Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pada tahun 2004 silam di hadapan American Society of Newspaper


Editors, Rupert M. Murdoch yang adalah seorang chairman dari konglomerasi
media terbesar ketiga di dunia yaitu News Corporation, telah melihat masa depan.
Masa depan tersebut adalah „digital‟.1
Murdoch yang dijuluki The Last Media Mogul oleh majalah Time
mengakui bahwa perkembangan pesat internet tidak menjadi isu yang
mencemaskan di awal tahun 1990-an, terutama ketika internet baru menjadi
perbincangan hangat dunia dan hanya segelintir golongan selain kalangan militer
Amerika yang bisa mengakses internet. Akan tetapi seiring dengan berjalannya
waktu dan menurunnya nilai bisnis percetakan menjadi bisnis digital dan semakin
maraknya citizen journalism, Murdoch menambahkan bagaimana kenyataan
terkait internet yang menjadi trend dan tampaknya tidak akan berhenti menjadi
salah satu platform terkuat dalam menyampaikan berita harus dirangkul oleh
mereka yang bekerja sebagai awak media.2
Ternyata apa yang telah dikhawatirkan oleh sang konglomerat media
bukannya tanpa alasan. Terbukti dari data yang dikeluarkan oleh The World
Association of Newspapers and News Publishers (WAN-IFRA), di sepanjang
tahun 1995-2003, oplah surat kabar turun sebanyak 5% di Amerika, turun 3% di
Eropa, dan turun 2% di Jepang. Apabila pada tahun 1960-an ada empat dari lima
orang di Amerika yang membaca surat kabar, di tahun 2005 hanya tersisa dua dari
lima orang dan tiga orang sisanya telah memilih memanfaatkan platform digital
sebagai sumber informasi mereka. Alan Mutter, seorang entrepreneur media dari
Amerika, mengatakan bahwa industri surat kabar di Amerika telah kehilangan

1
S. Craig Watkins, The Young and The Digital, Beacon Press, Boston, 2009, p. ix
2
ibid, p. ix

1
42% pasarnya.3 Bahkan pada tahun 2007 sampai tahun 2011 silam, lebih dari 80%
penduduk di negara-negara maju membaca surat kabar lewat internet, baik ketika
berada di rumah maupun di perjalanan, dengan bermediumkan smartphone yang
mampu mengakses internet di mana saja dan kapan saja.
Di Indonesia sendiri, survei Kementerian Komunikasi dan Informasi
menunjukkan hasil yang mengagetkan. Oplah surat kabar yang semula 6.000.000
di masa awal reformasi, kini menurun menjadi 4.300.000 eksemplar. Bahkan,
total tiras penerbitan yang semula 14.000.000 eksemplar kini berada pada kisaran
7.000.000 eksemplar.4
Adalah harian KOMPAS (selanjutnya ditulis Kompas) yang terbit pada 28
Juni 1965 dan merupakan suatu surat kabar nasional yang berbasis di Jakarta dan
telah mengukuhkan namanya sebagai salah satu surat kabar bergengsi di tanah air
selama empat puluh delapan tahun eksistensinya. Terkait tiras penerbitan, pada
tahun 2004 lalu tiras harian Kompas mencapai angka 530.000 eksemplar, dan
khusus untuk edisi Minggunya mencapa angka 610.000 eksemplar. Dewasa ini,
surat kabar yang telah terdistribusi ke seluruh wilayah Indonesia ini memiliki
sirkulasi oplah rata-rata 500.000 eksemplar per-hari, dengan tingkat keterbacaan
1.850.000. Artinya, sebanyak 1.850.000 orang membaca harian Kompas di setiap
harinya.5
Melihat data-data yang telah disebutkan, harian Kompas seolah tidak
terpengaruh oleh rumor „kematian industri surat kabar dunia‟. Akan tetapi, bukan
berarti harian Kompas tidak memiliki niatan untuk mencegah kemungkinan
terburuk yang dikhawatirkan akan terjadi. Harian Kompas merasa perlu untuk
melakukan regenerasi pembaca, terutama membidik pasar pembaca anak muda di
Indonesia guna mempertahankan laju perkembangan surat kabar ini. Conrad C.
6
Fink menyatakan mengenai pentingnya melakukan regenerasi pembaca dalam
bukunya Strategic Newspaper Management, bahwa pembaca surat kabar akan

3
Tristia Riskawati, Internet, Penggulung Tahta Kejayaan Media Cetak,
http://www.academia.edu/846356/Internet_Pengguling_Tahta_Kejayaan_Media_Cetak.html, 2011,
diakses 19/10/13
4
ars (inisial), Koran Cetak Akan Mati,
http://obyektif.com/news/view/2011/03/14/koran_cetak_akan_mati.html, 2011, diakses 19/10/13
5
http://www.kompasgramedia.com/business/newspapers/kompas.html, diakses 19/10/13
6
Conrad C. Fink, Strategic Newspaper Management, Allyn and Bacon, USA, 1996, hal. 44

2
menghilang kecuali perusahaan surat kabar mulai melakukan strategi untuk
menarik perhatian pembaca muda. Harus selalu terdapat pembaharuan di kalangan
pembaca apabila perusahaan surat kabar ingin bertahan.
Seperti dilansir harian Kompas edisi Kamis, 18 Juni 2009, Indonesia
berada di urutan terbawah dari total 52 negara di kawasan Asia Timur dalam
survei budaya membaca yang dilakukan oleh Organisasi Pengembangan
Kerjasama Ekonomi (OECD) pada tahun 2009 yang lalu. Laporan Bank Dunia
No. 16369-IND (Education in Indonesia from Crisis to Recovery), menyebutkan
bahwa penduduk Indonesia yang menjadikan bacaan sebagai sumber informasi
barulah sekitar 23,5%, sementara televisi menjadi primadona sumber informasi
dengan angka 85,9% dan disusul oleh radio dengan angka 40,3%.
Data-data tersebut menunjukkan betapa belum mengakarnya budaya
membaca di kalangan masyarakat Indonesia. Sementara sudah bukan rahasia lagi
bahwasanya ilmu pengetahuan berkorelasi dengan power, dan power yang
didasari oleh ilmu pengetahuan mampu membantu status negeri ini dari „Negara
Dunia Ketiga‟ atau „Negara Berkembang‟ menjadi suatu negara maju dengan
generasi muda dinamis nan kompetitif. Dan budaya membaca, baik itu membaca
buku-buku teks pelajaran, novel fiksi atau non-fiksi, komik, biografi, buku-buku
how to... dan buku-buku self improvement, adalah salah satu cara untuk
memperoleh ilmu pengetahuan. Khusus untuk menggalakkan budaya membaca
surat kabar, Indonesia bisa berkaca pada Inggris yang memiliki First News;
sebuah surat kabar mingguan yang ditujukan untuk pembaca anak-anak muda
berusia tujuh sampai empat belas tahun, yang pertama kali terbit di tahun 2006
dengan tingkat keterbacaan sebanyak 1.047.543 orang di setiap minggunya.7
Oleh karena itu, selain bertujuan untuk melakukan regenerasi pembaca,
yang bisa juga diartikan sebagai strategi perluasan pasar pembaca, harian Kompas
terus berusaha untuk merealisasikan visi dan misinya dalam upaya nyata
mencerdaskan bangsa. Langkah yang ditempuh oleh harian Kompas dalam
melakukan regenerasi pembaca diwujudkan dengan rubrikasi “MuDA” yang hadir
perdana pada bulan Januari tahun 2005 silam dalam dua halaman. Rubrikasi

