Anda di halaman 1dari 4

PENGANTAR ANTROPOLOGI SENI

 Menurut Bahasa Indonesia “seni” berasal dari Bahasa Melayu. Artinya tentu saja
berbeda dengan pemaknaan seni pada masa sekarang. Karena dalam Bahasa
Melayu seni berarti ‘kecil’. Kata seni yang berarti ‘kecil’ dapat ditemukan dalam
puisi karya S.T Alisyahbana 1936 dalam larik yang bertuliskan “sedih seni
mengiris kalbu”, dan karya Taslim tahun 1941 yang berjudul “Kepada Murai”
dalam larik “Hiburkan hatiku/ unggasku seni”. Akan tetapi, penggunaan istilah
‘seni’ dengan pemaknaan seni seperti saat ini sudah ditemukan pada masa itu
 Penggunaan istilah seni atau art tampaknya berfungsi untuk menyederhanakan
dan menyamaratakan pemahaman terhadap sesuatu yang sekarang ini
terwakilkan dengan istilah seni atau art. Menurut Simatupang, bahwa di
nusantara ini, tidak semua bahasa daerah memiliki kata yang artinya sepadan
dengan seni dalam bahasa Indonesia, atau art dalam Bahasa Inggris. Hal serupa
juga terdapat pada beberapa kelompok masyarakat di seluruh penjuru dunia,
seperti yang disampaikan oleh Schipper (dalam Simatupang, 2010) “A thousand
African Languages and no word for Art”
 Manusia dan seni adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Seni dimiliki oleh
seluruh manusia, tidak terkecuali. Kedekatan manusia dan seni inilah yang
memunculkan adanya bidang yang secara khusus mengkaji seni itu sendiri.
Yaitu, sosiologi seni, psikologi seni, sejarah seni, dan tidak terkecuali antropologi
seni. Antropologi seni adalah kajian ilmu antropologi yang mempelajari manusia
dan segala perilaku berkeseniannya. Kajian antropologi seni ini muncul
mengingat adanya kedekatan antara manusia dan seni, selain karena seni juga
merupakan salah satu dari unsur budaya yang mana manusia dan budaya
adalah obyek utama disiplin ilmu antropologi. Dalam kaitannya dengan
antropologi seni ini, Rahim (2009) mengatakan bahwa “pintu yang menjadi celah
bagi antropologi untuk mengkaji seni adalah bahwa seni dianggap sebagai
produk sosial”.
1
 Terlepas dari antropologi, istilah seni tampaknya masih mengalami kerancuan
definisi. Apalagi Bahasa Indonesia yang menyamakan istilah ‘seni’ dengan ‘art’
dalam Bahasa Inggris. Kata art sendiri memiliki sejarah yang panjang. Art dalam
bahasa Inggris berasal dari kata artem yang berasal dari Bahasa Latin dan berarti
keterampilan, kecakapan, atau skill. Anehnya, istilah ini masih dipakai sampai
saat ini (Williams, 1988 dalam Simatupang, 2010). Dalam tulisan yang sama,
Williams juga menjelaskan bahwa pada abad pertengahan kata ‘art’ di Eropa
digunakan untuk merujuk kurikulum pendidikan yang meliputi grammar,
rhetoric, arithmetic, geometry, music, dan astronomy. Sementara artist dan
artisan dipakai untuk orang yang terampil pada satu dari bidang berikut, yaitu
sejarah, puisi, komedi, tragedi, musik, tari, dan astronomi. Lebih dari itu, pada
perkembangannya (sampai sekarang) istilah art juga digunakan untuk mengacu
pada kegiatan melukis, menggambar, menari, memahat, dan membuat patung
 Geertz (1983) mengatakan bahwa seni adalah sistem budaya. Di mana nilai
tersebut diberikan, dilekatkan, dan dibiasakan oleh masyarakat sebagai
pedoman interaksi pada warga masyarakat. Sejalan dengan perkembangan
peradaban, kebutuhan manusia akan seni ini menjadikan seni tidak terpisahkan
dengan unsur-unsur penunjang kehidupan manusia yang lain. Seperti teknologi,
ilmu pengetahuan, bahasa, ekonomi, dan kepercayaan. Kesemuanya ini saling
terkait dan berfungsi sebagai penunjang kehidupan manusia. Kecerdasan
manusia yang terus meningkat memicu manusia untuk menjadikan pemenuhan
kebutuhan sebagai tantangan. Begitu pula dengan kebutuhan akan kesenian.
Berbagai upaya dilakukan oleh para pelaku seni untuk terus dapat menciptakan
karya seni yang unik dan menarik, serta memenuhi kebutuhan pasar. Hal inilah
yang menjadikan karya-karya seni bersifat dinamis dan terus mengalami
perubahan. Sebagaimana perannya bagi budaya, antropologi berfungsi untuk
melakukan pencatatan terhadap fenomena dalam kaitannya dengan seni dan
dinamikanya
 Antropologi melakukan studi tentang liyan (the otherness). Begitu juga dalam
praktek kajian antropologi kesenian. Dalam hal ini, antropologi nenawarkan cara
2
pandang lintas budaya. Rahim (2009) mengatakan bahwa antropologi seni
hendaknya melihat seni sebagai suatu produk karya yang merupakan hasil dari
proses teknis yang dikuasai oleh seseorang dalam suatu masyarakat sebagai
seniman. Akan tetapi, pandangan Rahim tersebut terlalu sempit untuk dipakai
dalam mengkaji seni pada masyarakat. Seringkali, seni dimiliki oleh suatu
kolektif tanpa ada seseorang yang merasa menguasainya dan siapapun bisa
mempelajarinya. Menurut Rahim (2009) menggambarkan unsur-unsur seni :
a. Unsur benda seni merupakan merupakan bagian kajian utama dari estetika,
yang meliputi persoalan pembentukan dan indah atau tidak indahnya karya
tersebut
b. Unsur publik seni adalah sekumpulan orang baik secara khusus maupun umum
mengkonsumsi produk seni
c. Unsur seniman yaitu orang yang menciptakan karya seni. Terlepas dari diterima
atau tidak, karya seniman merupakan dari produk sosial yang sedikit banyak
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dan masyarakatnya. Menurut Rahim (2009),
unsur seniman inilah yang menjadi obyek utama kajian antropologi seni
d. Unsur lain yang harus ada adalah konteks, yang meliputi kapan dan dimana
karya seni itu muncul serta kapan dan dimana penelitian perlu dilakukan. Jika
Rahim (2009) melihat unsur seniman sebagai obyek utama kajian antropologi
kesenian, maka dalam tulisan ini saya mengatakan bahwa obyek utama kesenian
justru pada unsur publik seni dan konteks yang pada akhirnya melatarbelakangi
munculnya karya seni yang diciptakan oleh seniman. Asumsi saya adalah karya
seni yang diciptakan seniman tidak akan tercipta tanpa inspirasi dan latar
belakang fenomena yang terjadi pada masyarakat di sekitarnya.
 Metode kerja penelitian antropologi seni tidak jauh berbeda dengan penelitian
antropologi secara umum. Peneliti diharapkan terjun langsung ke lapangan
(masyarakat) untuk dapat melakukan pengamatan terlibat untuk mendapatkan
data yang detail dan analisis yang tajam. Antropolog bisa mendatangi komunitas
seni tradisional, ataupun seni modern yang marak pada akhir-akhir ini. Perlu
diketahui bahwa dalam memahami seni tradisional, terdapat perbedaan yang
3
tajam antara pandangan aliran ‘timur’ dan ‘barat’. Di mana aliran ‘timur’
menganggap bahwa seni itu bersifat circlis yang selalu berulang dan berulang.
Sementara aliran ‘barat’ meyakini perkembangan seni sebagai sesuatu yang
linear (Rahim, 2009:8). Namun demikian, partisipasi observasi bukanlah satu-
satunya cara yang bisa dilakukan antropolog dalam mengkaji seni. Antropologi
bisa juga melakukan studi pustaka jika memang obyek penelitiannya adalah seni
di masa yang sudah lalu

Anda mungkin juga menyukai