang banyak mendapatkan kendala, yang
diantaranya mereka harus menggunakan tanaman padi dengan jenis khusus yaitu padi yang
berbatang tinggi. Dimaksudkan agar tanaman padi tidak tenggelam karena tingginya muka air
pada polder. Seandainya muka air lebih tinggi maka akan mengakibatkan gagal panen,
tanaman padi akan layu dan membusuk karena kelebihan kadar air.
Dampak dari gagal panen akibat tingginya muka air permukaan membuat masyarakat
di sekitar polder liang berganti profesi. Sembari menunggu muka air permukaan turun dan
terkendali, masyarakat mengekspresikan kerajinan tangan yang mereka miliki dengan
membuat anyaman-anyaman bambu sebagai perangkap ikan. Selain itu mereka juga membuat
jaring-jaring nilon yang biasa digunakan sebagai perangkap ikan.
Pekerjaan alternatif lain yang dimiliki masyarakat di sekitar Polder Liang adalah
berkebun, di sepanjang tanggul hampir semua halaman
rumah terlihat tanaman-tanaman yang bisa dikonsumsi.
Diantaranya ada pohon pisang, pohon singkong, tebu,
serta pohon kelapa. Tidak hanya sebagai pekerjaan
alternatif tapi juga ada masyarakat yang serius melakoni
pekerjaannya sebagai berkebun, terlihat dari pohon karet
yang tersusun secara apik dan rapi. Hasil karet yang
berlimpah memajukan perekonomian masyarakatnya
secara tidak langsung.

Di samping bertani dan membuat


kerajinan tangan, masyarakat yang berada di
kawasan polder daerah Astambul lebih memanfaatkan sungai sebagai mata pencahariaan
utamanya, yakni dengan membuat keramba-keramba ikan disepanjang aliran sungai. Dari itu
mereka memiliki keuntungan yang berlimpah, karena sungai jarang sekali mengalami
pendangkalan. Adapun dampak dari adanya keramba-keramba ikan di sekitar polder liang
yaitu menghambat arus sungai sehingga sungai mengalami penigkatan tinggi permukaan.
Dengan meningkatnya air permukaan sungai membuat proses pengeluaran air dari dalam
polder sungai terhambat, karena muka air di daerah luar lebih tinggi dari pada muka air di
daerah dalam sehingga tidak menutup kemungkinan air dari sungai masuk ke dalam polder.
Sehingga bukannya muka air dalam polder bertambah turun malah membuat muka airnya
bertambah tinggi. Hal inilah yang membuat gagal fungsinya Polder Liang dalam bertujuan
mengontrol muka air permukaan.
Mata pencaharian lain yang ada di sekitar polder Liang adalah dagang. Ini terlihat dari
hampir disepanjang jalan yang mengitari polder Liang terdapat warung atau kios-kios kecil.
Pasar Martapura sebagai sentra perdagangan sangat jauh dari pelosok masyarakat yang
tinggal di sekitar Polder Liang, sehingga alternatif lain mereka mencari keuntungan yaitu
dengan membuat usaha kecil sendiri yaitu perdagangan.
Berternak hewan merupakan salah satu dari sekian banyak pekerjaan yang dilakoni
oleh masyarakat di sekitar polder liang. Berbagai macam jenis hewan yang mereka ternak
diantaranya berternak Angsa, Bebek, Ayam serta ada yang lebih menggiurkan lagi
keuntungannya yaitu Kerbau. Untuk daerah polder Liang yang ada di Kecamatan Martapura,
masyarakatnya lebih banyak berternak Bebek dan Kerbau. Sedangkan di Kecamatan
Astambul mereka lebih banyak yang berternak Angsa serta Ayam.
2.5 Kendala yang Dialami oleh Polder Liang
Adapun beberpa kendala yang terus saja dialami oleh polder liang, diantaranya adalah
tinggi muka air permukaan yang selalu meningkat, berserakannya sampah-sampah yang ada
di saluran penghubung antara dalam polder dengan saluran sungai, pintu air yang kurang
terawat atau kurang perhatian khusus, serta yang lebih parah lagi adalah masuknya air sungai
ke dalam sistem polder akibat lebih tingginya muka air sungai daripada muka air dalam
polder.
Penyebab dari tinggi air
permukaan karena saluran sungai di
daerah kecamatan Astambul serta
daerah Bincau yang tinggi, sehingga
sangat sulit untuk mengeluarkan air
dari dalam polder. Dampak ini menular bagi masyarakat yang memiliki mata pencaharian
sebagai petani. Mereka kesulitan bagaimana harus mengolah padi mereka dengan keadaan
muka air yang tinggi. Ini semua bermula dari banyaknya keramba-keramba ikan di sepanjang
sungai yang membuat muka air di sungai semakin meluap.

Sampah, merupakan kendala yang tidak bisa


diremehkan. Selain menimbulkan bau serta penyakit
berbahaya, sampah juga berdampak buruk bagi sistem
polder. Sampah yang ada disekitar pintu air telah
menyumbat arus air yang hendak keluar dari polder
menuju sungai. Akibatnya, air pada polder liang
mengalami penurunan yang sangat lambat saat proses
pembuangan. Bahkan masalah yang lebih besar yang bisa ditimbulkan oleh sampah-sampah
berserakan adalah banjir. Banjir bahkan pernah terjadi di kawasan polder liang pada
pertengahan tahun 2010, hal ini membuat perekonomian masyarakat serta akses lalu lintas
menjadi semakin memburuk.
Masalah-masalah yang terkadang tidak disadari oleh masyarakat ini padahal
berdampak buruk bagi mereka sendiri. Masalah lainnya
adalah pintu air yang kurang mendapatkan perawatan serta
perhatian serius oleh pemerintah serta masyarakat sendiri.
Ini terlihat di salah satu pintu air, yang tidak mampu
mengontrol tinggi muka air. Sehingga air yang mengalir
merembes ke dataran yang lebih tinggi bahkan menggenang
di sisi jalan beraspal. Hanya syfonnya saja yang masih
berfungsi mengalirkan air melalui dalam tanah yang
melintas di bawah permukaan tanah serta jalan. Pintu air yang tidak difungsikan lagi ini
berada di daerah Mali-Mali.

