Anda di halaman 1dari 35

CRITICAL BOOK REVIEW

STRATEGI PEMBELAJARAN (BERORIENTASI STANDAR PROSES PENDIDIKAN)


Prof.Dr.H.Wina Sanjaya, M.P.D

Nama : Nia Tesalonika Barus


Nim : 3171122011
Kelas : Daniel Harapan Perlindungan Simanjuntak, S,Sos.,M,si
Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN ANTROPOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
KATA PENGANTAR

Rasa syukur kita panjatkan kepada kehadirat Illahi Robbi bahwa atas izin dan ridho-Nya
kita dapat menyelesaikan tugas Strategi Pembelajaran . Dan berterima kasih kepada Dosen yang
sudah memberi tugas Book Report tentang Strategi Belajar Mengajar. semoga laporan buku ini
dapat bermanfaat dan menjadi berguna bagi yang membacanya dan memberikan wawasan
pengetahuan yang lebih baik lagi.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan kepada penulis. Isi
book report ini membahas tentang rangkuman dari buku Strategi pembelajaran karya Drs.
Syaiful Bahri Djamarah dan Drs. Aswan Zain yang kami kemas secara singkat dan mudah
dipahami oleh pembaca.
Namun demikian di samping rasa kegembiraan tersebut terselip rasa kekhawatiran
tentang penyelesaian tugas penulisan tersebut tertutama menyangkut segi kekurangan-
kekurangannya. Oleh karena di sadari bahwa tulisan tersebut masih mengandung berbagai
kelemahan maka amat diharapkan kepada semua pihak untuk dapat memberi saran dan
pendapatnya bagi penyempurnaan tulisan tersebut untuk masa yang akan datang.

MEDAN 26 FEBRUARI 2019

NIA TESALONIKA
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2

DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3

BAB I .............................................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4

BAB II............................................................................................................................................. 5

PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 5

BAB III ......................................................................................................................................... 34

PENUTUP..................................................................................................................................... 34

Kesimpulan................................................................................................................................ 34

SARAN ..................................................................................................................................... 34

DAFTAR PUISTAKA ...............................................................Error! Bookmark not defined.


BAB I

PENDAHULUAN

Definisi / pengertian strategi pembelajaran. Secara umum strategi dapat diartikan sebagai suatu
garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi juga bisa diartikn sebagai pola-pola umum
kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai
tujuan yang telah digariskan.

Menurut Sanjaya, (2007 : 126). Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai perencanaan
yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Sedangkan Kemp (1995) menjelaskan bahwastrategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien. Dari pendapat tersebut, Dick and Carey (1985) juga menyebutkan
bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang
digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa (Sanjaya, 2007 :
126).
BAB II

PEMBAHASAN

(LAPORAN ISI BUKU STRATEGI PEMBELAJARAN)

BAB I : “STANDAR PROSES PENDIDIKAN”


A.Perlunya Standar Berproses Pendidikan
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan
kemampuan berpikir. Proses pembelajaran didalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak
untuk menghafal informasi; otak anak dipaksakan untuk mengingat dan menimbun berbagai
informasi tanpa dituntut untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari.
Dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan pendidikan adalah usaha saadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif untuk mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, aklah mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara.
B. Pengertian Standar Proses Pendidikan
Standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikanyang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi
lulusan (Peraturan pemerintah No. 19 Tahun 2005 Bab 1 Pasal 1 Ayat 6). Dari pengertian diatas,
hal yang perlu digaris bawahi. Perrtama, standar proses pendidikan adalah standar nasional
pendidikan yang berarti standar proses pendidikan. Kedua, standar proses pendidikan berkaitan
dengan pelaksanaan pembelajaran, yang berarti dalam standar proses pendidikan berisi tentang
bagaimana seharusnya proses pembelajaran berlangsung. Dan Ketiga, standar roses pendidikan
diarahkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Dengan demilkian, standar kompetensi
lulusan merupakan sumber atau rujukan utama dalam menentukan standra proses pendidikan
BAB : “GURU DALAM PENCAPAIAN STANDAR PROSES PENDIDIKAN”
A.Pendahuluan
Penetapan standar proses pendidikan merupakan kebijakan yang sangat penting dan
strategis untuk pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan. Melalui standar proses
pendidikan setiap guru atau pengelola sekolah dapat menentukan bagaimana seharusnya proses
pembelajaran berlagsung. Proses pembelajaran merupakan suatu sistem dengan demikian,
pencapaian standar proses untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat dimulai dari
menganalisis setiap komponen yang dapat membentuk dan mempengaruhi proses pembelajaran.
B. Peningkatan Kemampuan Profesional
1. Guru sebagai jabatan profesional
Setiap guru pekerjaanya merupakan pekerjaan profesional merupakan upaya pertrama
yang harus dilakukan dalam rangka pencapaian standar proses pendidikan sesuai dengan
harapan. Mengajar bukan hanya sekadar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi suatu
proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu, dalam
proses mengajar terdapat kegiatan membimbing siswa agar siswa berkembang sesuai dengan
tugas-tugas perkembangan-nya, melatih keterampilan baik keterampilan intelektual maupun
keterampilan motorik sehingga siswa dapat dan berani hidup di masyarakat yang cepat berubah
dan penuh persaingan, memotivasi siswa agar mereka dapat memecahkan berbagai persoalan
hidup dalam masyarakat yang penuh tantangan dan rintangan, membentuk siswa yang memiliki
kemampuan inovatif vdan kreatif, dan lain sebagainya.
2. Mengajar sebagai pekerjaan profesional
Mengajar bukanlah hanya menyampaikan materi pembelajaran saja, akan tetapi
merupakanb pekerjaan yang bertujuan dan bersifat kompleks. Dalam mengajar, diperlukan
adanya sejumlah keterampilan khusus yang didasarkan pada konsep dan ilmu pengertahuan yang
spesifik. Tugas guru adalah mempersiapkan generasi manusia yang dapat hidup dan berperan
aktif di masyarakat. Pekerjan guru bukanlah pekerjaan yang statis, tetapi pekerjaan yang
dinamis, yang selamanya harus sesuai dan menyesuaikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
3. Kompetensi profesional guru
Menurut Johnson, kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang
dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Sebagai suatu profesi, terdapat sejumlah
kompetensi yang dimiliki seorang guru yaitu ;

