Anda di halaman 1dari 43

PROPOSAL SKRIPSI

STRATEGI PENGEMBANGAN KAMPUNG ADAT MATABESI


SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA BERBASIS MASYARAKAT
DI KABUPATEN BELU

OLEH:

RINIYATI ELISABETH. MOOY

1623780681

PROGRAM STUDI USAHA PERJALANAN WISATA

JURUSAN PARIWISATA

POLITEKNIK NEGERI KUPANG

2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Strategi Pengembangan Kampung Adat Matabesi Sebagai Daya Tarik Wisata


Budaya Berbasis Masyarakat Di Kabupaten Belu.

Diajukan Oleh

Riniyati Elisabeth. Mooy


1623780681

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Pasifikus Mala Meko, S.ST.Par., M.Par Elsa Dian Taimenas, SH., MH


NIP. 198709242019031009 NIDN. 0026028804

Mengetahui
Ketua Jurusan Pariwisata

Sari Bandaso Tandilino, SE., MM


NIP. 19741209 200003 1 001

1
A. Judul
Strategi Pengembangan Kampung Adat Matabesi Sebagai Daya Tarik
Wisata Budaya Berbasis Masyarakat Di Kabupaten Belu.

B. Latar Belakang
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan budaya. Kekayaan
itu beragam bentuknya. Beberapa diantaranya berbentuk bahasa daerah, rumah
tradisional (rumah adat), pakaian adat, dan kesenian daerah berupa tari-tarian,
alat musik, lagu-lagu daerah, dan upacara adat (ritual-ritual adat). Ini menjadi
potensi wisata yang menjanjikan apabila dikelolah dengan baik dan dijaga
kelestariannya. Menurut Sunaryo (2013:26), Pariwisata Budaya adalah jenis
Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) yang berbasis pada karya cipta manusia baik
yang berupa peninggalan budaya maupun nilai budaya yang masih hidup
sampai sekarang. Pariwisata budaya ini perlu dikembangkan dengan tujuan
untuk melestarikan kebudayaan itu sendiri agar tidak hilang seiring dengan
perkembangan jaman (Wilopo dan Hakim, 2017:57). Salah satu daya tarik
wisata budaya yang perlu diperhatikan dan dijaga kelestariannya adalah
Kampung Adat Matabesi, tepatnya di Kelurahan Umanen, Kecamatan Atambua
Barat, Kabupaten Belu. Kampung Adat Matabesi (Matabesi Traditional
Village) merupakan kampung adat yang telah ada sejak berabad-abad silam dan
dihuni 13 suku. Di dalam kampung adat Matabesi terdapat 12 rumah adat
tradisional. Salah satu dari 12 rumah adat tersebut tidak boleh dimasuki oleh
kaum perempuan karena dipercaya dapat menyebabkan kemandulan. Rumah-
rumah di Matabesi berstatus rumah tinggal. Warga yang tinggal di kampung
adat Matabesi secara turun-temurun menjaga tradisi dan adat istiadat nenek
moyang mereka.
Melihat bahwa Kampung adat Matabesi sebagai daya tarik wisata
budaya yang tergolong lama keberadaannya, maka pengembangan Kampung
Adat Matabesi harus diterapkan, agar keberadaan Kampung Adat Matabesi
ditengah perkembangan kota yang semakin modern dapat terus dipertahankan,
sehingga dapat dinikmati oleh generasi-generasi mendatang.

2
Penulis juga berharap dengan mengambil judul penelitian tentang
Strategi Pengembangan Kampung Adat Matabesi Sebagai Daya Tarik Wisata
Budaya Berbasis Masyarakat Di Kabupaten Belu, penulis dapat menyumbang
ide untuk pengembangan Kampung adat Matabesi melalui penelitian yang
penulis lakukan.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
1. Apa sajakah potensi Kampung Adat Matabesi sebagai daya tarik wisata
budaya berbasis masyarakat di Kabupaten Belu?
2. Bagaimanakah Strategi Pengembangan Kampung Adat Matabesi sebagai
daya tarik wisata budaya berbasis masyarakat di Kabupaten Belu?
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:
a) Untuk mengetahui potensi Kampung Adat Matabesi sebagai daya tarik
wisata budaya berbasis masyarakat di Kabupaten Belu.
b) Untuk merumuskan strategi pengembangan Kampung Adat Matabesi
sebagai daya tarik wisata budaya berbasis masyarakat di Kabupaten
Belu.
2. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat
bagi:
a) Manfaat Akademisi
Penelitian ini merupakan syarat bagi peneliti untuk dapat memperoleh
gelar sarjana (S.Tr.Par) dan untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang
didapat selama mengikuti perkuliahan di Politeknik Negeri Kupang.
Selain itu, dengan adanya penelitian ini dapat menambah wawasan
keilmuan serta membuka jalan penelitian yang relevan bagi mahasiswa

3
yang hendak melakukan penelitian tentang Strategi Pengembangan
Kampung Adat.
b) Manfaat praktis
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan edukasi bagi pemerintah dan
masyarakat selaku sumber daya manusia yang memiliki peranan penting
dalam mengembangkan daya tarik wisata budaya Kampung Adat
Matabesi di Kabupaten Belu.

E. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Strategi
Kata Strategi berasal dari bahasa Yunani “Strategia” yang diartikan
sebagai “The art of the general” atau seni seorang panglima yang biasanya
digunakan dalam peperangan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), arti kata strategi yaitu: Ilmu dan seni menggunakan semua sumber
daya bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu di perang dan
damai; Ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk menghadapi musuh di
perang, di kondisi yang menguntungkan. Berikut adalah Istilah strategi
menurut International Webster’s Student Dictionary of The English
Language: “The science of planning and conducting military campaign on
a broad scale; skill in management; an ingeniuous plan or method (Ilmu
perencanaan dan pelaksanaan gerakan militer secara luas; keahlian dalam
manajemen; rencana atau metode yang cermat). Rangkuti (2013:183)
berpendapat bahwa strategi adalah perencanaan induk yang Komprehensif,
yang menjelaskan bagaimana perusahaan akan mencapai semua tujuan yang
telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam
buku Analisis SWOT Teknis Membedah Kasus Bisnis, Rangkuti (2013:3-4)
mengutip pendapat beberapa ahli mengenai strategi, di antaranya:
a) Chandler: Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan
dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut,
serta prioritas alokasi sumber daya.

4
b) Learned, Christensen, Andrews, dan Guth: Strategi merupakan alat
untuk menciptakan keunggulan bersaing. Dengan demikian salah satu
fokus strategi adalah memutuskan apakah bisnis tersebut harus ada atau
tidak.
c) Argyris, Mintzberg, Steiner dan Miner: Strategi merupakan respon
secara terus menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman
eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat
mempengaruhi organisasi.
d) Porter: Strategi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai
keunggulan bersaing.
e) Andrews, Chaffe : Strategi adalah kekuatan motivasi untuk
stakeholders, seperti stakeholders, debtholders, manajer, karyawan,
konsumen, komunitas, pemerintah, dan sebagainya, yang baik secara
langsung maupun tidak langsung menerima keuntungan atau biaya yang
ditimbulkan oleh semua tindakan yang dilakukan oleh perusahaan.
f) Hamel dan Prahald: Startegi merupakan tindakan yang bersifat
incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus dan dilakukan
berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan pelanggan di
masa depan. Dengan demikian, perencanaan strategi hampir selalu
dimulai dari “apa yang dapat terjadi”, bukan dimulai dari “apa yang
terjadi”. Terjadinya kecepatan inovasi pasar baru dan perubahan pola
konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies).
Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang
dilakukan.

Rangkuti (2013:6) juga mengelompokan Strategi menjadi tiga tipe,


yaitu strategi manajemen, strategi investasi, dan strategi bisnis. Berikut
adalah penjelasan mengenai ketiga tipe tersebut:
a) Strategi Manajemen: meliputi strategi yang dapat dilakukan oleh
manajemen dengan orientasi pengembangan strategi secara makro.
Misalnya, strategi pengembangan produk, strategi penerapan harga,

5
strategi akuisi, strategi pengembangan pasara, strategi mengenai
keuangan, dan sebagainya.
b) Strategi investasi: merupakan kegiata yang berorientasi pada investasi.
Misalnya, apakah perusahaan ingin melakukan strategi pertumbuhan
yang agresif atau berusaha mengadakan penetrasi pasar, strategi
bertahan, strategi pembangunan kembali suatu divisi baru atau strategi
divestasi, dan sebagainya.
c) Strategi bisnis: startegi ini sering juga disebut strategi bisnis scara
fungsional karena strategi ini berorintasi pada fungsi-fungsi kegiatan
manajemen, misalnya strategi pemasran, strategi produksi atau
operasional, strategi distribusi, strategi organisasi, dan strategi-strategi
yang berhubungan dengan keuangan.

Strategi Pengembangan Kampung Adat Matabesi Sebagai Daya Tarik


Wisata Budaya Berbasis Masyarakat menggunakan analisis SWOT, yang
mana menurut Rangkuti (2013:19), Analisis SWOT adalah identifikasi
berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan.
Analisis ini didasarkan pada logika yang memaksimalkan kekuatan
(Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan
meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).

2. Tinjauan Pengembangan
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, definisi pengembangan
adalah hal, cara atau hasil kerja mengembangkan. Sedangkan
mengembangkan berarti membuka, memajukan, menjadikan maju dan
bertambah baik. Pengembangan pariwisata adalah segala kegiatan dan
usaha yang terkoordinasi untuk menarik wisatawan, menyediakan semua
sarana dan prasarana, barang dan jasa fasilitas yang diperlukan, guna
melayani wisatatawan. Kegiatan dan pengembangan mencakup segi-segi
kehidupan dalam masyarakat, mulai dari kegiatan angkutan, akomodasi,
atraksi wisata, makanan dan minuman, cinderamata, pelayanan, dan lain-
lain. Sedangkan menurut Rangkuti (dalam Yunita, 2015), strategi

6
pengembangan merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan dalam
kaitannya dengan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas
sumber daya.
Sobari (dalam Anindita, 2015) menyatakan bahwa Pengembangan
pariwisata sebagai suatu industry secara ideal harus berlandaskan pada
empat prinsip dasar, yakni :
a) Kelangsungan ekologi, yaitu bahwa pengembangan pariwisata harus
menjamin terciptanya pemeliharaan dan proteksi terhadap sumber daya
alam yang menjadi daya tarik pariwisata, seperti lingkungan laut, hutan,
pantai, danau dan sungai.
b) Kelangsungan kehidupan sosial budaya, yaitu bahwa pengembangan
pariwisata harus mampu meningkatkan peran masyarakat dalam
pengawasan tata kehidupan melalui system nilai yang dianut masyarakat
setempat sebagai identitas masyarakat tersebut.
c) Kelangsungan ekonomi, yaitu bahwa pengembangan pariwisata harus
dapat menciptakan kesempatan kerja bagi semua pihak untuk terlibat
dalam aktivitas ekonomi melalui suatu system ekonomi yan sehat dan
kompetitif.
d) Memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat
melaui pemberian kesempatan kepada mereka untuk terlibat dalam
pengembangan pariwisata.

Yoeti (dalam Farrah, 2017) juga menyatakan bahwa ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pariwisata, yaitu :
a) Wisatawan (Tourist)
Karakteristik wisatawan harus diketahui, dari mana mereka datang, usia,
hobi, status sosial, mata pencaharian, dan pada musim apa mereka
melakukan perjalanan. Kunjungan wisata sendiri dipengaruhi oleh
beberapa motif wisata, seperti motif fisik, budaya, interpersonal, dan
motif pertise.

7
b) Transportasi
Transportasi merupakan salah satu faktor untuk kemudahan bergerak
dari sutu tempat ke tempat yang lain. Unsur-unsur yang mepengaruhi
pergerakan tersebut adalah konektifitas antar daerah, tidak ada
penghalang, serta tersedianya sarana angkutan. Transportasi wisata
harus menyediakan fasilitas-fasilitas yang dapat memberikan
kenyamanan kepada wisatawan.
c) Atraksi/Obyek Wisata
Atraksi wisata merupakan daya tarik yang membuat wisatawan datang
berkunjung. Atraksi wisata tersebut antara lain fasilitas olahraga, tempat
hiburan, museum, peninggalan sejarah dan sebagainya.
d) Fasilitas pelayanan
Fasilitas yang medukung keberadaan suatu obyek wisata adalah
ketersediaan akomodasi (hotel), restoran, prasarana perhubungan,
fasilitas telekomunikasi, perbankan, petugas penerangan, dan jaminan
keselamatan. Selain syarat fasilitas dan pelayanan fasilitas, hotel akan
berfungsi dengan baik sebagai komponen pariwisata jika memenuhi
persyaratan lokasi. Persyaratan lokasi menuntuk lingkungan yang dapat
mendukung citra hotel, demikian juga dengan syarat aksesibilitas yang
menuntuk hotel harus mudah ditemukan dan dicapai.

Selain itu, dalam mengembangkan suatu destinasi pariwisata harus ada


empat unsur yaitu Attraction, Amenities, Accessibilities, dan Ancillary yang
disingkat dengan formulasi 4A. Empat tersebut memiliki peranan dalam
meningkatkan kunjungan wisatawan. Berikut adalah penjelasan mengenai
empat unsur tersebut menurut pendapat Cooper (dalam Sunaryo, 2013) :
a) Attraction (atraksi)
Merupakan komponen yang signifikan dalam menarik wisatawan. Suatu
daerah dapat menjadi tujuan wisata jika kondisi mendukung untuk
dikembangkan menjadi sebuah atraksi wisata.

8
b) Amenities (amenitas)
Adalah segala macam sarana dan prasarana yang diperlukan oleh
wisatawan selama berada di daerah tujuan wisata. sarana dan prasarana
yang dimaksud seperti penginapan, rumah makan, transportasi, agen
perjalanan. Dengan menggunakan prasarana yang cocok dibangunlah
sarana-sarana pariwisata seperti hotel, atraksi wisata, gedung
pertunjukan dan sebagainya. Adapun prasarana yang banyak diperlukan
untuk pembangunan sarana-sarana pariwisata ialah jalan raya,
persediaan air, tenaga listrik, tempat pembuangan sampah, bandara,
pelabuhan, telepon dan lain-lain.
c) Accessibillities (aksesibilitas)
Merupakan hal yang paling penting dalam kegiatan pariwisata. Segala
macam transportasi ataupun jasa transportasi menjadi akses penting
dalam pariwisata. Di sisi lain akses ini diidentikkan dengan
transferabilitas yaitu kemudahan untuk bergerak dari daerah yang satu
ke daerah yang lain. Jika suatu daerah tidak tersedia aksesibilitas yang
baik seperti bandara, pelabuhan, dan jalan raya, maka tidak akan ada
wisatawan yang mempengaruhi perkembangan aksesibilitas di daerah
tersebut. Jika suatu daerah memiliki potensi pariwisata, maka harus
disediakan aksesibilitas yang memadai sehingga daerah tersebut dapat
dikunjungi.
d) Ancillary (Pelayanan tambahan)
Pelayanan tambahan harus disediakan oleh Pemda dari suatu daerah
tujuan wisata baik untuk wisatawan maupun untuk pelaku pariwisata.
Pelayanan yang disediakan termasuk pemasaran, pembangunan fisik
(jalan raya, rel kereta, air minum, listrik, telepon dan lain-lain) serta
mengkoordinir segala macam aktivitas dan segala macam peraturan
peundang-undangan baik di jalan raya maupun di obyek wisata.
Ancilliary juga merupakan hal-hal yang mendukung sebuah
kepariwisataan, seperti lembaga pengelolaan, tourist information, travel
agent dan stakeholder yang berperan dalam kepariwisataan.