Selain kesadaran masyarakat atas pentingnya menjaga keselarasan lingkungan hidup.


Pemerintah juga harus cepat mengambil keputusan. Adapun langkah penting yang harus
diambil oleh pemerintah dalam menanggulangi permasalahan yang ada. Dalam pelaksanaan
kegiatan reklamasi perbaikan lahan rawa, sebaiknya dilakukan kegiatan bimbingan
pembinaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/
Kota sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya, serta memberikan penyuluhan kepada
masyarakat yang berada di sekitar polder liang akan pentingnya polder beserta pintu air bagi
mereka sendiri.
Adapun beberapa tugas serta tanggungjawab pemerintah yang semestinya mereka
jalankan, sebagai berikut:
a. Melakukan koordinasi serta perundingan dengan instansi terkait akan cara penanggulan
masalah yang dihadapi oleh polder Liang.
b. Melakukan bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi.
c. Menyusun laporan pengamatan kegiatan pemeliharaan polder Liang agar nantinya bisa
dipelajari lebih dalam dan bisa membuat sistem yang lebih bagus lagi.
d. Melaksanakan bimbingan teknis kepada para petugas lapangan dan petani pelaksana
kegiatan.
e. Mengalokasikan dana pendamping APBD kabupaten/ kota untuk melaksanakan
bimbingan pembinaan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan di lapangan serta
pelaporan kegiatan mengenai berbagai macam perawatan.
f. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan, yang nantinya disampaikan ke propinsi dan ke
pusat secara berkala.

BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Polder Liang merupakan salah satu polder yang terdapat di Kalimantan Selatan yang
terletak di Kabupaten Banjar. Polder Liang memiliki masalah utama, yaitu tingginya muka air
di dalam polder. Tingginya muka air ini diduga karena adanya pertambakan di daerah Bincau
yang membuat aliran air sungai tidak lancar. Selain itu karena adanya sampah di sekeliling
pintu air yang juga menghambat aliran air di sekitar polder. Tingginya muka air ini
mengakibatkan polder tidak bisa ditanami padi lagi. Hal ini sangat merugikan masyarakat
sekitar yang mata pencaharian utamanya adalah sebagai petani.

3.2. SARAN
Permasalahan yang ada di Polder Liang hendaknya menjadi perhatian, khususnya oleh
pemerintah daerah dan harus segera ditanggulangi. Apabila permasalahan ini dibiarkan saja
akan merugikan masyarakat sekitar, khususnya dari segi ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA

Suhartatnto, ”Pedoman Teknis Reklamasi Lahan Rawa”, Jakarta, 2008.


Diakses 30 April 2011

Madsalim, M, ”Pengelolaan Sumber Daya Alam Rawa”, 2010.


Diakses 30 April 2011

FA Being, “Rawa Lebak”, 2010


Diakses 30 April 2011

Wikipedia, “Polder”, 2011


Diakses 30 April 2011
LAMPIRAN
Gambar 1. Air pada polder Liang
Foto di atas merupakan air pada polder liang. Menurut warga setempat yang kami
wawancarai, ketinggian air di dalam tanggul mencapai 2,5 m. Biasanya air akan turun, tetapi
entah kenapa pada saat ini air tidak turun-turun. Hal ini menyebabkan warga sekitar tidak
bisa menanam padi. Sebagai gantinya, warga berusaha mencari nafkah ada yang dengan
menganyam rotan atau nipah, memancing atau membuat tambak ikan, dan beternak itik. Ada
dugaan oleh warga tersebut kalau polder ini airnya tidak turun akibat banyaknya pertambakan
ikan yang ada di daerah Bincau.

Gambar 2. Jalan sekaligus tanggul pada Polder Liang


Pada foto terlihat jalan baru yang mengelilingi polder liang, yang sekaligus sebagai tanggul
polder ini. Jalan ini merupakan perbaikan dari jalan yang terdahulu, yang dilaksanakan pada
tahun 2009-2010.
Gambar 3. Pintu Air Baru

Foto di atas merupakan pintu air yang ada di Polder Liang. Pintu air ini merupakan pintu air
yang baru dibangun.

Gambar 4. Pintu Air Lama


Pintu air diatas merupakan pintu air yang dibangun pada saat zaman Belanda. Ada 2 buah
pintu air zaman Belanda yang ada di Polder Liang.
Gambar 5. Ruas Jalan yang dibawahnya terdapat Syphon
Pada polder Liang juga terdapat syphon. Pada foto sebelah kanan, di bawah ruas jalan
terdapat syphon. Dan tidak jauh dari jalan tersebut terdapat pintu air.

Gambar 6. Tumbuhan yang tumbuh di sekitar polder Liang


Karena padi tidak dapat tumbuh dengan baik, maka tumbuhan yang ditanam warga sekitar
adalah karet, nipah dan pisang.

Gambar 7. Keramba yang diusahakan oleh warga sekitar


Tambak ini dibuat tidak di dalam tanggul polder, melainkan di sungai, di sisi lain dari jalan
tanggul.
ANGGOTA

Anda mungkin juga menyukai