a.Kompetensi Pribadi
 Kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan
keyakinan agama yang dianut.
 Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antar-umat beragama.
 Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru, misalnya sopan satun dan tata
krama.
 Bersifat demokratis dan terbuka terhadap pemberharuan dan kritik.
b. Kompetensi Profesional
 Kemampua dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang
diajarkannya.
 Kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran.
 Kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar.
 Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran.
C. Mengoptimalkan Peran Guru dalam Proses Pembelajaran
1. Guru sebagai sumber belajar
Dalam peran guru sebagai sumber belajar merupakan peran yang sangat penting. Peran
sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Sewbagai sumber
belajar dalam proses pembelajaran hendaknya guru nmelakukan hal-hal sebagai berikut;
a. Sebaiknya guru memilki bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan dengan siswa.
b. Guru dapat menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya
memiliki kecepatan belajar diatas rata-rata siswa yang lainnya.
c. Guru perlu melakukan pemetaan tentang materi pelajaran.
2. Guru sebagai Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan
siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Agar dapat melaksanakan peran sebagai fasilitator
dalam proses pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipahami dengan pemafaatan berbagai
media dan sumber pembelajaran.yaitu;
a. Guru perlu memahami berbagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi masing-
masing media tersebut.
b. Guru perlu mempunyai keterampilan dalam merancang suatu media.
c. Guru ditutut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat
memanfaatkan berbagai sumber belajar.
d. Sebagai fasilitatior, guru ditutut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan
berinteraksi dengan siswa.
3. Guru sebagai Pembimbing
Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan.
Artinya, tidak ada dua individu yang sama. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan,dan
membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, minat, dan bakatnya.
Agar guru sebagai pembimbing yang baik, maka ada beberapa hal yang harus dimiliki,
diantaranya yaitu, pertama, guru harus memilki pemahaman tentang anak yang sedang
dibimbing. Kedua, guru harus memahami dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan
tujuan dan kompetensi yang akan dicapai maupun merencanakan proses pembelajaran.

BAB III : “SISTEM PEMBELAJARAN DALAM STANDAR PROSES PENDIDIKAN”


A.Pengertian dan Kegunaan sistem
Sisem adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berkaitan dan saling
berinteraksi untuk mencapai s yang diharapkan suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Suatu sistem memiliki ukiran dan batas yang relatif.
Pembelajaran dikatakan sebagai suatu sistem, karena pembelajaran adalah kegiatan yang
bertujuan, yaitu membelajarkan siswa. Proses pembelajaran itu merupakan rangkaian kegiatan
yang melibatkan berbagai komponen.
B. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Sistem Pembelajaran
1.Faktor Guru
Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi
pembelajaran. Tanpa seorang guru, bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategis, maka
strategis itu tidak mungkin bisa diimplikasikan. Keberhasilan implemetasi suatu strategi
pembelajaran akan tergantung pada kepiawaian guru dalam menggunakan metode, teknik, dan
taktik dalam pembelajaran. Guru dalam proses pembelajaran memegang peran yang sangat
penting.
2. Faktor Siswa
Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap
perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya,
akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu
sama.
BAB IV : “TUJUAN DAN STANDAR KOMPETENSI”
A.Tingkatan Tujuan
1. Tujuan Pendidikan Nasional (TPN)
Adalah tujuan yang bersifat paling umum dan merupakan sasaran akhir yang harus
dijadikann pendoman oleh setiap usaha pendidikan. Tujuan pendidikan umum biasanya
dirumuskan dalam bentuk perilaku yang ideal sesuai dengan pandangan hidup dan filsafat suatu
bangsa yang dirumuskan oleh pemerintah dalam bentuk undang-undang.
2. Tujuan Institusional
Adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan. Dengan kata lain,
tujuan ini dapat didefenisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah
mereka menempuh atau dapat menyelesaikan program disuatu lembaga pendidikan tertentu.
3. Tujuan Kurikuler
Adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau mata pelajaran. Tujuan
kurikuler juga pada dasarnya merupakan tujuan anatar untuk mencapai tujuan lembaga
pendidikan.
4. Tujuan Pembelajaran/Instruksional
Dalam klasifikasi tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran atau yang disebut dengan
tujuan instruksional, merupakan tujuan yang paling khusus, tujuan pembelajaran yang
merupakan bagian dari tujuan ekstrakulirkuler, dapat didefinisikan sebagai kemampuan yang
harus dimiliki oleh anak didik setelah mereka mempelajari bahasa tertentu dalam bidang studi
tertentu dalam satu kali pertemuan.
C. Tujuan dan Kompetensi
Dalam kurikulum yang beriorentasi pada pencapaian kompetensi, tujuan yang harus
dicapai oleh siswa dirumuskan dalam bentuk kompetensi.dalam kurikulum. Kompetensi sebagai
tujuan pembelajaran itu dideskripsikan secara eksplisit, sehingga dijadikan standar dalam
pencapaian tujuan kurikulum. Baik guru maupun siswa perlu memahami kompetensi yang harus
dicapai dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Dalam kompetensi sebagai tujuan ,
didalamnya terdapat beberapa aspek yaituy :
1. Pengetahuan
2. Pemahaman
3. Kemahiran
4. Nilai
5. Sikap
6. Minat
Klasifikasi kompetensi diantaranya :
1. Kompetensi lulusan
2. Kompetensi standar
3. Kompetensi dasar

BAB V : “MENGAJAR DAN BELAJAR DALAM STANDAR PROSES PENDIDIKAN”


A.Konsep Dasar Mengajar
1. Mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran
Secara deskriptif mengajar diartiakn sebagai proses penyampaian informasi atau
pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses penyampaian itu sering juga dianggap sebagai
proses menstransfer ilmu. Kata menstransfer dalam konteks ini diartikan sebagai proses
menyebarluaskan atau memindahkan api. Untuk proses mengajar, sebagai8 proses penyampaian
pengetahuan, akanm lebih tepat jika diartikan dengan menanamkan ilmu pengetahuan. Sebagai
proses penyampaian atau menanamkan ilmu pengetahuan, maka mengajar mempunyai beberapa
karakteristik yaitu :
a. Proses pengajaran berorientasi pada guru
b. Siswa sebagai objek belajar
c. Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi pelajaran
2. Mengajar sebagai proses mengatur lingkungan
Terdapat beberapa karakteristik dari nkonsep mengajat yaitu :
a. Mengajar berpusat pada siswa
b. Siswa sebagai subjek belajar
c. Proses pembelajaran berlangsung dimana saja
d. Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan

BAB VI : “STRATEGI PEMBELAJARAN BERORIENTASI AKTIVITAS SISWA”


A.Pengertian Strategi, Metode, Dan Pendekatan Pembelajaran
Dalam dunia pendidikan strategi diaertikan sebagai perencanaan yang berisi tentang
rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kemp (1995)
menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan guru dan siswa agar tujuajn pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efesien.
Dalam kegiatanh nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal, ini dinamakan
oleh metode. Istilah lain yang memiliki kemiripan dengan strategi adalah pendekatan.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya
masih sangat umum.
Selain strategi, metode, dan pendekatan, terdapat juga istilah lain yang kadang-kadang
sulit dibedakan, yaitu teknik dan taktik mengajar. Teknik dan taktik mengajar merupakan
penjabaran dari metode pembelajaran. Teknik adalah cara yaqng dilakukan seseorang dalam
rangka mengimplementasikan suatu metode. Sedangkan taktik adalah gaya seseorang dalam
melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu.
B. Jenis-jenis Strategi Pembelajaran
Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengelolahannya, strategi pembelajaran juga dapat
dibedakan antara strategi deduktif dan strategi pembelajaran induktif. Strategi pembelajaran
dekduktif adalah strategi pembelajaran yang dilakukan dengan mempelajari konsep-konsep
terlebih dahulu untuk kemudsian dicari kesimpulan dan ilustrasi-ilustrasi atau bahan pelajaran
yang dipelajari dimuali dari hal-hal yang abstrak, kemudian secara perlahan-lahan menuju hal-
hal yang konkret. Sedangkan, strategi induktif, strategi ini bahan yang dipelajari dimulai dari hal-
hal yang konkret atau contoh-contoh yang kemudian secara perlahan siswa dihadapkan pada
materi yang kompleks dan sukar.
BAB VII : “METODE DAN MEDIA PEMBELAJARAN DALAM STANDAR PROSES
PENDIDIKAN”
1.Ceramah
Metode ceramah adalah metode yang sampai saaan ini sering ndigunakan oleh setiap
guru atau instruktur.
Kelebihan :
 Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas.
 Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan.
 Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadeaan kelas, oleh karena sepenuhnya
kelas merupakan tanggungjawab guru yang memberikan ceramah.
Kekurangan :
 Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada
apa yang dikuasai guru.
 Ceramah yang tidak disertasi dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya
verbalisme.
 Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah
mengerti apa yang dijelaskan atau belum.
2. Metode Demotrasi
Adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada
siswa tentang suatu proses, situasi atau bendsa tertentu. Dalam strategi pembelajaran, demotrasi
dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori dan inkuri.
Kelebihan :
 Proses pembelajaran akan lebih menarik, sebab siswa tak hanya mendengar, tetapi
juga melihat peristiwa yang terjadi.
 Melalui metode demotrasi terjadinya verbalisme akan tetapi dihindari, sebab
siswa disuruh langsung memperhatikan bahan pelajaran yang dijelaskan.
Kekurangan :
 Metode demotrasi memerlukan persiapan yang lebih matang.
 Demotrasi memerlukan peralatan, bahan-bahan, dan tempat yang memandai yang
berarti penggunaan metode ini memerlukan pembiyaan yang lebih mahal
dibanding dengan ceramah.
4.Metode Diskusi
Adalah metode pembelajaran yang menghadapi siswa pada suatu permasalahan. Tujuan
utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan,
menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan.
Kelebihan :
 Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif khususnya dealam
memberikan gagasan dan ide-ide.
 Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan secara
verbal.
 Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap
permasalahan.
Kekurangan :
 Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan menjadi
kabur.
 Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan
yang direncanakan.
 Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang-kadang tridakj sesuai
dengan direncanakan.

BAB VIII : “STRATEGI PEMBELAJARAN EKSPOSITORI (SPE)”


A.Konsep dan Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Ekspsitori
1. Konsep Strategi Pembelajaran Ekspositori.
Adalah suatu strategi pembelajaran ya g menekankan kepada proses penyampaian materi
secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa daopat
menguasai materi pelajaran secara optimal. Ada beberapa karakteristik strategi ekspositori yaitu :
a. Strategi ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal.
b. Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi.
c. Tujuan utama pelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri.

Strategi pembelajaran ekspositori merupakan suatu bentuk dari pendekatan pembelajaran


yang berorierntasi kepada guru. Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini memengang peran
yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara
terstruktur dengan harapan materi pembelajaran yang disampaikan itu dapat sikuasai siswa
dengan baik.
C. Prosedur Pelaksanaan Strategi Ekspositori
1. Rumuskan Tujuan yang Ingin Dicapai
Merumuskan tujuan merupakan langkah pertama yang harus dipersiapkan guru. Tujuan
yang ingin dicapai sebaiknya dirumuskan dalam bentuk perubahan tingkahlaku yang spesifik
yang berorientasi kepada hasil belajar. Tujuan yang spesifik, dapat memperjelas kepada arah
yang ingin dicapai. Dengan demikian, melalui tujuan yang jelas selain dapat membimbing siswa
dalam menyimak materi pelajaran juga akan diketahui efektivitas dan efesiensi penggunaan
strategi ini.
2. Kuasai Materi Pelajaran dengan Baik
Merupakan syarat mutlak penggunaan strategi ekspositori. Penguasaan materi yang
sempurna, akan membuat kepercayaan diru guru meningkat, sehingga guru akan mudah
mengelolah kelas. Agar guru dapat menguasai materi pembelajaran ada beberapa hal yang dapat
dilakukan yaitu :

a. Pelajari sumber-sumber belajar yang mutakhir.


b. Persiapkan masalah-masalah yang mungkin muncul dengan cara menganalisis materi
pelajaran sampai detailnya. Buatlah garis besar materi pelajaran yang akan disampaikan
untuk memandukan dalam penyajian agar tidak melebar.
3.Kenali Medaan dan Berbagai Hal yang Dapat Mempengaruhi Proses Penyampaian
Merupakan hal yang penting dalam langkah persiapan. Ada beberapa langkah dalam
penerapan strategi ekspositori yaitu :
a. Persiapan
b. Penyajian
c. Menghubungkan
d. Menyimpulkan
e. Penerapan

