Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam yang melimpah seperti
dalam pertanian, kelautan, perikanan, kehutanan dan pertambangan. Sumber daya
mineral atau pertambangan adalah kekayaan alam Indonesia yang sangat unggul
dengan hasil yang berkualitas dan apabila dikelola sangat baik dapat sebagai nilai
tambah bagi perekonomian nasional dalam usaha untuk memenuhi hajat hidup orang
banyak, mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang adil.1
Dasar kehidupan ekonomi dari suatu negara bergantung kepada sumber daya
yang dimilikinya dengan menyertakan pertukaran sumber daya, sehubungan dengan
hal tersebut Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam
(natural resources) terbagi atas dapat diperbaharui (renewable) dan tidak dapat
diperbaharui (non renewable). Sumber daya alam yang dapat diperbaharui adalah
seperti air, tumbuhan dan lainnya dan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui
seperti batu bara, minyak, emas, nikel dan lainnya.2 Usaha pertambangan merupakan
pemanfaatan sumber daya alam yang dimana tahapan kegiatan dalam rangka
penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral termasuk penyelidikan umum,
eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian
serta pengangkutan dilanjutkan penjualan dan kegiatan pasca tambang. 3 Selain itu
pertambangan memiliki karakteristik khusus yang tidak dapat diperbaharui (non
renewable) dengan risiko dan pengusahaannya memiliki dampak lingkungan lebih
tinggi dibandingkan pengusahaan komoditi lainnya.4 Kegiatan usaha pertambangan
sangat penting bagi hidup orang banyak, oleh karena itu harus adanya kepastian
hukum di bidang pertambangan mengenai hasil pertambangan dari upaya eksplorasi
secara masif tanpa nilai tambah dari perusahaan pertambangan.
Dampak lingkungan pertambangan ketika terjadi eksploitasi dan pemakaian
untuk dapat digunakan sebagai energi minyak, gas dan batu bara. Sehingga dampak
dari pertambangan bagi sosial akan hilangnya mata pencaharian masyarakat karena
usaha pertambangan, sedangkan dampak lingkungan atas usaha pertambangan
1
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
2
I Nyoman Nurjaya, Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Antropologi Hukum. (Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher, 2008), hlm. 15.
3
Pasal 1 Butir 6 Undang-Undang No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
4
Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm.43.
berkaitan dengan permasalahan lingkungan hidup yang dimana untuk mendapatkan
energi tersebut berakibat kepada perubahan fisik pada lingkungan seperti
penggundulan hutan serta pengotoran air sungai, danau, laut dan udara.5
Dalam beberapa dekade terakhir menunjukan permasalahan lingkungan hidup
dengan kerusakan serta pencemaran oleh manusia seperti apabila diisyaratkan oleh
lingkungan hidup, sebagai entitas langsung yang membuktikan bahwa kebutuhan dan
kepentingan manusia untuk melakukan eksploitasi lingkungan hidup tanpa
melakukan pertimbangan secara matang.6 Dengan contoh kebakaran hutan,
mengambil sumber daya alam secara terus menerus, pencemaran air yang tidak dapat
dikontrol dan permasalahan lingkungan lainnya.
Penyelesaian permasalahan lingkungan di negara berkembang contohnya
Indonesia dengan negara maju lainnya sangatlah berbeda. 7 Hal tersebut bergantung
pada objek permasalahan lingkungannya, negara maju permasalahan berada pada
efek samping penggunaan teknologi maju melalui pemanfaatan energi yang berlebih
serta digunakan pada sektor industri serta kemajuan atas pengembangan transportasi
serta kegiatan ekonomi lainnya yang berakibat pada lingkungan. Sedangkan dalam
negara berkembang permasalahan berakar pada keterbelakangan pembangunan pada
kegiatan ekonomi.
Kabupaten Karawang merupakan suatu daerah yang berdasarkan data Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Karawang hingga 31 Desember 2018
memiliki penduduk berjumlah 2.336.009 jiwa dengan luas wilayah 1.753,27 K atau
175.327 Ha yang berbatasan dengan bagian barat (Kabupaten Bekasi), bagian utara
(Laut Jawa), bagian timur (Kabupaten Subang), bagian tenggara (Kabupaten
Purwakarta) dan bagian selatan (Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor).8
Kabupaten Karawang memiliki berbagai sumber daya alam salah satunya pada
bidang pertambangan yaitu minyak dan gas bumi di Laut Utara Kabupaten Karawang
serta berada di Kecamatan Tirtajaya, Cibuaya dan Cilamaya Wetan dan tersebarnya

