Rasa syukur kita panjatkan kepada kehadirat Illahi Robbi bahwa atas izin dan ridho-Nya
kita dapat menyelesaikan tugas Strategi Pembelajaran . Dan berterima kasih kepada Dosen yang
sudah memberi tugas Book Report tentang Strategi Belajar Mengajar. semoga laporan buku ini
dapat bermanfaat dan menjadi berguna bagi yang membacanya dan memberikan wawasan
pengetahuan yang lebih baik lagi.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan kepada penulis. Isi
book report ini membahas tentang rangkuman dari buku Strategi pembelajaran karya Drs.
Syaiful Bahri Djamarah dan Drs. Aswan Zain yang kami kemas secara singkat dan mudah
dipahami oleh pembaca.
Namun demikian di samping rasa kegembiraan tersebut terselip rasa kekhawatiran
tentang penyelesaian tugas penulisan tersebut tertutama menyangkut segi kekurangan-
kekurangannya. Oleh karena di sadari bahwa tulisan tersebut masih mengandung berbagai
kelemahan maka amat diharapkan kepada semua pihak untuk dapat memberi saran dan
pendapatnya bagi penyempurnaan tulisan tersebut untuk masa yang akan datang.
NIA TESALONIKA
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4
BAB II............................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 5
PENUTUP..................................................................................................................................... 34
Kesimpulan................................................................................................................................ 34
SARAN ..................................................................................................................................... 34
PENDAHULUAN
Definisi / pengertian strategi pembelajaran. Secara umum strategi dapat diartikan sebagai suatu
garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi juga bisa diartikn sebagai pola-pola umum
kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai
tujuan yang telah digariskan.
Menurut Sanjaya, (2007 : 126). Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai perencanaan
yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Sedangkan Kemp (1995) menjelaskan bahwastrategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien. Dari pendapat tersebut, Dick and Carey (1985) juga menyebutkan
bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang
digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa (Sanjaya, 2007 :
126).
BAB II
PEMBAHASAN
a.Kompetensi Pribadi
Kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan
keyakinan agama yang dianut.
Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antar-umat beragama.
Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru, misalnya sopan satun dan tata
krama.
Bersifat demokratis dan terbuka terhadap pemberharuan dan kritik.
b. Kompetensi Profesional
Kemampua dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang
diajarkannya.
Kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran.
Kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar.
Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran.
C. Mengoptimalkan Peran Guru dalam Proses Pembelajaran
1. Guru sebagai sumber belajar
Dalam peran guru sebagai sumber belajar merupakan peran yang sangat penting. Peran
sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Sewbagai sumber
belajar dalam proses pembelajaran hendaknya guru nmelakukan hal-hal sebagai berikut;
a. Sebaiknya guru memilki bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan dengan siswa.
b. Guru dapat menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya
memiliki kecepatan belajar diatas rata-rata siswa yang lainnya.
c. Guru perlu melakukan pemetaan tentang materi pelajaran.
2. Guru sebagai Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan
siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Agar dapat melaksanakan peran sebagai fasilitator
dalam proses pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipahami dengan pemafaatan berbagai
media dan sumber pembelajaran.yaitu;
a. Guru perlu memahami berbagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi masing-
masing media tersebut.
b. Guru perlu mempunyai keterampilan dalam merancang suatu media.
c. Guru ditutut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat
memanfaatkan berbagai sumber belajar.
d. Sebagai fasilitatior, guru ditutut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan
berinteraksi dengan siswa.
3. Guru sebagai Pembimbing
Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan.
Artinya, tidak ada dua individu yang sama. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan,dan
membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, minat, dan bakatnya.
Agar guru sebagai pembimbing yang baik, maka ada beberapa hal yang harus dimiliki,
diantaranya yaitu, pertama, guru harus memilki pemahaman tentang anak yang sedang
dibimbing. Kedua, guru harus memahami dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan
tujuan dan kompetensi yang akan dicapai maupun merencanakan proses pembelajaran.
3.Prinsip Bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan SPI adalah guru sebagai penanya.
Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnyasudah merupakan
sebagian proses berpikir. Oleh sebab itu, kemampuan guru untuk bertanyak dalam setiap langkah
inkuiri sangat diperlukan.
4.Prinsip Belajar untuk Berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir,
yakni prosesmengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan, baik otak
reptil, otak limbik, maupun otak neokortek. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan
poenggunan otak secara maksimal.
C. Langkah Pelaksanaan SPI
1. Orientasi
2. Merumuskan masalah
3.Mengajukan hipotesis
4. Mengumpulkan data
5.Menguji hipotesis
6. Merumuskan kesimpulan
Telah dijelaskan bahwa salah satu kelemahan proses pem belajaran yang dilaksanakan
para guru kita adalah kurang adanya usaha pengembangan kemampuan berpikir siswa. Dalam
setiap proses pembelajaran pada mata pelajaran apa pun kita lebih banyak mendorong agar siswa
dapat menguasai sejumlah materi pelajaran Strategi pembelajaran yang dibahas pada bab ini
adalah strategi pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
Strategi pembelajaran ini pada awalnya diancang untuk pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS). Hal ini didasar kan pada asumsi bahwa selama ini IPS dianggap sebagai pelajaran hafalan.
Namun demikian, tentu saja dengan berbagai penyesuaian topik, strategi pembelajaran yang akan
dibahas ini juga dapat di terapkan pada mata pelajaran lain. Berdasarkan hasil penelitian selama
ini IPS dianggap sebagai pelajaran kelas dua. Para orang tua siswa berpendapat IPS merupakan
pelajaran yang tidak terlalu penting dibandingkan dengan pelajaran lainnya, seperti IPA dan
matematika (Sanjaya, 2002). Hal ini merupakan pandangan yang keliru. Sebab, pelajaran apa
pun diharapkan dapat membekali siswa baik untuk terjun ke masyarakat maupun untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kekeliruan ini juga terjadi pada sebagian
besar para guru. Mereka berpendapat bahwa IPS pada hakikatnya adalah pelajaran hafalan yang
tidak menantang untuk berpikir. IPS adalah pelajaran yang sarat dengan konsep-konsep
pengertian-pengertian, data, atau fakta yang harus dihafal dan tidak perlu dibuktikan.
Sekarang, bagaimana mengubah paradigma berpikir tentang IPS sebagai mata pelajaran
hafalan? Bagaimana IPS dapat dijadikan mata pelajaran yang mampu mengembangkan
kemampuan berpikir siswa? Di bawah ini akan dijelaskan satu strategi pembelajaran berpikir
dalam pelajaran IPS. Model pembelajaran ini adalah model pembelajaran hasil dari
pengembangan yang telah diuji coba (Sanjaya, 2002)
Kedua, telaahan fakta-fakta sosial atau pengalaman sosial me- rupakan dasar
pengembangan kemampuan bepikir, artinya pe- ngembangan gagasan dan ide-ide didasarkan
kepada pengalaman sosial anak dalam kehidupan sehari-hari dan/atau berdasarkan ke- mampuan
anak untuk mendeskripsikan hasil pengamatan mereka terhadap berbagai fakta dan data yang
mereka peroleh dalam ke- hidupan sehari-hari.
Ketiga, sasaran akhir SPPKB adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah-
masalah sosial sesuai dengan taraf per- kembangan anak.
Pembelajaran adalah proses interaksi baik antara manusia de- ngan manusia ataupun
antara manusia dengan lingkungan. Proses interaksi ini diarahkan untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan misalkan yang berhubungan dengan tujuan perkembangan kognitif, afektif, atau
psikomotor. Tujuan pengembangan kognitif adalah pro- ses pengembangan intelektual yang erat
kaitannya dengan mening- katkan aspek pengetahuan, baik secara kuantitatif maupun kualita- tif.
Apa hakikat dari pengetahuan itu? Bagaimana sebenarnya setiap udividu memperoleh
pengetahuan? Hal itu merupakan pertanyaan rtanyaan yang mendasar yang membutuhkan kajian
filosofis.
b. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struk- tur yang perlu untuk
pengetahuan.
E. Karakteristik SPPKB
1. Proses pembelajaran melalui SPPKB menekankan kepada proses mental siswa secara
maksimal. SPPKB bukan model pembelajar an yang hanya menuntut siswa sekadar mendengar
dan men catat, tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir Hal ini sesuai dengan
latar belakang psikologis yang menjadi tumpuannya, bahwa pembelajaran itu adalah peristiwa
mental bukan peristiwa behavioral yang lebih menekankan aktivitas fisik. Artinya, setiap
kegiatan belajar itu disebabkan tidak hanya peristiwa hubungan stimulus-respons saja, tetapi juga
dise kan karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya.