BAB IX : “STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI”


A.Konsep Dasar SPI
Strategi pembelajaran inkuiri (SPI) adalah rangkaian kegiatan pemebelajaran yang
menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan
sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakkan. Ada beberapa ciri utama strategi
pembelajaran inkuiri yaitu : pertama, strategi inkuiri nmenekankan kepada aktivitas siswa secara
maksimal untuk mencari dan menemukan. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa
diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakkan,
sehingga diharapkan dapat menembuhkan sikap percaya diri. Ketiga, tujuan dari penggunaan
strategi pembelajaran inkuiri adalah menggembangkan kemampuan berpikir secara sistematis,
logis, danj kritis,atau menggembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses
mental.
B. Prinsip-prinsip Penggunaan SPI
1. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual
Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir
2. Prinsip Interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa
maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan.
Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menepatkan guru bukan sebagai sumber belajar,
tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.

3.Prinsip Bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan SPI adalah guru sebagai penanya.
Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnyasudah merupakan
sebagian proses berpikir. Oleh sebab itu, kemampuan guru untuk bertanyak dalam setiap langkah
inkuiri sangat diperlukan.
4.Prinsip Belajar untuk Berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir,
yakni prosesmengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan, baik otak
reptil, otak limbik, maupun otak neokortek. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan
poenggunan otak secara maksimal.
C. Langkah Pelaksanaan SPI
1. Orientasi
2. Merumuskan masalah
3.Mengajukan hipotesis
4. Mengumpulkan data
5.Menguji hipotesis
6. Merumuskan kesimpulan

BAB X : “STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (SPBM)


A.Konsep Dasar dan Karakteristik SPBM
SPBM dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan
kepada prosesw penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat tiga (3) ciri utama
dari SPBM yaitu pertama, SPBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran. Kedua, aktivitas
pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan
dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode
ilmiah adalah proses berpikir dekduktif dan induktif.
B. Tahap-tahap SPBM
1. Merumuskan masalah adalah langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan,
2. Menganalissi masalah yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai
sudut pandang,
3.Merumuskan hipotesis yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan
sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya,
4. Mengumpulkan dat , yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang
diperlukan untuk pemecahan masalah,
5. Menguji hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai
dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan,
6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan
rekomondasi yang dapat dilakukan sesuai rumus hasil pengujian hipotesis dan merumuskan
kesimpulan.

BAB XI : “STRATEGI PEMBELAJARAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR


(SPPKB)
BAB XI

Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)

.Hakikat dan Pengertian Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)

Telah dijelaskan bahwa salah satu kelemahan proses pem belajaran yang dilaksanakan
para guru kita adalah kurang adanya usaha pengembangan kemampuan berpikir siswa. Dalam
setiap proses pembelajaran pada mata pelajaran apa pun kita lebih banyak mendorong agar siswa
dapat menguasai sejumlah materi pelajaran Strategi pembelajaran yang dibahas pada bab ini
adalah strategi pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
Strategi pembelajaran ini pada awalnya diancang untuk pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS). Hal ini didasar kan pada asumsi bahwa selama ini IPS dianggap sebagai pelajaran hafalan.
Namun demikian, tentu saja dengan berbagai penyesuaian topik, strategi pembelajaran yang akan
dibahas ini juga dapat di terapkan pada mata pelajaran lain. Berdasarkan hasil penelitian selama
ini IPS dianggap sebagai pelajaran kelas dua. Para orang tua siswa berpendapat IPS merupakan
pelajaran yang tidak terlalu penting dibandingkan dengan pelajaran lainnya, seperti IPA dan
matematika (Sanjaya, 2002). Hal ini merupakan pandangan yang keliru. Sebab, pelajaran apa
pun diharapkan dapat membekali siswa baik untuk terjun ke masyarakat maupun untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kekeliruan ini juga terjadi pada sebagian
besar para guru. Mereka berpendapat bahwa IPS pada hakikatnya adalah pelajaran hafalan yang
tidak menantang untuk berpikir. IPS adalah pelajaran yang sarat dengan konsep-konsep
pengertian-pengertian, data, atau fakta yang harus dihafal dan tidak perlu dibuktikan.

Sekarang, bagaimana mengubah paradigma berpikir tentang IPS sebagai mata pelajaran
hafalan? Bagaimana IPS dapat dijadikan mata pelajaran yang mampu mengembangkan
kemampuan berpikir siswa? Di bawah ini akan dijelaskan satu strategi pembelajaran berpikir
dalam pelajaran IPS. Model pembelajaran ini adalah model pembelajaran hasil dari
pengembangan yang telah diuji coba (Sanjaya, 2002)

Model strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir (SPPKB) adalah model


pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaahan
fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan.
Terdapat beberapa hal yang terkandung dalam pengertian di atas.

Pertama, SPPKB adalah model pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan


kernampuan berpikir, artinya tujuan yang ingin dicapai oleh SPPKB adalah bukan sekadar siswa
dapat menguasai sejumlah materi pelajaran, akan tetapi bagaimana siswa dapat me-
ngembangkan gagasan-gagasan dan ide-ide melaiui kemampuan berbahasa secara verbal. Hal ini
didasarkan kepada asumsi bahwa kemampuan berbicara secara verbal merupakan salah satu
kemam- puan berpikir.

Kedua, telaahan fakta-fakta sosial atau pengalaman sosial me- rupakan dasar
pengembangan kemampuan bepikir, artinya pe- ngembangan gagasan dan ide-ide didasarkan
kepada pengalaman sosial anak dalam kehidupan sehari-hari dan/atau berdasarkan ke- mampuan
anak untuk mendeskripsikan hasil pengamatan mereka terhadap berbagai fakta dan data yang
mereka peroleh dalam ke- hidupan sehari-hari.

Ketiga, sasaran akhir SPPKB adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah-
masalah sosial sesuai dengan taraf per- kembangan anak.

