Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

“ Sejarah Perkembangan Usul Fiqh ”


Tugas ini di ajukan unuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah

Usul Fiqh

Dosen pengampu :

Drs. Khaerul Anwar, M.Pd

DISUSUN OLEH :

SAIFUL ANWAR

MUHAMMAD MIPTAHUDIN

DEFRING

SITI MURTAFIAH

ANISA FATMALA

ANDINI

INSTITUT AGAMA ISLAM NASIONAL LAAROIBA

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

TAHUN PELAJARAN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Dengan Menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat nya dan karunia nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini adapun tema dari makalah ini adalah “ Sejerah Perkembangan
Ilmu Ushul Fiqh ” tak lupa sholawat dan salam mari kita junjungkan kepada nabi
Muhammad SAW.

Pada Kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Drs. Khaerul Anwar, M.Pd beliau sekaligus pengampu pada mata kuliah Ushul Fiqh yang
telah memberikan kami arahan dan bimbingan, kami yang jauh dari kata sempurna dan ini
merupakan langkah yang baik dari studi yang sesungguhnya oleh karena itu, keterbatasan
waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan saran yang membangun senantiasa kami
harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi kami pada khususnya dan pihak lain yang
berkepentingan pada umumnya.

Disusun Oleh :

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................................... 3
BAB I ........................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN............................................................................................................................ 4
I.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 4
I.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 4
BAB II .......................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 5
1. Sejarah Perkembangan Ushul fiqh Periode Nabi SAW .................................................................. 5
2. Sejarah Dan Perkembangan Ushul Fiqh Periode Sahabat ............................................................. 6
3. Periode masa Tabi’in ..................................................................................................................... 7
4. Periode imam Madzhab ................................................................................................................ 7
5. Periode Kodifikasi Usul Fiqh .......................................................................................................... 7
6. Priode Pasca Imam Syafi’i ............................................................................................................. 8
BAB III ....................................................................................................................................... 10
PENUTUP ................................................................................................................................... 10
1. Kesimpulan ................................................................................................................................. 10
2. Saran ........................................................................................................................................... 10

3
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Ushul Fiqh adalah ilmu untuk berijtihad dalam beberapa masalah yang hadir silih
berganti pada setiap zaman, terkadang kasus-kasus itu timbul yang belum pernah ada dalam
kata lain yaitu masalah baru yang belum ada hukumnya di dalam Al-Qur’an dan As Sunah.
Setiap orang mampu berijtihad, tentulah berbeda antara ijtihad para sahabat dan para
tabi’in begitupun seterusnya. Kadar keilmuanlah yang mampu memberi bobot pendapat
yang didirikannya untuk dipertanggung jawabkan, jika dalam seseorang berijtihad benar
maka mendapat dua kebaikan, jika ijtihadnya salah mendapatkan satu kebaikan. Artinya
Islam adalah agama yang penuh rahmat bagi ummat nabi Muhammad SAW.

Ilmu Ushul Fiqh selalu berkembang di setiap zaman, mulai dari zaman sahabat sampai
saat ini. Para mujtahid saling mengedepankan argumen kuat selama tidak bertentangan
syari’ah. Ada penambahan bahkan penyempurnaan Ilmu Ushul fiqh pada ijtihad para
sahabat sampai dengan mujtahid setelah sahabat, terutama pada masa Imam Syafi’imulai
membukukan kitab Ushul fiqh yang terkenal dengan nama Ar-Risalah ini sebagai acuanpara
ulama fiqih berlomba-lomba untuk membukukan pemikiran Ushul fiqih mulai dari perkara
yang diajarkan guru Madzhab sampai kepada kasus-kasus masyarakat.

I.2 Rumusan Masalah


1. Sejarah Perkembangan Usul Fiqh Periode Nabi SAW
2. Sejarah Perkembangan Periode Sahabat
3. Sejarah Perkembangan Periode Tabi’in
4. Sejarah Perkembangan Periode Imam Madzhab
5. Sejarah Perkembangan Periode Kodifikasi Usul Fiqh
6. Sejarah Perkembangan Periode Pasca Imam Syafi’i

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah Perkembangan Ushul fiqh Periode Nabi SAW

Ushul fiqh baru lahir pada abad kedua hijriah. Pada abad ini daerah kekuasaan umat
Islam semakin luas dan banyak orang yang bukan arab memeluk agama Islam. Karena itu
banyak menimbulkan kesamaran dalam memahami nash, sehingga dirasa perlu menetapkan
kaidah-kaidah bahasa yang dipergunakan dalam membahas nash, maka lahirlah ilmu ushul
fiqh, yang menjadi penuntun dalam memahami nash.Ushul fiqh sebagai sebuah bidang
keilmuan lahir terlebih dahulu dibandingkan ushul fiqh sebagai sebuah metode
memecahkan hukum. Kalau ada yang bertanya: “Dahulu mana ushul fiqh dan fiqh?” tentu
tidak mudah menjawabnya. Pertanyaan demikian sama dengan pertanyaan mengenaimana
yang lebih dahulu: ayam atau telor.

Musthafa Said al-Khin memberikan argumentasi bahwa ushul fiqh ada sebelum fiqh.
Alasannya adalah bahwa ushul fiqh merupakan pondasi, sedangkan fiqh merupakan
bangunan yang didirikan di atas pondasi. Karena itulah sudah tentu ushul fiqh ada
mendahului fiqh.3 Kesimpulannya, tentu harus ada ushul fiqh sebelum adanya fiqh.
Jawaban demikian benar apabila ushul fiqh dilihat sebagai metode pengambilan hukum
secara umum, bukan sebuah bidang ilmu yang khas. Ketika seorang sahabat, misalnya
dihadapkan terhadap persoalan hukum, lalu ia mencari ayat al-Qur’an atau mencari
jawaban dari Rasulullah saw. Maka hal itu bisa dipandang sebagai metode memecahkan
hukum. Ia sudah punya gagasan bahwa untuk memecahkan hukum harus dicari dari al-
Qur’an atau bertanya kepada Rasulullah saw. Akan tetapi, cara pemecahan demikian belum
bisa dikatakan sebagai sebuah bidang ilmu. Pemecahan demikian adalah prototipe (bentuk
dasar) ushul fiqh, yang masih perlu pengembangan lebih lanjut untuk disebut sebagai ilmu
ushul fiqh. Ushul fiqh demikian tentu telah ditemukan pada masa hidup Rasulullah saw.
Sendiri. Rasulullah saw. Dan para sahabat berijtihad dalam persoalan-persoalan yang tidak
ada pemecahan wahyunya. Ijtihad tersebut masih dilakukan sahabat dalam bentuk
sederhana, tanpa persyaratan rumit seperti yang dirumuskan para ulama dikemudian hari.

5
Contoh ijtihad yang dilakukan oleh sahabat adalah ketika dua orang sahabat
bepergian, kemudian tibalah waktu shalat. Sayangnya mereka tidak punya air untuk wudlu.
Keduanya lalu bertayammum dengan debu yang suci dan melaksanakan shalat. Kemudian
mereka menemukan air pada waktu shalat belum habis. Salah satu mengulang shalat
sedangkan yang lain tidak. Keduanya lalu mendatangi Rasulullah saw. Dan menceritakan
kejadian tersebut. Kepada yang tidak mengulang, Rasulullah bersabda: “Engkau telah
memenuhi sunnah dan shalatmu mencukupi.” Kepada orang yang berwudhu dan
mengulang shalatnya, Rasulullah saw. Menyatakan: “Bagimu dua pahala.”

Dalam kisah di atas, sahabat melakukan ijtihad dalam memecahkan persoalan ketika
menemukan air setelah shalat selesai dikerjakan dengan tayammum. Mereka berbeda
dalam menyikapi persoalan demikian, ada yang mengulang shalat dengan wudhu dan ada
yang tidak. Akhirnya, Rasulullah Saw membenarkan hasil ijtihad dua sahabat tersebut.Ushul
Fiqih secara teori telah digunakan oleh beberapa sahabat, walaupun pada saat itu Ushul
Fiqih masih belum menjadi nama keilmuan tertentu. Salah satu teori Ushul Fiqih adalah, jika
terdapat permasalahan yang membutuhkan kepastian hukum, maka pertama adalah
mencari jawaban keputusannya di dalam al-Quran, kemudian Hadis. Jika dari kedua sumber
hukum Islam tersebut tidak ditemukan maka dapat berijtihad.

2. Sejarah Dan Perkembangan Ushul Fiqh Periode Sahabat


Pada masa sahabat, wilayah kekuasan islam bertambah luas. seiring dengan ini
masalah sosial kemasarakatan tumbuh sangat heterogen, sebagai dampak peleburan etnis
dan berbagai macam kebudayaan.

Umar bin khattab dalam berijtihad seringkali mempertimbangkan kemaslahatan


umat, dia tidak sekedar menerapkan nash secara lahir, sementara tujuan hukum tidak
tercapai. Misalnya, demi kemaslahatan rakyat yang ditaklukan pasukan islam di suatu
daerah, ia menetapkan bahwa tanah di daerah tersebut tidak diambil oleh pasukan islam
tetapi dibiarkan digarap oleh penduduk daerah setempat, dengan syarat setiap panen harus
diserahkan sekian persen kepada pemerintahan islam, Umar bin khattab berpendapat jika
rakyat di daerah tersebut tidak memiliki mata pencaharian yang akibatnya bisa membebani
Negara. Ulama ushul fiqih berpendapat bahwa landasan Umar bin Khatab dalam kasus ini
adalah kemaslahatan.

6
Sedangkan Ali bin Abi Thalib melakukan ijtihad dengan cara qiyas, yaitu mengqiaskan
hukuman orang yang meminum khamer dengan hukuman orang yang melakukan qadf.
Alasanya adalah bahwa seseorang yang yang mabuk karena meminum khamer akan
mengigau, dan apabila ia mengigau maka ucapanya tidak bisa dikontrol, sehinga dapat
menuduh orang berbuat berzina. Hukuman bagi pelaku qadf adalah delapan puluh kali dera.
Oleh sebab itu hukuman bagi orang yang meminum khamer sama dengan hukuman
menuduh zina.

3. Periode masa Tabi’in


Masa tabi’in banyak yang melakukan istinbath dengan berbagai sudut pandang dan
akhirnya juga mempengarhi konsekuensi hukum dari suatu masalah. Contohnya; ulama fiqh
Irak lebih dikenal dengan penggunaan ar ra’yu, dalam setiap kasus yang dihadapi mereka
mencari illatnya, sehingga dengan illat ini mereka dapat menyamakan hukum kasus yang
dihadapi dengan kasus yang sudah ada nashnya. Adapun para ulama Madinah banyak
menggunakan hadits-hadits Rasulullah SAW, karena mereka dengan mudah melacak sunnah
Rasulullah di daerah tersebut. Disinilah awal perbedaan dalam mengistinbathkan hukum
dikalangan ulama fiqh. Hal ini menyebabkan munculnya tiga kelompok ulama’, yaitu
Madrasah al-Iraq, Madrasah Al-Kufah, dan Madrasah Al- Madinah. Pada perkembangan
selanjutnya madrasah al-iraq dan madrasah alkufah dikenal dengan sebutan madrasah al-
ra’yi, sedangkan madrasah alMadinah dikenal dengan sebutan madrasah al- hadits.

4. Periode imam Madzhab


Pada masa periode ini metode ijtihad menjadi lebih jelas dan sistematis. Periode dimana
sebelum Imam Syafi’I merumuskan dan menyusun ilmu Ushul Fiqh.Imam Abu Hanifah an-
Nu’man, pendiri madzhab Hanafi menjelaskan dasar-dasar istinbath-nya yaitu, berpegang
kepada Kitabullah, jika tidak ditemukan didalamnya, ia berpegang pada Sunnah Rasulullah.
Jika tidak didapati di dalamnya ia berpegang kepada pendapat yang disepakati para sahabat.
Jika mereka berbeda pendapat, ia akan memilih salah satu dari pendapat-pendapat itu dan
tidak akan mengeluarkan fatwa yang menyalahi pendapat sahabat. Dalam melakukan ijtihad
Abu Hanifah terkenal banyak melakukan qiyas dan istihsan.
Demikian pula Imam Malik bin Anas, pendiri madzhab Maliki, dalam berijtihad
mempunyai metode yang cukup jelas, seperti tergambar dalam sikapnya dalam
mempertahankan praktik penduduk Madinah sebagai sumber hukum.

5. Periode Kodifikasi Usul Fiqh

7
Pada penghujung abad kedua dan awal abad ketiga, Imam Muhammad bin Idris al-
Syafi’i (150 H-204 H) tampil berperan dalam meramu, mensistematisasi, dan
membukukan Ushul Fiqh. Imam Syafi’i banyak mengetahui tentang metodologi
istinbath para imam mujtahid sebelumnya, seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik,
dan metode istinbath para sahabat, serta mengetahui di mana kelemahan dan
keunggulannya.
Imam Syafi’i menyusun sebuah buku yang diberinya judul al-Kitab dan kemudian
dikenal dengan sebutan al-Risalah yang berarti sepucuk surat. Dikenal demikian
karena buku itu pada mulanya merupakan lembaran-lembaran surat yang
dikirimkan kepada Abdurrahman al-Mahdi (w. 198 H), seorang pembesar dan ahli
hadits ketika itu. Munculnya buku al-Risalah merupakan fase awal dari
perkembangan ushul fiqh sebagai satu disiplin ilmu

6. Priode Pasca Imam Syafi’i


Imam Syafi’i lahir pada tahun 150 H di kota Gaza, Palestina. Di usia yang relatif muda,
ia sudah menggebrak panggung sejarah pemikiran ushul fiqh dengan mahakarya kitab
arRisalah. Menurut Dr. Mahmud Abdurrahman dalam kitab Tarikh Ushul al-Fiqh, Imam
Syafi’i menulis pertama kali kitab ar-Risalah di kota Makkah atas permintaan Abdurrahman
bin Mahdi. Saking kagumnya atas karya tersebut, Abdurrahman bin Mahdi berkata, "Aku tak
akan pernah shalat kecuali di dalamnya aku akan selalu mendoakan asy-Syafi'i. Sungguh ia
adalah pemuda yang sangat jenius". Soal lokasi penulisan ar-Risalah, Fakhr ar-Razi
berpendapat lain. Dalam kitab Manaqib asy-Syafi'I, ia menjelaskan bahwa Imam Syafi’i
menulis kitab ar-Risalah di kota Baghdad, kemudian menulis ulang kitab ar-Risalah setibanya
di negeri Mesir. Menurutnya, keduanya (kitab ar-Risalah yang ditulis di kota Baghdad dan
yang ditulis di negeri Mesir) memiliki cakupan penjelasan ilmu yang luas. Fakhr ar-Razi juga
berpendapat dalam kitab Manaqib asy-Syafi'i "Para ulama sebelum datangnya Imam Syafi’i
saling berdiskusi di dalam masalah-masalah ushul fiqh. Para ulama saling mengambil dalil
dan saling silang pendapat tetapi mereka tidak mempunyai rancangan peraturan yang
bersifat menyeluruh yang bisa dipakai sebagai tendensi di dalam mendalami dalil-dalil
syariat. Begitu juga, para ulama belum mempunyai tatanan baku dalam bersilang pendapat
dan men-tarjih dalil-dalil syariat yang ada. Kemudian tampillah Imam Syafi’i dengan
pemikirannya dalam ilmu Ushul Fiqh. Imam Syafi’i-lah yang meletakkan peraturan yang
bersifat menyeluruh guna mendalami dalil-dalil syariat di hadapan khalayak ramai. Sehingga
menjadi kukuhlah penisbatan kejeniusan Imam Syafi’i di dalam ilmu syara' seperti halnya
penisbatan kejeniusan Aristoteles di dalam ilmu logika." Baca juga: Di Balik Sikap Imam
Syafi’i Keluar dari Kaidah Mazhabnya Kitab ar-Risalah yang ditulis oleh Imam Syafi’i di kota
Makkah lebih dikenal dengan "ar-Risalah al-Qadimah" atau disebut juga dengan "ar-Risalah
al-Atiqah". Keistimewaan dari Imam Syafi'i dibandingkan dua mujtahid mutlaq sebelumnya,
yaitu Imam Abu Hanifah yang terpusat di Iraq dan Imam Malik yang terpusat di kota
Madinah, adalah perjalanan keilmuannya yang sangat kaya dan panjang. Dimulai dari kota
8
Makkah yang sangat terkenal dengan ilmu tafsir dan asbabun nuzul Al-Qur’an. Imam Syafi’i
mulai menetap di kota Makkah sejak usia dua tahun. Imam Syafi’i telah menyelesaikan
hafalan Al-Qur'an sebelum usianya genap menginjak umur tujuh tahun. Di kota Makkah,
Imam Syafi’i menimba ilmu kepada Syekh Muslim bin Khalid az-Zanji. Kemudian, di usia 13
tahun Imam Syafi’i mulai mengembara ke kota Madinah yang terkenal dengan gudangnya
ulama ahli hadits. Di kota Madinah inilah Imam Syafi’i menimba ilmu kepada Imam Malik bin
Anas. Imam Syafi’i menetap di kota Madinah hingga tahun 179 H/795 M, tahun di mana
Imam Malik bin Anas wafat. Di kota Makkah dan Madinah inilah, Imam Syafi’i bertemu
dengan pakar ahli hadits, ahli tafsir dan ahli fiqh yang mumpuni di bidangnya. Imam Syafi’i
mampu menyerap semua ilmu itu dengan baik. Hingga di fase ini, Imam Syafi’i mendapatkan
derajat mumpuni dalam bidang fatwa, baik di bidang fiqh maupun bidang Hadits. Selain
menimba ilmu agama, Imam Syafi’i juga belajar gramatika bahasa Arab ke pelosok-pelosok
pedalaman jazirah Arab. Diriwayatkan Imam Syafi’i pernah menetap lama di perkampungan
bani Hudzail. Di fase inilah, Imam Syafi’i mendapatkan penguasaan gramatika bahasa Arab
yang fashih dan baik, yang di kemudian hari sangat menunjangnya dalam memahami tata
bahasa Al-Qur’an dan Hadits. Imam Syafi’i juga sempat menjadi pegawai pemerintahan di
daerah Najran setelah wafatnya Imam Malik. Kemudian, Imam Syafi’i menetap sekitar
sembilan tahun di kota Makkah. Kemungkinan besar dalam periode sekitar sembilan tahun
menetap di kota Makkah inilah Imam Syafi’i mengarang kitab ar-Risalah. Pengembaraan
Imam Syafi’i berlanjut ke kota Baghdad pada tahun 195 H/810 M. Di fase inilah, Imam Syafi’i
menemukan banyak penyesuaian.

9
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Ilmu Ushul Fiqh dilihat dari sejarah dan perkembangannya, maka dapat dibagi secara
umum menjadi dua : yakni ushul fiqh sebelum pembukuan dan sesudah pembukuan ushul
fiqh. Ushul fiqh sebelum pembukuan dimulai dari masa Rasulullah SAW dilanjutkan generasi
sahabat, generasi tabi’in, dan generasi mujahid sebelum Imam Syafi’i

Pada masa Rasulullah SAW sendiri ushul fiqh sudah terbukti dengan peristiwa yang
dialami oleh dua sahabat sedang berpergian lalu tiba waktu sholat, lalu mereka hendak
mengerjakan sholat akan tetapi tidak ada air. Keduanya lalu bertayammum dengan debu
yang suci dan melaksanakan sholat. Kemudian mereka menemukan air pada waktu sholat
sebelum habis. Salah satu menggulang sholat sedangkan yang lain tidak. Keduanya lalu
mendatangi Rasullah SAW dan menceritakan kejadian tersebut. Kepada yang tidak
menggulang, Rasulullah Bersabda : “ Engkau telah memenuhi sunnah dan sholatmu
mencukupi.” Kepada orang yang berwudhu menggulang sholatnya, Rasulullah SAW
menyatakan “ Bagimu dua pahala.”

Pada era sahabat belum menjadi bahan kajian ilmiah. Sahabat memang sering berbeda
pandangan dan berargumentasi untuk mengkaji persoalan hukum. Akan tetapi, dialog
semacam itu belum mengarah kepada pembentukan sebuah bidang kajian khusus tentang
metodologi. Pertukaran pikiran yang dilakukan sahabat lebih bersifat praktis untuk
menjawab permasalahan. Pembahasan hukum yang dilakukan sahabat masih terbatas
kepada pemberian fatwa atas pertanyaan atau permasalahan yang muncul, belum sampai
kepada perluasan kajian hukum islam kepada masalah metodologi.

Dalam melakukan Ijtihad, sebagaimana generasi sahabat para ahli hukum generasi
tabi’in juga menempuh langkah-langkah yang saam dengan yang dilakukan para pendahulu
mereka.

2. Saran
Sedikit penjelasan mengenai Sejarah Perkembangan Ilmu Ushul Fiqh, semoga bisa
bermanfaat bagi segenap pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan baik berupa
penulisan maupun pembahasan diatas karena keterbatasan pengetahuan. Kiranya kritik dan
saran yangmembangun sangat kami perlukan untuk perbaikan penulisan makalah ini
kedepannya. Terima kasih.

10

Anda mungkin juga menyukai