Anda di halaman 1dari 16

Sumber : http://happyrhyzka.blogspot.co.

id/2016/04/makalah-ekonomi-
pendidikan-investasi_13.html

Makalah Ekonomi Pendidikan: Investasi


Pendidikan terhadap Ekonomi Nasional
INVESTASI PENDIDIKAN TERHADAP EKONOMI NASIONAL

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Ekonomi Pendidikan
yang dibina oleh Ibu Desi Eri Kusumaningrum, S.Pd., M.Pd

Oleh
Indriani 130131600393
Happy Rhyzka Nurhaviana 130131600380
Nur Fathiroh lailina 130131600395
Rossa Valentina 130131600393
Shaksita Pujiasti 130131600354
Sofiani Indah Listiana 130131613824
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Februari 2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan hidayah-Nya,
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar, tanpa ada kendala yang berarti. Makalah
ini berisi tentang Investasi Pendidikan Terhadap Ekonomi Nasional. Pada kesempatan ini,
penyusun mengucapkan terimakasih pada dosen pendamping matakuliah Ekonomi Pendidikan
ini, yang telah membantu untuk menyusun makalah ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan
kepada rekan-rekan mahasiswa yang juga mendukung untuk terselesaikannya tugas ini. Tidak
lupa pula penyusun mengucapkan terimakasih kepada orangtua atas dukungan, pengertian serta
doanya selama ini.
Akhirnya penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan, sebagai upaya penyempurnaan
makalah ini.

Malang, Februari 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Investasi Pendidikan ..................................................... 3
B. Pendidikan Sebagai Investasi Jangka Panjang ................................ 8
C. Peran Pendidikan Sebagai Investasi dalam Pembangunan ............. 12
D. Peran Pendidikan terhadap Ekonomi Nasional ............................... 17

BAB III PENUTUP


A. Simpulan ......................................................................................... 20

DAFTAR RUJUKAN ............................................................................................ 21

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Profesor Toshiko Kinosita mengemukakan bahwa sumber daya manusia Indonesia masih
sangat lemah untuk mendukung perkembangan industri dan ekonomi. Penyebabnya karena
pemerintah selama ini tidak pernah menempatkan pendidikan sebagai prioritas terpenting. Tidak
ditempatkannya pendidikan sebagai prioritas terpenting karena masyarakat Indonesia, mulai dari
yang awam hingga politisi dan pejabat pemerintah, hanya berorientasi mengejar uang untuk
memperkaya diri sendiri dan tidak pernah berfikir panjang dikutip di kompas (dalam Widati,
2006).
Pendapat Guru Besar Universitas Waseda Jepang tersebut sangat menarik untuk dikaji
mengingat saat ini pemerintah Indonesia mulai melirik pendidikan sebagai investasi jangka
panjang, setelah selama ini pendidikan terabaikan. Salah satu indikatornya adalah telah
disetujuinya oleh MPR untuk memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN
atau APBD. Langkah ini merupakan awal kesadaran pentingnya pendidikan sebagai investasi
jangka panjang.
Dengan adanya krisis ekonomi yang melanda kita pada tahun 1997, bangsa kita tertinggal
semakin jauh dari negara-negara tetangga kita. Satu-satunya alat untuk mempersempit jarak
ketertinggalan kita dengan negara-negara lain adalah pendidikan. Jika para pemimpin bangsa ini
sadar dengan hal ini, mereka pasti akan menjadikan pendidikan sebagai prioritas pembangunan.
Kita lihat saja bagaimana sekarang Thailand bangkit dengan pendidikannya. India adalah salah
satu negara yang sadar akan pentingnya investasi dalam bidang pendidikan. Dan sekarang kita
bisa melihat bagaimana India menjadi salah satu macan teknologi di Asia. Singapura tidak kalah
‘licin’. Mereka, dengan kekayaannya malah memberikan beasiswa ikatan dinas pada mahasiswa
Indonesia untuk belajar di sana. Setelah tiga tahun ‘mengabdi’ pada Singapura, penerima
beasiswa baru terbebas dari ikatan dinasnya. Selama
bekerja di Singapura, penerima beasiswa dari Indonesia pastilah sudah merasakan nyamannya
dan makmurnya bekerja di negara itu. Tentulah mereka akan pikir-pikir ribuan kali untuk pulang
ke Indonesia. Demikian juga dengan Malaysia yang sekarang malah menjadi salah satu tempat
tujuan belajar bagi sebagian orang Indonesia. Padahal pada sekitar tahun 1970-an, Malaysia
masih menimba ilmu dari negara kita. Contoh-contoh di atas adalah negara-negara yang sadar
akan pentingnya investasi di dunia pendidikan. Memang investasi di bidang pendidikan ini
hasilnya baru bisa dinikmati sekitar 10-15 tahun ke depan. Tapi ketika ‘buah’ dari investasi itu
sudah bisa kita petik, kita akan menjadi negara yang mandiri dan produktif. Dan akhirnya kisah
seperti yang saya dengar dari dosen muda yang teman saya itu tidak akan kita dengar lagi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran tentang investasi pendidikan?
2. Bagaiamana pendidikan sebagai investasi jangka panjang?
3. Bagaimana peran pendidikan sebagai investasi dalam pembangunan?
4. Bagaimana peran pendidikan terhadap ekonomi nasional?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian investasi pendidikan.
2. Untuk mengetahui pendidikan sebagai investasi jangka panjang.
3. Untuk mengetahui peran pendidikan sebagai investasi dalam pembangunan.
4. Untuk mengetahui peran pendidikan terhadap ekonomi nasional.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Investasi Pendidikan