C. Latar Belakang Filosofis dan Psikologis SPPKB

1. Latar Belakang Filosofis

Pembelajaran adalah proses interaksi baik antara manusia de- ngan manusia ataupun
antara manusia dengan lingkungan. Proses interaksi ini diarahkan untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan misalkan yang berhubungan dengan tujuan perkembangan kognitif, afektif, atau
psikomotor. Tujuan pengembangan kognitif adalah pro- ses pengembangan intelektual yang erat
kaitannya dengan mening- katkan aspek pengetahuan, baik secara kuantitatif maupun kualita- tif.
Apa hakikat dari pengetahuan itu? Bagaimana sebenarnya setiap udividu memperoleh
pengetahuan? Hal itu merupakan pertanyaan rtanyaan yang mendasar yang membutuhkan kajian
filosofis.

Selanjutnya tentang hakikat pengetahuan menurut filsafat konstruktivisme adalah


sebagai berikut:
a. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu
merupakan konstruksi kenyataan melalui subjek.

b. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struk- tur yang perlu untuk
pengetahuan.

c. Pengetahuan dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang. Struk- ur konsepsi


membentuk pengetahuan apabila konsepsi itu ber- hadapan dengan pengalaman-pengalaman

D. Hakikat Kemampuan Berpikir dalam SPPKB

Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir atau SPPKB merupakan model


pembelajaran yang bertumpu pada proses perbaikan dan peningkatan kemampuan berpikir siswa.
Menurut Peter Reason (1981), berpikir (thinking) adalah proses mental se- seorang yang lebih
dari sekadar mengingat (remembering) dan me- mahami (comprehending). Menurut Reason
mengingat dan memahami lebih bersifat pasif daripada kegiatan berpikir (thinking). Mengingat
pada dasarnya hanya melibatkan usaha penyimpanan sesuatu yang telah dialami untuk suatu saat
dikeluarkan kembali atas permintaan sedangkan memahami memerlukan pemerolehan apa yang
didengar dan dibaca serta melihat keterkaitan antar-aspek dalam memort Berpikir adalah istilah
yang lebih dari keduanya. Berpikir menyeba kan seseorang harus bergerak hingga di luar
informasi yang didengar- nya. Misalkan kemampuan berpikir seseorang untuk menemu solusi
baru dari suatu persoalan yang dihadapi. Kan

E. Karakteristik SPPKB

Sebagai strategi pembelajaran yang diarahkan untuk mengem- bangkan kemampuan


berpikir, SPPKB memiliki tiga karakteristik utama, yaitu sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran melalui SPPKB menekankan kepada proses mental siswa secara
maksimal. SPPKB bukan model pembelajar an yang hanya menuntut siswa sekadar mendengar
dan men catat, tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir Hal ini sesuai dengan
latar belakang psikologis yang menjadi tumpuannya, bahwa pembelajaran itu adalah peristiwa
mental bukan peristiwa behavioral yang lebih menekankan aktivitas fisik. Artinya, setiap
kegiatan belajar itu disebabkan tidak hanya peristiwa hubungan stimulus-respons saja, tetapi juga
dise kan karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya.

.2. SPPKB dibangun dalam nuansa dialogis dan proses tanya jawab secara terus-menerus. Proses
pembelajaran melalui dialog darn tanya jawab itu diarahkan untuk memperbaiki dan meningkat-
kan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampu- an berpikir itu dapat membantu
siswa untuk memperoleh pe- ngetahuan yang mereka konstruksi sendiri.

3. SPPKB adalah model pembelajaran yang menyandarkan kepada dua sisi yang sama
pentingnya, yaitu sisi proses dan hasil belajar. Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan berpikir, sedangkan sisi hasil belajar di rahkan untuk meng- konstruksi pengetahuan
atau penguasaan materi pembelajaran baru.

F. Perbedaan SPPKB dengan Pembelajaran Konvensional

Ada perbedaan pokok antara SPPKB dengan pembelajaran yang selama ini banyak
dilakukan guru. Perbedaan tersebut adalah:

1.SPPKB menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar, arti- nya peserta didik
berperan aktif dalam setiap proses pembe- lajaran dengan cara )menggali pengalamannya
sendiri; sedang- kan dalam pembelajaran konvensional peserta didik ditempat- kan sebagai objek
belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif

. 2. Dalam SPPKB, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata melalui penggalian


pengalaman setiap siswa; sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat
teoritis dan abstra

3. Dalam SPPKB, perilaku dibangun atas kesadaran diri, sedang- kan dalam
pembelajaran konvensinal perilaku dibangun atas proses kebiasaan.

4. Dalam SPPKB, kemampuan didasarkan atas penggalian peng- alaman; sedangkan


dalam pembelajaran konvensional kemam- puan diperoleh melalui latihan-latihan

5. Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui SPPKB adalahg B lunge kemampuan
berpikir melalui proses menghubungkan antara Saime pengalaman dengan
kenyataan:usedangkan dalam pembelajar- an konvensional tujuan akhir adalah penguasaan
materi pem- lulidure belajaran.

6. Dalam SPPKB, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalnya
individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwa perilaku itu merugikan
dan tidak bermanfaat; sedangkan dalam pembelajaran konvensional tin- dakan atau perilaku
individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu
disebab- kan takut hukuman.

7. Dalam SPPKB, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai
dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap peserta didik bisa terjadi perbedaan
dalam me- maknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pembela-jaran konvensional,
hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena
pengetahu- an dikonstruksi oleh orang lain

. 8 Tujuan yang ingin dicapai oleh SPPKB adalah kemampuan siswa. dalam proses
berpikir untuk memperoleh pengetahuan, maka kriteria keberhasilan ditentukan oleh proses dan
hasil belajar; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pem- belajaran biasanya
hanya diukur dari tes. Beberapa perbedaan pokok di atas menggambarkan bahwa SPPKB
memang memiliki perbedaan baik dilihat dari asumsi mau- pun proses pelaksanaan dan
pengelolaannya

G. Tahapan-tahapan Pembelajaran SPPKB

SPPKB menekankan kepada keterlibatan siswa secara penuh dalam belajar. Hal ini
sesuai dengan hakikat SPPKB yang tidak mengharapkan siswa sebagai objek belajar yang hanya
duduk men- dengarkan penjelasan guru kemudian mencatat untuk dihafalkan. Cara yang
demikian bukan saja tidak sesuai dengan hakikat belajar sebagai usaha memperoleh pengalaman,
namun juga dapat meng- hilangkan gairah dan motivasi belajar siswa (George W. Maxim, 1987)
Ada 6 tahap dalam SPPKB. Setiap tahap dijelaskan berikut ini.