9
3. Tinjauan Daya Tarik Wisata
Daya tarik wisata sejatinya merupakan kata lain dari objek wisata,
namun sesuai dengan peraturan pemerintah Indonesia tahun 2009, kata
objek wisata kemudian diganti dengan daya tarik wisata agar lebih relevan.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, disebutkan bahwa daya tarik wisata adalah segala sesuatu
yang memiliki keunikan, keindahan dan nilai berupa keanekaragaman alam,
budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sarana atau tujuan
kunjungan wisatawan. Menurut Soemanto (2017:35), daya tarik wisata
merupakan salah satu modal utama yang harus dimiliki dalam upaya
peningkatan dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata.
Direktoral pemerintahan membagikan daya tarik wisata dalam tiga
macam, yaitu :
a) Daya tarik tarik wisata alam : adalah sumber daya alam yang berpotensi
serta memiliki daya tarik bagi pengunjung baik dalam keadaan alami
maupun setelah ada usaha budi daya. Potensi alam dapat dibagi menjadi
empat kawasan yaitu : flora dan fauna, keunikan kekhasan ekosistem
(contohnya ekosistem pantai dan ekosistem hutan bakau), gejala alam
(contohnya kawah sumber air panas, air terjun dan danau), budidaya
sumber daya alam (misalnya sawah, perkebunan, peternakan, usaha
perikanan).
b) Daya tarik wisata sosial budaya : daya tarik wisata sosial budaya dapat
dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai objek dan daya tarik wisata
meliputi museum, peninggalan sejarah, upacara adat, seni pertunjukan
dan kerajinan.
c) Daya tarik wisata minat khusus : merupakan jenis wisata yang baru
dikembangkan. Wisata ini lebih diutamakan pada wisatawan yang
mempunyai motivasi khusus. Dengan demikian, biasanya para
wisatawan harus memiliki keahlian. Contohnya berburu, mendaki
gunung arung jeram, tujuan pengobatan, agrowisata, dan lain-lain.

10
Suatu daya tarik wisata menarik untuk dikunjungi wisatawan apabila
memenuhi syarat-syarat berikut :
a. What to see
Tempat tersebut harus ada objek dan atraksi wisata yang berbeda dengan
yang dimiliki daerah lain. Dengan kata lain, daerah tersebut harus
memiliki daya tarik khusus dan atraksi budaya yang dapat disajikan
“entertainment” bagi wisatawan. What to see meliputi pemandangan
alam, kegiatan kesenian dan atraksi wisata.
b. What to do
Di tempat tersebut selain banyak yang dapat dilihat dan disaksikan,
harus disediakan fasilitas rekreasi yang dapat membuat wisatawan betah
tinggal lama di tempat itu.
c. What to buy
Tempat wisata harus tersedia fasilitas untuk berbelanja, terutama barang
souvenir dan kerajinan rakyat sebagai cendera mata yang unik untuk
dibawa pulang ke tempat asal.
d. What to arrived
Di dalamnya termasuk aksesibilitas, bagaimana kita mengunjungi daya
tarik wisata tersebut, kendaraan apa yang akan digunakan dan berapa
lama tiba di tempat tujuan wisata tersebut.
e. What to stay
Bagaimana wisatawan akan tinggal untuk sementara selama dia
berlibur. Diperlukan penginapan-penginapan baik hotel berbintang atau
non berbintang dan sebagainya.

4. Tinjauan Potensi Wisata.


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian kata
Potensi adalah kemampuan, daya, kekuatan, kesanggupan yang mempunyai
kemungkinan untuk dikembangkan. Sedangkan kata pariwisata artinya
segala yang berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi, pelancong, dan
turisme. Potensi wisata adalah sumber daya alam yang beranekaragam, dari
aspek fisik dan hayati, serta kekayaan budaya manusia yang dapat

11
dikembangkan untuk pariwisata. Menurut Pendit (dalam Manafe, 2019)
Potensi wisata adalah segala sesuatu yang ada di suatu daerah yang dapat
dikembangkan menjadi daya tarik wisata.
Obiama (dalam Mahendra Putra, 2016) mengkategorikan Potensi wisata
menjadi tiga kategori yaitu :
a) Potensi wisata alam atau Eco-Tourism
Potensi wisata alam adalah yang ada hubungannya dengan alam yang
indah, masalah atau atraksi lain seperti gua, dataran tinggi,
penggunangan, air terjun, batu wisata alam wisata alam lainnya seperti
satwa liar, sumber daya air dan sumber daya lainnya. Ekowisata adalah
perjalanan tujuan ke daerah-daerah alami untuk memahami budaya dan
sejarah atau lingkungan, memperhatikan untuk tidak mengubah
integritas ekosistem dan memproduksi peluang ekonomi yang membuat
konservasi sumber daya alam bermanfaat bagi masyarakat setempat.
b) Potensi wisata budaya
Potensi wisata budaya adalah yang ada hubungannya dengan
keunggulan budaya dan keunikan dari orang, baik buatan manusia atau
diwariskan. Diantara warisan budaya dari manusia yang bisa menjadi
sumber tempat wisata yaitu seperti bahasa daerah atau bahasa ibu,
tarian, musik, adat istiadat, gaun, monument bersejarah, gambar, seni
dan kerajinan, festival, aksi unjuk rasa keagamaan, pernikahan
tradisional, penguburan, dan lain-lain.
c) Potensi wisata buatan atau artificial
Potensi wisata buatan adalah potensi pariwisata berdasarkan penciptaan
atau teknologi inovasi manusia di bidang hiburan (bioskop, teater,
taman, museum dan pusat-pusat hiburan lainnya), akomodasi (hotel,
motel, rumah tamu, dan paket liburan berkemah) restoran, hotel dan
fasilitas transportasi seperti agen perjalanan, operator tur, pusat
informasi wisata, dan lain-lain.

12
5. Tinjauan Pariwisata Budaya
Pariwisata budaya adalah jenis obyek daya tarik wisata (ODTW) yang
berbasis pada hasil karya cipta manusia baik yang berupa peninggalan
budaya maupun nilai budaya yang masih hidup sampai sekarang (Sunaryo,
2013:26). Sillberberg (dalam Damanik, 2013:118) mendefinisikan
pariwisata budaya sebagai kunjungan orang dari luar destinasi yang
didorong oleh ketertarikan pada objek-objek atau peninggalan sejarah, seni,
ilmu pengetahuan dan gaya hidup yang dimiliki oleh kelompok, masyarakat,
daerah ataupun lembaga.
Berdasarkan ketentuan Organisasi Pariwisata Dunia/World Tourism
Organization, kecenderungan pariwisata budaya sekarang diarahkan pada
pengembangan pariwisata berkelanjutan, yang memberikan ruang luas
untuk partisipasi masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan bagi
masyarakat, aktivitas pariwisata budaya menumbuhkan lapangan kerja
mulai dari pelayan hotel, restoran, cendera mata, perencanaaan perjalanan,
dan pramuwisata (tour guide). J. Spillane berpendapat bahwa produk
pariwisata budaya memiliki segmen pasar khusus yaitu para “knowledge
workers” atau dalam istilah kepariwisataan disebut “mature tourist” atau
wisatawan yang berpengalaman, dimana mereka melakukan perjalanan atau
kunjungan ke kawasan lain dengan tujuan tidak hanya bersifat recreational
tetapi lebih bermotivasi untuk menimba pengalaman melalui keterlibatan
langsung dengan aktivitas kehidupan dan tradisi serta budaya masyarakat
lokal. Segmen wisatawan tersebut terdiri dari lanjut usia atau pensiunan
(retired) yang pada umumnya merupakan kelompok menengah ke atas dan
berpendidikan yang mempunyai waktu luang untuk bepergian.

6. Tinjauan Pariwisata Berbasis Masyarakat (CBT)


Pariwisata Berbasis masyarakat atau biasa disebut Community Based
Tourism (CBT) merupakan konsep pengembangan suatu destinasi wisata
melalui pemberdayaan masyarakat lokal, dimana masyarakat turut andil
dalam perencanaan, pengelolaan, dan pemberian suara berupa keputusan
dalam pembangunannya. Menurut Hausler (Sunaryo, 2013:139), pada

13
hakekatnya pariwisata berbasis masyarakat adalah suatu pendekatan dalam
pembangunan pariwisata yang menekankan pada masyarakat lokal, baik
yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam industri pariwisata,
dalam bentuk pemberian akses pada manajemen dan sistem pada
pembangunan kepariwisataan yang berujung pada pemberdayaan politis
melalui kehidupan yang lebih demokratis, termasuk dalam pembagian
keuntungan dari kegiatan kepariwisataan secara lebih adil bagi masyarakat
lokal. Pariwisata berbasis masyarakat merupakan bentuk pariwisata
berekelanjutan. Meskipun demikian, ada perbedaan mendasar antara kedua
konsep tersebut, pariwisata berbasis masyarakat mengedepankan
pendekatan bottom-up, sedangkan pariwisata berkelanjutan
mengedepankan tap-down. Pendekatan bottom-up mengandung arti bahwa
inisiatif untuk pengembangan pariwisata berasal dari masyarakat,
sedangkan pada pendekatan tap-down mengandung arti bahwa
pengembangan pariwisata berasal dari inisiatif pemerintah. Penerapan
konsep pariwisata berbasis masyarakat harus disesuaikan dengan
karakteristik suatu destinasi, baik kondisi fisik, masyarakat, pemangku
kepentingan, dan sistem ekonominya. Penyesuaian tersebut diperlukan
mengingat setiap destinasi memiliki keunikan masing-masing sehingga
berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan karakteristik destinasi
tersebut mengakibatkan tidak ada model pariwisata berbasis masyarakat
yang langsung dan secara tepat dapat diimplementasikan di destinasi
berbeda tanpa melalui penyesuaian-penyesuaian (Tasci et al, 2013).
Menurut Russell.P. (dalam Anne Motilainen, 2018), Pariwisata Berbasis
Masyarakat/Community Based Tourism dapat memberikan regenerasi
ekonomi dan sosial sekaligus melindungi budaya terhadap arus pasang
globalisasi yang meningkat. Oleh karena itu, Community Based Tourism
harus memenuhi beberapa kriteria berikut :
a) Mendapat dukungan dan partisipasi masyarakat lokal
b) Memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat
c) Aktivitas kepariwisataan melindungi budaya dan lingkungan alam.

14
Hayati (2016) menjelaskan bahwa secara formal pengembangan wisata
berbasis masyarakat merupakan kebijakan resmi pemerintah sebagaimana
tersirat dalam prinsip kepariwisataan Indonesia yang dirumuskan oleh
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, yang mencakup prinsip-prinsip
sebagai berikut:
a) Masyarakat sebagai kekuatan dasar
b) Pariwisata : dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat
c) Pariwisata adalah kegiatan seluruh lapisan masyarakat, sedangkan
pemerintah hanya merupakan fasilitator.

Sunaryo (2013) juga berpendapat bahwa pada dasarnya terdapat


beberapa prinsip pokok dalam strategi perencanaan pembangunan
kepariwisataan yang berbasis pada masyarakat, yaitu :
a) Mengikut sertakan amggota masyarakat dalam pengambilan keputusan
b) Adanya kepastian masyarakat lokal menerima manfaat dari kegiatan
kepariwisataan
c) Menjamin sustanbilitas lingkungan .
d) Memelihara karakter dan budaya lokal yang unik.

Dengan mengacu pada prinsip tersebut, Sunaryo mengembangkan 4


indikator yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat yaitu :
a) Adanya dana untuk pengembangan komunitas (karang taruna)
b) Terciptanya lapangan pekerjaan di sektor pariwisata
c) Timbulnya pendapatan masyarakat di sektor pariwisata
d) Pendistribusian keuntungan secara adil pada anggota.

Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat membutuhkan


partisipasi masyarakat yang baik. Dalam konsep pariwisata berbasis
masyarakat, masyarakat seharusnya diajari untuk mengelola destinasi
pariwisata agar tercapai pariwisata yang berkelanjutan (Sunaryo,2013).

15
7. Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism)
Pariwisata berkelanjutan adalah proses pembangunan pariwisata yang
berorientasi pada kelestarian sumber daya yang dibutuhkan untuk
pembangunan pada masa mendatang. United Nation Wold Tourism
Organization (UNWTO) mendefinisikan Pariwisata berkelanjutan sebagai
pariwisata yang memperhitungkan secara penuh dampak ekonomi, sosial
dan lingkungan sekarang dan yang akan datang, menjawab kebutuhan
pengunjung, industri (pariwisata), lingkungan dan komunitas tuan rumah.
Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui
beberapa prinsip. Menurut Sunarta dan Arida (2017:12) Prinsip-prinsip
tersebut adalah :
a) Partisipasi
Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol pembangunan
pariwisata dengan ikut terlibat dalam menentukan visi pariwisata,
mengidentifikasi sumber daya yang akan dipelihara dan ditingkatkan,
serta mengembangkan tujuan-tujuan dan strategi-strategi untuk
pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata. Masyarakat juga
harus berpartisipasi dalam mengimplementasikan strategi-strategi yang
telah disusun sebelumnya.
b) Keikutsertaan Para Pelaku/Stakeholder Involvement
Para pelaku yang ikut serta dalam pembangunan pariwisata meliputi
kelompok dan institus LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat),
kelompok sukarelawan, pemerintah daerah, asosiasi wisata, asosiasi
bisnis dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan berkepentingan serta
yang akan menerima dampak kegiatan pariwisata.
c) Kepemilikan Lokal
Pembangunan pariwisata harus menawarkan lapangan pekerjaan yang
berkualitas untuk masyarakat setempat. Fasilitas penunjang
kepariwisataan seperti hotel, restoran dan sebagainya seharusnya
dikembangkan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Beberapa
pengalaman menunjukan bahwa pendidikan dan pelatihan bagi

16
penduduk setempat serta akses untuk pelaku bisnis/wirausahawan
setempat benar-benar dibutuhkan dalam mewujudkan kepemilikan
lokal. Lebih lanjut, keterkaitan (linkages) antara pelaku-pelaku bisnis
dengan masyarakat lokal harus diupayakan dalam menunjang
kepemilikan lokal tersebut.
d) Pembangunan Sumber Daya yang Berkelanjutan
Pembangunan pariwisata harus dapat menggunakan sumber daya
dengan berkelanjutan yang artinya kegiatan-kegiatan pariwisata harus
menghindari penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui
(irreversible) secara berlebihan. Hal ini juga didukung dengan
keterkaitan lokal dalam tahap perencanaan, pembangunan dan
pelaksanaan sehingga keuntungan yang adil dapat diwujudkan. Dalam
pelaksanaannya, kegiatan pariwisata harus menjamin bahwa sumber
daya alam dan buatan dapat dipelihara dan diperbaiki dengan
menggunakan kriteria-kriteria dan standar-standar internasional.
e) Mewadahi Tujuan-tujuan Masyarakat
Tujuan-tujuan masyarakat hendaknya dapat diwadahi dalam kegiatan
pariwisata agar kondisi yang harmonis antara pengunjung/wisatawan
dengan masyarakat setempat dapat terwujud. Misalnya, kerja sama
dalam wisata budaya atau cultural tourism partnership dapat dilakukan
mulai dari tahap perencanaan, manajemen, sampai pada pemasaran.
f) Daya Dukung
Daya dukung atau kapasitas lahan yang harus dipertimbangkan meliputi
daya dukung fisik, alami, sosial dan budaya. Pembangunan dan
pengembangan harus sesuai dan serasi dengan batasan-batasan lokal dan
lingkungan. Rencana dan pengoperasian seharusnya dievaluasi secara
regular sehingga dapat ditentukan penyesuaian/perbaikan yang
dibutuhkan. Skala dan tipe fasilitas wisata harus mencerminkan batas
penggunaan yang dapat ditolensi (limits of acceptable use).

17
g) Monitor dan Evaluasi
Kegiatan monitor dan evaluasi pembangunan pariwisata berkelanjutan
mencakup penyusunan pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata serta
pengembangan indikator-indikator dan batasan-batasan untuk
mengukur dampak dampak pariwisata. Pedoman atau alat-alat bantu
yang dikembangkan tersebut harus meliputi skala nasional, regional,
dan lokal.
h) Akuntabilitas
Perencanaan pariwisata harus memberi perhatian yang besar pada
kesempatan mendapatkan pekerjaan, pendapatan dan perbaikan
kesehatan masyarakat lokal yang tercermin dalam kebijakan-kebijakan
pembangunan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam seperti
tanah, air, dan udara harus menjamin akuntabilitas serta memastikan
bahwa sumber-sumber yang ada tidak dieksploitasi secara berlebihan.
i) Pelatihan
Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan pelaksanaan
program-program pendidikan dan pelatihan untuk membekali
pengetahuan masyarakat dan meningkatkan keterampilan bisnis,
vocational dan professional. Pelatihan sebaiknya meliputi topik tentang
pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan, serta topik-topik
lainyang relevan.

Menurut Chamdani (2018:28) pembangunan pariwisata berkelanjutan


merupakan upaya terpadu dan terorganisir guna mengembangkan kualitas
hidup melalui pengembangan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumber daya
alam dan budaya secara berkelanjutan. Ada beberapa aspek yang harus
diperhatikan dalam pariwisata berkelanjutan, yaitu :
a) Aspek Lingkungan
Pembangunan pariwisata yang berwawasan lingkungan berarti
mendayagunakan sumber daya alam sebagai daya tarik wisata, dan

18
upaya untuk melestarikan serta mengembangkan lingkungan itu sendiri
(Chamdani, 2018:72)
b) Aspek Ekonomi
Memastikan kegiatan ekonomi jangka panjang yang layak, memberikan
manfaat sosial ekonomi kepada semua stakeholder dengan andil, seperti
pekerjaan tetap, kesempatan mendapatkan penghasilan (membuka
usaha), dan pelayana sosial kepada masyarakat lokal, serta mengurangi
kemiskinan. Memperhatikan aspek ekonomi, pembangunan pariwisata
secara berkelanjutan memberi dampak positif pada setiap stakeholder
seperti adanya lapangan pekerjaan yang bisa menjadi solusi
pemberantasan kemiskinan.
c) Aspek Sosial Budaya
Aspek sosial budaya memiliki peranan untuk menjaga atau
menghormati keaslian sosial budaya masyarakat setempat, melestarikan
nilai-nilai warisan budaya, adat yang mereka bangun, dan berkontribusi
untuk meningkatkan rasa toleransi serta pemahaman antar budaya.

Untuk mencapai pariwisata berkelanjutan, dibutuhkan peranan dari


beberapa pihak, yaitu :
a) Peran Pemerintah
Menurut Martins, Paturusi, dan Surya (2017), peran pemerintah dalam
pencapaian pariwisata berkelanjutan adalah : pemerintah berperan
dalam membuat regulasi (adanya regulasi, semua kegiatan yang
berhubungan dengan kepariwisataan berjalan dengan tertib dan lancar
sesuai yang diharapkan), pemerintah berperan dalam menyediakan
sarana dan prasarana, pemerintah berperan dalam membuat perencanaan
(perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan
secara matang daripada hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang
datang dalam rangka pencapaian yang telah ditentukan), pemerintah
berperan dalam melakukan pengawasan (fungsi pengawasan dapat
dilakukan setiap saat, baik selama proses manajemen atau administrasi

19
berlangsung, maupun setelah berakhir, untuk mengetahui tingkat
pencapaian tujuan suatu organisasi atau unit kerja).
b) Peran Masyarakat
Peran serta masyarakat tentunya akan timbul karena adanya manfaat
langsung yang didapatkan dari lingkungan sekitar pariwisata. Agar
dapat memberikan manfaat maka lingkungan tersebut harus dijaga
dengan baik, maka masyarakat yang akan mendapatkan keuntungan
secara ekonomi.
c) Peran Swasta
Pihak swasta sebagai pelaku bisnis mempunyai peran dalam
manyediakan sarana pendukung pariwisata. Peran dari swasta juga
diharapkan dapat memberikan lapamgan pekerjaan kepada masyarakat
lokal, menjalin kerja sama dengan pemerintah untuk melakukan
pembinaan terhadap masyarakat untuk meningkatkan kreatifitas
masyarakat dan melakukan kerja sama dengan masyarakat lokal berupa
pemanfaatan fasilitas lokal dalam hal pembuatan paket wisata yang
ditawarkan kepada wisatawan.

F. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan bagi penulis dalam
melakukan penelitian sehingga dapat memperkaya teori yang digunakan dalam
mengkaji penelitian yang dilakukan. Berikut ini merupakan penelitian terdahulu
yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan penulis.

Tabel 1. Penelitian terdahulu

No Nama dan Judul Penelitian Jenis Hasil Penelitian


Tahun Penelitian
Penelitian
1 M. Agus Strategi pengembangan Analisis Desa Selumbung memiliki
Sutiarso, pariwisata berbasis SWOT peluang untuk
dkk (2018) budaya di Desa mengembangkan produk
Selumbung, wisata berbasis budaya.
Karangasem Produk wisata tersebut berupa
rangkaian aktivitas pariwisata
yang dapa dikemas ke dalam
paket wisata. berdasarkan

20
hasil penelitian, maka dapat
disarankan bahwa dalam
pengembangan pariwisata
berbasis budaya di desa
Selumbung dibutuhkan
koordinasi dan kerja sama
seluruh stakeholder pariwisata
(pemerintah, swasta,
perguruan tinggi, lembaga
swadaya masyarakat) dalam
setiap pelaksanaan program
pemberdayaan.
2 Riska Strategi Kualitatif Pengembangan wisata ini
Saputri pengembangan desa mengalami hambatan dalam
(2018) wisata Limbasari usaha pengembangannya.
melalui pemberdayaan hambatannya adalah
masyarakat kurangnya promosi,
Kecamatan Bobotsari, kurangnya toko souvenir atau
Kabupaten pusat oleh-oleh, terbatasnya
Purbalingga dana dan kurangnya
koordinasi dengan pemerintah.
3 Ni Ketut Strategi Analisis Berdasarkan analisis factor
Larasati dan pengembangan deskriptif internal dan eksternal, strategi
Dian Pariwisata budaya kualitatif, pengembangan pariwisata
Rahmawati yang berkelanjutan analisis budaya yang berkelanjutan
(2017) pada Kampung Lawas konten, pada Kampung Lawas Maspati
Maspati, Surabaya IFAS dan berada pada posisi
EFAS, menguntungkan karena
dan memiliki faktor peluang dan
matrik kekuatan yang lebih dominan
SWOT dan Growth Strategy.
Berdasarkan hasil analisis
terhadap fakor internal dan
eksternal dengan
menggunakan matriks SWOT,
terdapat empat strategi utama
pengembangan pariwisata
yang berkelanjutan yang dapat
diimplementasikan yaitu :
Strategi optimalisasi
pengelolahan pariwisata
budaya, strategi optimalisasi
potensi home based
enterprises pada kampung
untuk mendukung kegiatan
pariwisata, pemanfaatan
budaya intangible , pada
kampung sebagai produk
pariwisata budaya, dan
pengelolaan asset budaya
tangible pada kampung
melalui peluang kerja sama.

Sumber : Penulis, diolah kembali 2020

21
G. Konsep Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian, seorang peneliti harus membuat
konsep penelitian. Hal ini karena konsep penelitian merupakan pedoman bagi
peneliti untuk mencapai hasil penelitian yang relevan. Berikut adalah gambaran
konsep penelitian dalam penelitian ini yang disajikan dalam bentuk tabel.

Tabel 2. Konsep Penelitian

No Variabel Devenisi Operasional Indikator


1. Potensi Obiama (dalam Mahendra Putra, 2016),a. What to see
Daya Potensi wisata budaya adalah yang adab. What to do
Tarik hubungannya dengan keunggulan budaya danc. What to
Wisata keunikan dari orang, baik buatan manusia buy
Budaya atau diwariskan. Diantara warisan budayad. What to
dari manusia yang bisa menjadi sumber arrived
tempat wisata yaitu seperti bahasa daerah ataue. What to
bahasa ibu, tarian, musik, adat istiadat, gaun, stay
monument bersejarah, gambar, seni dan
kerajinan, festival, aksi unjuk rasa keagamaan
tardisioanl, pernikahan tradisional,
penguburan, dan lain-lain.

2 Strategi Rangkuti (dalam Yunita, 2015), Strategi1. Attraction


Pengem pengembangan merupakan suatu alat untuk (Atraksi)
bangan mencapai tujuan dalam kaitannya dengan2. Amenities
Daya jangka panjang, program tindak lanjut serta (Fasilitas)
Tarik prioritas sumber daya. 3. Accessibilit
Wisata y
(Aksesibilit
as)
4. Ancillary
(pelayanan
tambahan)

Sumber : Penulis, diolah kembali 2020

H. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir ialah penjelasan sementara terhadap gejala yang
menjadi objek permasalahan. Kerangka berpikir memuat tentang apa saja yang

22
hendak dicapai dalam penelitian. Berikut adalah gambar Kerangka berpikir
dalam penelitian ini :

Potensi Daya Tarik Wisata Budaya


Kampung Adat Matabesi

Strategi pengembangan

Hasil

Sumber: Diolah oleh Penulis

Gambar 1. Kerangka berpikir Strategi Pengembangan Potensi Kampung Adat


Matabesi.

I. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif. Menurut Boghdan dan Tailor (dalam Fitriani: 2017), metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.

2. Jenis dan sumber data


a) Jenis data
Agar penelitian ini mendapatkan hasil yang relevan, maka jenis data
yang digunakan adalah:
1) Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data informasi yang dihimpun dalam bentuk
kalimat verbal bukan berupa simbol angka atau bilangan. Data
kualitatif didapatkan melalui proses menggunakan teknik analisis
mendalam dan tidak bisa diperoleh secara langsung. Dapat berupa

23
ciri-ciri, sifat-sifat, keadaan atau gambaran dari kualitas objek yang
diteliti.
2) Data Kuantitatif
Data Kuantitatif adalah data informasi yang berupa simbol angka
atau bilangan.
b) Sumber Data
1) Data Primer
Data primer merupakan data yang didapatkan dari sumber pertama
(tidak melalui media perantara), berupa opini subjek (orang) dalam
hal ini adalah informan, secara individu maupun kelompok atau
hasil observasi terhadap suatu benda (fisik).
2) Data Sekunder
Data sekunder diperoleh secara tidak langsung melalui media
perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder
umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah
tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan
yang tidak dipublikasikan.

3. Populasi dan Sampel/ ruang lingkup penelitian


Berikut adalah Subyek dan Obyek dalam penelitian ini.
a) Subyek Penelitian
Subyek dalam sebuah penelitian memiliki peranan yang sangat penting.
Hal ini karena subyek merupakan data tentang variabel yang akan
diamati oleh peneliti. Subyek penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan teknik purposive sampling. Dalam penelitian ini, peneliti
akan menetapkan beberapa orang sebagai informan yang peneliti
anggap mampu memberikan informasi yang akurat mengenai daya tarik
wisata yang akan diteliti. Berikut adalah informan dalam penelitian ini :
1) Informan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Belu (meliputi Kepala
Bidang Tata Kelolah Destinasi Dinas Pariwisata Kabupaten Belu,
Kepala Bidang Pengembangan SDM & Ekraf, Kepala bidang
Promosi dan pemasaran).

24
2) Kepala Desa/Lurah.
3) Tokoh-tokoh adat, dan
4) Wisatawan yang pernah berkunjung ke daya tarik wisata Kampung
Adat Matabesi.
b) Obyek Penelitian
Obyek penelitian merupakan permasalahan yang mau diteliti. Obyek
dalam penelitian ini yaitu di Kampung Adat Matabesi, Kelurahan
Umanen, Kecamatan Atambua Barat, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Dalam penelitian ini peneliti juga melibatkan Dinas
Pariwisata Kabupaten Belu sebagai obyek penelitian.

4. Teknik pengumpulan data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, pengamatan terhadap seluruh individu anggota suatu populasi
atau anggota sample yang pada hakekatnya bertujuan untuk memperoleh
data. Sugiono (dalam Yunita 2015) menyatakan bahwa tanpa mengetahui
teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Ada beberapa teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yakni :
a) Teknik Observasi
Dalam teknik ini peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke
lokasi sasaran untuk melihat secara langsung situasi dan kondisi yang
sebenarnya. Observasi dilakukan terhadap potensi-potensi objek wisata
tersebut.
b) Teknik Wawancara
Wawancara dalam sebuah penelitian bertujuan untuk memperoleh
informasi dari berbagai narasumber.
Ada dua Jenis teknik wawancara dalam penelitian ini , yaitu :
1) Wawancara mendalam (in-depth interview) : peneliti menggali
informasi secara mendalam dengan cara terlibat langsung dengan
kehidupan informan dan bertanya jawab secara bebas tanpa

25
pedoman pertanyaan yang disiapkan sebelumnya sehingga
suasananya hidup, dan dilakukan berkali-kali.
2) Wawancara terarah (Guided interview) : peneliti menanyakan
kepada informan hal-hal yang telah disiapkan sebelumnya.
Wawancara terarah memiliki kelemahan, yakni suasana tidak hidup,
karena peneliti lebih memperhatikan daftar pertanyaan yang
diajukan daripada bertatap muka dengan informan, sehingga
suasana terasa kaku.
c) Studi Kepustakaan (Library Research)
Studi pustaka (Library Research) adalah teknik pengumpulan data dari
berbagai bahan pustaka (referensi) yang relevan dan mempelajari yang
berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. Dalam mengumpulkan
data penelitian dilakukan melalui membaca berbagai referensi yang
relevan dan yang sesuai dengan penelitian yang dijalankan. Untuk
menunjang kelengkapan informasi dan untuk menyempurnakan
penelitian ini, maka peneliti juga perlu mencari referensi dari buku teks
serta jurnal-jurnal ilmiah yang memuat tentang strategi pengembangan
daya tarik wisata budaya berbasis masyarakat.
d) Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2015:329), Dokumentasi adalah suatu cara yang
digunakan untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku,
dokumen, tulisan angka dan gambar yang berupa laporan serta
keterangan yang dapat mendukung penelitian. Dalam kegiatan
dokumentasi juga diperlukan alat-alat penunjang sebagai bukti, yaitu
buku catatan, tape recorder dan kamera.

5. Teknik Analisis Data


Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis yang
diperoleh dari berbagai sumber yaitu observasi, wawancara, dokumentasi
dan studi pustaka serta catatan lapangan dengan cara mengorganisasikan
data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih dan membuat kesimpulan sehingga

26
mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Ada beberapa
Komponen dalam analisis data yaitu:
a) Reduksi Data
Reduksi data merupakan tahap awal dalam analisis data. Tahap ini
dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam memahami data yang
telah diperoleh. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, dan fokus pada hal-hal yang penting, sehingga data yang
direduksi memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti
untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila
diperlukan. Dalam melakukan penelitian, biasanya data yang diperoleh
peneliti jumlahnya banyak, sehingga peneliti perlu mengolah kembali
data-data yang ada.
b) Penyajian Data
Penyajian data adalah proses penyusunan informasi yang dilakukan
secara sistematis untuk memperoleh kesimpulan-kesimpulan sebagai
temuan penelitian. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar ketegori,
flowchart dan sejenisnya.
Miles dan Huberman membatasi suatu penyajian data sebagai
sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Mereka meyakini
bahwa penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan suatu cara yang
utama bagi analisis kualitatif yang valid, yang meliputi berbagai jenis
matrik, grafik, jaringan dan bagan. Semuanya dirancang dengan tujuan
untuk menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk
yang padu dan mudah diraih.
c) Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data sangatlah penting. Keabsahan data dimaksud untuk
memperoleh tingkat kepercayaan yang berkaitan dengan seberapa jauh
kebenaran hasil penelitian, mengungkapkan dan memperjelas data

27
dengan fakta-fakta aktual di lapangan. Berikut ini adalah penjelasan
tentang 4 tahap pengujian keabsahan data yang dimaksud:
1. Derajat kepercayaan (credibility)
Dalam pengujian kredibilitas data terdapat bermacam-macam cara
pengujian. Berikut adalah cara pengujian keabsahan data dalam
penelitian ini :
a. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan
sesuatu yang di luar data untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembandingan terhadap data itu. Triangulasi merupakan
teknik pemeriksaan data penelitian dengan cara membanding-
bandingkan antara sumber, teori, maupun metode/teknik
penelitian.
b. Kecukupan Referensial
Kecukupan referinsial yang dimaksud adalah kecukupan bahan
referensi sebagai pendukung untuk membuktikan data yang telah
ditemukan oleh peneliti. Kecukupan referensi sebagai salah satu
teknik pemeriksaan keabsahan data dapat dilakukan dengan cara
menghimpun sebanyak mungkin sumber dukungan dalam
penelitian, baik sumber bahan rujukan yang relevan berupa buku-
buku kepustakaan, laporan penelitian dan karya-karya ilmiah
lainnya.
c. Ketekunan
Ketekunan yang dimaksud adalah ketekunan dalam pengamatan.
Ketekunan pengamatan dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri
dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan
persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan
diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
d. Analisis Kasus Negatif
Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai dengan hasil
penelitian hingga pada saat tertentu. Teknik analisa kasus negatif

28
biasanya dilakukan dengan cara mengumpulkan contoh dan
kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan
informasi yang telah dikumpulkan yang kemudian digunakan
sebagai pembanding.
2. Transferability
Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian
kualitatif. Validitas eksternal menunjukan derajat ketepatan atau
dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel
tersebut diambil. Oleh karena itu, peneliti dalam membuat
laporannya harus memberikan uraian secara rinci, jelas, sistematis
dan dapat dipercaya.
3. Kebergantungan (dependability)
Dalam penelitian kualitatif, ketergantungan sebagai ciri keabsahan
data dimaknai sebagai adanya faktor-faktor yang saling terkait yang
harus dihubungkan oleh seorang peneliti, baik data, sumber data,
teknik penggalian data atau instrument yang digunakan, hingga
konteks setiap peristiwa yang ditemui dalam setiap penelitian
(Ibrahim, 2015:120)
4. Kepastian (confirmability)
Kepastian yang dimaksud adalah kepastian hasil penelitian.
Confirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan
proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari
proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah
memenuhi standar confirmability.
d) Analisis SWOT
Menurut Udaya (2013:40), Analisis SWOT adalah analisis kekuatan
(Strength), kelemahan (weakness), ancaman (treaths) yang dihadapi
perusahaan atau organisasi. SWOT merupakan metode perencanaan
strategi yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (sterngths),
kelemahan (weakness), peluang (opportunities) dan ancaman (threats)

29
dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Berikut ini adalah salah
satu contoh gambar matriks SWOT.

Sumber : Rangkuti (2016)

Gambar 2 : Matriks SWOT

Berikut adalah keterangan dari matriks SWOT tersebut :


1) Strategi SO ( Strength and opportunity).
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu
dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
2) Strategi WO (Weakness and Opportunity)
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan kelemahan yang
ada.
3) Strategi ST (Strength and Threats)
Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan
untuk mengatasi ancaman.

30
4) Strategi WT (Weakness and Treaths)
Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensive dan
berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari
ancaman.
e) Penarikan Kesimpulan.
Penarikan kesimpulan merupakan tahap dimana peneliti harus
memahami dan merangkum data yang terkumpul kemudian dibuat
dalam bentuk pernyataan singkat dan mudah dipahami dengan mengacu
pada masalah yang diteliti. Data-data tersebut dibandingkan dan
dihubungkan dengan yang lainnya sehingga mudah ditarik kesimpulan
sebagai jawaban dari setiap permasalahan yang ada.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan
berubah apabila tidak ditemukan bukti yang kuat dan mendukung pada
tahap pengumpulan data berikutnya. Apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti yang valid dan
konsisten saat peneliti kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data
maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang
credibel. Pada penelitian ini peneliti memberikan kesimpulan
berdasarkan hasil wawancara, observasi, dokumentasi dan studi
kepustakaan.
J. Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 12 Minggu dengan tahapan – tahapan seperti
pada tabel berikut :
Tabel 3. Jadwal Penelitian

Minggu
Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Observasi
Penyusunan Proposal
Pengumpulan Data
Pengelolaan Data
Penyelesaian Skripsi
Sumber: Diolah oleh Penulis

31
K. Curiculum Vitae

Nama : Riniyati Elisabeth Mooy


Tempat Tanggal Lahir : Oebaffok, 8 Juli 1997
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Nangka, Kota Kupang
Pekerjaan : Mahasiswa
Status : Belum Menikah
Tinggi/ Berat badan : 155 cm/ 39 kg
Telepon : 085333484788
Email : mooyrini@gmail.com
Riwayat Pendidikan : 2003-2009 SDN Oebaffok
2009-2012 SMPN 2 Rote Barat Laut
2012-2015 SMAN 1 Rote Barat Daya
2016-2020 Politeknik Negeri Kupang

32
Daftar Pustaka

Andriani, Digna Merian & I Nyoman Sunarta. (2015). Pengelolaan Desa Wisata
Belimbing Menuju Pariwisata Berkelanjutan Kecamatan Pupuan,
Kabupaten Tabanan, Bali. Jurnal Destinasi Pariwisata Vol.3 No.1 .
Anindita, M. (2015). Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Kunjungan ke Kolam Renang Boja. Semarang : Fakultas Ekonomika dan
Bisnis Universitas Diponegoro.
Chamdani, U. (2018). Dimensi-dimensi Pariwisata Berkelanjutan. Yogyakarta:
Deepublish.
Damanik, Phil Janianton. 2013. Pariwisata Indonesia : Antara Peluang dan
Tantangan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Fitriana, A. Indah Nur. (2017). Strategi Pengembangan Desa Wisata (Studi Kasus
Di Desa Pulesari). Skripsi, Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.
Ibrahim. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Ilham, M. (2020). Retrieved 2020, from Pengertian Strategi Menurut Para Ahli
Secara Umum: https://materibelajar.co.id/pengertian-strategi/
Nafila, O. (2013). Peran Komunitas Kreatif dalam Pengembangan Pariwisata
Budaya di Situs Megalitikum Gunung Padang. Jurnal Perencanaan
Wilayah dan Kota, No.24, Vol.1 , 65-80.
Nugroho, D. S. (2017). Community Based Tourism Tantangan Dusun Nglepen
Dalam Pengembangan Desa Wisata.
Hayati, Nur. (2014).Wisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) di
Desa Tompobulu Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Info
Teknis Eboni Vol. 11 No. 1 Mei, 45-52
Rangkuti, F. (2016). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Russell, P. (2013). Travel and Tourism Analysist. Journal Article Travel and
Tourism Intelegence London .

33
Saputri, R. (2018). Strategi Pengembangan Desa Wisata Limbasari Melalui
Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan Bobotsari Kabupaten
Purbalingga. Skripsi, Institut Agama Islam Negeri Purwokerto.
Sunaryo, B (2013). Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata : Konsep dan
Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.
Sugiyono (2015). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung:
Alfabeta.
Suasapha, A. H. (2016). Implementasi Konsep Pariwisata Berbasis Masyarakat
Dalam Pengelolaan Pantai Kedonganan. JUMPA VOLUME 2 NOMOR
2, JANUARI 2016 , 58-76.
Sutiarso, M. A, dkk. (2018).Stratei Pengembangan Pariwisata Berbasis Budaya di
Desa Selimbung, Karangasem. Jurnal Pariwisata Budaya Volume 3,
Nomer 2, Tahun 2018 , 15-23.
Tasci, dkk. (2013). Community Based Tourism Finding The Equilibrium in
COMCEC Context, Setting the Pathway for the Future . Ankara:
COMCEC Coordination Office.
Udaya, J.K. (2013). Manajemen Strategi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan
Wilopo, & Hakim. (2017). Strategi Pengembangan Destinasi Pariwisata Budaya.
(Studi kasus pada kawasan situs trowulan sebagai pariwisata budaya
unggulan di Kabupaten Mojokerto). Jurnal Administrasi Bisnis. Vol.41
No.1 Januari 2017 .
Yunita . (2015). Strategi Pengembangan Pariwisata Di Desa Sawarna Kecamatan
Baya Kabupaten Lebak. Skripsi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Serang.
Wiwin, I. W. (2018). Community Based Tourism Dalam Pengembangan
Pariwisata Bali. Pariwisata Budaya, Vol.3, Nomer 1, Tahun 2018 .
Zaenuddin. (2018). Retrieved 2020, from Pengertian Observasi, Jenis, Tujuan,
Contoh & Observasi Menurut Para Ahli:

34
https://googleweblight.com/i?u=https://artikelsiana.com/pengertian-
observasi-jenis-tujuan-contoh-observasi-para-ahli/&hl=id-ID
Zaenuri, M. (2012). Perencanaan Strategis Kepariwisataan Daerah : Konsep dan
Aplikasi. Jogjakarta: e-Gov Publishing.

35
LAMPIRAN

Pedoman Wawancara Untuk Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya


Manusia Dan Ekraf Di Dinas Pariwisata Kabupaten Belu

I. IDENTITAS
Nama :
Usia :
Jabatan :
Asal :

II. PERTANYAAN
1. Apa pendapat bapak/ibu mengenai penetapan Kampung adat Matabesi
sebagai Daya Tarik Wisata?
2. Sebagai Daya tarik Wisata, Potensi apa saja yang dimiliki kampung adat
Matabesi?
3. Apakah sudah ada program pengembangan di Kampung Adat Matabesi?
4. Bagaimana keterlibatan Dinas Pariwisata dalam mendukung pengembangan
Kampung Adat Matabesi Sebagai Daya Tarik Wisata?
5. Apakah bapak/ibu selaku Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya
Manusia dan Ekraf pernah melibatkan masyarakat Kampung Adat Matabesi
dalam kegiatan pelatihan/sosialisasi pengembangan Sumber Daya Manusia
dan Ekraf untuk mendukung aktivitas wisata di Kampung Adat Matabesi?
Jika pernah, kegiatan apa saja?

36
Pedoman Wawancara Untuk Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya
Manusia Dan Ekraf Di Dinas Pariwisata Kabupaten Belu
I. IDENTITAS
Nama :
Usia :
Jabatan :
Asal :
II. PERTANYAAN
1. Apa pendapat bapak/ibu mengenai penetapan Kampung adat Matabesi
sebagai Daya Tarik Wisata?
2. Sebagai Daya tarik Wisata, Potensi apa saja yang dimiliki kampung adat
Matabesi?
3. Apakah sudah ada program pengembangan di Kampung Adat Matabesi?
4. Bagaimana keterlibatan Dinas Pariwisata dalam mendukung pengembangan
Kampung Adat Matabesi Sebagai Daya Tarik Wisata?
5. Apakah bapak/ibu selaku Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya
Manusia dan Ekraf pernah melibatkan masyarakat Kampung Adat Matabesi
dalam kegiatan pelatihan/sosialisasi pengembangan Sumber Daya Manusia
dan Ekraf untuk mendukung aktivitas wisata di Kampung Adat Matabesi?
Jika pernah, kegiatan apa saja?

37
Pedoman Wawancara Untuk Kepala Bidang Promosi Dan Pemasaran
Pariwisata Di Dinas Pariwisata Kabupaten Belu

I. IDENTITAS
Nama :
Usia :
Jabatan :
Asal :
II. PERTANYAAN
1. Apa pendapat bapak/ibu mengenai penetapan Kampung adat Matabesi
sebagai Daya Tarik Wisata?
2. Sebagai Daya tarik Wisata, Potensi apa saja yang dimiliki kampung adat
Matabesi?
3. Apakah sudah ada program pengembangan di Kampung Adat Matabesi?
4. Apakah masyarakat dilibatkan dalam kegiatan pengembangan Kampung
Adat Matabesi?
5. Bagaimana keterlibatan Dinas Pariwisata dalam mendukung pengembangan
Kampung Adat Matabesi Sebagai Daya Tarik Wisata?
6. Apa peran bapak/ibu selaku Kepala Bidang Promosi dan Pemasaran dalam
mendukung aktivitas wisata di Kampung Adat Matabesi?

38
Pedoman Wawancara Untuk Lurah Umanen

I. IDENTITAS
Nama :
Usia :
Jabatan :
Asal :
II. PERTANYAAN
1. Sejak kapan Kampung Adat Matabesi mulai ditetapkan sebagai Daya Tarik
wisata?
2. Bagaimana tanggapan bapak/ibu selaku Lurah Umanen mengenai
penetapan Kampung Adat Matabesi sebagai Daya Tarik Wisata?
3. Bagaimana respon Masyarakat Umanen terhadap penetapan Kampung
Adat Matabesi sebagai daya tarik wisata?
4. Menurut bapak/ibu, apa saja keunikan yang dimiliki Kampung Adat
Matabesi?
5. Tantangan/kendala Apa saja yang dihadapi oleh masyarakat saat proses
pembangunan Kampung adat Matabesi Sebagai Daya Tarik Wisata, dan
bagaimana menanganinya?
6. Rumah adat tradisional merupakan icon dari Kampung Adat Matabesi.
Berapa biaya yang dibutuhkan untuk membangun 1 rumah adat tradisional?
7. Apa saja dampak positif dan negatif dari pengembangan Kampung Adat
Matabesi sebagai daya tarik wisata (dilihat dari sisi Ekonomi, Sosial dan
budaya, serta lingkungan)?
8. Selain Masyarakat Umanen, apakah ada pihak-pihak lain yang juga terlibat
dalam membantu pembangunan Kampung Adat Matabesi sebagai daya
tarik wisata?
9. Dalam pengembangan pariwisata terdapat beberapa elemen budaya yang
menjadi daya tarik wisata, yakni : Kerajinan, Tradisi, Sejarah dari suatu
tempat/daerah, Arsitektur, Makanan lokal/tradisional, Seni dan musik, Cara
hidup suatu masyarakat, Agama, Bahasa, Pakaian lokal/tradisional.

39
Menurut bapak/ibu, elemen-elemen apa saja yang dimiliki Kampung Adat
Matabesi?

40
Pedoman Wawancara Untuk Tokoh-Tokoh Adat Di Kampung Adat
Matabesi

I. IDENTITAS
Nama :
Usia :
Jabatan :
Asal :
II. PERTANYAAN
1. Bagaimana tanggapan bapak/ibu selaku tokoh adat tentang penetapan
Kampung Adat Matabesi sebagai daya tarik wisata?
2. Bagaimana dampak pengembangan daya tarik wisata Kampung Adat
Matabesi sebagai daya tarik wisata (dilihat dari dampak pengembangan
terhadap lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya di Kampung Adat
Matabesi)?
3. Kendala/tantangan apa yang dihadapi oleh masyarakat serta tokoh-tokoh
adat pada saat Proses pengembangan Kampung Adat Matabesi sebagai daya
tarik wisata, dan bagaimana menanganinya?

41
Pedoman Wawancara Untuk Wisatawan Yang Pernah Berkunjung Ke
Kampung Adat Matabesi

I. IDENTITAS
Nama :
Usia :
Jabatan :
Asal :
II. PERTANYAAN
1. Apa yang memotivasi anda untuk berkunjung ke Kampung Adat Matabesi?
2. Bagaimana kondisi jalan menuju Kampung Adat Matabesi?
3. Bagaimana respon masyarakat lokal dalam menyambut anda sebagai
wisatawan?
4. Apa kesan anda saat berkunjung ke Kampung Adat Matabesi?
5. Fasilitas serta sarana dan prasarana apa saja yang dimiliki Kampung Adat
Matabesi?
6. Apa saran anda agar Kampung Adat Matabesi bisa menjadi Daya tarik
Wisata yang berkualitas?
7. Sapta pesona merupakan kondisi yang harus diwujudkan untuk menarik
minat wisatawan berkunjung ke suatu Obyek Wisata. Ada 7 unsur sapta
pesona yang harus dipenuhi, Yaitu : Keamanan, Ketertiban, Kesejukan,
Keindahan, Keramahan dan Kenangan. Menurut anda, apakah ketujuh unsur
tersebut sudah diterapkan di Kampung Adat Matabesi?

42

Anda mungkin juga menyukai