5
Ibid, hlm. 44.
6
Yudistiro, Kegagalan Dalam Lingkungan Hidup, Jurnal Komisi Yudisial Antinomi Penegakan Hukum, Vol. 4 No.
2, 2011, hlm. 161.
7
Daud Silalahi, Hukum Lingkungan dalam perkembangannya di Indonesia, (Bandung: Keni Media, 2015), hlm.
16-17.
8
Kabupaten Karawang, Gambaran Umum Kabupaten Karawang,
https://www.karawangkab.go.id/dokumen/gambaran-umum
jalur pipa minyak dan gas di beberapa wilayah. Selain itu, Kabupaten Karawang
sebagai penghasil lifting atau produksi minyak yang siap jual terbesar se-Indonesia.9
PT. Pertamina (Persero) adalah perusahaan di bawah Badan Usaha Milik
Negara, dengan PT. Pertamina Hulu Energi sebagai anak perusahaan dari PT.
Pertamina (Persero). Dalam hal ini PT. Pertamina Hulu Energi memiliki tugas selaku
strategic operating arm PT. Pertamina (Persero) dan memiliki kewajiban serta
tanggung jawab untuk mengembangkan portofolio, pencarian dan mengelola blok –
blok minyak dan gas bumi. Sehubungan dengan hal tersebut yang menjalankan usaha
dan bertanggung jawab atas kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi di Laut
Utara Kabupaten Karawang yakni PT. Pertamina Hulu Energi, sebagai pelaku usaha
pertambangan di blok minyak dan gas atau migas Offshore North West Java
selanjutnya disebut dengan ONWJ. Kehadiran blok ONWJ sangat memberikan
kontribusi bagi perekonomian nasional, dengan menghasilkan produksi minyak dan
gas bumi terbesar se-Indonesia dan berguna bagi kesejahteraan masyarakat.10
Penurunan harga minyak dunia beberapa tahun silam, mengakibatkan PT.
Pertamina (Persero) melalui PT. Pertamina Hulu Energi harus menjalankan sebuah
proyek alternatif selain membeli dari minyak dunia yaitu dengan melakukan
pengeboran pertama tahun 2011 di ONWJ. Kekayaan sumber daya minyak dan gas
bumi di Kabupaten Karawang berada di daratan dan di lautan sehingga sangat tepat
penempatan kegiatan pertambangan di Kabupaten Karawang, sesuai dengan zonasi
pertambangan yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5
Tahun 2019 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Provinsi Jawa Barat. Sehingga menyebabkan adanya suatu bangunan dengan
peralatan untuk melakukan pengeboran ke dalam reservoir bawah tanah, untuk
minyak dan gas ataupun deposit mineral bawah tanah dikenal dengan Rig
pengeboran yang keberadaannya di atas tanah (On shore) dan di atas laut atau lepas
pantai (Off Shore) tergantung kebutuhan pemakaiannya.11
Kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi memiliki risiko sangat tinggi
meskipun telah dilakukan pertimbangan aspek lingkungan dengan hati-hati, kegiatan