BAB XII

Strategi Pembelajaran Kooperatif


.Konsep Strategi Pembelajaran Kooperatif (SPK)

Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan be lajar yang dilakukan oleh
siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam SPK, yaitu: (1) adanya peserta dalam kelompok;
(2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan (4) adanya
tujuan yang harus dicapai.

C. Karakteristik dan Prinsip-prinsip SPK

1. Karakteristik SPK

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan


tersebut dapat dilihat darí proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama
dalam kelompok Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalan pengertian
penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi
tersebut. Adanya kerja sana inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif.

D. Prosedur Pembelajaran Kooperatif

Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri ar empat tahap, yaitu: (1)
penjelasan materi: (2) belajar dalam ke lompok; (3) penilaian; dan (4) pengakuan tim .

E, Keunggulan dan Kelemahan SPK.

1. Keunggulan SPK

Keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran di antaranya:

a. Melalui SPK siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah
kepercayaan kemampuan berpiki sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan
belajar dari siswa yang lain.
b. SPK dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata
secara verbal dan membanding kannya dengan ide-ide orang lain.

c. SPK dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala
keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

d. SPK dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam
belajar.

e. SPK merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik
sekaligus kemampuan sosial termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interper sonal
yang positif dengan yang lain, mengembangkan keter pilan me-manage waktu, dan sikap positif
terhadap sekolah.

f. Melalui SPK dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya
sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut
membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tang gung jawab kelompoknya.

g. SPK dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar
abstrak menjadi nyata (ril)

h. Interaksi selama kooperatif berliangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan


rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang 2.
Keterbatasan SPK

Di samping keunggulan, SPK juga memiliki keterbatasan, di antaranya

a. Untuk memahami dan mengerti filosofis SPK memang butuh waktu. Sangat tidak rasional
kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat
cooperative learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka akan
merasa terhambat oleh siswa yang di anggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan
se- macam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok.

b. Ciri utama dari SPK adalah bah Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka d
andingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa
yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.
c. Penilaian yang diberikan dalam SPK didasarkan kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu
meny sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi kepada hasil menyadari,
bahwa setiap individu siswa.

d. Keberhasilan SPK dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan


periode waktu yang cukup panjang Dan, hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu
kali atau sekali-sekali penerapan strategi ini.

e. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuar yang sangat penting untuk siswa,
akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara
individual. Oleh karena itu idealnya melalui SPK selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga
harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam
SPK memang bukan pekerjaan yang mudah.

BAB XIII

Strategi Pembelajaran Konsektual

Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Konsekstual

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa
.

Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik pentin dalam proses
pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL.

1. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pe ngetahuan yang sudah ada
(activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang
sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan
yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.

2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah
pengetahuan baru (acquirin knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif,
artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memerhatikan
detailnya. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge, artirn ngetahuan yang diperoleh
bukan untuk dihafal tetapi untuk

3. artinya dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain
tentang pengetahuan yang diperolehnya dan ber dasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan
itu dikembang kan

4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (apply ing knowledge), artinya


pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan
siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.

5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pe- ngembangan pengetahuan.


Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

C. Latar Belakang Filosofis dan Psikologis CTL

I. Latar Belakang Filosofis

CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark
Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Aliran filsafat konstrukxivisme
berangkat dari pemikiran epistemologi Giambatista Vico (Suparno, 1997). Vico
mengungkapkan: "Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaannya
Mengetahui, menurut Pico, berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Artinya, seseorang
dikatakan mengetahui manakala ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu
itu.

2. Latar Belakang Psikologis

Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran
aktif subjek, maka dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif.
Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan Sesuai dengan filsafat
yang mendasarinya bahwa pengetahuan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti
keterkaitan stimulus dan respons. Belajar tidak sesedehana itu. Belajar melibatkan proses mental
yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi, kemampuan atau pengalaman. Apa yang
tampak pada dasarnya adalah wujud dari adanya dorongan yang berkembang dalam diri
seseorang. Sebagai peristiwa mental perilaku manusia tidak semata- mata merupakan gerakan
fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah adanya faktor pendorong yang ada di belakang
gerakan fisik itu. Mengapa demikian? Sebab manusia selamanya memiliki kebutuhan yang
melekat dalam dirinya. Kebutuhan itulah yang mendorong manusia untuk berperilaku.

E. Peran Guru dan Siswa dalam CTL

Setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar. Per- bedaan yang dimiliki
siswa tersebut oleh Bobbi Deporter (1992) dinamakan sebagai unsur modalitas belajar.
Menurutnya ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu tipe visual, auditorial, dan kinestetis. Tipe
visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, artinya siswa akan lebih cepat belajar dengan
cara menggunakan indra penglihatannya. Tipe auditorial adalah tipe belajar dengan cara
menggunakan alat pendengarannya; sedangkan tipe kinestetis adalah tipe belajar 4. dengan cara
bergerak, bekerja, dan menyentuh.

Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu me- mahami tipe belajar
dalam dunia siswa, artinya guru perlu menye- suaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar
siswa. Dalam proses pembelajaran konvensional, hal ini sering terlupakan sehingga proses
pembelajaran tak ubahnya sebagai proses pemaksaan kehendak yang menurut Paulo Freire
sebagai sistem penindasan.

F. Asas-Asas CTL

Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan itu diperoleh anak bukan
dari informasi yang diberikan oleh orang lain termasuk guru, akan tetapi dari proses menemukan
dan mengonstruksinya sendiri, maka guru harus menghindari mengajar ebagal proses
penyampaian informasi. Guru perlu memandang siswa sebagai subjek belajar dengan segala
keunikannya. Siswa lah organisme yang aktif yang memiliki potensi untuk memban
pengetahuannya sendiri.

G. Pola dan Tahapan Pembelajaran CTL

Untuk lebih memahami bagaimana mengaplikasikan CTL dalam proses pembelajaran, di bawah
ini disajikan contoh penerapannya. Dalam contoh tersebut dipaparkan bagaimana guru
menerapkan pembelajaran dengan pola konvensional dan dengan pola CTL Hal ini dimaksudkan
agar Anda dapat memahami perbedaan peneraparn kedua pola pembelajaran tersebut.

BAB XIV

Strategi Pembelajaran Efektif

A. Pendahuluan

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidikan


Nasional berfungsi mengem bangkan kemampu an dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

a. Nornativist, Biasanya kepatuhan pada norma-norma hukum. Se- lanjutnya dikatakan


bahwa kepatuhan ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu: (1) kepatuhan pada nilai atau norma itu
sendiri; (2) kesendiri; (3) kepatuhan pada hasilnya atau tujuan yang diharap- kannya dari
peraturan itu de ntu epatuhan pada proses tanpa memedulikan normanya us-

b. Integralist, yaitu kepatuhan yang didasarkan pada kesadaran dengan pertimbangan-


pertimbangan yang rasional

c.fenomenalist, yaitu kepatuhan berdasarkan kadar basa-basi. suara hati atau se-

d. Hedonist, yaitu kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri.

Dari keempat faktor yang menjadi dasar kepatuhan setiap indi- vidual tentu saja yang
kita harapkan adalah kepatuhan yang bersifat normativist, sebab kepatuhan semacam itu adalah
kepatuhan yang didasari kesadaran akan nilai, tanpa memedulikan apakah perilaku itu
menguntungkan untuk dirinya atau tidak ya arn

C. Proses Pembentukan Sikap

1. Pola Pembiasaan
Apakah sikap bisa dibentuk? Perhatikan percobaan yang dilaku kan seorang psikolog
terkenal yang bernama Watson.

Pada suatu hari Watson.melihat ada anak yang senang dengan us berbulu putih. Ke mana
pun anak itu pergi ia selalu membawa tikus putih yang sangat disenanginya. Watson ingin
mengubah sikap senang anak terhadap tikus putih menjadi benci atau tidak senang. Maka
ketika anak hendak memegang tikus itu, Watson memberi kejutan dengan suara keras, hingga
anak itu terkejut. Terus-menerus hal itu dilakukan. Ketika anak mendekati dan hendak
membawa tikus itu, dimunculkanlah suara keras; anak semakin' terkejut dan lama-kelamaan
anak benar-benar menjadi takut dengan tikus putih itu.
2. Modeling

Pembelajaran sikap seseorang dapat juga dilakukan melalui proses modeling, yaitu
pembentukan sikap melalui proses asimilasi atau proses mencontoh.

Salah satu karakteristik anak didik yang sedang berkembang adalah keinginannya untuk
melakukan peniruan (imitas). Hal yang ditiru itu adalah perilaku-perilaku yang diperagakan atau
didemons- trasikan oleh orang yang menjadi idolanya. Prinsip peniruan ini yang dimaksud
dengan modeling. Modeling adalah proses peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi
idolanya atau orang yang dihor- matinya.

D. Model Strategi Pembelajaran Sikap

Setiap strategi pembelajaran sikap pada umumnya menghadap- kan siswa pada sit problematis.
Melalui situasi ini diharapkan siswa dapat mengambil keputusan berdasarkan nilai yang
dianggapnya baik. Di bawa disajikan beberapa model strategi pembelajaran pembentukan sikap

1. Model Konsiderasi
Model konsiderasi (the consideration model) dikembangkan oleh Mc. Paul, seorang humanis.
Paul menganggap bahwa pembentukar moral tidak sama dengan pengembangan kognitif yang
rasional. Pembelajaran moral siswa menurutnya adalah pembentukan ke- pribadian bukan
pengembangan intelektual. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran
yang dapat mem- bentuk kepribadian. Tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia

2. Model Pengembangan Kognitif

Model pengembangan kognitif (the cognitive development model) dikembangkan oleh


Lawrence Kohlberg. Model ini banyak diilhami oleh pemikiran John Dewey dan Jean Piaget
yang berpendapat bahwa perkembangan manusia terjadi sebagai proses dari restrukturisasi
kognitif yang berlangsung secara berangsur-angsur menurut urutan tertentu. Menurut Kohlberg,
moral manusia itu berkembang melalui 3 tingkat, dan setiap tingkat terdiri dari 2 tahap.

a. Tingkat Prakonvensional
Pada tingkat ini setiap individu memandang moral berdasarkan kepentingannya sendiri. Artinya,
pertimbangan moral didasarkan pada pandangannya secara individual tanpa menghiraukan
rumusan dan aturan yang dibuat oleh masyarakat. Pada tingkat prakonven sional ini terdiri atas
dua tahap.

Tahap 1 Orientasi

hukuman dan kepatuhan Pada tahap ini perilaku anak didasarkan kepada konsekuensi fisik yang
akan terjadi. Artinya, anak hanya berpikir bahwa perilaku yang benar itu adalah perilaku yang
tidak akan mengakibatkan kuman. Dengan demikian, setiap peraturan harus dipatuhi agar tidak
menimbulkan konsekuensi negatif. hu

Tahap 2 Orientasi

instrumental-relatif Pada tahap ini perilaku anak didasarkan kepada rasa "adil" ber- dasarkan
aturan permainan yang telah disepakati. Dikatakan adil manakala orang membalas perilaku kita
yang dianggap baik. Dengan demikian perilaku itu didasarkan kepda saling menolong dan saling
memberi

b. Tingkat Konvensional
Pada tahap ini anak mendekati masalah didasarkan pada hubungan individu-masyarakat.
Kesadaran dalam diri anak mulai tumbuh bahwa perilaku itu harus sesuai dengan norma-norma
dan aturan yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian, pemecahan masalah bukan hanya
didasarkan kepada rasa keadilan belaka, akan tetapi apakah pemacahan masalah itu sesuai
dengan norma masya- rakat atau tidak. Pada tingkat konvensional itu mempunyai 2 tahap sebagai
kelanjutan dari tahap yang ada pada tingkai prakonvensional, yaitu tahap keselarasan
interpersonal serta tahap sistem sosial dan kata hati.

Tahaip 3 Keselarasan interpersonai

Pada tahap ini ditandai dengan setiap perilaku yang ditampilkan individu didorong oleh
keinginan untuk memenuhi harapan orang lain. Kesadaran individu mulai tumbuh bahwa ada
orang lain di luar dirinya untuk berperilaku sesuai dengan harapannya. Artinya, anak sadar
bahwa ada hubungan antara dirinya dengan orang lain. Dan, hubungan itu tidak boleh dirusak.

Tahap 4 Sistem sosial dan kata hati


Pada tahap ini perilaku individu bukan didasarkan pada doro- ngan untuk memenuhi
harapan orang lain yang dihormatinya, akan tetapi didasarkan pada tuntutan dan harapan
masyarakat. Ini berarti telah terjadi pergeseran dari kesadaran individu kepada kesadararn sosial.
Artinya, anak sudah menerima adanya sistem sosial yang mengatur perilaku individu c. Tingkai
Postkonvesional

Pada tingkat ini perilaku bukan hanya didasarkan pada kepatuh- an terhadap norma-
norma masyarakat yang berlaku, akan tetapi didasari oleh adanya kesadaran sesuai dengan nilai-
nilai yang di- milikinya secara individu. Seperti pada tingkat sebelumnya, pada tingkat ini juga
terdiri dari dua tahap.

Tahap 5 Kontrak sosial

Pada tahap ini perilaku individu didasarkan pada kebenaran- kebenaran yang diakui oleh
masyarakat. Kesadaran individu untuk berperilaku tumbuh karena kesadaran untuk menerapkan
prinsip prinsip sosial. Dengan demikian, kewajiban moral dipandang bagai kontrak sosial yang
harus dipatuhi, bukan sekadar pemenuh- se- an sistem nilai.

Tahap 6 Prinsip etis yang universal

Pada tahap terakhir, perilaku manusia didasarkan pada prinsip- prinsip universal. Segala
macam tindakan bukan hanya didasarkan sebagai pada suatu kewajiban sebagai manusia. Setiap
individu wajib me- nolong orang lain, apakah orang itu sebagai orang yang kita ataupun tidak,
apakah orang itu adalah orang yang kita cintai tidak, orang yang kita suka atau tidak.
Pertolongan yang diberikan bukan didasarkan pada alasan subjektif, akan tetapi didasarkan pada
kesadaran yang bersifat universal. kontrak sosial yang harus dipatuhi, akan tetapi didasarkan
benci atau Sesuai dengan prinsip bahwa moral terjadi secara bertahap, maka strategi
pembelajaran model Kohlberg diarahkan untuk membantu agar setiap individu meningkat dalam
perkembangan moralnya.

3. Teknik Mengklarifikasi Nilai Teknik mengklarifikasi nilai (value dlarification


technique) atau sering disingkat VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu
siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu
persoalan melaui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.
Kelemahan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran nilai atau sikap adalah proses
pembelajaran dilakukan secara langsung oleh guru, artinya guru menanamkan nilai-nilai yang
dianggapnya baik tanpa memerhatikan nilai yang sudah tertanam dalam diri siswa. Akibatnya,
sering terjadi benturan atau konflik dalam diri siswa karena ketidakcocokan antara nilai lama
yang sudah terbentuk dengan nilai baru yang ditanamkan oleh guru. Siswa sering meng alami
kesulitan dalam menyelaraskan nilai lama dan nilai baru.

Salah satu karakteristik VCT seba gai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap
adalah proses penanaman nilai dilakukan me- alui proses analisis nilai yang sudah ada
sebelumnya dalam diri siswa kemudian menyelaraskannya dengan nilai-nilai baru yang

hendak ditanamkan.

I. Kebebasan Memilih
Pada tingkat ini terdapat 3 tahap, yaitu:

a. Memilih secara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya
baik. Nilai yang dipaksakan tidak akan

b. Memilih dari beberapa alternatif. Artinya, untuk menentukan

c. Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi

11. Menghargai

Terdiri atas 2 tahap pembelajaran: danya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang
menjadi

c. pilihanya, sehingga nilai-tersebut akan menjadi bagian integral dari dirinya.


e.Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum. Artinya,
bila kita menggagap nilai itu suatu pilihan, maka kita akan berani dengan pebuh kesadaran untuk
menunjukkannya di depan orang lain

III. Berbuat

Terdiri atas:
f. Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya. .

g.Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya, nilai yang menjadi pilihan itu
harus tercermin dalam kehidupannya sehari-hari

E. Kesulitan dalam Pembelajaran Afektif

Di samping aspek pembentukan kemampuan intelektual untuk membentuk kecerdasan


peserta didik dan pembentukan keterampil an untuk mengembangkan kompetensi agar peserta
didik memiliki kemampuan motorik, maka pembentukan sikap peserta didik meru pakan aspek
yang tidak kalah pentingnya. Proses pendidikan bukan hanya membentuk kecerdasan dan/atau
memberikan keterampilan tertentu saja, akan tetapi juga membentuk dan mengembangkan sikap
agar anak berperilaku sesuai dengan norma-norma yang laku di masyarakat. Namun demikian,
dalam proses pendidikan di sekolah proses pembelajaran sikap kadang-kadang terabaikan
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Pada akhirnya menjadi seorang guru merupakan profesi yang sangat berat namum
pekerjaan yang sangat mulia. Seorang guru bukan hanya harus memahami materi yang akan
disampaikan pada muridnya, namun seorang guru juga harus mampu menguasai aspek-aspek
yang menunjang dalam kegiatan belajar mengajar tersebut.
Pada buku yang telah penulis laporkan, amat sangat banyak materi, teori mengenai
pendekatan, metode, sistem penilaian, hingga pengelolaan kelas yang baik dan agar mencapai
tujuan dari pembelajaran tersebut. Buku ini sangat cocok untuk dipelajari bagi kalian yang akan
atau yang sedang menempuh pendidikan menjadi seorang Guru yang kompeten dan profesional
tentunya.
Pada saat melaporkan isi dari buku ini, penulis tidak menemukan kekurangan, karena
buku ini sangat detail dalam membahas materi bab per bab sehingga enak untuk dibaca dan
mudah untuk dipahami. Buku ini sangat cocok untuk dijadikan pedoman, dan sumber referensi
yang lengkap untuk menunjang dan menambah wawasan anda bagi yang sedang menempuh
pendidikan keguruan.

SARAN
Sebagai calon tenaga yang prifesional setidaknya kita dapat meluangkan waktu kita untuk
membaca buku strategi belajar mengajar untuk mengetahui bagaimana strategi pembelajaran
yang ada didalam buku tersebut agar siswa dan siswi dapat mengerti dengan materi yang
disampaikan
DAFTAR PUSTAKA

Prof.Dr H. Wina Sanjaya, M. (2006). Strategi Pembelajaran . Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai