Anda di halaman 1dari 2

Omong Kosong Perdangangan Karbon Di Borneo

Khalka R. Hidayat 9.5

Perdagangan karbon banyak diminati oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia maupun di dunia.


Dalam jangka panjang, perdagangan karbon ini dapat berdampak luas kepada pemerintah dan masyarakat
setempat. Indonesia merupakan Negara tropis, yang mempunyai kawasan konvervasi karbon terbesar di
dunia. Luasnya sama dengan dua kali Negara singapura, namun itu berdampak merusak lingkungan di
Indonesia. Perusahaan di Indonesia yang melakukan perdagaan di kawasan konvervasi karbon belum bisa
menunjukkan batas positif terhadap masyarakat sekitar. Masyarakat sekitar khawatir terhadap kawasan,
mereka hanya memastikan agar hutan tetap asri tak tersentuh ratusan manusia. Indonesia mempunyai
proyek untuk menghindari agar hutan tidak di sentuh ratusan masyarakat, proyek ini dinamakan Katingan
Mentaya Project. Katingan Mentaya Project merupakan proyek restorasi ekologi jual beli karbon terbesar
di dunia.

Di Indonesia banyak perusahaan yang membantu atau mendonasikan untuk proyek Katingan
Mentaya Project seperti perusahaan minyak yaitu Shell dan Volkswagen. Namun siklus pembakaran
hutan kembali terjadi dikawasan konvervasi karbon hingga merambat ke area proyek Katingan Mentaya.
Pembakaran yang terjadi membuat masyarakat sekitar khawatir karena bisa berdampak ke daerah
pemukiman masyarakat sekitar. Luas hutan yang terbakar sekitar 1.900 hektar. Sisa dari kebakaran hutan
masih belum di bersihkan oleh pihak yang terkait. Kebakaran hutan ini sudah terjadi sejak beberapa tahun
yang lalu, di tahun 2015 kebakaran hutan lebih mengerikan dari pada sekarang. Pada tahun 2015 luas
hutan yang terbakar mencapai angka 9.000 hektar. Perdagangan atau bisnis karbon ini tidak semudah
yang di bayangkan, bisnis yang banyak berdampak bagi lingkungan maupun masyarakat sekitar kawasan.

Setelah terjadi pembakaran hutan terjadi, ratusan hektar lahan PT. RMU diambil secara illegal
oleh masyarakat sekitar. Hingga masyarakat sudah menandai kawasannya dengan membuat plang atas
nama individual di area sekitar PT. RMU. Ini menunjukan bahwa PT. RMU belum bisa menunjukan batas
yang positif terhadap masyarakat sekitar. Masyarakat sudah dua tahun lebih mengaku bahwa lahan di
sekitar area PT. RMU yang mereka duduki itu lahan adat. PT. RMU hanya mempunyai selembar surat
dari komunitas forum Tani Dayak Misik di Palangkaraya. Masyarakat mengklaim lahan PT. RMU tidak
semeta-meta harus ada sebab dan akibat, jadi jika itu lahan dari PT. RMU masyarakat merasa boleh untuk
mengklaim lahan dari PT. RMU tersebut.
Masalah lain yang didapati oleh PT. RMU di bagian timur yaitu berbatasan langsung dengan
perkebunana sawit yang dimiliki oleh PT. PEAK. PT. PEAK ini biasanya akan membuat jaring-jaring
yang bertujuan untuk menguras air yang di wilayah itu. Ini yang menyebabkan ketika musim kemarau
menjadi kebakaran hutan seperti yang terjadi tahun 2015 dan 2019 yang menghabiskan lahan sebesar
7.000 hektar. Namun PT. PEAK sudah disetujui oleh pemerintah KLHK, sebagian lahan PT. RMU
diberikan untuk dijadikan lahan sawit. Hasil sawit PT. PEAK di konsumsi oleh perusahaan luar negeri
seperti Unilever,Kraft,Nesle, dan Pepsi. Masalah yang menimpa PT. RMU menjadi turunnya kepercayaan
konsumen karbon di Indonesia, tetapi pihak dari Katingan Mentaya tidak menyerah di sisi lain banyak
yang memandang sinis terhadap carbon trading. Urusan karbon ini harus di tinjau ulang agar pelestariaan
lingkungan itu terjadi, pelestariaan lingkungan juga bagiaan dari hak asasi manusia. Pada akhirnya
perdangangan karbon ini tak mampu mencegah penggundulan hutan yang semakin parah terjadi di
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai