Model pengembangan desa wisata dianggap menjadi salah satu agenda pembangunan
nasional yang cukup efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa.
Program pengembangan desa wisata juga dianggap berhasil untuk menekan urbanisasi
(perpindahan) orang desa ke kota. Ke depan, kami pun melihat bahwa pengembangan
desa wisata akan menjadi tren dalam pembangunan wilayah. Tren ini merupakan respon
terhadap motivasi baru dalam berwisata, terutama masyarakat Barat.
Selain itu, dengan adanya pengembangan desa wisata di suatu wilayah, diharapkan agar
tumbuh klaster desa-desa yang menjadi basis pokok berbagai kebutuhan desa wisata
yang bersangkutan. Misalnya, Desa A memasok produk pendukung seperti kerajinan
dan kesenian lokal untuk Desa Wisata B.
Dalam proses merintis desa wisata, masyarakat lokal berperan penting dalam
pengembangan desa wisata karena sumberdaya, keunikan tradisi dan budaya yang
melekat pada komunitas tersebut merupakan unsur penggerak utama kegiatan di desa
wisata. Di lain pihak, komunitas lokal yang tumbuh dan hidup berdampingan dengan
suatu objek wisata menjadi bagian dari sistem ekologi yang berhubungan. Namun pada
kenyataannya, sering terjadi pengabaian partisipasi masyarakat sehingga mereka hanya
menjadi objek (penonton) dalam pembangunan saja.
Model pemberdayaan masyarakat melalui pariwisata atau lebih familier dikenal dengan
konsep Community Based Tourism (CBT) sampai saat ini masih hangat untuk
diperbincangkan dalam rangka pembangunan pariwisata suatu wilayah. Model
pemberdayaan masyarakat melalui pariwisata ini pernah diwujudkan melalui Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata oleh Pemerintah
Indonesia Kabinet Indonesia Bersatu (2009-2014).
Apa itu CBT? Community Based Tourism merupakan sebuah konsep pengembangan
suatu destinasi wisata melalui pemberdayaan masyarakat lokal di mana masyarakat turut
andil dalam proses perencanaan, pengelolaan, dan penyampaian pendapat. (Goodwin
dan Santili, 2009)
Melalui penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Community Based
Tourism adalah konsep pengembangan destinasi wisata berkelanjutan yang turut
melibatkan masyarakat lokal dalam melakukan perencanaan, pengambilan keputusan,
pelaksanaan kegiatan, hingga penerima manfaat dari pembangunan.
Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan telah menjadi agenda global setiap negara.
Oleh karena itu, setiap dari kita yang akan dan terlibat dalam pengembangan destinasi
wisata haruslah menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Secara sederhana, adapun konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan menekankan
pada 3 (tiga) prinsip. Di antaranya adalah sebagai berikut.
2. Berwawasan lingkungan
Desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara aktraksi, akomodasi, dan fasilitas
pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu
dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. (Nuryanti, Wiendu, 1993:2)
Inskeep (1991) menjelaskan bahwa desa wisata merupakan bentuk pariwisata, di mana
sekelompok kecil wisatawan tinggal di dalam atau di dekat kehidupan tradisional atau di
desa-desa terpencil dan mempelajari kehidupan desa dan lingkungan setempat.
Dalam pandangan kami, adapun pendekatan dalam pengembangan desa wisata yang
ideal digunakan adalah pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism), pariwisata
berbasis ekowisata (ecotourism), dan pariwisata berbasis komunitas (community based).
1. Komitmen bersama.
Sebelum merintis dan mengembangkan desa wisata, hal pertama yang harus
diperhatikan oleh masyarakat adalah mengenai komitmen. Pengembangan desa wisata
tidak boleh berangkat dari keinginan pribadi atau kelompok tertentu, seperti misalnya
bantuan proyek dari pemerintah atau investor. Pengembangan desa wisata haruslah
berangkat dari keinginan masyarakat luas, baik itu pemerintah desa maupun komunitas
masyarakat untuk bersama-sama mengembangkan serta memajukan desa supaya lebih
mandiri.
Tidak ada desa yang tanpa potensi. Setiap desa pastinya memiliki potensi untuk
dikembangkan lebih lanjut. Potensi terbesar dalam pengembangan desa wisata adalah
kreativitas manusia. Untuk itu, tahapan kedua dalam pengembangan desa wisata adalah
melakukan identifikasi potensi.
Adapun potensi yang harus dipetakan pun harus mencakup aspek budaya, sejarah, dan
alam. Budaya dan sejarah yang dimaksud bukan hanya yang dapat dilihat saja.
Melainkan juga yang sifatnya tradisi, legenda, dongeng, cerita, filosofi, kuliner khas,
maupun lainnya.
Tak kalah pentingnya juga, dalam merencanakan pengembangan desa wisata dibutuhkan
identifikasi dari dampak kegiatan wisata, baik yang bersifat positif maupun negatif.
Misalnya menumpuknya sampah yang dibawa wisatawan, terganggungnya lingkungan
masyarakat akibat bisingnya kendaraan yang lalu lalang, maupun permasalahan lainnya.
Paket wisata susur sungai di Desa Wisata Pancoh, Kabupaten Sleman. Konsep dan tema
produk wisata di Desa Wisata Pancoh adalah mengenai ekowisata. Wisatawan akan
diajak untuk menyusuri sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat desa yang
memiliki mata pencaharian sebagai petani maupun budidaya perikanan.
Apa saja fungsi POKDARWIS? Secara umum, fungsi lembaga ini adalah sebagai
penggerak sadar wisata dan Sapta Pesona (aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah, dan
kenangan) di kawasan desa wisata. Selain itu, POKDARWIS juga berfungsi sebagai
mitra pemerintah dalam upaya perwujudan dan pengembangan sadar wisata di
daerahnya.
Kelembagaan yang sudah terbentuk ini haruslah dimaksimalkan peran dan fungsinya.
Masyarakat yang ditunjuk sebagai pengurus haruslah memiliki komitmen dalam proses
pengembangan desa wisata. Selain itu, lembaga yang telah dibentuk harus melaporkan
progres kerja, monitoring dan evaluasi, termasuk juga melaporkan keuangan secara
akuntanbel melalui musyawarah rutin agar tidak terjadi konflik sosial antaranggota.
Setelah analisis TOWS dan pembentukan organisasi dilakukan, tahap berikutnya adalah
menyusun visi, tujuan, dan implementasi organisasi untuk membawa desa wisata lebih
berkembang. Dalam penulisan visi, terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan.
Sementara itu, rencana kerja yang disusun berdasarkan kesepakatan yang diperoleh dari
masyarakat dan organisasi (baik POKDARWIS dan desa). Rencana kerja harus
disesuaikan dengan konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan, yang meliputi;
lingkungan, sosial budaya, dan ekonomi.
Hal yang tak boleh terlewat dalam proses pengembangan desa wisata adalah menyusun
regulasi. Regulasi di sini dapat berupa AD/ART, peraturan desa, atau SOP kegiatan dari
Kelompok Sadar Wisata. Penyusunan regulasi ditujukan untuk melindungi seluruh
potensi, baik sumber daya alam, budaya, buatan, maupun manusia. Regulasi yang sudah
dibentuk juga dapat menjadi pedoman masyarakat dalam menjalankan roda organisasi di
desa wisata.
Banyak masyarakat yang berpikir akan sulit mengembangkan desa wisata tanpa dasar
ilmu pariwisata yang baik. Akibatnya, banyak fasilitas wisata yang terlanjur dibangun,
namun berakhir mangkrak. Bahkan, banyak desa wisata yang sudah diresmikan, tetapi
tidak dapat melanjutkan usahanya. Untuk itu, kelembagaan yang telah dibentuk haruslah
menyusun program kerja yang berkaitan dengan pengembangan kapasitas sumber daya
manusia.
Libatkanlah profesional atau konsultan pariwisata untuk menyusun masterplan,
memberikan pelatihan, maupun melakukan pendampingan. Petakan kampus-kampus
yang potensial di sekitar desa wisata untuk dapat dilibatkan dalam program penelitian
maupun pemberdayaan masyarakat.
Proses konsultasi juga dapat dilakukan dengan melakukan studi banding ke desa wisata
yang sudah berhasil. Misalnya, belajar dan mengunjungi Desa Wisata Pujon Kidul di
Kabupaten Malang untuk studi kasus BUMDES (Badan Usaha Milik Desa), Desa
Wisata Nglanggeran di Kabupaten Gunungkidul untuk studi kasus inovasi dan
pemberdayaan masyarakat lokal, dan Desa Wisata Pentingsari di Kabupaten Sleman
untuk studi kasus pengemasan atraksi.
Program pendampingan dan pelatihan SDM di desa wisata Provinsi Jawa Tengah.
Peserta pelatihan diminta melakukan analisis TOWS sekaligus memetakan potensi di
desanya.
Penyediaan fasilitas umum dapat dimulai dari fasilitas parkir kendaraan dan toilet untuk
wisatawan. Cobalah untuk melakukan musyawarah dan kerja sama dengan perangkat
desa untuk dapat mengakses penggunaan Dana Desa.
Desa wisata dilihat sebagai salah satu alat untuk mendapatkan keuntungan secara
ekonomi, juga meningkatkan pendapatan desa. Wajar saja, pengembangan desa menjadi
desa wisata cukup tren belakangan ini. Namun fatalnya, banyak desa wisata yang tidak
memiliki nilai keunikan akibat terlalu menduplikasi atraksi.
Sedangkan USP merupakan faktor pembeda pada suatu produk/layanan yang tidak
dimiliki oleh pesaing/kompetitor. USP juga akan menjadi penentu yang akan membuat
produk/layanan di desa wisata lebih spesial di mata wisatawan.
Langkah dalam menentukan USP di desa wisata salah satunya dapat melalui rumusan
ALUI (Asli, Langka, Unik, dan Indah). Dalam hal ini, tentukan produk atau brand yang
berharga untuk wisatawan. Produk atau brand yang dipilih tidak hanya berbeda, tetapi
juga harus bernilai di mata wisatawan. Produk juga harus langka di antara destinasi
wisata pesaing saat ini. Selain itu, produk atau brand harus unik dan langka. Artinya,
produk desa wisata yang kita rencanakan tidak mudah ditiru, diduplikasi, maupun
diimitasi oleh pesaing baru.
Desa Wisata Tanjung Binga di Kabupaten Belitung sebagai penghasil ikan asin terbesar
di Indonesia. Di sini, wisatawan dapat mengikuti aktivitas nelayan dalam proses
pengeringan ikan asin.
Sebelum menyusun materi pemasaran dan memasarkan produk desa wisata, tahapan
yang dilakukan selanjutnya adalah menyusun paket wisata.
Adapun yang dimaksud paket wisata adalah rencana kegiatan wisata yang telah disusun
secara tetap dengan harga tertentu yang mencakup atraksi maupun akomodasi/fasilitas
penunjang. Dalam menyusun paket desa wisata, terdapat beberapa pertimbangan yang
harus diperhatikan. Di antaranya adalah jumlah peserta, jumlah pemandu/sumber daya
manusia desa wisata yang tersedia, kemampuan desa wisata (lingkungan) untuk
menampung wisatawan, durasi kegiatan, dan jarak perjalanan.
Jika komponen produk dan harga telah ditetapkan, maka tahapan selanjutnya adalah
membangun saluran pemasaran atau channel. Saluran pemasaran sangatlah dibutuhkan
agar produk dan jasa yang ditawarkan desa wisata dapat sampai ke calon wisatawan.
Saluran pemasaran dapat dibentuk melalui dua cara, yaitu langsung dan tidak langsung.
Saluran pemasaran langsung dapat dilakukan dengan mendatangkan wisatawan tanpa
melalui perantara. Misalnya, melalui pengiriman proposal ke instansi, menyebar brosur
paket harga desa wisata, dan lainnya. Sementara saluran pemasaran tidak langsung dapat
dilakukan dengan cara melibatkan perantara untuk mendatangkan wisatawan. Misalnya,
melakukan kerja sama dengan biro perjalanan wisata/travel agent, pramuwisata (guide),
antar desa wisata, ASITA, PHRI, atau lainnya.
Dalam merintis dan mengembangkan desa wisata, masyarakat tentu tidak dapat berjalan
dan bekerja sendirian. Untuk itu, diperlukan sinergi dengan lembaga lain yang kemudian
dikenal dengan unsur pentahelix.
Pertama, adalah dengan pemerintah yang dalam hal ini terkait kebijakan-kebijakan yang
mendukung pariwisata. Pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata juga harus dilibatkan
dalam menerbitkan SK (Surat Keputusan) tentang POKDARWIS di desa wisata. Kedua,
adalah akademisi yang dalam hal ini dapat dilibatkan dalam kegiatan penelitian dan
pengabdian masyarakat. Ketiga, adalah industri/swasta, yang dapat dilibatkan dalam
kerja sama penjualan, akses dana CSR (tanggung jawab sosial perusahaan), maupun
kegiatan lainnya. Keempat, adalah media yang berperan dalam membentuk opini publik
yang positif dan penyeberan informasi. Kelima, adalah komunitas yang berperan untuk
mewujudkan Sapta Pesona.
Saat ini, cukup banyak perusahaan melalui bidang CSR (Corporate Social
Responsibility) yang memiliki program pemberdayaan masyarakat. Contohnya saja di
Desa Wisata Gamol Kabupaten Sleman, yang mendapatkan bantuan dari PT Pertamina
untuk bantuan pengembangan berupa program budidaya jamur, peternakan kambing
Etawa, dan pengolahan susu kambing Etawa. Contoh lain adalah CSR BNI untuk
pembangunan gapura masuk di Desa Wisata Bleberan, Kabupaten Gunungkidul. Dan
juga Desa Wisata Pentingsari, Kabupaten Sleman yang mendapat bantuan dari CSR
BCA untuk pembuatan toilet penyandang disabilitas.
Disadari atau tidak, dibutuhkan proses kerja yang panjang dalam mengembangkan desa
wisata. Contoh saja Desa Wisata Pentingsari, penerima penghargaan Indonesia
Sustainable Tourism Award (ISTA) tahun 2017 dan 100 Top Destinasi Wisata
Berkelanjutan di Dunia versi Global Green Destinations Days tahun 2019, yang
membutuhkan setidaknya 10 (sepuluh) tahun untuk bisa sampai ke level mandiri.
Contoh lain adalah Desa Wisata Nglanggeran, yang membutuhkan waktu bertahun-
tahun untuk dapat meyakinkan masyarakat terhadap konsep pengembangan desa wisata.
Dalam merintis dan mengembangkan desa wisata, memang dibutuhkan komitmen yang
tinggi dari masyarakat. Untuk itu, menikmati semua prosesnya adalah cara terbaik agar
kita tidak mudah menyerah. Buatlah inovasi program melalui even seperti yang
dilakukan Desa Wisata Dieng Kulon di Banjarnegara lewat acara Dieng Culture
Festival, atau yang dilakukan Desa Wisata Banjaroya di Kulonprogo lewat acara
Festival Durian Menoreh. Libatkanlah anak muda karena mereka memiliki banyak
energi positif yang kreatif.
Terakhir, tak pernah kami berhenti untuk mengingatkan kita semua, bahwa dalam
membangun pariwisata haruslah disertai rasa cukup. Jadikanlah perputaran uang yang
dibawa masuk wisatawan sebagai bonus pendapatan saja. Dengan begitu, kita dapat
membatasi diri agar tidak terlalu rakus dalam mengeksploitasi alam dan mengejar
keuntungan ekonomi.
Godwin, Harold dan Santili, Rosa. 2009. Community Based Tourism: A Success?.
ICRT Occasional Paper 1
Inskeep, E. 1991. Tourism Planning, and Integrated and Sustainable
Development Approach. New York: Van Nostrand Reinhold.
Nuryanti, W. 1993. Concept, Perspective and Challenges. Makalah bagian dari
Laporan Koferensi Internasional mengenai Pariwisata Budaya. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Pearce, D. 1995. Tourism a Community Approach. Harlow Longman
Suansri, Pontjana. 2003. Community Based Tourism Hand Book. Rest Project
World Tourism Organization.
Yoeti, A, Oka. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa
https://eticon.co.id/tahap-merintis-desa-wisata/
https://www.berdesa.com/bangun-wisata-desa-pokdarwis-terbukti/
Latar Belakang:
Manfaat:
·
· Adanya wujud nyata kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata Pemuda
dan Olah Raga terkait upaya pengembangan destinasi wisata dengan
mengoptimalkan sumber daya dan potensi alam lokal yang ada dalam rangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
· Mendukung pencapaian Visi OPD Dinas Pariwisata Pemuda dan Olah Raga
2014-2019 yaitu “Terwujudnya Kepariwisataan dan Kebudayaan Yang Maju,
Sejahtera, Mandiri Menjadi Pilihan Utama Tujuan Wisata”.
Mendukung Branding Jateng Gayeng yang sudah dicanangkan Bapak Gubernur Jawan
Tengah yaitu mensejahterakan masyarakat dengan mengoptimalkan potensi yang ada
termasuk pariwisata.
Menggali potensi desa untuk pembangunan masyarakat sekitar desa wisata serta
memperluas lapangan kerja dan usaha bagi masyarakat desa sehingga meningkatkan
kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat desa.
Milestone:
MILESTONES (Tahapan Kegiatan dan Capaian Jangka Pendek, Menengah, dan
Panjang)
No. TAHAP UTAMA WAKTU
JANGKA PENDEK 2 (dua) bulan
JANGKA
TAHAPAN OUTPUT TAHAPAN
WAKTU
I. PERSIAPAN
IV. PUBLIKASI DESA WISATA
9) Promosi Pariwisata
a. Mempersiapkan bahan/ materi
Promosi pariwisata
b. Rapat koordinasi evaluasi hasil Tersusunnya laporan hasil 5 (lima) hari
pelaksanaan kegiatan proyek monitoring dan evaluasi
perubahan. pelaksanaan kegiatan proyek Minggu ke-1
perubahan. Bulan Sept 2017
c. Menyusun laporan hasil
pelaksanaan kegiatan proyek
perubahan.
JANGKA MENENGAH 1 (Satu) Tahun
JANGKA
TAHAPAN OUTPUT TAHAPAN
WAKTU
c. Proses Pendaftaran di
Kemenkumham dan Akta Badan
Hukum
http://bpsdmd.jatengprov.go.id/eproper/inovasi.php?id=670
Sesuai dengan tujuan tersebut, maka program kegiatan Pemerintahan Desa dibantu oleh
Badan Perwakilan Desa (BPD) bersama masyarakat terkait pula dengan pengawasan di
bawah pembinaan Dinas Pariwisata daerah setempat.
Ada beberapa tahapan dalam pelaksanaan pembangunan desa wisata, antara lain adalah :
1. PERENCANAAN, meliputi :
1. Survey Lapangan
Desa melakukan identifikasi potensi yang dimiliki, yang mana nantinya akan
dikembangkan oleh Desa bersama masyarakat secara gotong royong. Semisal
mempunyai alam yang bagus bisa membangun Camping Ground, juga edukasi
pertanian masyarakat desa setempat.
Menyusun dan menggambar peta destinasi wisata desa oleh Pemerintah Desa bisa
dibagi masing-masing dusun atau fokus pengembangan di salah satu dusun
4. Perencanaan SDM
1. Pembangunan prasarana
2. Pelaksanaan pembangunan
Pemerintah Desa wajib melibatkan masyarakat sekitar, kelompok-kelompok
masyarakat yang ada di desa, dengan tujuan keterbukaan publik pembangunan
desa
3. PENGELOLAAN, meliputi :
Kaitannya dengan kelompok yang akan mengelola sebuah destinasi wisata desa,
Pokdarwis merupakan salah satu organisasi yang dianjurkan oleh Pemerintah
untuk mengelola sebuah destinasi wisata yang ada di desa. Pemerintah Desa
memetakan masyarakat yang mau membantu pengembangan wisata, kebanyakan
pemuda pemudi yang masih banyak waktu luangnya.
2. Pengorganisasian
3. Promosi
4. EVALUASI
2. Pelaporan
Pemerintah Desa membuat laporan dari semua yang sudah di susun dan di
anggarkan kepada masyarakat sebagai salah satu wujud keterbukaan informasi
Diatas merupakan langkah-langkah dalam menyusun desa wisata, tidak baku untuk
dilaksanakan desa, Bisa menyesuaikan kondisi desa dan potensi yang ada, khusunya
bagi desa-desa yang sedang, mengembangkan Desa Wisata.
Semoga Bermanfaat.
https://www.desabisa.com/tahapan-membangun-desa-wisata/
Aturan Pembentukan Pokdarwis
Kelompok Sadar Wisata atau yang lazim disingkat Pokdarwis merupakan kelompok
masyarakat yang bertugas menjaga dan mengembangkan wisata. Pada pembentukannya,
Pokdarwis tidak lepas dari aturan yang dibuat oleh pemerintah. Artinya dari sini dapat
dilihat bahwa keberadaan Pokdarwis memiliki dasar hukum yang kuat.
Beberapa Dasar Hukum yang menjadi payung dalam Penyusunan Pedoman Kelompok
Sadar Wisata ini adalah sebagai berikut:
Maka dari itu, bagi desa wisata yang sedang mengembangkan destinasi, produk hukum
diatas menjadi pedoman yang akan dilakukan oleh Pemerintah Desa bersama Pokdarwis.
https://www.desabisa.com/aturan-pembentukan-pokdarwis/
Pembentukan POKDARWIS Desa Ngino
Sabtu (9/9/2017) bertempat di Pendopo Graha Widya Kirana Balai Desa Ngino diadakan
kegiatan Pembentukan Kelompok Sadar Wisata (PokDarWis) Desa Ngino. Kegiatan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Ngino ini dihadiri oleh segenap aparatur
pemerintah Desa Ngino, BPD, LPMD, Karang Taruna dan PKK serta alumni peserta
KKN PM Tahun 2017 Unirow Tuban.
Pada acara yang dilaksanakan pada malam hari ini Kepala Desa Ngino Wawan Hariyadi,
dalam sambutan menyampaikan bahwa ngino bisa menjadi destinasi wisata baru dengan
ikon andalan sumber air ngino yang menarik. Namun kepala desa juga menjelaskan,
meskipun pokdarwis dibentuk tetapi pembangunan destinasi wisata dengan ikon sumber
air Ngino masih belum sempurna dikarenakan keterbatasan dana. “Pembangunan
destinasi wisata sendang ngino masih dalam proses, sudah ada beberapa penambahan
fasilitas seperti pagar warna warni, spot selfi yang dibantu dari mahasiswa KKN dan
penambahan tempat duduk”, terang kepala desa visioner ini.
Ketua : Hartomo
Bendahara : Widarto
https://ngino-semanding.desa.id/first/artikel/126
Program Kerja dan Struktur Pokdarwis Desa Wisata Beserta Dasar Hukumnya
Saat ini salah satu Pokdarwis yang dinilai berhasil adalah Pokdarwis Dieng Pandawa,
yang dianggap berhasil dan menjadi contoh pemberdayaan masyarakat pariwisata yang
menghasilkan terbentuknya pokdarwis-pokdarwis lain di kawasan dieng.
1. Pembina, unsur pembina ini dapat berasal dari Pemerintah Daerah atas nama Dinas
Pariwisata Kabupaten/Kota.
2. Penasehat, biasanya penasehat dipili dari tokoh masyarakat setempat yang dianggap
mampu dan dapat menjadi teladan. Karena ini di desa maka penasehat bisa Kepala
Desa atau unsur perangkat desa.
3. Pimpinan, unsur pimpinan ini terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekteraris dan
Bendahara
b. Kebersihan
e. Pengembangan Usaha
Adapun tujuan pembentukasn Pokdarwin Desa yang menjadi tujuan wisata ini adalah
sebagai berikut :
1. Meningkatkan posisi dan peran masyarakat sebagai subjek atau pelaku penting
dalam pembangunan pariwisata, serta dapat bersinergi dan bermitra dengan
pemangku kepentingan terkait dalam pembangunan keperiwisataan di daerah dan
desa.
2. Membangun dan menumbuhkkan sikap dan dukungan positif masyarakat sebagai
tuan rumah yang baik melalui perwujudan nilai-nilai Sapta Pesona bagi tumbuh
dan berkembangnya pariwisata di desa dan manfaatnya bagi pembangunan daerah
dan desa maupun kesejahteraan masyarakat.
3. Memperkenalkan, melestarikan dan memanfaatkan potensi daya tarik wisata yang
ada di masing-masing daerah, atau desa.
BACA JUGA : Peran Pemandu wisata Dalam Pengelolaan Objek Wisata di Desa
Demikian info mengenai program kerja, struktur organisasi Pokdarwis dan dasar hukum
pembentukan dan pedomannya sertar tujuan pembentukan Pokdarwis di desa wisata.
Semoga bermanfaat dan dapat diaplikasikan di desanya masing-masing.
https://www.butonislandtravelling.com/2020/01/program-kerja-dan-struktur-pokdarwis-
beserta-dasar-hukumnya.html
Persyaratan
https://sipp.menpan.go.id/pelayanan-publik/jawa-timur/kabupaten-sumenep/pembuatan-
sk-pengukuhan-kelompok-sadar-wisata-pokdarwis