Anggota :
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan lebih lanjut merinci kawasan hutan
konservasi ke dalam 3 kawasan, yaitu pertama Kawasan Hutan Suaka Alam (KSA),
KSA adalah kawasan hutan negara dengan ciri khas tertentu. Kawasan hutan suaka
alam mempunyai fungsi pokok sebagai suatu daerah pengawetan dan perlindungan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan hutan suaka alam
dibagi menjadi dua yaitu cagar alam dan suaka margasatwa. Kedua adalah Kawasan
Hutan Pelestarian Alam (KPA), KPA adalah kawasan hutan negara dengan ciri khas
tertentu yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara
lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam terdiri
atas Taman Nasional, Taman Wisata Alam, dan Taman Hutan Raya. Ketiga adalah
Taman Buru, Taman buru adalah kawasan hutan negara yang ditetapkan sebagai
tempat wisata berburu, hutan ini berfungsi untuk mengakomodasi kegiatan yang
berhubungan dengan perburuan dan hobi bagi masyarakat. Kegiatan di taman buru
tidak dapat dilakukan dengan sembarang. Terdapat peraturan yang harus diikuti
seperti perizinan senjata, jenis binatang yang diburu, waktu dan musim berburu, serta
peraturan lainnya. Salah satu dari Hutan Konservasi adalah Hutan Taman Hutan Raya
(Tahura).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengelolaan hutan yang dikelola oleh warga / petugas disana ?
2. Apa dampak dari perluasan wilayah Tahura terhadap kelestarian flora dan
faunanya ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengelolaan hutan yang dikelola oleh warga / pengurus hutan disana.
2. Mengetahui dampak dari perluasan wilayah Tahura terhadap kelestarian flora dan
fauna.
D. Manfaat
1. Kita dapat mengetahui pengelolaan hutan Tahura oleh warga sekitar bagi tempat
hidup flora dan fauna nya.
2. Kita dapat mengetahui bahwa Konservasi Tahura ini memiliki banyak manfaat
bukan hanya untuk menjaga kelestarian flora dan fauna di Indonesia, tetapi juga
menjadikan Indonesia negara yang asri.
BAB II
TINJAUAN PUSAKA
A. Penggunaan Lahan
Pengertian tersebut menunjukan bahwa lahan merupakan suatu bentang alam sebagai modal
utama kegiatan, sebagai tempat dimana seluruh makhluk hidup berada dan melangsungkan
kehidupannya dengan memanfaatkan lahan itu sendiri. Sedangkan pemanfaatan lahan adalah
suatu usaha memanfaatkan lahan dari waktu ke waktu untuk memperoleh hasil (Soetarno,
2003:18)
B. Jenis lahan
Lahan pertanian menurut bentuk fisik dan ekosistemnya dapat dibedakan menjadi dua
kelompok besar, yaitu Lahan basah dan Lahan kering. Berikut ini adalah penjelasan dua
macam bentuk fisik dan ekosistem lahan pertanian, yaitu:
2.1 Lahan Basah
Lahan basah atau wetland adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air,
baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Lahan basah adalah suatu wilayah
yang tergenang air, baik alami maupun buatan, tetap atau sementara, mengalir atau
tergenang, tawar asin atau payau, termasuk di dalamnya wilayah laut yang
kedalamannya kurang dari 6 m pada waktu air surut paling rendah. Wilayah-wilayah itu
sebagian atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal.
Sistem penggunaan lahan di lahan basah dibedakan menjadi beberapa jenis,
diantaranya adalah lahan sawah, gogorancah, sistem surjan, lebak, dan pasang surut.
Adapun lahan basah dibagi menjadi 5 bagian sebagai berikut: 2.1.1 Sawah Sawah
merupakan tanah yang dapat digenangi air dan mempertahankannya, dapat diratakan
dan dibatasi dengan pematang. Berdasarkan jenis irigasinya sawah dibedakan menjadi
sawah irigasi teknis dan sawah tadah hujan. Sawah irigasi teknis merupakan sawah
yang sumber pengairannya berasal dari sungai, danau, atau waduk. Dengan demikian
selalu tersedia sepanjang tahun, dan air pengairan yang masuk ke saluran primer,
sekunder, dan tersier volume terukur. Oleh karena itu, pola tanam pada sawah teknis ini
lebih fleksibel dibandingkan dengan sawah lainnya. Ciri sawah jenis ini dalam pola
tanamnya sebagian besar selalu padi – padi atau padi—palawija jika mendapat giliran
gadu. Sawah tadah hujan merupakan sawah yang sumber pengairannya bergantung
pada ada atau tidaknya curah hujan. Sawah jenis ini biasanya terdapat di daerah-daerah
yang topografinya tinggi dan berada di lereng-lereng gunung atau bukit yang tidak
memungkinkan dibuat saluran irigasi. Oleh karena itu, pada sawah semacam ini pola
tanamnya adalah padi – bera, padi – palawija, dan palawija – padi.