Investasi secara umum dimaksudkan untuk meningkatkan nilai ekonomis di masa
mendatang dari barang atau jasa yang diinvestasikan, melalui berbagai bentuk upaya dan
pengorbanan yang dilaksanakan pada masa sekarang. Pemerintah berupaya meningkatkan mutu
pendidikan agar kelak akan diperoleh Sumber Daya Manusia yang mampu menguasai keahlian
dan ketrampilan, bekerja secara profesional, serta dapat menghasilkan karya yang bermutu,
sehingga SDM dapat memberikan peranan dalam pembangunan.
Selain pemerintah, masyarakat secara umum juga berkepentingan melakukan investasi
pendidikan karena dengan pendidikan, masyarakat akan makin tertata sehingga ketertiban,
keamanan, dan kesejahteraan masyarakat akan terwujud. Bagi keluarga, pendidikan dari anak-
anak juga penting untuk menjamin adanya peningkatan kehidupan bagi keluarga dan terutama
bagi anak-anak sendiri di masa depan.
Pada umumnya, investasi keluarga, masyarakat (misalnya swasta) dan pemerintah dalam
bidang pendidikan bersifat saling melengkapi. Besarnya kebutuhan suatu negara untuk investasi
pendidikan juga sangat besar sehingga wajar jika investasi pendidikan tersebut ditanggung
bersama. Berikut adalah perbandingan investasi pendidikan yang telah dilakukan oleh
pemerintah menurut SMAN 2 Cibinong (2008):
a. Investasi pendidikan oleh pemerintah
Investasi pendidikan oleh pemerintah mencakup pembangunan dan pemeliharaan
mencakup pembangunan dan pemeliharaan gedung-gedung sekolah, penyediaan peralatan
sekolah, pembayaran gaji guru, anggaran untuk meningkatkan kualitas guru, dan lain-lain.
Sementara ini program-program pemerintah dalam pembangunan sektor pendidikan baru dapat
dipandang sebagai sebagai fungsi

pemerintah untuk menyediakan sarana pelayanan umum yang cenderung tidak profit
center seperi halnya investasi produktif.
Investasi pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah pada umumnya diarahkan untuk
mendukung kebijakan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar, serta peningkatan mutu dan
relevansi pendidikan. Pembiayaan pendidikan di Indonesia sebagian besar didukung melalui
anggaran tahunan yang disalurkan ke Departemen Pendidikan Nasional, baik dalam bentuk
anggaran rutin maupun pembangunan. Dalam hal penyelenggaraan pendidikan persoalannya
antara lain adalah bagaimana skala penyelenggaraan tersebut dapat berlangsung secara optimal
dengan tingkat kesangkilan yang tinggi. Kalau kesangkilan ekonomi yang ditekankan, maka
konsep biaya rata-rata (average cost) sangat penting untuk ditelaah lebih lanjut. Dalam jangka
panjang diharapkan biaya rata-rata dapat mencapai titik minimum pada skala operasi (jumlah
siswa) tertentu dengan standar mutu tertentu pula.
b. Investasi swasta
Investasi pihak swasta yang dimaksudkan di sini adalah lembaga-lembaga pendidikan
swasta seperti yang bernaung di bawah suatu yayasan (foundation). Program pemerintah dalam
membangun sektor pendidikan (khususnya sekolah dasar) secara besar-besaran sejak Repelita I
telah meningkatkan secara signifikan permintaan terhadap jasa pendidikan pada jenjang yang
lebih tinggi yang mungkin disebabkan oleh meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat,
membaiknya infrastruktur umum serta kesadaran yang semakin tinggi terhadap pendidikan dan
juga berkembangnya faktor alturisme yang ditunjukkan dengan sikap setiap anggota masyarakat
yang cenderung melihat orang lain dalam melakukan hal yang sama. Meningkatnya permintaan
terhadap pendidikan ini dapat ditunjukkan baik angka partisiapsi (kasar/murni) maupun jumlah
murid.
Investasi sektor swasta tersebut dapat dipandang sebagai akibat keterbatasan bangku
sekolah yang dapat disediakan oleh pemerintah untuk mengakomodasikan seluruh peserta didik
pada berbagai jenjang dan jenis pendidikan. Persediaan (supply) jasa pendidikan dapat diukur
berdasarkan jumlah bangku sekolah yang ada. Karena
peranan pemerintah pada jenjang pendidikan menengah atas dan tinggi masih terbatas, sementara
permintaan terhadap jasa pendidikan kedua jenjang tersebut sangat besar, maka hal ini
memungkinkan tumbuhnya penyelenggaraan pendidikan pihak swasta dengan memanfaatkan
permintaan potensial (potential demand) yang tidak tercakup oleh sekolah atau lembaga
pendidikan yang disediakan oleh pemerintah.
c. Investasi Rumah Tangga
Investasi yang dilakukan oleh anggota masyarakat atau rumah tangga pada umumnya
berasal dari orang tua peserta didik. Hanya saja berapa porsi pendapatan masyarakat yang
dialokasikan untuk biaya pendidikan yang mencakup uang SPP, peralatan dan alat tulis, biaya
transportasi, biaya pemondokan, dan lain-lain tentu saja bervariasi dari suatu kelompok
pendapatan masyarakat ke kelompok pendapatan yang lain, serta dari daerah yang satu ke daerah
yang lainnya.
Pola investasi pendidikan dari kelompok berpendapatan rendah atau mereka yang berada
di bawah garis kemiskinan tentu sangat berbeda dengan kelompok berpendapatan menengah dan
tinggi. Investasi di sini terutama berupa pengeluaran biaya langsung (direct cost) untuk
komponen-komponen biaya seperti disebutkan di depan. Selain bentuk biaya langsung ini, ada
biaya tidak langsung berupa income forgone yaitu berupa kesempatan yang hilang untuk
memperoleh pendapatan karena waktu dan sumber dana dipergunakan untuk memperoleh
pendidikan.
Pendidikan dalam pandangan tradisional selama sekian dekade dipahami sebagai bentuk
pelayanan sosial yang harus diberikan kepada masyarakat, dalam konteks ini pelayanan
pendidikan sebagai bagian dari public service atau jasa layanan umum dari negara kepada
masyarakat yang tidak memberikan dampak langsung bagi perekonomian masyarakat, sehingga
pembangunan pendidikan tidak menarik untuk menjadi tema perhatian, kedudukannya tidak
mendapat perhatian menarik dalam gerak langkah pembangunan.
Opini yang berkembang justru pembangunan sektor pendidikan hanyalah sektor yang
bersifat memakan anggaran tanpa jelas manfaatnya (terutama secara ekonomi). Pandangan
demikian membawa orang pada keraguan bahkan

ketidakpercayaan terhadap pembangunan sektor pendidikan sebagai pondasi bagi kemajuan


pembangunan di segala sektor.
Ketidakyakinan ini misalnya terwujud dalam kecilnya komitmen anggaran untuk sektor
pendidikan. Mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan dianggap buang-buang uang
yang tidak bermanfaat. Akibatnya alokasi anggaran sektor pendidikan pun biasanya sisa setelah
yang lain terlebih dahulu.
Cara pandangan ini sekarang sudah mulai tergusur sejalan dengan ditemukannya
pemikiran dan bukti ilmiah akan peran dan fungsi vital pendidikan dalam memahami dan
memposisikan manusia sebagai kekuatan utama sekaligus prasyarat bagi kemajuan
pembangunan dalam berbagai sektor.
Konsep pendidikan sebagai sebuah investasi (education as investement) telah
berkembang secara pesat dan semakin diyakini oleh setiap negara bahwa pembangunan sektor
pendidikan merupakan prasyarat kunci bagi pertumbuhan sektor-sektor pembangunan lainnya.
Konsep tentang investasi sumber daya manusia (human capital investment) yang dapat
menunjang pertumbuhan ekonomi (economic growth), sebenarnya telah mulai dipikirkan sejak
jaman Adam Smith (1776), Heinrich Von Thunen (1875) dan para teoritisi klasik lainya sebelum
abad ke 19 yang menekankan pentingnya investasi keterampilan manusia.
Pemikiran ilmiah ini baru mengambil tanggal penting pada tahun 1960-an ketika pidato
Theodore Schultz pada tahun 1960 yang berjudul “Investement in human capital” dihadapan The
American Economic Association merupakan peletak dasar teori human capital modern. Pesan
utama dari pidato tersebut sederhana bahwa proses perolehan pengetahuan dan keterampilan
melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi semata-mata, akan tetapi juga
merupakan suatu investasi.
Schultz (1960) kemudian memperhatikan bahwa pembangunan sektor pendidikan dengan
manusia sebagai fokus intinya telah memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan
ekonomi suatu negara, melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi dari tenaga
kerja. Penemuan dan cara

pandang ini telah mendorong ketertarikan sejumlah ahli untuk meneliti mengenai nilai ekonomi
dari pendidikan.
Alasan utama dari perubahan pandangan ini adalah adanya pertumbuhan minat dan
ketertarikan selama tahun 1960-an mengenai nilai ekonomi dari pendidikan. Pada tahun 1962,
Bowman, mengenalkan suatu konsep “revolusi investasi manusia di dalam pemikiran ekonomis”.
Perkembangan tersebut telah mempengaruhi pola pemikiran berbagai pihak, termasuk
pemerintah, perencana, lembaga-lembaga internasional, para peneliti dan pemikir modern
lainnya, serta para pelaksana dalam pembangunan sektor pendidikan dan pengembangan SDM.
Di negara-negara maju, pendidikan selain sebagai aspek konsumtif juga diyakini sebagai
investasi modal manusia (human capital investement) dan menjadi “leading sektor” atau salah
satu sektor utama. Oleh karena perhatian pemerintahnya terhadap pembangunan sektor ini
sungguh-sungguh, misalnya komitmen politik anggaran sektor pendidikan tidak kalah dengan
sektor lainnya, sehingga keberhasilan investasi pendidikan berkorelasi dengan kemajuan
pembangunan makronya.
Pada tahun 1970-an, penelitian-penelitian mengenai hubungan antara pendidikan dan
pertumbuhan ekonomi sempat mandeg karena timbulnya kesangsian mengenai peranan
pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi di beberapa negara, khususnya di Amerika Serikat
dan negara berkembang yang menerima bantuan dari Bank Dunia pada waktu itu. Kesangsian ini
timbul, antara lain karena kritik para sosiolog pendidikan diantaranya Gary Besker (1964, 1975,
1993) mengatakan bahwa teori human capital ini lebih menekankan dimensi material manusia
sehingga kurang memperhitungkan manusia dari dimensi sosio budaya.
Kritik Becker ini justru membuka perspektif dari keyakinan filosofis bahan pendidikan
tidak pula semata-mata dihitung sebagai investasi ekonomis tetapi lebih dari itu dimensi sosial,
budaya yang berorientasi pada dimensi kemanusiaan merupakan hal yang lebih penting dari
sekedar investasi ekonomi. Karena pendidikan harus dilakukan oleh sebab terkait dengan
kemanusiaan itu sendiri (human dignity).

Beberapa penelitian neoklasik lain, telah dapat meyakinkan kembali secara ilmiah akan
pentingnya manusia yang terdidik menunjang pertumbuhan ekonomi secara langsung bahwa
seluruh sektor pembangunan makro lainnya. Atas dasar keyakinan ilmiah itulah akhirnya Bank
Dunia kembali merealisasikan program bantuan internasionalnya di berbagai negara. Kontribusi
pendidikan terhadap pertumbuhan ini menjadi semakin kuat setelah memperhitungkan efek
interaksi antara pendidikan dan investasi fisik lainnya.
Artinya, investasi modal fisik akan berlipat ganda nilai tambahnya di kemudian hari jika
pada saat yang sama dilakukan juga investasi SDM, yang secara langsung akan menjadi pelaku
dan pengguna dalam investasi fisik tersebut. Sekarang diakui bahwa pengembangan SDM suatu
negara adalah unsur pokok bagi kemakmuran dan pertumbuhan, dan untuk penggunaan yang
efektif atas sumber daya modal fisiknya. Investasi dalam bentuk modal manusia adalah suatu
komponen integral dari semua upaya pembangunan. Pendidikan harus meliputi suatu spektrum
yang luas dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.

B. Pendidikan sebagai Investasi Jangka Panjang


Investasi berarti menanamkan sesuatu, dalam hal ini modal pada saat sekarang dengan
harapan untuk mendapatkan hasil yang baik di masa yang akan datang, dengan melakukan
investasi akan dapat dinikmati hasilnya pada masa yang akan datang . Kegiatan investasi
merupakan sautu tindakan cerdik karena orientasinya jauh ke depan dan bersifat strategis. Pada
kenyataannya tidak semua orang mampu untuk melakukan hal itu, tindakan semacam
itu biasanya hanya dimiliki oleh orang-orang yang memiliki pendidikan yang memadai. Untuk
itulah pendidikan memegang peranan penting dengan usaha meningkatkan pendidikan
diharapkan akan menghasilkan manusia yang berpendidikan yang mampu merencanakan
kehidupannya dengan mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki pada berbagai sektor yang
akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan bagi dirinya maupun lingkungannya. Untuk
itulah menempuh pendidikan merupakan suatu tindakan

investasi karena diharapkan akan dapat meningkatkan taraf hidupnya di kemudian hari.
Ada tiga alasan untuk memprioritaskan pendidikan sebagai investasi jangka panjang.
1. Pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi.
Pada praktik manajemen pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi pendidikan
adalah fungsi teknis-ekonomis baik pada tataran individual hingga tataran global fungsi teknis-
ekonomis merujuk pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Misalnya
pendidikan dapat membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang
diperlukan untuk hidup dan berkompetensi dalam ekonomi yang kompetitif.
Secara umum terbukti bahwa semakin berpendidikan seseorang maka tingkat pendapatannya
semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang berpendidikan lebih produktif bila
dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan. Produktivitas seseorang disebabkan karena
dimilikinya keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu salah satu
tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup. Inilah
sebenarnya arah kurikulum berbasis kompetensi, pendidikan life skill dan broad based
education yang dikembangkan di Indonesia. Di AmerikaSerikat (1992) seseorang yang
berpendidkan doctor penghasilan rata-rata per tahun sebesar 55 juta dollar, master 40 juta dollar,
dan sarjana 33 juta dollar. Sementara itu lulusan pendidikan lanjutan hanya berpenghasilan rata-
rata 19 juta dollar per tahun. Pada tahun yang sama struktur ini juga terjadi di Indonesia.
Misalnya rata-rata antara pedesaan dan perkotaan. Pendapatan per tahun lulusan universitas 3,5
juta rupiah, akademi 3 juta rupiah, SLTA 1,9 juta rupiah dan SLTP atau SD 1,1 juta rupiah.
Para penganut teori human capital berpendapat bahwa pendidikan adalah sebagai
investasi sumber daya manusia yang memberi manfaat moneter maupun nonmoneter. Manfaat
nonmoneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja,
efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati

masa pensiun dan manfaat hidup lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Manfaat
moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah
menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan
dibawahnya menurut Walter (dalam Widati, 2006).
Sumber daya manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan
nasional, terutama untuk perkembangan ekonomi. Semakin banyak orang yang berpendidikan
maka semakin mudah bagi suatu negara untuk membangun bangsanya. Hal ini disebabkan telah
dikuasainya ketrampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi oleh sumber daya manusia sehingga
pemerintah lebih udah dalam menggerakkan pembangunan nasional.
2. Fungsi Non Ekonomi, investasi dalam bidang pendidikan memiliki banyak fungsi selain fungsi
teknis ekonomis yaitu fungsi sosial, fungsi kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan
fungsi kependidikan.
Fungsi sosial kemanusiaan merujuk pada kontribusi pendidikan terhadap perkembangan manusia
dan hubungan sosial pada berbagai tingkat sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat
individual pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan dirinya secara psikologis, sosial,
fisik dan membantu siswa mengembangkan potensinya secara semaksimal menurut Cheng
(dalam Widati, 2006) . Fungsi politis merujuk pada sumbangan pendidikan terhadap
perkembangan politik pada tingkatan sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual,
pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan sikap dan keterampilan kewarganegaraan
yang positif untuk melatih warga negara yang benar dan bertanggungjawab. Orang yang
berpendidikan diharapkan lebih mengerti hak dan kewajibannya sehingga wawasan dan
perilakunya semakin demokratis. Selain itu orang yang berpendidikan diharapkan memiliki
kesadaran dan tanggung jawab terhadap bangsa dan negara lebih baik dibandingkan dengan yang
kurang berpendidikan.
3. Fungsi budaya merujuk pada sumbangan pendidikan pada peralihan dan perkembangan budaya
pada tingkatan sosial yang berbeda.
Pada tingkat individual, pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan kreativitas,
kesadaran estetis serta untuk bersosialisasi dengan norma-norma, nilai-nilai dan keyakinan sosial
yang baik. Orang yang berpendidikan diharapkan lebih mampu menghargai atau menghormati
perbedaan dan pluralitas budaya sehingga memiliki sikap yang lebih terbuka terhadap
keanekaragaman budaya. Dengan demikian semakin banyak orang yang berpendidikan
diharapkan akan lebih mudah terjadinya akulturasi budaya dan selanjutnya akan terjadi integrasi
budaya nasional dan regional. Fungsi kependidikan merujuk pada sumbangan pendidikan
terhadap perkembangan dan pemeliharaan pendidikan pada tingkat sosial yang berbeda. Pada
tingkat individual pendidikan membantu siswa belajar cara belajar dan membantu guru cara
mengajar. Orang yang berpendidikan diharapkan memiliki kesadaran untuk belajar sepanjang
hayat (life long learning), selalu merasa ketinggalan informasi, ilmu pengetahuan serta teknologi
serta terdorong untuk maju dan terus belajar. Di kalangan masyarakat luas juga berlaku pendapat
umum bahwa semakin berpendidikan maka makin baik status sosial seseorang dan
penghormatan masyarakat terhadap orang yang berpendidikan lebih baik dari pada yang kurang
berpendidikan. Orang yang berpendidikan diharapkan bisa menggunakan pemikirannya yang
berorientasi pada kepentingan jangka panjang. Orang yang berpendidikan diharapkan tidak
memiliki kecenderungan orientasi materi/uang apalagi untuk memperkaya diri sendiri.
Investasi dalam bidang pendidikan tidak semata-mata untuk mendongkrak pertumbuhan
ekonomi tetapi lebih luas lagi yaitu perkembangan ekonomi. Selama orde baru kita selalu bangga
dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu hancur
lebur karena tidak didukung oleh adanya sumber daya manusia yang berpendidikan.
Orde Baru banyak melahirkan orang kaya yang tidak memiliki kejujuran dan keadilan,
tetapi lebih banyak lagi melahirkan orang-orang miskin. Artinya pertumbuhan ekonomi hanya
dinikmati sebagian orang dan dengan tingkat ketergantungan yang amat besar. Perkembangan
ekonomi akan tercapai apabila sumber daya manusia memiliki etika, moral, rasa tanggung jawab,
rasa keadilan, jujur

serta menyadari hak dan kewajiban yang kesemuanya itu merupakan indikator hasil pendidikan
yang baik. Inilah saatnya bagi Indonesia bagaimana merencanakan sebuah sistem pendidikan
yang baik untuk mendukung perkembangan ekonomi. Selain itu pendidikan juga sebagai alat
pemersatu bangsa yang saat ini sedang diancam perpecahan. Melalui fungsi-fungsi
pendidikan maka persatuan dapat dipertahankan. Jadi pendidikan merupakan wahana
penting dan strategis untuk perkembangan ekonomi dan integrasi bangsa, pendidikan adalah
sebagai investasi jangka panjang yang harus menjadi pilihan utama.

C. Peran Pendidikan sebagai Investasi dalam Pembangunan


Menurut Beka (2015), Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang
mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, polotik dan
kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa serta keseluruhan.
Dalam proses pembangunan tersebut peranan pendidikan amatlah atrategis.
John C. Bock, dalam Education and Development: A Conflict Meaning (1992),
mengindentifikasi peran pendidikan tersebut sebagai :
1. masyarakat ideologi dan nilai-nilai sosio-kultural bangsa,
2. mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, dan pedorong perubahan
sosial , dan
3. untuk meratakan kesepakatan dan pendapatan.
Peran yang pertama merupakan Fungsi politik pendidikan dan dua peran yang lain
merupakan fungsi ekonomi. Berkaitan dengan peranan pendidikan dalam pembangunan nasional
muncul dua paradigma yang menjadi kiblat bagi pengambil kebijakan dalam pengembangan
kebijakan pendidikan: Paradigma Fungsional dan paradigma Sosialisasi. Paradigma Fungsional
melihat bahwa keterbelakangan dan kemiskinan dikarenakan negara tidak mempunyai cukup
penduduk yang memiliki pengetahuan, kemampuan dan sikap modern. Menurut pengalaman
masyarakat di Barat, lembaga pendidikan formal sistem persekolahan merupakan lembaga utama
mengembangkan pengetahuan malatih, kemampuan dan keahlian serta menanamkan