9
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Laporan Tahunan
Pemanfaatan Gas Bumi Demi Berkeadilan. Jakarta, 2018, hlm. 41.
10
PT. Pertamina Hulu Energi, Profil Perusahaan, http://phe.pertamina.com /ContentView.aspx?MenuID,
diakses 8 Maret 2021.
11
Cahya Mulyana, Lapangan Minyak Lepas Pantai Utara Jawa Barat Berproduksi Akhir 2019,
https://mediaindonesia.com/read/detail/185475-lapangan-minyak-lepas-pantai-utara-jabar-berproduksi-
akhir-2019, diakses 15 Oktober 2019.
pertambangan dengan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan karena kegiatan pertambangan cukup banyak menimbulkan kerusakan
dan pencemaran lingkungan. Pencemaran tersebut selanjutnya berdampak kepada
keresahan masyarakat yang berada di wilayah pesisir mengenai nasib mata
pencahariannya, tempat tinggal yang layak dan lingkungan yang sehat serta yang
patut diperhatikan adalah pembangunan keberlanjutan.12
Pelaksanaan proyek ONWJ oleh PT. Pertamina Hulu Energi dengan
menyegerakan penyelesaiannya sejak tahun 2017, dilakukan pengaktifan sumur
minyak yang ada di anjungan YYA-1. Akan tetapi telah terjadi kebocoran minyak di
anjungan YYA-1 Blok ONWJ terhitung mulai tanggal 12 Juli 2019 terjadi kebocoran
gelembung gas pukul 01.30 WIB, dilanjutkan tanggal 15 dan 16 Juli 2019 mulai
menyebar dan muncul lapisan minyak di gelembung gas tersebut. Sehingga mulai
tanggal 17 dan 18 Juli 2019 tumpahan minyak mulai terlihat lebih banyak dan
meluas ke arah pesisir di Kabupaten Karawang.13
Data sementara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Karawang tumpahan minyak sudah tersebar di 7 desa yang terdapat di 5 Kecamatan,
Desa Ciparage Kecamatan Tempuran, Desa Tanjung Pakis Kecamatan Pakisjaya,
serta Desa Sungai Buntu Kecamatan Pedes, Desa Sedari dan Desa Cemarajaya
Kecamatan Cibuaya serta Desa Tambaksari dan Desa Tambaksumur Kecamatan
Tirtajaya.14
Peristiwa tersebut mengakibatkan rusaknya ekosistem yang ada di sekitar
wilayah kegiatan pertambangan karena terkena tumpahan minyak, sehubungan
dengan hal tersebut mengakibatkan timbulnya kerugian yang dirasakan oleh
masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir yang mengalami kerugian paling banyak
adalah nelayan sehingga menjadi subjek dari penelitian ini, bagi penulis nelayan
beserta keluarganya sebagai korban atas pencemaran lingkungan ini. Kerugian yang
dialami nelayan dalam kerugian materiil adalah berkurangnya pendapatan hingga
memutuskan untuk tidak bekerja sementara waktu, karena nelayan kesulitan untuk
mencari ikan dikarenakan wilayah tangkapannya masih terdapat tumpahan minyak

12
Abrar Saleng. Hukum Pertambangan, Ctk. Pertama, Yogyakarta: UII Press, 2004, hlm. 116.
13
Wawancara dengan Wawan Setiawan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten
Karawang, 12 November 2019.
14
Ibnu Chazar, Tumpahan Minyak Pertamina Menyebar di 7 Desa Pesisir Karawang,
https://mediaindonesia.com/read/detail/249059-tumpahan-minyak-pertamina-menyebar di-7-desa-pesisir-
karawang diakses 15 Oktober 2019.
dan kerugian immateriil yang dirasakan nelayan adalah pada dampak kesehatan
karena lingkungan yang tidak sehat.
Wilayah pesisir memiliki kekayaan sumber daya alam dan jas lingkungan
yang dapat menguntungkan oleh berbagai pihak apabila pemanfaatannya tidak
merusak lingkungan, serta wilayah pesisir sangat sensitive untuk mengalami
perubahan lingkungan yang berasal dari daratan maupun lautan.
Kawasan pesisir dikenal sangat sensitif dan rentan dengan perubahan
lingkungan dan juga masyarakat pesisir cenderung relatif miskin, berpendidikan
rendah dan sering termarginalisasikan. 15 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014
Tentang Kelautan menjelaskan dalam rangka pertumbuhan ekonomi harus
adanya partisipasi pemberdayaan masyarakat, efisiensi sumber daya, menambah nilai
ganda dan mengurangi limbah dalam melaksanakan pengelolaan kelautan
berkelanjutan dan konservasi laut dan sumber daya pesisir. Oleh karena itu,
peristiwa kebocoran minyak ONWJ mengakibatkan minyak mentah tersebut
merusak wilayah pesisir di Kabupaten Karawang.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu :

15
Amirrudin A, Hukum Penataan Ruang Kawasan Pesisir, Harmonisasi dalam Pembangunan Berkelanjutan.
(Bandung: Logoz Publishing, 2014), hlm. 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Badan Usaha Milik Negara