.2. SPPKB dibangun dalam nuansa dialogis dan proses tanya jawab secara terus-menerus. Proses
pembelajaran melalui dialog darn tanya jawab itu diarahkan untuk memperbaiki dan meningkat-
kan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampu- an berpikir itu dapat membantu
siswa untuk memperoleh pe- ngetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
3. SPPKB adalah model pembelajaran yang menyandarkan kepada dua sisi yang sama
pentingnya, yaitu sisi proses dan hasil belajar. Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan berpikir, sedangkan sisi hasil belajar di rahkan untuk meng- konstruksi pengetahuan
atau penguasaan materi pembelajaran baru.
Ada perbedaan pokok antara SPPKB dengan pembelajaran yang selama ini banyak
dilakukan guru. Perbedaan tersebut adalah:
1.SPPKB menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar, arti- nya peserta didik
berperan aktif dalam setiap proses pembe- lajaran dengan cara )menggali pengalamannya
sendiri; sedang- kan dalam pembelajaran konvensional peserta didik ditempat- kan sebagai objek
belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif
3. Dalam SPPKB, perilaku dibangun atas kesadaran diri, sedang- kan dalam
pembelajaran konvensinal perilaku dibangun atas proses kebiasaan.
5. Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui SPPKB adalahg B lunge kemampuan
berpikir melalui proses menghubungkan antara Saime pengalaman dengan
kenyataan:usedangkan dalam pembelajar- an konvensional tujuan akhir adalah penguasaan
materi pem- lulidure belajaran.
6. Dalam SPPKB, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalnya
individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwa perilaku itu merugikan
dan tidak bermanfaat; sedangkan dalam pembelajaran konvensional tin- dakan atau perilaku
individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu
disebab- kan takut hukuman.
7. Dalam SPPKB, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai
dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap peserta didik bisa terjadi perbedaan
dalam me- maknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pembela-jaran konvensional,
hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena
pengetahu- an dikonstruksi oleh orang lain
. 8 Tujuan yang ingin dicapai oleh SPPKB adalah kemampuan siswa. dalam proses
berpikir untuk memperoleh pengetahuan, maka kriteria keberhasilan ditentukan oleh proses dan
hasil belajar; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pem- belajaran biasanya
hanya diukur dari tes. Beberapa perbedaan pokok di atas menggambarkan bahwa SPPKB
memang memiliki perbedaan baik dilihat dari asumsi mau- pun proses pelaksanaan dan
pengelolaannya
SPPKB menekankan kepada keterlibatan siswa secara penuh dalam belajar. Hal ini
sesuai dengan hakikat SPPKB yang tidak mengharapkan siswa sebagai objek belajar yang hanya
duduk men- dengarkan penjelasan guru kemudian mencatat untuk dihafalkan. Cara yang
demikian bukan saja tidak sesuai dengan hakikat belajar sebagai usaha memperoleh pengalaman,
namun juga dapat meng- hilangkan gairah dan motivasi belajar siswa (George W. Maxim, 1987)
Ada 6 tahap dalam SPPKB. Setiap tahap dijelaskan berikut ini.
BAB XII
Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan be lajar yang dilakukan oleh
siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam SPK, yaitu: (1) adanya peserta dalam kelompok;
(2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan (4) adanya
tujuan yang harus dicapai.
1. Karakteristik SPK
Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri ar empat tahap, yaitu: (1)
penjelasan materi: (2) belajar dalam ke lompok; (3) penilaian; dan (4) pengakuan tim .