2.2 Lahan Kering
Lahan kering adalah lahan yang tidak jenuh air sepanjang tahun yang digunakan
untuk usaha petanian dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya
mengharapkan dari curah hujan. Lahan ini memiliki kondisi agro-ekosistem yang
beragam, umumnya berlereng dengan kondisi kemantapan lahan yang kurang
atau peka terhadap erosi terutama bila pengolahannya tidak memperhatikan
kaidah konservasi tanah. Sistem penggunaan lahan di lahan kering dibedakan
menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah ladang, tegalan, kebun, dan
pekarangan. 2.2.1 Ladang Ladang merupakan lahan usahatani kering yang
bersifat berpindah-pindah. Cara terbentuknya ladang adalah melalui penebangan
hutan, lalu dibersihkan, baru kemudian langsung ditanami atau diolah tanahnya
terlebih dahulu. Tanaman yang biasa ditanam di lahan ladang adalah jagung,
kacang-kacangan, ddan lain-lain. Penanaman dapat dilakukan secara monokultur
maupun dengan cara tumpangsari. Setiap lahan ladang ini biasanya hanya untuk
empat sampai enam musim tanam saja, untuk selanjutnya ditinggalkan yang.
2.2.3 Kebun
Kebun merupakan lahan pertanian yang sudah menetap, yang ditanami tanaman
tahunan secara permanen atau tetap, baik sejenis meupun secara campuran. Tanaman
yang biasa ditanam di lahan kebun antara lain kelapa dan jenis buah-buahan, seperti
mangga, rambutan, dan lain-lain.
2.2.4 Pekarangan
Pekarangan merupakan sebidang lahan usahatani yang ada di sekitar rumah yang
dibatasi oleh pagar tanaman hidup atau pagar mati. Tanaman yang bisa ditanami di
pekarangan adalah buah-buahan, sayur untuk memelihara ternak unggas atau terbak
kecil, seperti kambing dan biri-biri.
BAB III
METODOLOGI
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Letak Geografis
*Titik warna ungu adalah tempat yang kita kunjungi
Taman Hutan Raya Bandung atau Kompleks Tahura terletak kurang lebih 7 km di
sebelah utara Kota Bandung tepatnya berlokasi di Jl. Ir. H. Juanda No. 99, Ciburial, Kec.
Cimenyan, Jawa Barat 40198. Secara Astronomis letak Kompleks Tahura Bandung
berada pada 107 derajat 30’ BT dan 6 derajat 52’ LS. Disebelah barat terdapat
penangkaran rusa, disebelah utara terdapat curug omas, curug dago, dan maribaya, lalu
disebelah timur terdapat Gua Belanda dan Gua Jepang
Taman Hutan Raya Bandung atau Kompleks Tahura terletak disebelah utara Kota
Bandung berjarak 7 km dari pusat kota. Tahura Bandung memiliki luas sekitar 52.698
hektare (526,98 km). Tahura Djunda memiliki tipe vegetasi hutan alam sekunder yang
didominasi oleh jenis pohon pinus ,kaliandra ,bambu , dan berbagai jenis tumbuhan
bawah seperti tumbuhan teklan. Fauna yang ada di Tahura Djunda terdapat musang,
tupai, kera, berbagai jenis burung, ayam hutan, babi hutan, rusa.
Di Tahura Djunda juga terdapat tempat wisata, antara lain : Gua Belanda, Gua Jepang,
Tebing Keraton, Curug Omas, Curug Dago, penangkaran rusa, penangkaran lebah.
Bab 4
a. peta
Letak geografis
Letak / posisi
Deskripsi
b. Kondisi fisik wilayah
Iklim suhu awankelembaban
Tanah/lahan/morfologi
Air, Flora dan fauna
c. Kondisi sosial
Penduduk/petani/pengelola/pedagang
Kulaitas
Kuantitas
Pendapatan
Pendidikan
d. Fenomena unik
BAB V
PENUTUP
Bab 5
a. Kesimpulan
b. Saran dan kritik
LAMPIRAN
a. Dokumentasi
b. Angket
c. Tabulasi data
DAFTAR PUSTAKA
https://lindungihutan.com/blog/hutan-konservasi-pengertian-jenis-fungsi/#rb-pengertian-
hutan-konservasi
https://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_konservasi
https://grobogan.go.id/info/artikel/583-tantangan-konservasi-lahan-pertanian
https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-4325777/masyarakat-desa-hutan-resah-dengan-
perluasan-konservasi-tahura
https://kumparan.com/kumparannews/kawasan-konservasi-taman-hutan-raya-djuanda-akan-
diperluas-1543407423436441687/1