1. Pengertian Badan Usaha Milik Negara
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha
Milik Negara menjelaskan pengertian BUMN yaitu :16
“Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN,
adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan”.
BUMN merupakan keterwujudan Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang- Undang
Dasar 1945 Amandemen Ke-4, penguasaan oleh negara sebagaimana yang diatur
pada Pasal 33 tersebut berupa cabang-cabang produksi serta bumi, air dan kekayaan
alam dapat dipergunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
2. Bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara
Dalam kegiatan perekonomian BUMN dapat terdiri atas:
a. Perusahaan Perseroan
Perusahaan perseroan yang biasa dikenal Persero, merupakan BUMN
yang berbentuk Perseroan Terbatas Terbuka dan Tertutup yang modalnya
terbagi, dalam seluruhnya atau minimal 51 % sahamnya dimiliki oleh negara
agar mendapatkan keuntungan.17 Pembentukan Persero berdasarkan usulan
Menteri kepada Presiden dengan pertimbangan hasil kajian, mengenai
perencanaan bisnis dan kemampuan untuk mengembangkan usaha secara
mandiri oleh Menteri Keuangan dan Menteri Teknis, Organ Persero (RUPS,
Direksi dan Komisaris).
Pendirian Persero hanya dengan Peraturan perundang-undangan saja,
sehingga statusnya badan hukum sejak pendiriannya. Pendirian Persero
memiliki tujuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas serta
berdaya saing kuat, sehingga dapat memenuhi permintaan dari pasar domestik

16
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
17
Asikin Zainal dan Suhartana L. Wira, Pengantar Hukum Perusahaan, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 161.
dan Internasional.18
b. Perusahaan Umum
Perusahaan Umum atau Perum adalah BUMN dengan kepemilikan
modalnya tidak terbagi atas saham dan dimiliki oleh negara. Pendirian Perum
bertugas untuk pelayanan yang memberikan manfaat, dalam memenuhi
penyediaan barang dan jasa yang memiliki kualitas dengan harga yang masih
dijangkau oleh masyarakat.19
Perum mendapatkan status berbadan hukum setelah di undangkannya
Peraturan Pemerintah yang berisikan penetapan pendirian, penetapan besar
kekayaan negara yang dipisahkan, anggaran dasar dan penunjukan menteri
selaku wakil pemerintah sebagai pemilik modal. Oleh karenanya pendirian
Perum atas dasar usulan, Menteri kepada Presiden dengan pertimbangan hasil
kajian oleh Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.20
B. Kegiatan Pertambangan
1. Pengertian Pertambangan
Usaha pertambangan adalah pengambilan bahan galian dari dalam bumi untuk
mendapatkan hasil berupa tambang oleh seseorang atau badan hukum untuk
dimanfaatkan untuk kepentingan bersama.21 Kegiatan yang dimaksud adalah suatu
kegiatan dengan mencari dan mempelajari kekayaan, sampai dengan pemanfaatan
mineral yang berguna bagi kepentingan perusahaan, masyarakat dan pemerintah
pusat dan juga daerah.
2. Jenis Kegiatan Pertambangan
Sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia sangat beragam seperti hasil
tambang dengan jenis-jenis hasil tambang terdiri atas:
a. Minyak bumi
Minyak bumi merupakan komoditas strategis yang menjadi sumber energi
bagi kebutuhan bahan bakar, rumah tangga hingga usaha lainnya yang
mengakibatkan kegiatan pertambangan minyak dunia sangat mempengaruhi roda
perekonomian suatu negara. Apabila terdapat perubahan harga minyak dunia

18
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
19
Pasal 38 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
20
Pasal 35 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
21
Gatot Supramono, Hukum Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta,
2012), hlm. 6
berakibat kepada kestabilan ekonomi suatu negara.22
b. Batu bara
Kegiatan pertambangan dengan hasil tambang Batu bara dapat berguna bagi
bahan bakar jangka panjang, digunakan di PLTU dan pengganti kayu dan batu
bara berasal dari tumbuhan zaman purba yang mengendap.
c. Timah
Jenis hasil tambang yang memiliki berbagai manfaat untuk digunakan antara
lain sebagai, solder, katalis bahan bakar dan juga digunakan dalam industri
sebagai bahan baku pembuat garam timah sulfat.
d. Bijih besi dan Bijih emas
Bijih besi adalah hasil tambang yang sangat strategis karena sebagai
pasokan utama atau bahan dasar industri manufaktur dan baja, digunakan untuk
bahan utama dalam pembangunan infrastruktur dan konstruksi bangunan dan
bijih emas sebagai komoditi tambang dengan harga jual yang sangat tinggi.
Sehingga dapat dijadikan untuk perhiasan dan emas batangan biasanya
dijadikan sebagai investasi yang berkepanjangan.23
e. Nikel
Penggunaan nikel biasanya digunakan sebagai bahan pendukung dalam
logam-logam bukan besi dan baja, apabila dimanfaatkan dengan sangat baik
daya jual nikel akan sangat tinggi.24
3. Jenis Izin Pertambangan
Usaha pertambangan harus mendapatkan izin yang dikeluarkan, dengan
kewenangan yang dimiliki oleh Menteri, Gubernur, Bupati dan Wali kota, dengan
bentuk izin pertambangan terdiri atas:25
a. Izin Usaha Pertambangan
Pelaku usaha pertambangan harus memperoleh izin dan legalitas untuk

22
Syamsul Ma’arif, Kebijakan Perminyakan Nasional Dari Kendali Negara Menuju Kapitalisme Pasar,
Jurnal Adjukasi Hukum Unisera, Edisi 1 Tahun 2019, hlm. 1.
23
Rully Kustandar, Bagaimana Ber-Investasi EMAS, Dengan Modal Minimum, (Jakarta: Kebun Emas, 2009),
hlm. 10.
24
Virdita Rizka, Seberapa Penting Nikel dari Indonesia Hingga Pelarangan Ekspornya Digugat Uni Eropa,
https://www.kompas.com/tren/read/2019/12/13/160751665/seberapa-penting- nikel-dari-indonesia-hingga-
pelarangan-ekspornya-digugat?page=all
25
Dwi Haryadi, Pengantar Hukum Pertambangan Mineral dan Batu Bara, (Bangka Belitung: UBB Press,
2018), hlm. 35.
dilakukan pengelolaan dan pengusahaan mineral yang meliputi: Penyelidikan
umum, Eksplorasi, Studi kelayakan, Konstruksi, Penambangan, Pengelolaan
dan pemurnian serta pengangkutan dan penjualan. Izin usaha pertambangan
biasanya diberikan untuk badan usaha nasional serta asing.
b. Izin usaha pertambangan khusus
Pemberian izin usaha pertambangan khusus diperuntungkan bagi suatu
daerah oleh Menteri berdasarkan kepentingan daerah, dengan maksud dalam
rangka pemberdayaan daerah.
c. Izin Pertambangan Rakyat
Pertambangan yang dimiliki rakyat biasanya sebagai permasalahan utama,
walaupun menggunakan alat pertambangan yang tradisional. Izin pertambangan
rakyat diberikan oleh Bupati atau Wali kota kepada penduduk didaerah
pertambangan tersebut kepada masyarakat dan koperasi.
4. Dampak kegiatan Pertambangan
Kegiatan pertambangan memiliki dampak yang terdiri atas:26
a. Dampak Lingkungan
Kegiatan pertambangan memiliki risiko sangat tinggi, apabila proses
eksplorasi dan eksploitasi. Dalam mendapatkan hasil tambang akan
berdampak kepada perubahan fisik lingkungan tersebut.
Pengunaan lahan untuk kegiatan pertambangan antar jenis tambang tentunya
sangat berbeda, kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi yang melakukan
pertambangan di lepas pantai hanya membutuhkan wilayah yang digali untuk
membuat sumur. Kegiatan pertambangan di atas tanah seperti pertambangan
emas, batu bara dan lainnya membutuhkan wilayah yang luas untuk tambang
yang digali dari permukaan atau dengan membuat terowongan, berakibat
kepada perubahan fisik permukaan bumi seperti yang sebelumnya hutan maka
akan terjadi penggundulan hutan.
b. Dampak Sosial
Kegiatan pertambangan akan menguntungkan bagi masyarakat karena
perusahaan yang menjalankan pertambangan tersebut akan menjalankan
CSR. Akan tetapi apabila pelaku usaha kegiatan pertambang tidak patuh
dengan hukum, ditemukan sengketa mengenai pemanfaatan hak ulayat