sikap modern para individu yang diperlukan dalam proses pembangunan. Bukti-bukti
menunjukan adanya kaitan yang erat antara pendidikan formal seseorang dan partisipasinya
dalam pembangunan. Perkembangan lebih lanjut muncul, tesis Human Investment, yang
menyatakan bahwa investasi dalam diri manusia lebih menguntungkan, memiliki economic rate
of return yang lebih tinggi di bandingkan dengan investasi dalam bidang fisik.
Sejalan dengan paradigma Fungsional, paradigma sosialisasi melihat peranan pendidikan
dalam pembangunan adalah:
1. mengembangkan kompetensi individu,
2. kompetensi yang lebih tinggi tersebut diperlukan untuk meningkatkan produktivitas, dan
3. secara umum, meningkatkan kemampuan warga masyarakat dan semakin banyaknya warga
masyarakat yang memiliki kemampuan akan meningkakan kehidupan masyarakat secara
keseluruhan.
Oleh karena itu, berdasarkan paradigma sosialisasi ini, pendidikan harus di perluas secara
besar-besaran dan menyeluruh, kalau suatu bangsa menginginkan kemajuan.
Paradigma Fungsional dan paradigma Sosialisasi telah melahirkan pengaruh besar dalam
dunia pendidikan paling tidak dalam dua hal. Pertama, telah melahirkan paradigma pendidikan
yang bersifat analisis-mekanistis dengan mendasarkan pada doktrin reduksionisme dan
mekanistis.
Reduksionisme melihat pendidikan sebagai barang yang dapat dipecah-pecah dipisah-
pisah satu dengan yang lain. Mekanis melihat bahwa pecahan-pecahan atau bagian-bagian
tersebut memiliki keterkaitan linier fungsional, satu bagian menentukan bagian yang lain secara
langsung. Akibatnya, pendidikan telah direduksi sedemikian rupa kedalam serpihan-serpihan
kecil yang satu dengan yang lain menjadi terpisah tiada hubungan, seperti, kurikulum kredit
SKS, pokok bahasan, program pengayaan, seragam, pekerjaan rumah dan latihan-latihan. Suatu
sistem penilaian telah dikembangkan untuk menyesuaikan dengan serpihan-serpihan tersebut:
nilai, indeks prestasi, ranking, rata-rata nilai, kepatuhan dan ijasah.
Paradigma pendidikan Input-Proses-Output, telah menjadikan sekolah sebagai proses
produksi. Murid diperlakukan bagaikan row-input dalam suatu pabrik. Guru, kurikulum, dan
fasilitas diperlukan sebagai instrumental input. Dan jika ini baik maka akan menghasilkan proses
yang baik dan akhirnya baik pula produk yang dihasilkan. Kelemahan paradigma pendidikan
tersebut nampak jelas, yakni dunia pendidikan dilihat sebagai sistem yang bersifat mekanik yang
perbaikannya bisa bersifat parsial, bagian mana yang dianggap tidak baik maka itu saja yang
harus diperbaiki. Sudah barang tentu asumsi tersebut jauh dari realitas dan salah. Implikasinya,
sistem dan praktek pendidikan yang mendasarkan pada paradigma pendidikan yang keliru
cenderung tidak akan sesuai dengan realitas. Paradigma pendidikan tersebut di atas tidak pernah
melihat pendidikan sebagai suatu proses yang utuh dan bersifat organik yang merupakan bagian
dari proses kehidupan masyarakat secara totalitas.
Kedua, para pengambil kebijakan pemerintah menjadikan pendidikan sebagaiengine of
growth, penggerak dan loko pembangunan. Sebagai penggerak pembangunan maka pendidikan
harus mampu menghasilkan invention dan innovation, yang merupakan inti kekuatan
pembangunan. Agar berhasil melaksanakan fungsinya, maka pendidikan harus diorganisir dalam
suatu lembaga pendidikan formal sistem persekolahan, yang bersifat terpisah dan berada diatas
dunia yang lain, khususnya dunia ekonomi. Bahkan pendidikan harus menjadi panutan dan
penentu perkembangan dunia yang lain, khususnya, dan bukan sebaliknya perkembangan
okonomi menentukan perkembangan pendidikan. Dalam lembaga pendidikan formal inilah
berbagai ide dan gagasan akan dikaji, berbagai teori akan diuji, berbagai teknik dan metode akan
dikembangkan, dan tenaga kerja dengan berbagai jenis kemampuan akan dilatih.
Sesuai dengan peran pendidikan sebagai engine of growth, dan penentu bagi
perkembangan masyarakat, maka bentuk sistem pendidikan yang paling tepat adalahsingle
track dan diorganisir secara terpusat sehingga mudah diarahkan untuk kepentingan pembangunan
nasional. Lewat jalur tunggal inilah lembaga pendidikan akan mampu menghasilkan berbagai
tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia kerja.