1. Keunggulan SPK
a. Melalui SPK siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah
kepercayaan kemampuan berpiki sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan
belajar dari siswa yang lain.
b. SPK dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata
secara verbal dan membanding kannya dengan ide-ide orang lain.
c. SPK dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala
keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
d. SPK dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam
belajar.
e. SPK merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik
sekaligus kemampuan sosial termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interper sonal
yang positif dengan yang lain, mengembangkan keter pilan me-manage waktu, dan sikap positif
terhadap sekolah.
f. Melalui SPK dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya
sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut
membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tang gung jawab kelompoknya.
g. SPK dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar
abstrak menjadi nyata (ril)
a. Untuk memahami dan mengerti filosofis SPK memang butuh waktu. Sangat tidak rasional
kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat
cooperative learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka akan
merasa terhambat oleh siswa yang di anggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan
se- macam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok.
b. Ciri utama dari SPK adalah bah Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka d
andingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa
yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.
c. Penilaian yang diberikan dalam SPK didasarkan kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu
meny sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi kepada hasil menyadari,
bahwa setiap individu siswa.
e. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuar yang sangat penting untuk siswa,
akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara
individual. Oleh karena itu idealnya melalui SPK selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga
harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam
SPK memang bukan pekerjaan yang mudah.
BAB XIII
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa
.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik pentin dalam proses
pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL.
1. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pe ngetahuan yang sudah ada
(activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang
sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan
yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah
pengetahuan baru (acquirin knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif,
artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memerhatikan
detailnya. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge, artirn ngetahuan yang diperoleh
bukan untuk dihafal tetapi untuk
3. artinya dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain
tentang pengetahuan yang diperolehnya dan ber dasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan
itu dikembang kan
CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark
Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Aliran filsafat konstrukxivisme
berangkat dari pemikiran epistemologi Giambatista Vico (Suparno, 1997). Vico
mengungkapkan: "Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaannya
Mengetahui, menurut Pico, berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Artinya, seseorang
dikatakan mengetahui manakala ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu
itu.
Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran
aktif subjek, maka dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif.
Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan Sesuai dengan filsafat
yang mendasarinya bahwa pengetahuan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti
keterkaitan stimulus dan respons. Belajar tidak sesedehana itu. Belajar melibatkan proses mental
yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi, kemampuan atau pengalaman. Apa yang
tampak pada dasarnya adalah wujud dari adanya dorongan yang berkembang dalam diri
seseorang. Sebagai peristiwa mental perilaku manusia tidak semata- mata merupakan gerakan
fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah adanya faktor pendorong yang ada di belakang
gerakan fisik itu. Mengapa demikian? Sebab manusia selamanya memiliki kebutuhan yang
melekat dalam dirinya. Kebutuhan itulah yang mendorong manusia untuk berperilaku.
Setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar. Per- bedaan yang dimiliki
siswa tersebut oleh Bobbi Deporter (1992) dinamakan sebagai unsur modalitas belajar.
Menurutnya ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu tipe visual, auditorial, dan kinestetis. Tipe
visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, artinya siswa akan lebih cepat belajar dengan
cara menggunakan indra penglihatannya. Tipe auditorial adalah tipe belajar dengan cara
menggunakan alat pendengarannya; sedangkan tipe kinestetis adalah tipe belajar 4. dengan cara
bergerak, bekerja, dan menyentuh.
Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu me- mahami tipe belajar
dalam dunia siswa, artinya guru perlu menye- suaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar
siswa. Dalam proses pembelajaran konvensional, hal ini sering terlupakan sehingga proses
pembelajaran tak ubahnya sebagai proses pemaksaan kehendak yang menurut Paulo Freire
sebagai sistem penindasan.
F. Asas-Asas CTL
Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan itu diperoleh anak bukan
dari informasi yang diberikan oleh orang lain termasuk guru, akan tetapi dari proses menemukan
dan mengonstruksinya sendiri, maka guru harus menghindari mengajar ebagal proses
penyampaian informasi. Guru perlu memandang siswa sebagai subjek belajar dengan segala
keunikannya. Siswa lah organisme yang aktif yang memiliki potensi untuk memban
pengetahuannya sendiri.
Untuk lebih memahami bagaimana mengaplikasikan CTL dalam proses pembelajaran, di bawah
ini disajikan contoh penerapannya. Dalam contoh tersebut dipaparkan bagaimana guru
menerapkan pembelajaran dengan pola konvensional dan dengan pola CTL Hal ini dimaksudkan
agar Anda dapat memahami perbedaan peneraparn kedua pola pembelajaran tersebut.
BAB XIV
A. Pendahuluan
c.fenomenalist, yaitu kepatuhan berdasarkan kadar basa-basi. suara hati atau se-
Dari keempat faktor yang menjadi dasar kepatuhan setiap indi- vidual tentu saja yang
kita harapkan adalah kepatuhan yang bersifat normativist, sebab kepatuhan semacam itu adalah
kepatuhan yang didasari kesadaran akan nilai, tanpa memedulikan apakah perilaku itu
menguntungkan untuk dirinya atau tidak ya arn
1. Pola Pembiasaan
Apakah sikap bisa dibentuk? Perhatikan percobaan yang dilaku kan seorang psikolog
terkenal yang bernama Watson.
Pada suatu hari Watson.melihat ada anak yang senang dengan us berbulu putih. Ke mana
pun anak itu pergi ia selalu membawa tikus putih yang sangat disenanginya. Watson ingin
mengubah sikap senang anak terhadap tikus putih menjadi benci atau tidak senang. Maka
ketika anak hendak memegang tikus itu, Watson memberi kejutan dengan suara keras, hingga
anak itu terkejut. Terus-menerus hal itu dilakukan. Ketika anak mendekati dan hendak
membawa tikus itu, dimunculkanlah suara keras; anak semakin' terkejut dan lama-kelamaan
anak benar-benar menjadi takut dengan tikus putih itu.
2. Modeling
Pembelajaran sikap seseorang dapat juga dilakukan melalui proses modeling, yaitu
pembentukan sikap melalui proses asimilasi atau proses mencontoh.
Salah satu karakteristik anak didik yang sedang berkembang adalah keinginannya untuk
melakukan peniruan (imitas). Hal yang ditiru itu adalah perilaku-perilaku yang diperagakan atau
didemons- trasikan oleh orang yang menjadi idolanya. Prinsip peniruan ini yang dimaksud
dengan modeling. Modeling adalah proses peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi
idolanya atau orang yang dihor- matinya.
Setiap strategi pembelajaran sikap pada umumnya menghadap- kan siswa pada sit problematis.
Melalui situasi ini diharapkan siswa dapat mengambil keputusan berdasarkan nilai yang
dianggapnya baik. Di bawa disajikan beberapa model strategi pembelajaran pembentukan sikap
1. Model Konsiderasi
Model konsiderasi (the consideration model) dikembangkan oleh Mc. Paul, seorang humanis.
Paul menganggap bahwa pembentukar moral tidak sama dengan pengembangan kognitif yang
rasional. Pembelajaran moral siswa menurutnya adalah pembentukan ke- pribadian bukan
pengembangan intelektual. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran
yang dapat mem- bentuk kepribadian. Tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia
a. Tingkat Prakonvensional
Pada tingkat ini setiap individu memandang moral berdasarkan kepentingannya sendiri. Artinya,
pertimbangan moral didasarkan pada pandangannya secara individual tanpa menghiraukan
rumusan dan aturan yang dibuat oleh masyarakat. Pada tingkat prakonven sional ini terdiri atas
dua tahap.
Tahap 1 Orientasi
hukuman dan kepatuhan Pada tahap ini perilaku anak didasarkan kepada konsekuensi fisik yang
akan terjadi. Artinya, anak hanya berpikir bahwa perilaku yang benar itu adalah perilaku yang
tidak akan mengakibatkan kuman. Dengan demikian, setiap peraturan harus dipatuhi agar tidak
menimbulkan konsekuensi negatif. hu
Tahap 2 Orientasi
instrumental-relatif Pada tahap ini perilaku anak didasarkan kepada rasa "adil" ber- dasarkan
aturan permainan yang telah disepakati. Dikatakan adil manakala orang membalas perilaku kita
yang dianggap baik. Dengan demikian perilaku itu didasarkan kepda saling menolong dan saling
memberi
b. Tingkat Konvensional
Pada tahap ini anak mendekati masalah didasarkan pada hubungan individu-masyarakat.
Kesadaran dalam diri anak mulai tumbuh bahwa perilaku itu harus sesuai dengan norma-norma
dan aturan yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian, pemecahan masalah bukan hanya
didasarkan kepada rasa keadilan belaka, akan tetapi apakah pemacahan masalah itu sesuai
dengan norma masya- rakat atau tidak. Pada tingkat konvensional itu mempunyai 2 tahap sebagai
kelanjutan dari tahap yang ada pada tingkai prakonvensional, yaitu tahap keselarasan
interpersonal serta tahap sistem sosial dan kata hati.
Pada tahap ini ditandai dengan setiap perilaku yang ditampilkan individu didorong oleh
keinginan untuk memenuhi harapan orang lain. Kesadaran individu mulai tumbuh bahwa ada
orang lain di luar dirinya untuk berperilaku sesuai dengan harapannya. Artinya, anak sadar
bahwa ada hubungan antara dirinya dengan orang lain. Dan, hubungan itu tidak boleh dirusak.
Pada tingkat ini perilaku bukan hanya didasarkan pada kepatuh- an terhadap norma-
norma masyarakat yang berlaku, akan tetapi didasari oleh adanya kesadaran sesuai dengan nilai-
nilai yang di- milikinya secara individu. Seperti pada tingkat sebelumnya, pada tingkat ini juga
terdiri dari dua tahap.
Pada tahap ini perilaku individu didasarkan pada kebenaran- kebenaran yang diakui oleh
masyarakat. Kesadaran individu untuk berperilaku tumbuh karena kesadaran untuk menerapkan
prinsip prinsip sosial. Dengan demikian, kewajiban moral dipandang bagai kontrak sosial yang
harus dipatuhi, bukan sekadar pemenuh- se- an sistem nilai.
Pada tahap terakhir, perilaku manusia didasarkan pada prinsip- prinsip universal. Segala
macam tindakan bukan hanya didasarkan sebagai pada suatu kewajiban sebagai manusia. Setiap
individu wajib me- nolong orang lain, apakah orang itu sebagai orang yang kita ataupun tidak,
apakah orang itu adalah orang yang kita cintai tidak, orang yang kita suka atau tidak.
Pertolongan yang diberikan bukan didasarkan pada alasan subjektif, akan tetapi didasarkan pada
kesadaran yang bersifat universal. kontrak sosial yang harus dipatuhi, akan tetapi didasarkan
benci atau Sesuai dengan prinsip bahwa moral terjadi secara bertahap, maka strategi
pembelajaran model Kohlberg diarahkan untuk membantu agar setiap individu meningkat dalam
perkembangan moralnya.
Salah satu karakteristik VCT seba gai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap
adalah proses penanaman nilai dilakukan me- alui proses analisis nilai yang sudah ada
sebelumnya dalam diri siswa kemudian menyelaraskannya dengan nilai-nilai baru yang
hendak ditanamkan.
I. Kebebasan Memilih
Pada tingkat ini terdapat 3 tahap, yaitu:
a. Memilih secara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya
baik. Nilai yang dipaksakan tidak akan
11. Menghargai
Terdiri atas 2 tahap pembelajaran: danya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang
menjadi
III. Berbuat
Terdiri atas:
f. Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya. .
g.Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya, nilai yang menjadi pilihan itu
harus tercermin dalam kehidupannya sehari-hari
PENUTUP
Kesimpulan
Pada akhirnya menjadi seorang guru merupakan profesi yang sangat berat namum
pekerjaan yang sangat mulia. Seorang guru bukan hanya harus memahami materi yang akan
disampaikan pada muridnya, namun seorang guru juga harus mampu menguasai aspek-aspek
yang menunjang dalam kegiatan belajar mengajar tersebut.
Pada buku yang telah penulis laporkan, amat sangat banyak materi, teori mengenai
pendekatan, metode, sistem penilaian, hingga pengelolaan kelas yang baik dan agar mencapai
tujuan dari pembelajaran tersebut. Buku ini sangat cocok untuk dipelajari bagi kalian yang akan
atau yang sedang menempuh pendidikan menjadi seorang Guru yang kompeten dan profesional
tentunya.
Pada saat melaporkan isi dari buku ini, penulis tidak menemukan kekurangan, karena
buku ini sangat detail dalam membahas materi bab per bab sehingga enak untuk dibaca dan
mudah untuk dipahami. Buku ini sangat cocok untuk dijadikan pedoman, dan sumber referensi
yang lengkap untuk menunjang dan menambah wawasan anda bagi yang sedang menempuh
pendidikan keguruan.
SARAN
Sebagai calon tenaga yang prifesional setidaknya kita dapat meluangkan waktu kita untuk
membaca buku strategi belajar mengajar untuk mengetahui bagaimana strategi pembelajaran
yang ada didalam buku tersebut agar siswa dan siswi dapat mengerti dengan materi yang
disampaikan
DAFTAR PUSTAKA