26
Nandang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan di Indonesia Menurut Hukum, (Yogyakarta:
Pustaka Yustisia, 2010), hlm.142.
masyarakat adat. Kebiasaan masyarakat adat mengenai hak penguasaan
tanah hanya cukup saling mengetahui dan menghormati batas-batas tanah
antar masyarakat adat tersebut, sehingga dapat dimanfaatkan dengan
langsung membuat surat tanah dari desa setempat sehingga terjadi
perpindahan hak kepemilikan tanah tanpa mengetahui masyarakat
adatnya. Kesenjangan sosial sangat dirasakan dengan adanya kegiatan
pertambangan dengan menggunakan teknologi maju dan tinggi dengan
pekerja tambang yang memiliki pendidikan sangat tinggi, dengan
budaya dan kebiasaannya berakibat pada ketimpangan bagi masyarakat
sekitar pertambangan tersebut.
c. Dampak Ekonomi
Akibat adanya pengalihan pemanfaatan lahan untuk pertambangan
menimbulkan, hilangnya pendapatan masyarakat setempat yang
sebelumnya mata pencahariannya dari hasil hutan. Kegiatan
pertambangan mengakibatkan perubahan kegiatan ekonomi, bagi
masyarakat sekitar karena yang sebelumnya masyarakat agraris berubah
mata pencaharian menjadi pekerja di tambang.
C. Lingkungan Hidup
1. Pengertian Pencemaran Lingkungan Hidup, Penyelesaian Sengketa
Lingkungan Hidup, dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
a. Pengertian Pencemaran Lingkungan hidup
Lingkungan hidup diinterprestasikan sebagai sebuah kondisi dengan
pengaruh yang terdapat dalam ruangan sehingga dapat mempengaruhi elemen
kehidupan.27 Dalam kehidupan manusia memiliki hubungan timbal balik dengan
lingkungan, ketika perilaku manusia berdampak buruk kepada lingkungan maka
akan berdampak juga bagi kehidupan manusia juga.
Kamus Lingkungan Hidup oleh Michael Allaby, mengartikan lingkungan
hidup memiliki faktor eksternal yang mempengaruhi kehidupan secara
langsung, bersifat fisik dan biologis dengan perkembangan biotik yang
mengelilingi reproduksi suatu organisme.28 Pencemaran terjadi apabila dari segi

27
Syamsul Arifin, Perkembangan Hukum Lingkungan Di Indonesia, (Medan: USU Press, 1993), hlm. 49.

28
Michael Allaby, Dictionary of the Environment, (London: The Mac Millan Press, Ltd., 1979), hlm. 17.
ilmiah, sebuah lingkungan memiliki beberapa unsur yang terkandungnya
apabila lingkungan sudah adanya kandungan zat atau organisme yang telah
terintroduksi sehingga mengganggu fungsi asli lingkungan tersebut.29
b. Pengertian Sengketa Lingkungan Hidup
Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi karena pencemaran dapat ditindak
lanjuti melalui penegakan hukum yang efektif, konsekuen dan konsisten.
Kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup dapat segera diselesaikan
permasalahannya agar mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum bagi
korban pencemaran.
Sengketa lingkungan hidup terjadi dimulai karena perselisihan dan
persinggungan kepentingan antara dua pihak atau yang berkaitan dengan
pemanfaatan sumber daya alam.30 Pasal 1 butir 25 Undang- Undang Nomor 32
Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
menyatakan bahwa:
“Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak
atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan atau
telah berdampak pada lingkungan hidup”.
Maka, penyelesaian sengketa lingkungan hidup terjadi karena adanya
tuntutan pemenuhan hak atau kepentingan yang dilanggar dan berdampak buruk
kepada lingkungan hidup.
c. Pengertian Pengelolaan Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup merupakan sebuah kondisi dan pengaruh yang ada
dalam ruangan yang bisa dan mempengaruhi kehidupan, sehingga untuk
menjaga keseimbangan fungsi lingkungan hidup dibutuhkan perlindungan dan
pengelolaan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup mengartikan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yaitu:31
“Pengertian perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
adalah upaya sistematis dan terpadu yang dapat dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya

29
Munadjat Danusaputro, Hukum Pencemaran dan Usaha Merintis Pola Pembangunan Hukum Pencemaran
Nasional,(Bandung: Litera, 1978), hlm. 12.
30
Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 287
31
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan dan penegakan hukum”.
2. Bentuk Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup
a. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan atau
Alternative Dispute Resolution, merupakan reaksi terkait keterbatasan
pengadilan untuk menangani sengketa lingkungan hidup. Sehingga dapat
memberikan perlindungan hak keperdataan para pihak yang telah dilanggar,
dengan langkah penyelesaian dengan cepat dan efisien mengingat penyelesaian
sengketa melalui pengadilan membutuhkan waktu yang cukup lama, hasil
keputusan pengadilan tidak memuaskan para pihak dan lainnya.29 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup mengatur penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dengan
asas pilihan sukarela dari para pihak bersengketa dengan bentuk penyelesaian
sengketa di luar pengadilan terdiri atas:
1) Penyelesaian secara damai
a) Negosiasi
Upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan maksud,
agar tercapai kesepakatan bersama yang dijalin secara kekeluargaan
dengan perundingan atau musyawarah. Proses negosiasi berawal pada
tawar menawar untuk mencapai persetujuan antara pihak yang
bersengketa atas hal yang disengketakan.32
b) Mediasi
Sebuah perundingan dalam waktu yang tidak lama dan terstruktur
serta berorientasi pada tugas dari seorang pihak ketiga yaitu mediator,
untuk memperoleh kesepakatan dari para pihak yang bersengketa. Para
pihak dapat meminta jasa pihak ketiga dengan netral yang terbagi dalam
pihak ketiga netral tidak memiliki hak untuk memutuskan, hanya sebagai
fasilitator para pihak untuk mencapai kesepakatan dan pihak ketiga netral
yang memiliki keputusan yang mengikat bagi para pihak.
c) Konsiliasi
Bentuk perundingan dengan meminta pihak lain yang netral atau
32
Gatot Soemartono,Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), hlm. 125
dikenal konsiliator, untuk membantu jalan keluar dan mendapatkan
penyelesaian sengketa antara para pihak.33 Hal yang mencirikan dari
konsiliasi yakni ketika dilaksanakan proses perundingan, para pihak
harus dapat berkomitmen untuk mendapatkan sebuah hasil
kesepakatannya dapat diterima.
2) Penyelesaian secara adversial
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dimana posisi orang ketiga
tidak turut terlibat, dalam sengketa sehingga melalui lembaga penyelesaian
sengketa tersebut yang disediakan oleh negara yaitu:
Bentuk penyelesaian sengketa melalui arbitase dengan penyelesaian dengan
menunjuk pihak ketiga dan memutuskan sengketa bersifat final.34 Selain itu,
sebagai badan peradilan swasta yang dipilih secara kehendak bebas para pihak,
kehendak bebas tersebut menjadi batasan yang dimaksud harus terdapat
perjanjian tertulis yang dibuat terkait penyelesaian sengketa tersebut.
Kemudahan dalam menggunakan arbitase, para pihak memiliki kebebasan
dalam memilih hakim secara langsung maupun tidak langsung, didukung
dengan kebebasan untuk menentukan hukum acara yang berakibat pada sifat
putusan arbitase yang dikenal final dan mengikat.35
Upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui jalur pengadilan
merupakan langkah terakhir yang dapat dilakukan apabila penyelesaian
sengketa di luar pengadilan tidak berhasil. Maka dari itu penyelesaian sengketa
dapat terlebih dahulu dengan pengajuan gugatan lingkungan, diatur dalam
Pasal 34 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Junto Pasal 1365 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata mengenai ganti kerugian akibat adanya perbuatan melawan
hukum.
3. Sarana Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup
a. Hukum Perdata
Pada sengketa lingkungan sangat dibutuhkan adanya hukum lingkungan
keperdataan, untuk mengatur perlindungan hukum bagi korban pencemaran dan

33
Suparto Wijoyo, Penyelesaian Sengketa Lingkungan, (Surabaya: Airlangga University Press, 1999), hlm. 104
34
Maret Priyanta & Nadia Astriani, Buku Ajar Hukum Lingkungan, ( Bandung: CV. Kalam Media, 2015),
hlm. 125.
35
Ibid., hlm. 126
juga kerusakan lingkungan yang mengakibatkan timbulnya kerugian bagi
korban.36
Kehadiran sarana hukum perdata sebagai pemenuhan hak-hak keperdataan
seseorang, kelompok dan badan hukum mengenai lingkungan hidup yang baik
dan sehat. Sehingga dapat memberikan perlindungan dan pemberian ganti
kerugian atau kompensasi, kepada korban pencemaran dan upaya pemulihan
lingkungan untuk kembali menjadi baik dan sehat.37
1) Pengertian Tanggung Jawab Keperdataan
Teori tanggung jawab mutlak yang dikenal juga sebagai Strict
Liability, diartikan apabila kegiatan yang digolongkan sebagai
ultrahazadous atau teramat sangat berbahaya memiliki kewajiban
untuk mengganti kerugian yang telah ditimbulkan atas kegiatan
tersebut sehingga terjadinya pencegahan bahaya atau kerugian
akibat kesengajaan.
Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengartikan
pertanggungjawaban yang dimaksud, dengan tidak membutuhkan
pembuktian oleh penggugat untuk unsur kesalahannya dan pasal
tersebut sebagai Lex Specialist pada gugatan perbuatan melawan
hukum pada umumnya.38 Hal tersebut sangat berhubungan dengan
hukum perdata, karena tanggung jawab mutlak termasuk ke dalam
pertanggungjawaban perdata untuk memulihkan hak-hak
keperdataan yang telah dilanggar.39 Sehingga muatan teori tersebut
sama seperti yang dimuat dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Dalam melakukan pembuktian pelaku pencemar
pelaku agar bertanggung jawab tidak penting untuk dibuktikan
Schuld atau kesalahannya melainkan menerapkan asas “Res Ipso
Loquitur” yang berarti fakta di lapangan yang dapat membuktikan

36
Siti Sundari R, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, ( Surabaya: Universitas
Airlangga Press, 2000), hlm. 261.
37
Muhammd Akib, Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional, ( Depok: PT. Raja Grafindo Persada,
2016), hlm. 184.
38
Ade Risha, Tanggung Jawab Mutlak Dalam Penegakan Hukum Perdata Lingkungan di Indonesia, Jurnal
Ilmu Hukum, Kertha Wicara, Vol. 1 No. 1, 2013, hlm. 5.
39
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm 45.
sendiri agar pelaku bertanggung jawab.40
2) Bentuk Tanggung Jawab Keperdataan
a) Ganti kerugian atau Kompensasi
Pasal 87 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
menjelaskan bahwa:41
“Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang
melakukan perbuatan melanggar hukum berupa
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang
menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan
hidup wajib membayar ganti kerugian dan/atau
melakukan tindakan tertentu”.
Pelaku pencemaran lingkungan hidup berdasarkan ketentuan
pasal tersebut, memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran
ganti kerugian atau pemberian kompensasi akibat perbuatan yang
dilakukannya. Selain itu agar mengembalikan fungsi lingkungan
hidup seperti semula dengan melakukan tindakan tertentu.
b) Tindakan Pemulihan
Pencemaran yang terjadi mengakibatkan hilangnya fungsi
lingkungan hidup, oleh karenanya Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup mewajibkan bagi pelaku pencemaran untuk memulihkan
fungsi lingkungan hidup dalam berbagai tindakan. Tindakan
pemulihan lingkungan hidup yakni beberapa tindakan yang akan
dilakukan pelaku pencemaran, untuk bertanggung jawab atas
perbuatannya antara lain:42
c) Penghentian sumber dan pembersihan pencemaran;
Pelaku pencemaran harus dapat menghentikan sumber
pencemaran agar tidak memberikan dampak yang lebih buruk dan
membersihkan pencemaran yang terjadi, dengan melakukan tindakan
40
NHT. Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan Edisi Kedua, (Jakarta: Erlangga, 2004), hlm.
316-317.
41
Pasal 87 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
42
Pasal 54 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
berupa remediasi, rehabilitasi, restorasi dan cara lain sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Hukum Administrasi
Hukum administrasi berfungsi berkaitan dengan norma kekuasan
memerintah, fungsi instrumental berkaitan dengan penetapan instrumen yang
pemerintah gunakan untuk menjalankan kekuasaanya dan fungsi jaminan sebagai
instrumen dalam memberikan perlindungan hukum bagi rakyat.43 Hukum
administrasi memiliki sifat yakni penegakan hukum preventif sebuah
pengawasan aktif, terkait kepatuhan atas suatu peraturan dan penggunaan
kewenangan yang berhubungan dengan suatu sengketa terjadi dan penegakan
hukum represif dilakukan oleh penguasa terhadap pelanggaran peraturan. Dengan
maksud untuk mengakhiri sengketa, dalam sarana hukum ini biasanya dilakukan
pencabutan izin dengan teguran, paksaan pemerintah, penutupan dan uang paksa.
c. Hukum Pidana
Sarana hukum terakhir dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup,
dengan sanksi pidana akan diterapkan kepada pencemar. Sehingga hukum pidana
akan menjalankan fungsi mendidik atas perbuatan yang dilakukan perusahaan
tersebut, serta fungsi pencegahan dan menghalangi pelaku yang berpotensi untuk
melakukan pencemaran. Dalam sarana penegakan hukum pidana untuk
penjatuhan pidana akan diterapkan asas legalitas dan berdasarkan hukum saat
perbuatan tersebut terjadi.

43
Ibid., hlm. 92.

Anda mungkin juga menyukai