Agar proses pendidikan efisien dan efektif, pendidikan harus disusun dalam struktur yang
bersifat rigid, manajemen (bersifat sentralistis, kurikulum penuh dengan pengetahuan dan teori-
teori.
Namun pengalaman selam ini menunjukan, pendidikan nasional sistem persekolahan
tidak bisa berperan sebagai penggerak dan loko pembangunan, bahkan gass (1984) lewat
tulisannya berjudul Education versus Qualifications menyatakan pendidikan telah menjadi
penghambat pembangunan okonomi dan teknologi, dengan munculnya berbagai kesenjangan:
kultural, sosial, dan khususnya kesenjangan vokasional dalm bentuk melimpahnya pengangguran
terdidik. Berbagai problem pendidikan yang muncul tersebut di atas bersumber pada kelemahan
pendidikan nasional sistem persekolahan yang sangat mendasar, sehingga tidak mungkin
disempurnakan hanya lewat pembaharuan yang bersifat tambal sulam (Erratic). Pembaharuan
pendidikan nasional sistem persekolahan yang mendasar dan menyeluruh harus dimulai dari
mencari penjelasan baru atas paradigma peran pendidikan dalam pembangunan.
Penjelasan paradigma peranan pendidikan dalam pembangunan yang diikuti oleh para
penentu kebijakan kita dewasa ini memiliki kelemahan, baik teoritis maupun metodologis.
Pertama, tidak dapat diketemukan secara tepat dan pasti bagaimana proses pendidikan
menyumbang pada peningkatan kemampuan individu. Memang secara mudah dapat dikatakan
bahwa pendidikan formal akan mengembangkan kemampuan yang diperlukan untuk memasuki
sistem teknologi produksi yang semakin kompleks. Tetapi, dalam kenyataannya, kemampuan
teknologi yang diterima dari lembaga pendidikan formal tidak sesuai dengan kebutuhan yang
ada. Disamping itu, adanya perubahan di bidang teknologi yang cepat, justru melahirkan apa
yang disebut dengande-skilleed process, yakni dunia industri memerlukan tenaga kerja dengan
keahlian yang lebih sederhana dengan jumlah tenaga kerja yang lebih sedikit.
Kedua, paradigma fungsional dan sosialisasi memiliki asumsi bahwa pendidikan sebagai
penyebab dan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat. Investasi di bidang pendidikan formal
sistem persekolah akan menentukan pembangunan ekonomi di masa mendatang. Tetapi realitas
menunjukan sebaliknya. Bukannya pendidikan muncul terlebih dahulu, kemudian akan muncul
pembangunan ekonomi, melainkan bisa

sebaliknya, tuntutan perluasan pendidikan terjadi sebagai akibat adanya pembangunan ekonomi
dan politik. Dengan kata lain, pendidikan sistem persekolahan bukannyaengine of growth,
melainkan gerbong dalam pembangunan. Perkembangan pendidikan tergantung pada
perkembangan ekonomi. Sebagai bukti, karena hasil pembangunan ekonomi tidak bisa dibagi
secara merata, maka konsekuesinya kesempampatan untuk mendapatkan pendidikan tidak juga
bisa sama diantara berbagai kelompok masyarakat, sebagai mana menjadi dewasa ini.
Ketiga, paradigma fungsional dan sosialisasi juga memiliki asumsi bahwa pendapatan
individu mencerminta produktivitas yang bersangkutan. Secara makro upah tenaga kerja erat
kaitannya dengan produktivitas. Dalam realitas asumsi ini tidak pernah terbukti. Upah dan
produktivitas tidak selalu sering. Aplikasinya adalah bahwa kesimpulan kajian selama ini yang
selalu menunjukan bahwa economic rate of returndari pendidikan di negara kita adalah sangat
tinggi, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan investasi dibidang lain, adalah tidak tepat,
sehingga perlu dikaji kembali.
Keempat, paradigma sosialisasi hanya berhasil menjelaskan bahwa pendidikan memiliki
peran pengembangan kompetensi individual, tetapi gagal menjelaskan bagaimana pendidikan
dapat meningkatkan kompetensi yang lebih tinggi untuk meningkatkan produtivitas. Secara riil
pendidikan formal berhasil meningkatkan pengetahuan dan kemampuan individual yang
diperlukan untuk berpartisipasi dalam kehidupan ekonomi modern. Semakin lama waktu
bersekolah semakin tinggi pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Namun, pekerja dengan
pendidikan formal yang lebih tinggi tidak harus diartikan memiliki produktivitas lebih tinggi
dibandingkan denga pekerja yang memiliki pendidikan yang rendah. Banyak keterampilan dan
keahlian yang justru dapat banyak diperoleh sambil menjalankan pekerjaan di dunia kerja
formal. Dengan kata lain, tempat bekerja bisa berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang lebih
canggih.
D. Peran Pendidikan terhadap Ekonomi Nasional
Pendidikan dan pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari masalah pembangunan. Konsep
pembangunan dalam bidang sosial ekonomi sangat beragam tergantung dari penggunaannya.
Ahli-ahli ekonomi mengembangkan teori pembangunan yang didasari kepada kapasitas produksi
tenaga manusia di dalam proses pembangunan yang kemudian dikenal dengan istilah invesment
inhuman Capital. Dewasa ini berkembang teori modal manusia (Teori Human Capital)
menjelaskan proses pendidikan yang memiliki proses positif pada pertumbuhan ekonomi. Teori
ini mendominasi literatur pembangunan ekonomi dan pendidikan pada pasca perang dunia kedua
sampai pada tahun 1970-an. Senada dengan pendapat tersebut Fatah (dalam Suharti, 2012)
mengemukakan bahwa investasi sumber daya manusia (SDM) dan diperkuat hasil penelitiannya
yang telah membuktikan pentingnya pendidikan dalam menunjang pertumbuhan ekonomi.
Sumbangan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi semakin kuat setelah memperhitungkan
efek interaksi antara pendidikan dengan bentuk investasi fisik lainnya.
Pendekatan di dalam analisis hubungan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi
menggunakan beberapa model, baik yang langsung maupun tidak langsung menghubungkan
indikator pendidikan dan indikator ekonomi, seperti model fungsi produksi. Hal inilah yang
menyebabkan teori Human Capital percaya bahwa investasi dalam pendidikan sebagai investasi
dalam meningkatkan produktivitas masyarakat . Asumsi dasar yang melandasi keharusan adanya
hubungan pendidikan dengan penyiapan tenaga kerja adalah bahwa pendidikan diselenggarakan
untuk meningkatkan dan pengetahuan untuk bekerja. Sebagian besar ahli ekonomi sepakat
bahwa sumber daya manusia (Human Resource) dari suatu bangsa sebagai penentu dalam
percepatan pembangunan social dan ekonomi bangsa yang bersangkutan.

Sekarang ini kebutuhan akan pendidikan merupakan kebutuhan pokok, bahkan


pemerintah telah menetapkan bahwa sejak tahun 1983 pendidikan merupakan keharusan.
Argumen yang disampaikan para pendukung teori ini adalah manusia yang memiliki tingkat
pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibandingkan
dengan pendidikannya yang lebih rendah. Apabila upaya mencerminkan produktivitas semakin
banyak orang yang memiliki pendidikan tinggi, maka produktivitas dan hasil ekonomi nasional
akan semakin bertambah tinggi. Pendidikan memberikan kontribusi pada penggalian ilmu
pengetahuan.ini sebenarnya tidak hanya diperoleh dari pendidikan, akan tetapi juga melalui
penelitian dan pengembangan ide-ide,karena pada hakekatnya, pengetahuan yang sama sekali
tidak dapat diimplmentasikan dalam kehidupan manusia dan mubazir.
Adam Smith (dalam Suharti, 2012) mengemukakan penyebab kesejahteraan suatu negara,
dengan mengisolasi dua faktor, yaitu: 1) pentingnya skala ekonomi; dan 2) pembentukan
keahlian dan kualitas manusia. Faktor yang kedua inilah yang sampai saat ini telah menjadi isu
utama tentang pentingnya pendidikan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah
mempunyai peran aktif dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan agar SDM yang
dihasilkan dapat menjadi sumber untuk pembangunan negara maupan daerah, dan salah satu
usaha pemerintah untuk memajukan pendidikan yaitu dengan mencanangkan program wajib
belajar sembilan tahun.
Hasil penelitian memperlihatkan adanya hubungan yang positif antara derajat pendidikan
dengan kehidupan ekonomi, dalam arti makin tinggi derajat pendidikan makin tinggi pula derajat
kehidupan ekonomi. Meskipun demikian, tidak jelas faktor mana yang muncul lebih dulu,
apakah perkembangan pendidikan yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi ataukah
sebaliknya. Terhadap permasalahan ini ternyata banyak bukti yang menunjukkan bahwa antara
keduanya terdapat hubungan saling mempengaruhi, yaitu bahwa pertumbuhan pendidikan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi mempengaruhi
petumbuhan pendidikan (Bowles dan Gintis 1976, Adiwikarta 1988, Saripudin 2005). Dalam
kebijaksa

naan pembangunan kita gunakan asumsi bahwa keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi
dapat digunakan untuk pembangunan bidang lain, termasuk pendidikan.

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Konsep pendidikan sebagai sebuah investasi (education as investement) telah
berkembang dengan pesat dan semakin diyakini oleh setiap negara bahwa pembangunan sektor
pendidikan merupakan prasyarat kunci bagi pertumbuhan sektor-sektor pembangunan
lainnya. Investasi berarti menanamkan sesuatu, dalam hal ini modal pada saat sekarang dengan
harapan untuk mendapatkan hasil yang baik di masa yang akan datang, dengan melakukan
investasi akan dapat dinikmati hasilnya pada masa yang akan datang. Untuk itulah pendidikan
memegang peranan penting, dengan usaha meningkatkan pendidikan diharapkan akan
menghasilkan manusia yang berpendidikan yang mampu merencanakan kehidupannya dengan
mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki pada berbagai sektor yang akan meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan bagi dirinya maupun lingkungannya. Sesuai dengan peran
pendidikan sebagai engine of growth, dan penentu bagi perkembangan masyarakat, maka bentuk
sistem pendidikan yang paling tepat adalah single track dan diorganisir secara terpusat sehingga
mudah diarahkan untuk kepentingan pembangunan nasional.
Sekarang ini kebutuhan akan pendidikan merupakan kebutuhan pokok, bahkan
pemerintah telah menetapkan bahwa sejak tahun 1983 pendidikan merupakan keharusan.
Pendapat yang disampaikan para pendukung teori ini adalah manusia yang memiliki tingkat
pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibandingkan
dengan pendidikannya yang lebih rendah. Apabila upaya mencerminkan produktivitas semakin
banyak orang yang memiliki pendidikan tinggi, maka produktivitas dan hasil ekonomi nasional
akan semakin bertambah tinggi. Secara implisit, pendidikan memberikan kontribusi pada
penggalian ilmu pengetahuan ini sebenarnya tidak hanya diperoleh dari pendidikan, akan tetapi
juga melalui penelitian dan pengembangan ide-ide, karena pada hakekatnya pengetahuan yang
sama sekali tidak dapat diimplmentasikan dalam kehidupan manusia dan mubazir.

DAFTAR RUJUKAN

Beka, Bernadeta. 2015. Peran Pendidikan dalam Pembangunan, (Online),


(http://www.kompasiana.com/bernad/peran-pendidikan-dalam-
pembangunan_5528b94af17e61e97d8b459f), diakses 2 Februari 2016.

SMAN 2 Cibinong. 2008. Investasi Pendidikan, (Online), (http://sman2cibinong.sch.id), diakses 25


januari 2016.

Suhartati. 2012. Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi, (Online),


(http://tatyhartati.blogspot.co.id/2012/05/pendidikan-dan-pertumbuhan-ekonomi.html), diakses
tanggal 25 Januari 2016.

Widati. 2006. Investasi Pendidikan, (Online), (http://Widati.Multiply.com) , diakses 25 Januari 2016.

Anda mungkin juga menyukai