7
http://www.firstnews.co.uk/about.html diakses 21/10/13

3
“MuDA” (selanjutnya ditulis tanpa tanda kutip) dinamakan sesuai dengan sasaran
pembaca rubrik tersebut yaitu anak-anak muda berusia 15-18 tahun yang duduk di
bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Rubrik ini menampilkan berbagai tulisan
yang berkaitan erat dengan dunia anak muda; mulai dari isu-isu seputar sekolah,
film, musik, liputan konser, sampai tempat nongkrong yang sedang nge-trend, dan
tidak ketinggalan berbagai hobi unik yang digemari oleh anak muda.
Sesuai dengan sifat anak muda yang cinta perubahan dan kreativitas, maka
pada 12 Januari 2007 harian Kompas melakukan perubahan tidak hanya pada isi
tulisan, tetapi juga pada tata wajah rubrik MuDA. Jumlah halamannya pun
bertambah, dari dua halaman menjadi tiga halaman. Perubahan signifikan lainnya
adalah, harian Kompas memberi tempat khusus bagi siswa setingkat SMA/SMK
untuk menyalurkan bakat menulis, memotret, dan membuat ilustrasi kartun
maupun komik agar mereka bisa turut serta berkontribusi di rubrik ini. Di setiap
edisinya, MuDA menampilkan sebuah artikel menarik yang disusun oleh tim dari
sebuah Sekolah Menengah Atas terpilih yang biasanya mengangkat topik-topik
atau isu-isu terhangat di kalangan siswa sekolah tersebut.
Selain berkesempatan untuk tampil di halaman-halaman rubrik MuDA,
kreativitas dan karya para pembacanya (atau „MuDAers‟ sebutan akrabnya) juga
bisa diwujudkan dalam kehidupan yang dekat dengan lingkungan MuDAers
sendiri. Ini dimungkinkan karena sejak tahun 2008, Kompas MuDA mulai
mengadakan kegiatan yang bersifat off-print.
Berbagai off-print events yang diselenggarakan oleh Kompas MuDA
antara lain adalah workshop fotografi, penulisan, pembuatan kartun dan komik,
sampai workshop desain grafis. MuDA turut pula mengadakan berbagai kompetisi
untuk anak-anak muda berusia 15-24 tahun setanah air yang terdiri dari kompetisi
menulis, fotografi, komik, musik, dan web desain dengan tema besar di setiap
tahunnya.
Off-print events tidak hanya diselenggarakan di Jakarta, tetapi juga
diadakan di Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Palembang,
Medan hingga di Makassar. Ini berarti, program volunteer juga diberlakukan di
delapan kota besar tersebut. Oleh karenanya, terbentuklah suatu Komunitas

4
Kompas MuDA dari berbagai kota-kota besar di Indonesia selama lima tahun
terakhir. Fanpage Kompas MuDA di situs jejaring sosial Facebook sendiri sudah
di-like oleh 3.201 orang. Menurut peneliti, langkah membentuk komunitas beserta
off-print events ini memberikan sebuah keunikan tersendiri bagi Kompas MuDA
apabila dibandingkan dengan strategi membidik pasar pembaca anak muda yang
masih berkutat di seputar bidang jurnalistik saja; seperti yang dilakukan oleh
koran SINDO dengan „Gen SINDO‟ yang terbit tiap Sabtu sejak awal tahun 2013
untuk mahasiswa, dan surat kabar Kedaulatan Rakyat dengan „Kaca‟ untuk siswa
SMA dan „Swara Kampus‟ untuk mahasiswa.

B. RUMUSAN MASALAH
Berangkat dari paparan latar belakang masalah, penelitian ini difokuskan
untuk menjawab pertanyaan:
“Bagaimana strategi komunikasi pemasaran terpadu harian Kompas dalam
membidik pasar pembaca anak muda?”

C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini memliki tujuan untuk memaparkan strategi komunikasi
pemasaran yang dilakukan oleh harian Kompas untuk membidik pasar pembaca
anak muda.

D. MANFAAT PENELITIAN
1). Bagi akademisi
a. Meningkatkan pengetahuan mengenai bentuk-bentuk strategi
komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan surat kabar berskala
nasiional guna memperluas pasar pembacanya, dalam konteks dinamika industri
surat kabar di Indonesia.
b. Memberikan kontribusi terhadap perkembangan literatur penelitian
terkait strategi komunikasi pemasaran yang dilakukan harian Kompas untuk
memperluas pasar pembaca anak muda.

5
2). Bagi praktisi
Sebagai bahan evaluasi terkait strategi komunikasi pemasaran harian
Kompas, seperti dilihat dan berusaha dipahami dari kacamata seorang mahasiswa.

E. KERANGKA PEMIKIRAN

1.1. Komunikasi dan Pemasaran


Ada begitu banyak definisi komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli,
di antaranya definisi komunikasi sebagai tindakan satu arah oleh Everett M.
Rogers,8

“Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber


kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah
tingkah laku mereka”

Definisi komunikasi sebagai interaksi yang menyetarakan komunikasi


dengan suatu proses sebab-akibat atau aksi-reaksi yang arahnya bergantian9, dan
definisi komunikasi sebagai proses pembentukan makna di antara dua orang atau
lebih (definisi komunikasi sebagai transaksi) oleh Stewart L. Tubbs dan Sylvia
Moss.10
Menyesuaikan dengan tema penelitian, cara yang baik untuk
menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang dikemukakan oleh Harold Laswell; Who Says What In Which Channel To
Whom With What Effect. Berdasarkan definisi klasik Laswell tersebut, dapat
diturunkan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain yaitu;
sumber (source/who), pesan (message/what), saluran atau media (channel or
media), penerima (receiver/whom), dan terakhir efek (effect). Jadi, komunikasi
adalah proses penyampaian pesan oleh sumber kepada penerima melalui media
yang menimbulkan efek tertentu. Pemahaman komunikasi berorientasi sumber

8
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000,
hal. 62
9
ibid, p. 65
10
ibid, p. 69

6
(source/who) ini menekankan variabel-variabel tertentu seperti isi pesan, cara
pesan disampaikan, dan daya bujuknya—yang kemudian menimbulkan
pertanyaan sebagai berikut, “Bagaimana strategi komunikasi pemasaran harian
Kompas dalam membidik pasar pembaca anak muda?”
Konsep pemasaran sendiri mulai berkembang pada awal tahun 1900-an,
dan dalam perkembangannya terdapat banyak sekali pemikiran-pemikiran
mengenai konsep pemasaran yang pada awalnya bertitik tolak dari dua aksioma
yang beredar. Aksioma pertama menyatakan bahwa secara esensial, pemasaran
merupakan suatu aktivitasi ekonomi; dan aktivitas lain yang tidak berhubungan
dengan aktivitas ekonomi di tengah-tengah kehidupan masyarakat adalah bukan
pemasaran. Aksioma kedua menyatakan bahwa yang memulai aktivitas dan
program pemasaran adalah pemasar.
Pada perkembangan selanjutnya, dua aksioma tersebut mendapat kritikan
dan akhirnya mengalam perubahan paradigma yang signifikan. Aksioma pertama
yang bertumpu pada aktivitas pertukaran ekonomi telah mengubah pernyataannya
menjadi, “pemasaran merupakan aktivitas pertukaran nilai”; sedangkan aksioma
kedua yang bertumpu pada pemasar sebagai inisiator pemasaran beralih menjadi
aksioma yang lebih berorientasi pada perilaku konsumen—karena konsumen
dinilai lebih mempunyai kekuatan untuk memberi profit dibandingkan dengan
produsen. Perubahan kedua aksioma tersebut menyebabkan munculnya beberapa
aliran pemikiran pemasaran. Aksioma pertama (pertukaran nilai), memicu
kelahiran aliran pemikiran macro marketing, consumerism, dan system approach;
sementara aksioma kedua (perilaku konsumen), memiliki aliran pemikiran
pemasaran buyer behavior, behavioral organization, dan strategic planning.
Dari berbagai aliran pemikiran tersebut, banyak ahli pemasaran yang
sepakat bahwa konsep inti dari pemasaran adalah pertukaran (exchange). Alasan
yang mendasarinya dilihat dari fakta bahwa seluruh aktivitas yang dilakukan oleh
satu individu dengan individu yang lainnya merupakan pertukaran. Tidak ada
seorang individu pun yang mendapatkan sesuatu tanpa memberikan sesuatu baik
langsung maupun tidak langsung. Pertukaran terjadi untuk memuaskan
kebutuhan.

7
Aktivitas pertukaran terjadi dengan ditandai oleh adanya proses
komunikasi yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian
komunikasi memegang peran yang penting dalam aktivitas pertukaran. Ada empat
tingkatan peran proses komunikasi dalam aktivitas pertukaran.
Di tingkat dasar, komunikasi dapat menginformasikan dan membuat
konsumen potensial menyadari keberadaan produk yang ditwarkan produsen.
Komunikasi lantas digunakan untuk membujuk konsumen saat ini dan konsumen
potensial agar terdorong untuk berpartisipasi ke dalam aktivitas pertukaran.
Komunikasi juga merupakan pengingat bagi konsumen mengenai
keberadaan produk yang dulu pernah menjadi partner dalam aktivitas pertukaran
konsumen tersebut; sebagai pengingat bahwa produk masih eksis sampai
sekarang, kualitas produk semakin mumpuni, dan produk mudah ditemukan di
pasaran. Tingkatan „mengingatkan‟ ini adalah penting bagi kelangsungan hidup
perusahaan. Perusahaan dapat bertahan karena adanya konsumen, dan mencari
atau memperoleh konsumen bukanlah hal yang mudah. Adalah fatal apabila
perusahaan bersama produknya sudah mendapatkan konsumen, namun lama-
kelamaan melupakan betapa pentingnya konsumen. Pesan yang disampaikan
dalam komunikasi bersifat persuasif, yaitu bagaimana membujuk konsumen agar
mau melakukan tindakan pembelian dalam aktivitas pertukaran.
Tingkatan peran komunikasi yang terakhir adalah komunikasi sebagai
pembeda produk yang ditawarkan oleh satu perusahaan dengan perusahaan
lainnya. Diferensiasi atau tindakan pembedaan produk berkaitan erat dengan
positioning. Dalam diferensiasi produk, produk yang ditawarkan memang berbeda
secara fisik dan komposisinya dari produk sejenis di pasaran, sementara dalam
positioning; produk yang ditawarkan secara fisik sebenarnya tidak terlalu jauh
berbeda—tetapi perusahaan „menanamkan‟ suatu persepsi tertentu kepada
konsumen, sehingga persepi itulah yang menjadi pembeda. Rise dan Trout
menegaskan,

8
“Positioning is not what you do to a product. Positioning is what you
do to the mind of your potential consumer.”11

Pada tingkatan yang lebih tinggi, peranan proses komunikasi tidak hanya
mendukung aktivitas pertukaran dengan cara menginformasikan, membujuk,
mengingatkan, dan membedakan produk; tetapi juga menawarkan sarana
pertukaran itu sendiri. Proses komunikasi yang terjadi antara perusahaan dengan
konsumen bukan hanya sebagai alat (tool) untuk menjual produk, tetapi juga
sebagai sarana penghantaran nilai-nilai sosial kepada masyarakat. Ambil contoh
kasus beberapa iklan televisi yang gagal menampilkan daya tarik seksual (sex
appeal) sebagai poin head turner produk karena kelalaian perusahaan
memanfaatkan peranan empat proses komunikasi dengan baik dan benar. Pada
tingkatan yang lebih tinggi ini, perusahaan harus teliti memperhatikan daya terima
konsumen terhadap produk. Logikanya, konsumen akan menolak atau bahkan
menghujat produk karena cela yang ditimbulkan oleh penyajian iklan yang
mengusik batas-batas nilai moralitas mereka; terlebih mengingat fakta bahwa
Indonesia adalah negara yang masih menganut nilai-nilai budaya timur dengan
nuansa keagamaan yang taat menjadikan perusahaan harus lebih berhati-hati
dalam mengkomunikasikan produk ke dalam iklan.
Karena itulah diperlukan suatu langkah atau strategi tertentu yang patut
diterapkan oleh perusahaan dalam memasarkan produknya. Langkah atau strategi
ini masih berada dalam ranah komunikasi, dan elemen-elemen komunikasi yang
biasa digunakan oleh perusahaan di antaranya adalah periklanan (advertising),
promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat dan publisitas (public
relations and publicity), penjualan personal (personal selling), dan pemasaran
langsung (direct marketing). Secara kolektif, kelima elemen komunikasi tersebut
disebut sebagai bauran pemasaran atau marketing mix.
Saat ini style produk, harga produk, pelayanan—semuanya
mengkomunikasikan something worth noted kepada konsumen. Setiap kontak
yang terjadi antara perusahaan dengan konsumen membawa kesan dan

11
Al Ries dan Jack Trout, Positioning: The Battle for Your Mind, Penerbit Salemba Empat, Jakarta,
2002, p. 3

9
menimbulkan persepsi berbeda-beda yang bisa memperkuat atau justru
memperlemah citra perusahaan di mata konsumen. Seiring dengan perkembangan
`aman dan teknologi, dewasa ini setiap perusahaan tanpa terkecuali harus jeli
dalam memanfaatkan kelima bauran pemasaran (selanjutnya ditulis marketing
mix), agar pesan yang disampaikan kepada konsumen terhadap produk dapat
diterima dengan efektif karena tepat sasaran, konsisten terhadap positioning, dan
membekas di benak konsumen.

1.2. Strategi Komunikasi Pemasaran Terpadu


Strategi merupakan rencana yang teratur untuk menyesuaikan sumber-
sumber perusahaan dengan peluang pasar. Atau dengan kata lain, strategi
merupakan rencana cermat dan sistematis mengenai kegiatan untuk mencapai
suatu sasaran khusus.
Oleh Lawrence R. Jauch dan William F. Glueck,12 strategi adalah rencana
yang disatukan, menyeluruh, dan terpadu; mengaitkan keunggulan strategi
perusahaan dengan tantangan lingkungan yang dirancang untuk memastikan
bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat
oleh perusahaan. Perusahaan harus benar-benar cermat melihat peluang pasar dan
mengetahui apa yang konsumen butuhkan. Dalam hal ini perusahaan harus pandai
menerapkan strategi komunikasi yang efektif, agar pesan yang disampaikan
kepada audiens tepat sasaran. Dimana kemudian konsep integrated marketing
communications atau konsep komunikasi pemasaran terpadu menjadi pilihan
utama oleh banyak perusahaan dalam menjalankan strategi untuk melihat peluang
pasar dan mengetahui apa yang konsumen butuhkan.
Sementara itu, komunikasi pemasaran merupakan usaha untuk
menyampaikan pesan kepada publik terutama konsumen sasaran/potensial
mengenai keberadaan produk di pasar. Perusahaan sering menggunakan lima atau
lebih elemen marketing mix yang ada untuk menyampaikan usaha komunikasi

12
Lawrence R. Jauch dan William F. Glueck, Manajemen Strategi dan Kebijakan Perusahaan,
Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta, 1996, p. 11

10
pemasaran secara simultan dan terintegrasi, atau yang lebih dikenal sebagai
konsep integrated marketing communications (selanjutnya ditulis IMC).
Konsep IMC sendiri mulai populer sejak tahun 1990-an. The Medill
School of Journalism of Northwestern University mendefinisikan IMC sebagai
sebuah proses yang mengatur segala bentuk sumber informasi tentang produk,
yang nantinya mampu menggerakkan konsumen untuk melakukan pembelian dan
menjaga loyalitas konsumen terhadap produk.
IMC juga dilihat sebagai suatu proses pengembangan dan implementasi
dari berbagai bentuk komunikasi persuasif kepada konsumen saat ini dan
konsumen potensial.
Shimp dalam bukunya Periklanan: Promosi Aspek Tambahan Komunikasi
Pemasaran Terpadu,13 mendefinisikan IMC sebagai sebagai proses pengembangan
dan implementasi berbagai bentuk program komunikasi persuasif kepada
pelanggan dan calon pelanggan secara berkelanjutan. Tujuan IMC adalah
mempengaruhi atau memberikan efek langsung kepada perilaku khalayak sasaran
yang dimilikinya.
Jadi, IMC memperlakukan seluruh sumber yang dapat menghubungkan
pelanggan (konsumen atau konsumen potensial) dengan produk yang ditawarkan
oleh perusahaan adalah jalur potensial untuk menyampaikan pesan di masa
datang. Lebih jauh lagi, IMC menggunakan semua bentuk komunikasi yang
relevan serta dapat diterima oleh konsumen atau konsumen potensial. Proses IMC
berawal dari konsumen atau konsumen potensial, kemudian perusahaan
menentukan dan menetapkan bentuk dan metode yang perlu dikembangkan bagi
program komunikasi yang persuasif.
Pendekatan IMC memiliki lima ciri-ciri utama. Ciri-ciri yang pertama
adalah bahwa IMC mempengaruhi perilaku. Tujuan IMC adalah untuk
mempengaruhi perilaku khalayak sasarannya. Kesuksesan IMC membutuhkan
usaha-usaha komunikasi yang diarahkan kepada peningkatan beberapa bentuk
respon dan perilaku konsumen. Dengan kata lain, IMC bertujuan untuk

13
Terence A. Shimp, Periklanan: Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu Edisi
5, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2003, p. 14

11
menggerakkan konsumen untuk bertindak. Ciri-ciri yang kedua adalah, IMC
berawal dari konsumen atau konsumen potensial, proses IMC kemudian berbalik
kepada perusahaan untuk menentukan metode yang paling tepat dan efektif dalam
mengembangkan program komunikasi persuasif. IMC cenderung menggunakan
pendekatan outside in untuk menentukan metode komunikasi yang paling baik
dalam melayani kebutuhan informasi konsumen serta memotivasi konsumen
potensial untuk membeli produk atau brand. Ciri-ciri yang ketiga adalah, IMC
menjalin hubungan, karena dalam komunikasi pemasaran yang sukses dibutuhkan
terjalinnya hubungan antara produk atau brand dengan konsumen. Dapat
dikatakan bahwa pembinaan hubungan adalah kunci pemasaran dan IMC
merupakan kunci dari terjalinnya hubungan tersebut. Suatu hubungan merupaka
“pengait” yang tahan lama antara produk atau brand dengan konsumen; IMC
membangkitkan hasrat untuk terus membeli produk atau brand dan mampu
mempertahankan loyalitas konsumen terhadap produk atau brand. Ciri-ciri yang
keempat adalah IMC menciptakan sinergi, yaitu berusaha menciptakan sinergi
atau kesinambungan antara semua elemen marketing communication mix.
Koordinasi merupakan hal yang amat penting untuk menghasilkan citra produk
atau brand yang utuh, koordinasi juga mmebuat konsumen beraksi (misalnya
mengikuti kompetisi atau undian berhadiah yang disponsori oleh produk atau
brand). Ciri-ciri yang terakhir adalah, IMC menggunakan bentuk seluruh „kontak‟
yang menghubungkan produk atau brand dengan konsumen sebagai jalur
penyampai pesan yang potensial. „Kontak‟ merupakan segala jenis media
penyampai pesan yang dapat meraih konsumen.
Pendekatan IMC percaya bahwa konsumen dan konsumen potensial harus
didekati dari segala penjuru dan terus-menerus dibombardir dengan informasi dari
segala arah, dengan dipersenjatai marketing communication mix.
Lebih lanjutnya, Kotler dan Keller14 menjelaskan enam elemen marketing
communication mix sebagai berikut:

14
Phillip Kotler and KL Keller, Marketing Management Thirteenth Edition, Pearson, New Jersey,
2009, p. 510-512

12
a). Periklanan (advertising) adalah segala biaya yang harus dikeluarkan
sponsor untuk melakukan presentasi dan promosi non-pribadi dalam bentuk
gagasan, barang, atau jasa.
b). Penjualan personal (personal selling) adalah presentasi pribadi oleh
wiraniaga perusahaan untuk menghasilkan penjualan dan membangun hubungan
pelanggan.
c). Promosi penjualan (sales promotion) adalah insentif jangka pendek
untuk mendorong pembelian atau penjualan suatu produk atau jasa.
d). Corporate Social Responsibility (CSR) adalah membangun hubungan
baik dengan publik terkait untuk memperoleh dukungan, membangun citra
perusahaan yang baik, dan menangani atau menyingkirkan gosip, cerita, atau
peristiwa yang merugikan.
e). Pemasaran langsung (direct marketing) adalah komunikasi dengan
sejumlah konsumen untuk memperoleh tanggapan langsung, biasanya
menggunakan surat, telepon, faksimili, email, dan lain-lain.
f). Event and experiences adalah berbagai kegiatan promosi atau
sponsorship yang dilakukan oleh perusahaan bersama-sama dengan pihak lain
untuk membentuk suatu ikatan antara produk dengan target pasarnya.
15
Belch dan Belch mengemukakan sebuah elemen marketing
communication mix yaitu interactive/internet marketing yang memungkinkan
adanya timbal balik pada arus informasi dalam komunikasi pemasaran, dimana
seluruh partisipan dapat memodifikasi bentuk dan isi informasi yang diterima
secara langsung. Elemen tersebut adalah Word of Mouth.
Word of Mouth (WoM) adalah elemen marketing communication mix yang
biasa dilakukan di antara orang-orang yang saling mengenal. Pembagian
informasi terkait produk di antara orang-orang yang saling mengenal biasanya
jauh lebih dipercaya dan bisa diandalkan ketimbang mendapatkan informasi

15
George E. Belch dan Michael A. Belch, Advertising and Promotion: An Introduction to Integrated
Marketing Communication, The McGraw-Hill Companies, Boston, 2008, p. 20

13
produk dari elemen marketing communication mix lainnya karena praktek WoM
dianggap sudah „dibuktikan‟ oleh kolega yang menggunakan produk tersebut.16
Istilah IMC merupakan pengembangan dari istilah promosi. Kata
“promosi” berkonotasi arus informasi satu arah. Konsekuensinya, promosi
dipersepsikan sebagai bentuk komunikasi yang bersifat massal, sedangkan konsep
IMC lebih bersifat personal atau individual. Selain itu, istilah “integrated” atau
“terintegrasi” menunjukkan keselarasan atau keterpaduan dalam tujuan, fokus,
dan arah strategi antar elemen-elemen marketing communication mix. Dengan
kata lain, IMC menekankan dialog terorganisir dengan audiens internal dan
eksternal yang sifatnya lebih personalized, customer-oriented, dan
mengoptimalkan technology driven approaches.17
Dengan adanya perencanaan yang tepat, pengimplementasian strategi
komunikasi pemasaran diharapkan mampu mencapati communication dan
marketing objective yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Perencanaan
mengenai program komunikasi pemasaran mana yang akan diintegraasikan
memegang peranan penting, karena dengan pemilihan contact point yang tepat,
perusahaan dapat mendekati konsumen dari segala arah dan dari penetrasi media
yang memungkinkan dan sesuai dengan karakteristik target konsumennya.
Berikut adalah lima langkah perencanaan Integrated Marketing
18
Communications yang dikemukakan oleh Larry Percy. Langkah yang pertama
adalah perusahaan harus mengidentifikasi dan menyeleksi target audiens yang
tepat bagi produk yang akan diluncurkan. Langkah yang kedua adalah perusahaan
harus memastikan bagaimana target audiens menentukan pilihan mereka terkait
produk dan brand yang ada di pasar. Langkah yang ketiga adalah perusahaan
harus menetapkan bagaimana posisi produk atau brand dalam praktek marketing
communication dan perusahaan harus memilih bentukan bauran marketing
communication mix yang sesuai untuk membantu posisi tersebut. Langkah yang
keempat adalah perusahaan harus menetapkan communication objectives.

16
Michael R. Solomon, Consumer Behavior (Buying, Having, and Being), Pearson, New Jersey,
2011, p. 424
17
Gregorius Chandra, Strategi Program Pemasaran, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2001, p. 167
18
Larry Percy, Strategic Integrated Marketing Communication: Theory and Practice, Elsevier Inc,
Oxford, 2008, p. 26

14
Langkah yang terakhir adalah perusahaan harus memilih media yang tepat dan
konsisten dengan cara mengkomunikasikan produk atau brand.

2. Surat Kabar sebagai Media


Menurut Henry Ward Beecher19 surat kabar adalah pendidik masyarakat
banyak. Surat kabar adalah buku tanpa akhir yang menyangga kejayaan nasional
suatu bangsa. Memang pada kenyataannya surat kabar selalu memberikan sebuah
pemahaman baru tentang kejadian yang diberitakan. Hal ini diperkuat oleh
pernyataan Onong Uchjana Effendy,20 yang menyatakan bahwa surat kabar adalah
lembaran tercetak yang memuat laporan yang terjadi di masyarakat dengan ciri-
ciri sebagai berikut; terbit secara periodik, bersifat umum, isinya faktual dan
aktual mengenai apa saja kejadian dan dimana saja kejadian di seluruh dunia
untuk diketahui pembaca.
Surat kabar memang memiliki arti penting bagi khalayak, terutama untuk
menyajikan berita dan gagasan perkembangan masyarakat secara global.
Penyajian itu ternyata bisa mempengaruhi pola kehidupan masyarakat
pembacanya. Arti penting yang kedua, surat kabar bisa memberikan nilai positif
bagi pembacanya karena merangkum semua aspek yang ada di masyarakat dalam
sebuah bacaan harian. Keseluruhan arti penting surat kabar terlihat jelas dalam
empat ciri yang selalu dimiliki oleh surat kabar. Ciri-ciri yang pertama adalah
publisitas (publicity), yang mengandung arti penyebaran kepada khalayak atau
kepada publik. Karena diperuntukkan untuk khalayak umum, isi atau informasi
dalam surat kabar ini terdiri dari berbagai kepentingan yang berkaitan dengan
khalayak umum. Untuk itu, penerbitan yang meskipun sama dengan surat kabar
tidak bisa disebut sebagai surat kabar jika hanya ditujukan kepada sekelompok
orang atau golongan. Ciri-ciri yang kedua adalah periodisitas (periodicity), yakni
keteraturan dalam penerbitannya. Keteraturan penerbitan bisa bersifat daily, twice
daily, atau once or twice a week. Karena mempunyai keteraturan dalam
penerbitannya, maka penerbit buku tidak dapat dikategorikan sebagai surat kabar,

19
William L. Rivers, Media Massa dan Masyarakat Modern, Renada Media, Jakarta, 2003, p. 43
20
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, Penerbit Remaja Karya CV, Bandung, 1993, p.
241

15
meskipun isinya menyangkut kepentingan umum. Buku tidak disebarkan secara
periodik dan berkala. Ciri-ciri yang ketiga adalah universalitas (universality),
yang berarti kesemestaan dan keragaman. Isi surat kabar datang dari berbagai
penjuru dunia. Maka, jika sebuah penerbitan berkala isinya hanya mengkhususkan
diri pada suatu profesi atau suatu aspek kehidupan seperti majalah kedokteran,
arsitektur, koperasi atau pertanian, tidak termasuk kategori surat kabar. Ciri-ciri
yang terakhir adalah aktualitas (actuality), yang menurut kata asalnya aktualitas
berarti “kini” dan “keadaan sebenarnya.” Kedua-duanya erat sekali sangkut
pautnya dengan berita yang disiarkan surat kabar. Berita adalah laporan mengenai
peristiwa yang baru terjadi dan yang dilaporkan itu harus benar. Tetapi yang
dimaksudkan aktualitas sebagai ciri surat kabar adalah kecepatan berita disebar ke
khalayak tanpa mengesampingkan pentingnya kebenaran cerita.21
Surat kabar sendiri memiliki beberapa fungsi yang ternyata berpengaruh
besar bagi kehidupan sosial pembacanya. Seperti yang diungkapkan Harold
22
Laswell dan Charles Wright; media massa (termasuk di dalamnya surat kabar),
memiliki fungsi surveillance (pengawasan) yang berarti media massa
menyediakan serta memberikan informasi kepada masyarakat. Fungsi correlation
adalah menyediakan informasi dan berita kepada khalayak setelah mengadakan
seleksi, interpretasi, dan evakuasi kritis terhadap semua aspek yang mungkin akan
muncul. Fungsi transimisi budaya menunjukkan fungsi bahwa media sebagai
refleksi dari kepercayaan, nilai-nilai, dan norma―baik dari pihak media maupun
dari pihak lain di tempat berbeda yang mengusung media. Selain itu media juga
berfungsi sebagai hiburan di saat senggang dan menjadi tempat pelarian seseorang
dari masalah tertentu. Fungsi terakhir menurut Lasswell dan Wright adalah, media
berfungsi sebagai alat mobilisasi masyarakat dalam melakukan tindakan tertentu,
23
terutama di saat kritis. Tidak jauh berbeda dengan Onong Uchjana Effendy
yang juga mengungkapkan bahwasanya surat kabar memiliki fungsi-fungsi di
atas, tetapi tidak menutup kemungkinan surat kabar juga memiliki fungsi

21
Effendy, ibid, p. 119-121
22
M Pawit Yusup, Ilmu Informasi, Komunikasi dan Kepustakaan, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2009,
p. 179-180
23
Effendy, op cit, p. 122-123

16
mendidik dan mempengaruhi sebagai sarana pendidikan massa (mass education).
Surat kabar memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan, sehingga
khalayak pembaca menjadi bertambah pengetahuannya. Fungsi mendidik dan
mempengaruhi ini bisa dilihat secara implisit dalam bentuk berita, dapat juga
diaplikasikan secara eksplisit dalam bentuk artikel atau tajuk rencana. Kadang-
kadang cerita bersambung atau bergambar pun mengandung unsur pendidikan.
Fungsi mempengaruhi menyebabkan surat kabar memegang peranan penting
dalam kehidupan masyarakat.
Walaupun dalam perkembangannya surat kabar sudah bukan menjadi
media massa yang paling cepat menyampaikan berita, tetapi keberadaan media
massa di zaman sekarang ini menjadi sebuah media penjelas peristiwa yang
diberitakan. Tidak sedikit masyarakat yang menunggu kepastian sebuah info
dengan membaca surat kabar pada esok harinya, meskipun mereka telah
memanfaatkan internet yang kecepatan update-nya dalam hitungan detik untuk
memantau perkembangan sebuah kejadian. Tetapi tentunya berbeda dengan
internet, surat kabar selalu mencoba memberikan keakuratan dan ketajaman
berita.

3. Anak Muda dan Surat Kabar


Proses regenerasi pembaca yang dilakukan harian Kompas menjadikan
anak muda sebagai sorotan utama lainnya, terutama dalam isu baca-membaca
surat kabar. Menurut UNESCO (United Nations Educational Scientific and
Cultural Organization), anak muda (youth) adalah,

“Youth is best understood as a period of transition from the


dependence of childhood to adulthood‟s independence and awareness
of our interdependence as members of a community. Youth is a more
fluid category than a fixed age-group.”24

24
http://www.unesco.org/new/en/social-and-human-sciences/themes/youth/youth-definition/.html
diakses 28/10/13

17
Sementara itu, UN (United Nations), mendefinisikan youth (anak muda)
untuk keperluan statistik sebagai mereka yang berusia 15 sampai 24 tahun.25
26
Gill Jones dalam bukunya Youth, mendefinisikan youth (anak muda)
sebagai sosok yang telah berevolusi dan dilapisi oleh nilai-nilai moral yang
merefleksikan kemodernan cara pandang mereka terhadap situasi politik dan
sosial. Anak muda adalah hasil konstruksi sosial.
Karakteristik umum yang biasa ditemukan pada anak muda adalah mereka
mengagungkan nilai-nilai individualitas dan selalu berusaha untuk tampil beda
dan unik agar bisa „diterima‟ di lingkaran pertemanan seumuran. Ketika berada di
usia yang dikategorikan sebagai anak muda, mereka diibaratkan sebagai kanvas
putih yang nantinya akan dihiasi oleh berbagai macam ide-ide kreatif. Menjadi
anak muda berarti memiliki sebuah hak untuk mengekspresikan apa yang mereka
percayai, apa yang mereka rasakan, apa yang mereka sukai, dan apa yang mereka
hendak perlihatkan atau tutupi. Konsep „diri‟ dilihat sebagai sebuah cermin, dan
cermin tersebut adalah sebuah instrumen yang merefleksikan dan
mengkombinasikan masa lalu dan masa depan anak muda, bagian-bagian dari
„diri‟ mereka yang hendak diperlihatkan atau ditutupi.27 Sementara itu, diketahui
pula bahwa karakteristik umum anak muda yang bersifat emosional di antaranya
adalah anak muda cenderung lebih sensitif kepada pujian dan seberapa populer
atau diakui mereka sehingga perasaan anak muda juga jauh lebih mudah tersakiti.
Diketahui pula bahwa anak muda yang bersikap ribut atau berbuat onar
mengaplikasikan suatu bentuk defense mechanism yang dilakukan karena mereka
kurang percaya diri. Anak muda seringkali mendapati diri mereka terjebak di
antara harus bersikap seperti anak kecil atau orang dewasa.28
Pada seminar Saba Kampus: Media Cetak versus Digital yang
diselenggarakan 12 Desember 2013 oleh harian Kompas dan Universitas Gadjah
Mada di Yogyakarta, disebutkan pembaca muda adalah mereka yang duduk di

25
http://undesadspd.org/Youth/FAQs.aspx.html diakses 28/10/13
26
Gill Jones, Youth, Polity Press, Cambridge, 2009, p. 1
27
Shirley Steinberg, Priya Parmar, Birgit Richard, Contemporary Youth Culture, Greenwood
Publishing Group, USA, 2006, p. 567
28
Diadaptasi dari panduan Mentoring Partnership of Long Island oleh Virginia Mentoring
Partnership, and Big Brothers Big Sisters of America, Child Development Seminar, 1990,
http://www.mentoring.org/downloads/mentoring_617.doc diakses 10/02/14

18
Sekolah Menengah Atas (SMA) dan mereka yang berada di tahun-tahun kuliah
awal.
Pada tahun 2005, Rupert M. Murdoch kembali menegaskan di hadapan
American Society of Newspaper Editors bahwa pembaca-pembaca muda telah
melakukan „revolusi‟ terkait bagaimana mereka mengakses berita. Pembaca-
pembaca muda tidak mau untuk bergantung sepenuhnya pada surat kabar yang
terbit tiap pagi sebagai sumber informasi yang semestinya up to date. Alasan
utama mengapa pembaca-pembaca muda menolak membaca berita dari medium
yang bersifat „tradisional‟ yaitu surat kabar, adalah adanya perubahan teknologi
yang sangat fundamental dalam beberapa tahun terakhir.29
Di Inggris, YouGov (sebuah international internet-based market research
firm, khususnya mengadakan polling di internet mengenai politik, public affairs,
produk, brand, dan berbagai topik umum lainnya)30 dalam Changing Media
Summit 2013, menyatakan bahwa 29% dari responden berusia 18-24 tahun tidak
membaca surat kabar sama sekali, 27% membaca surat kabar Metro, 15%
membaca surat kabar Evening Standard, 13% membaca surat kabar The Guardian
dan 14% membaca surat kabar The Sun/Scottish Sun. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh YouGov tersebut, adalah wajar responden berusia 18-24 tahun
membaca surat kabar Metro dan Evening Standard karena keduanya adalah surat
kabar gratis yang bertumpu pada pengiklan sebagai sumber penghasilan mereka.
The Guardian adalah surat kabar yang harus dibeli, namun masih lebih populer di
kalangan responden berusia 18-24 tahun ketimbang responden berusia 55 tahun
ke atas. Ini berarti, ketiga surat kabar tersebut dinilai mampu untuk mengatasi
fenomena digital revolution dalam isu baca-membaca surat kabar. Dalam
penelitian lanjutan YouGov, terlihat bahwasanya responden berusia 18-24 lebih
dominan ketika memilih untuk membaca surat kabar online.31
Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Nieman Reports (sebuah
lembaga jurnalisme dari Universitas Harvard di Amerika, yang selama lebih dari

29
Shanna Crispin, Attracting Young Readers, University of Canterbury, New Zealand, 2011, p. 3
30
http://today.yougov.com/faq/.html diakses 22/10/13
31
http://cdn.yougov.com/cumulus_uploads/document/jrlh273vq2/YG-G-Changing-Media-Summit-
Report-PARTI.pdf diakses pada 23/10/13

19
enam dekade mengeksplorasi dunia jurnalistik, menelaah pergeseran-pergeseran
besar yang terjadi pada industri ini, dan membaginya dengan audiens di seluruh
dunia tentang hak-hak dan tanggung jawab yang dimiliki oleh organisasi-
organisasi berita)32 menambah kepastian bahwasanya anak-anak muda tidak
berpikir lebih jauh untuk „membayar surat kabar untuk membeli berita‟ ketika
mereka bisa mendapatkannya secara gratis di internet.
Dalam artikel yang halaman pengantarnya ditulis oleh Melissa Ludtke,
mengutip Thomaz Souto Corrêa yang mengingatkan bahwa ada satu big age gap
yang memisahkan generasi tua dengan generasi muda yaitu bagaimana generasi
tua adalah generasi „monomedia‟, sementara generasi muda adalah generasi
„multimedia‟. Corrêa meyakini bahwa generasi muda yang multimedia tersebut
menginginkan generasi tua untuk menjadi generasi multimedia pula, dengan cara
berhenti berpikir dengan cara-cara yang monomedia.33
Corrêa berpendapat bahwa penerbit surat kabar harus bisa memanfaatkan
fenomena digital yang tengah melanda anak muda, terutama karena anak muda
melihat surat kabar sebagai „barang komplementer‟ dari smartphone dan tablet
dan alat pemutar musik mereka yang dengan terhubung ke internet mampu
mengakses banyak informasi darimana saja dan kapan saja. Dengan kata lain,
anak muda menginginkan penerbit surat kabar untuk berhenti menjadi makhluk
„monomedia‟ yang hanya bertumpu pada medium-medium sumber informasi
tradisional seperti surat kabar, televisi, atau radio. Corrêa menambahkan bahwa
sebaiknya anak-anak muda bisa mendapatkan berbagai macam informasi, analisis,
dan opini terkait informasi tersebut dari media cetak dan media digital yang
menjadi medium favorit mereka karena kedua medium tersebut tergabung dalam
satu kesatuan sistem multimedia yang saling melengkapi.
Akan tetapi di Indonesia, minat membaca yang rendah masih menjadi
kendala utama bagi industri surat kabar. Pernyataan ini diperkuat oleh data yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2004, yang menjelaskan

32
Melissa Ludtke, Young Reader: Introduction,
http://www.nieman.harvard.edu/reports/about.aspx.html, 2003, diakses 23/10/13
33
Thomaz Souto Corrêa, Approaching the End of the „Monomedia‟ Era,
http://www.nieman.harvard.edu/reports/article/100900/Approaching-the-End-of-the-Monomedia-
Era.aspx.html, 2003, diakses 23/10/13

20
bahwa penduduk Indonesia yang berusia di atas 15 tahun hanya memiliki minat
membaca surat kabar sebanyak 55,11%. Remaja yang membaca majalah atau
tabloid sebesar 29,22%, buku cerita 16,72%, buku pelajaran sekolah 44,28%, dan
yang membaca buku ilmu pengetahuan lainnya hanya 21,07%. Presentase tersebut
bisa dibilang jauh dari kata ideal, karena semestinya minat baca yang ideal adalah
sebesar 80% dari total penduduk. Ternyata presentase tersebut tidak berkembang,
yang ada justru mengalami penurunan. Terbukti dari survey lanjutan BPS pada
tahun 2006 yang menunjukkan total 23,5% penduduk usia 15 tahun ke atas yang
membaca surat kabar untuk mendapatkan informasi sebanyak 85,9%, dan
mendengarkan radio 40,3%.34 Mereka lebih suka mendapatkan informasi dari
televisi dan radio daripada membaca surat kabar. Dengan data ini terbukti bahwa
membaca surat kabar belum menjadi kebutuhan bagi masyarakat Indonesia, dan
para anak muda termasuk di dalamnya.
Kegemaran membaca sebenarnya wajib ditanamkan sedari dini. Hal ini
pun ditegaskan oleh UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Di dalam Bab III pasal 4 ayat 5, dijelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan
dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap
warga masyarakat. Dalam hal ini membaca surat kabar dirasa penting karena di
dalam surat kabar tersimpan berbagai macam informasi perkembangan-
perkembangan di semua aspek kehidupan mulai dari ranah politik, ekonomi,
teknologi, hingga infotainment ada di dalam setiap lembarnya.
Oleh karenanya, penerbit-penerbit surat kabar harus mampu melihat dan
memahami kecenderungan pasar pembaca anak muda dan kemudian mengubah
cara mereka memproduksi dan menyajikan berita, yang pada akhirnya akan
direalisasikan dengan sedemikian rupa agar selaras dengan keinginan modern para
makhluk digital.

34
Hari Karyono, Menumbuhkan Minat Baca Sejak Usia Dini,
http://library.um.ac.id/index.php/Artikel-Jurnal-Perpustakaan-Sekolah/menumbuhkan-minat-baca-
sejak-usia-dini.html, 2007, diakses 23/10/13

21
F. KERANGKA KONSEP

Integrated marketing communication (IMC) tidak hanya dipandang


sebagai kumpulan dari beberapa macam program komunikasi pemasaran saja,
namun kata „integrated‟ (terpadu) memberikan penekanan bahwa program-
program komunikasi pemasaran yang dipilih dan digunakan secara bersamaan
harus dijalankan dalam sebuah kesatuan dan dikoordinasi agar selalu
menyampaikan pesan dan positioning yang kuat di benak target pasarnya. IMC
dianggap efektif dan efisien ketika perusahaan sudah mengkoordinasi dengan
tepat berbagai macam program komunikasi pemasaran yang dipilih untuk saling
mendukung satu sama lain.
Terjadi perubahan dalam kebiasaan mengkonsumsi media yang dilakukan
oleh anak muda, tidak terkecuali di Indonesia yang meskipun menjadi negara
yang memiliki minat baca rendah di dunia, namun angka penggunaan gadget dan
internet membuktikan bahwa anak muda di Indonesia sudah awam dan terbiasa
dengan teknologi terkini. Anak muda bisa memilih berita seperti apa yang mereka
ingin baca dari genggaman, lebih praktis dan lebih sesuai dengan dinamika gaya
hidup anak muda yang selalu mengutamakan kecepatan update, tidak perlu
direpotkan oleh kertas surat kabar yang meninggalkan noda hitam di ujung jemari.
Akan tetapi, migrasi besar-besaran yang dilakukan oleh anak muda ke dunia
digital sesungguhnya bisa dijadikan peluang oleh perusahaan surat kabar untuk
membidik pasar pembaca muda apabila perusahaan surat kabar merangkul dunia
digital untuk mencoba memahami dan menjawab kebutuhan informasi pembaca
muda secara lebih aktual.
Pembaca muda yang belum tersentuh oleh surat kabar memiliki banyak
sekali energi dan kreativitas yang terkadang tidak tersalurkan. Oleh karenanya
salah satu bentuk aktualisasi daripada upaya perusahaan surat kabar untuk
membidik pasar pembaca anak muda adalah dengan menyediakan suatu wadah
yang berbentuk komunitas yang mampu menyalurkan energi dan kreativitas anak
muda yang sangat berharga tersebut agar tidak tersia-siakan di kemudian hari.
Bentuk aktualisasi lainnya tentu dengan cara melakukan praktek strategi

22
komunikasi pemasaran terpadu (IMC). Maka penelitian ini akan mencoba
memaparkan mengenai berbagai bentuk program komunikasi pemasaran terpadu
yang dilakukan harian Kompas untuk membidik pasar pembaca mudanya yaitu
melalui enam program komunikasi pemasaran periklanan, Corporate Social
Responsibility (CSR), event and experiences, sales promotion, internet/interactive
marketing, dan Word of Mouth (WoM).

G. METODOLOGI PENELITIAN

1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam mengkaji permasalahan
penelitian adalah metode studi kasus. Studi kasus adalah sebuah metode penelitian
yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, dimana batas-
batas antara fenomena dengan konteks tak tampak dengan tegas, dan multisumber
bukti dimanfaatkan.
35
Menurut Robert K. Yin, studi kasus merupakan penelitian yang
memusatkan perhatiannya pada suatu kasus secara intensif dan mendetail. Secara
umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan
suatu penelitian berkenaan dengan “how” (bagaimana) dan “why” (mengapa).
Bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-
peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada
fenomena kontemporal (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata. Studi kasus
hampir sama dengan strategi historis, yaitu pengumpulan datanya bergantung
pada dokumen-dokumen primer, dokumen-dokumen sekunder, dan artefak-artefak
fisik maupun kultural sebagai sumber bukti utama. Akan tetapi studi kasus
menambahkan dua sumber bukti yang tidak diperhitungkan oleh strategi historis;
observasi langsung ataupun observasi partisipan terhadap kasus yang diteliti dan
wawancara dengan pihak-pihak terkait. Lebih lanjut, metode studi kasus
digunakan dengan tujuan secara khusus menjelaskan dan memahami obyek yang
diteliti sebagai sebuah „kasus‟, dengan memberikan hasil bukan hanya sekedar

35
Robert K. Yin, Case Study Research: Design and Methods, Sage, London, 2009, p. 11

23
menjelaskan bagaimana posisi obyek penelitian tersebut, tetapi juga mengapa
kasus tersebut dapat terjadi. Obyek penelitian ini adalah Kompas MuDA, yang
tidak hanya merupakan sebuah rubrik khusus bagi anak muda usia 15-18 tahun
yang terbit setiap Jumat di harian Kompas, tetapi juga sebuah wadah yang
berbentuk komunitas yang hadir untuk membantu menyalurkan energi,
kreativitas, dan bakat pembaca mudanya.
Metode studi kasus menjadi pilihan metode dalam penelitian peneliti
karena dalam kasus ini, peneliti tidak hanya sekedar ingin menjawab pertanyaan
tentang apa saja strategi komunikasi pemasaran terpadu yang dilakukan oleh
harian Kompas untuk memperluas pasar pembaca anak muda, tetapi juga untuk
meneliti lebih menyeluruh dan komprehensif lagi yaitu tentang bagaimana strategi
komunikasi pemasaran tersebut dijalankan. Terlebih, peneliti menilai Kompas
MuDA memberikan lebih banyak alternatif pengalaman baru nan aktual bagi
pembaca mudanya untuk menjadi bagian dari sebuah surat kabar berskala
nasional, apabila dibandingkan dengan strategi-strategi membidik pasar pembaca
anak muda sejenis yang masih berkutat di seputar bidang jurnalistik saja; seperti
yang dilakukan oleh koran SINDO dengan „Gen SINDO‟ yang terbit tiap Sabtu
sejak awal tahun 2013 untuk mahasiswa, dan surat kabar Kedaulatan Rakyat
dengan „Kaca‟ untuk siswa SMA dan „Swara Kampus‟ untuk mahasiswa.
Selanjutnya, jenis studi kasus yang akan digunakan adalah studi kasus
instrumental. Studi kasus instrumental merupakan penelitian studi kasus yang
dilakukan dengan meneliti kasus untuk memberikan pemahaman mendalam atau
menjelaskan kembali suatu proses generalisasi.36 Dalam penelitian ini, kasus
diposisikan sebagai instrumen atau alat untuk memberikan penjelasan yang
mendalam serta pemahaman tentang bagaimana strategi komunikasi pemasaran
terpadu dijalankan untuk membidik pasar pembaca anak muda.

36
Robert E. Stake, Multiple Case Study Analysis, The Guilford Press, New York, 2005, p. 12

24
2. Teknik Pengumpulan Data
Ciri dari metode penelitian studi kasus adalah pemanfaatan multi sumber
data. Dalam penelitian ini, multi sumber data diperoleh dari dokumentasi,
wawancara, observasi langsung, dan observasi partisipan.
Teknik dokumentasi dilakukan dengan cara memanfaatkan berbagai
bentuk dokumen yang potensial memberikan informasi yang dibutuhkan, seperti
foto, dokumen tertulis, dan video. Teknik dokumentasi merupakan sumber data
primer bagi peneliti.
Teknik wawancara terfokus adalah suatu kegiatan wawancara dimana
sumber-sumber yaitu F.N. Terryan, General Manager divisi Marketing
Communication harian Kompas dan Tarrence Palar, Promotion Manager divisi
Marketing Communication harian Kompas beserta dua narasumber dari anggota
volunteer MuDA batch 5 yaitu Kinta dari Bandung dan Siti dari Jakarta.
Narasumber akan diberikan pertanyaan-pertanyaan mendalam seputar topik
penelitian dengan panduan wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Teknik wawancara juga merupakan sumber data primer bagi peneliti.
Informasi dan data relevan lain yang bersifat sekunder akan berusaha
diperoleh melalui observasi langsung dengan kunjungan lapangan, serta dengan
melakukan observasi partisipan yang mengharuskan peneliti aktif menambil peran
dan berpartisipasi dalam peristiwa yang diteliti,37 yaitu dalam program-program
komunikasi pemasaran terpadu yang dijalankan oleh Kompas MuDA.

3. Durasi Penelitian
Penelitian dilakukan selama kurang lebih satu bulan yakni dari bulan
Desember 2013 sampai bulan Januari 2014. Perlu diketahui bahwa peneliti sudah
pernah berkarier di Kompas MuDA menjadi bagian dari volunteer MuDA batch 1
Jakarta pada tahun 2008-2009 dan volunteer MuDA batch 2 Yogyakarta pada
tahun 2009-2010. Dengan menjadi volunteer MuDA, peneliti berkesempatan
untuk merencanakan, melaksanakan, dan memonitor beberapa off-print events
seperti puncak acara (ulang tahun) MuDA di Jakarta pada tahun 2009, workshop

37
Yin, op cit, p. 109-112

25
dan demo komik oleh Benny (komikus terkenal „Benny & Mice‟), dan kembali
merencanakan, melaksanakan, dan memonitor puncak acara (ulang tahun) MuDA
di Yogyakarta pada tahun 2010. Oleh karena itu dapat dikatakan peneliti telah
memiliki data-data terkait obyek penelitian yang diperoleh dari hasil observasi
dan partisipasi langsung beberapa tahun sebelumnya.

4. Teknik Analisis Data


Analisa data yang digunakan dalam penelitian studi kasus ini berdasar
pada proposisi teoritis, dimana proposisi tersebut memberikan penjelasan terhadap
pertanyaan „bagaimana‟ strategi komunikasi pemasaran terpadu yang dilakukan
oleh harian Kompas dalam membidik pasar pembaca muda.
Data-data yang berhasil dikumpulkan lalu dianalisis dengan menggunakan
logika penjodohan pola. Pola merupakan teori yang telah ditentukan sebelumnya
untuk kemudian dibandingkan dengan data-data yang berhasil dikumpulkan.
Dalam penelitian ini peneliti akan menganalisis temuan penelitian ke dalam dua
bagian yaitu,
a.) Menjodohkan strategi komunikasi pemasaran terpadu yang dilakukan
oleh harian Kompas dengan menggunakan model langkah perencanaan Integrated
Marketing Communications yang dikemukakan oleh Larry Percy.
b.) Menganalisis penekanan terhadap dialog terorganisir dengan audiens
internal dan eksternal yang sifatnya lebih personalized, customer-oriented, dan
mengoptimalkan technology driven approaches yang dikemukakan oleh
Gregorius Chandra kepada enam program komunikasi pemasaran terpadu yang
dilakukan oleh harian Kompas.

26

Anda mungkin juga menyukai