Ilmu Pendidikan Islam tidak mungkin terlepas dari obyek yang menjadi
sasarannya, yaitu manusia, secara filosofis Ilmu Pendidikan Islam harus
mengikutsertakan obyek utamanya, yaitu manusia dalam pandangan Islam.
Sebagai petunjuk Ilahi, Islam mengandung implikasi kependidikan (paedagogis)
yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia menjadi seorang mukmin,
muslim, muhsin, dan muttaqin melalui proses tahap demi tahap.
Manusia selain diciptakan sebagai makhluk Allah yang paling mulia, ia juga
diciptakan sebagai khalifah di muka bumi dan berfungsi sebagai makhluk
paedagogik, yaitu makhluk Allah yang dilahirkan dengan membawa potensi yang
dapat dididik dan mendidik. Apabila potensi itu tidak dikembangkan, niscaya ia
kurang bermakna dalam kehidupan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan dan
pengembangan itu senantiasa dilakukan dalam usaha dan kegiatan pendidikan
(proses pendidikan).
Pendidikan Islam berarti pembentukan pribadi Muslim, yang berisi
pengamalan sepenuhnya akan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi, pribadi
Muslim itu tidak akan tercapai atau terbina kecuali dengan pengajaran dan
pendidikan Islam. Untuk mengetahui lebih jelas tentang definisi ilmu pendidikan
Islam, ruang lingkup, tujuan dan kegunaannya, berikut akan dipaparkan
pembahasannya satu persatu.
2. Ilmu adalah menetapnya ide (gambaran) tentang sesuatu dalam jiwa atau
akal seseorang.
Dalam bentuk kata benda, kata rabba ini digunakan juga untuk Tuhan,
mungkin karena Tuhan juga bersifat mendidik, mengasuh, memelihara, bahkan
mencipta.
Kata Talim berasal dari kata kerja allama yang berarti pengajaran.
Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah Tarbiyah wa Talim.
Dari segi bahasa, perbedaan arti dari kedua kata itu cukup jelas, namun yang lebih
banyak digunakan dalam Al-Quran, Hadis, atau pemakaian sehari-hari adalah
kata Talim daripada kata Tarbiyah. Firman Allah:
Firman Allah:
Lain halnya dengan kata rabba, addaba dan sejenisnya. Di dalam kata
tersebut jelas mengandung pengertian pembinaan, pimpinan, pemeliharaan, dan
sebagainya.4
1. Anak Didik
Pendidikan ibarat uang logam, selalu memiliki dua sisi yang bisa
dibedakan, tetapi tidak bisa dipisahkan. Satu sisi ada yang bertugas sebagai
pendidik, di sisi lain ada yang bertugas sebagai peserta/anak didik. Proses
pendidikan berarti terjadinya aktivitas antara pemberi dan penerima.
Anak didik merupakan salah satu dari dua sisi tersebut yang memiliki
tugas menerima konsep pendidikan agar dirinya terbentuk sebagai insan muslim
yang kenal dan tahu akan Tuhan dan agamanya, memiliki akhlak Al-Quran,
bersikap, bersifat, dan bertindak sesuai dengan kaidah Al-Quran, berpikir dan
berbuat demi kepentingan umat serta selalu turut ambil bagian dalam kegiatan
pembangunan manusia seutuhnya.
Dalam membicarakan anak didik, ada dua hal penting yang harus
diperhatikan oleh pendidik, yaitu:
2. Pendidik
Artinya: ..Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (QS. Al-
Tahrim: 6)
3. Kurikulum
Metode berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata Metha dan
Hodos. Metha berarti melalui atau melewati. Sementara Hodos berarti
jalan atau cara. Oleh karena itu, metode berarti jalan/cara yang harus dilalui untuk
mencapai tujuan tertentu, dalam bahasa Arab disebut dengan Thariqah.
5. Evaluasi
Evaluasi berasal dari kata to evaluate yang berarti menilai. Kata nilai
menurut filosofi pengertiannya ialah idea of worth. Menurut Edwin dan Gerald
Brown, evaluasi (penilaian dalam pendidikan) berarti seperangkat tindakan atau
proses untuk menentukan nilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia
pendidikan.12 Penilaian dalam pendidikan Islam bertujuan agar keputusan-
keputusan yang berkaitan dengan pendidikan Islam benar-benar sesuai dengan
nilai-nilai yang Islami, sehingga tujuan pendidikan Islam yang dicanangkan dapat
tercapai. Penilaian dan pengukuran dalam pendidikan Islam akan objektif bila
didasarkan pada Al-Quran dan Hadis.
6. Lingkungan
7. Alat Pendidikan
Dasar struktural adalah UUD 1945, dalam Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2
yang berbunyi:
Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha dan
kegiatan selesai. Oleh karena itu, pendidikan sebagai usaha dan kegiatan yang
berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, maka tujuannya pun harus
bertahap dan bertingkat.
Berikut ini akan dijelaskan berbagai tujuan ideal pendidikan, antara lain:
Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dari semua kegiatan, baik
dengan pengajaran atau dengan cara lain. Sementara cara atau alat yang paling
efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan adalah pengajaran.
Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik
diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum
pendidikan formal.
(1) Sparta
2. Tujuan ilmiah yang bersifat keduniaan, yaitu apa yang diungkapkan oleh
pendidikan modern dengan tujuan kemanfaatan atau persiapan untuk
kehidupan.
(1) Prof. Soleh Abdul Azis dan Dr. Abdul Azis Abdul Majid mengatakan bahwa
tujuan pendidikan Islam ialah untuk mendapatkan keridhaan Allah dan
mengusahakan penghidupan.
(3) Abdullah Fayad mengatakan bahwa pendidikan Islam mengarah kepada dua
tujuan:
1. Untuk mengembangkan potensi yang ada pada anak didik Muslim sebagai
makhluk yang dapat dididik.
2. Untuk mewariskan nilai-nilai budaya Islam kepada anak didik sebagai generasi
penerus/calon pemimpin umat.
4. Untuk memberikan pengertian kepada anak didik bahwa dirinya bukan hanya
sebagai seorang Muslim yang berpedoman kepada Al-Quran dan Hadis, tetapi
ia juga seorang warga negara Indonesia yang memiliki falsafah hidup bangsa
yaitu Pancasila dan UUD 1945.
E. Kesimpulan
(Endnotes)
BAB II
DASAR-DASAR
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan Islam merupakan pengembangan pikiran, penataan perilaku,
pengaturan emosional, hubungan peranan manusia dengan dunia ini, serta
bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia sehingga mampu meraih tujuan
kehidupan sekaligus mengupayakan perwujudannya. Seluruh ide tersebut telah
tergambar secara utuh dalam dalam suatu konsep dasar yang kokoh. Islam pun
telah menawarkan konsep akidah yang wajib diimani agar dalam diri manusia
tertanam perasaan yang mendorongnya pada perilaku normatif yang mengacu
pada syariat Islam. Perilaku yang dimaksud adalah penghambaan manusia
berdasarkan pemahaman atas tujuan penciptaan manusia itu.
Kata ilmu secara etimologi berasal dari bahasa Arab ilmu yang
berarti idrak al-syai (pengetahuan terhadap sesuatu). Orang yang tahu disebut
alim, sedangkan orang yang mencari tahu (ilmu) disebut Mutaallim. Jadi
ilmu berarti pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.3
Istilah pendidikan berasal dari kata didik yang telah mendapat prefiks
pe dan sufiks an mengandung arti proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan.4
Sedangkan kata Islam berasal dari bahasa Arab yang berarti selamat
(jalannya orang-orang yang diberi petunjuk). Al-Jurjani mendefinisikan Islam
sebagai rasa ketundukan dan kepatuhan terhadap semua ajaran yang dibawa oleh
Nabi Muhammad SAW.5 Islam adalah agama yang paling benar di sisi Allah,
yang berlandaskan Al-Quran dan Hadis.
1. Dasar Ideal
Artinya: ...Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. al-
Maaidah: 44)
Artinya: ...Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka
sesungguhnya ia akan bahagia sebenar-benar bahagia. (QS. Al-
Ahzab: 71)
Ayat pertama tegas mengatakan bahwa dasar hukum yang dapat dijadikan
sebagai sumber rujukan dalam mengambil segala kebijakan, termasuk bidang
pendidikan adalah Al-Quran. Sementara ayat kedua menjelaskan bahwa percaya
dan mematuhi Allah tidaklah cukup tanpa beriman dan mematuhi Rasul-Nya
sebagai penjelas dari segala ajaran yang diwahyukan Allah. Oleh karena itu,
apabila seseorang mematuhi Allah dan Sunah Rasul-Nya, maka ia akan
memperoleh kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.
Artinya: Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka adalah
baginya kehidupan yang sempit. (QS Thaha: 124)
a. Al-Quran
b. Sunnah
1. Menjelaskan apa yang terdapat dalam Al-Quran. Tujuan ini diisyaratkan Allah
dalam firman-Nya:
Artinya: Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di
antara mereka, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya (Al-
Quran), menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab
dan hikmah. (QS. Al-Jumuah:2)
2. Umar bin Khattab terkenal dengan sifat jujur, adil, dan cakap serta berjiwa
demokratis yang dapat dijadikan panutan masyarakat. Sifat-sifat Umar
disaksikan dan dirasakan sendiri oleh masyarakat pada masa itu. Sifat-sifat
seperti ini sangat perlu dimiliki oleh seseorang pendidik karena di dalamnya
terkandung nilai-nilai paedagogis yang tinggi dan teladan yang baik yang
harus ditiru.
d. Ijtihad
Karena Al-Quran dan Hadis banyak mengandung arti umum, maka para
ahli hukum Islam, menggunakan ijtihad untuk menetapkan hukum tersebut.
Ijtihad ini terasa sekali kebutuhannya setelah wafatnya Nabi SAW dan
beranjaknya Islam mulai ke luar tanah Arab.
e. Kemasyarakatan
Masyarakat mempunyai andil yang sangat besar terhadap pendidikan
anak-anak. Masyarakat merupakan penyuruh kebaikan dan pelarang
kemungkaran, dan masyarakat pun dapat melakukan pembinaan melalui
pengisolasian, pemboikotan, pemutus hubungan kemasyarakatan. Atas izin Allah,
Rasulullah SAW menjadikan masyarakat sebagai sarana membina umat Islam
yang tidak mau terlibat dalam peperangan. Beliau menyuruh para sahabat untuk
memutuskan hubungan dengan beberapa orang (tiga orang) yang tidak mau
terlibat dalam kegiatan keprajuritan. Pembinaan melalui tekanan masyarakat yang
tujuannya jelas untuk kebaikan, merupakan sarana yang paling efektif.14
2. Dasar Operasional
a. Dasar Historis
Sejarah dianggap sebagai salah satu faktor budaya yang paling penting
yang telah dan tetap mempengaruhi filsafat pendidikan, baik dalam tujuan
maupun sistemnya pada masyarakat manapun juga. Kepribadian nasional,
misalnya yang menjadi dasar filsafat pendidikan di berbagai masyarakat haruslah
berlaku jauh ke masa lampau, walaupun sistem-sistemnya adalah hasil dari
pemerintahan revolusioner, yang didirikannya dengan sengaja untuk
mengembangkan dan memperbaiki pola-pola warisan budaya dari umat dan
rakyat.
b. Dasar Sosial
Dalam usaha kita untuk menganalisa masalah pendidikan dari segi sosial
kita dapat mengajukan soal-soal kepada empat aspek sosial pendidikan itu
sekaligus atau kita pusatkan pada salah satu aspek saja tetapi tidak mengabaikan
aspek-aspek yang lain, misalnya sejauhmana penerapan nilai-nilai Islam itu
berkesan dalam menumbuhkan sifat-sifat keberanian, patriotisme, kejujuran, dan
lain-lain memperkuat pertahanan masyarakat.17
c. Dasar Ekonomi
e. Dasar Psikologis
Seperti yang kita ketahui bahwa salah satu fungsi pendidikan adalah
pemindahan nilai-nilai, ilmu dan keterampilan dari generasi tua ke generasi muda
untuk melanjutkan dan memelihara identitas masyarakat tersebut. Dalam
pemindahan nilai-nilai, ilmu, dan keterampilan inilah psikologi memegang
peranan yang sangat penting.
f. Dasar Filosofis
Dasar dan tujuan filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya identik dengan
dasar dan tujuan ajaran Islam, atau tepatnya tujuan Islam itu sendiri. Keduanya
berasal dari sumber yang sama, yaitu Al-Quran dan Hadis. Dari kedua sumber ini
kemudian timbul pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah keislaman
dalam berbagai aspek, termasuk filsafat pendidikan. Dengan demikian, hasil
pemikiran para ulama seperti qiyas syari dan ijma sebagai sumber sekunder.19
C. Kesimpulan
Dalam aktivitas yang kita lakukan tentunya tidak terlepas dari maksud-
maksud yang ingin kita capai. Dalam mencapai maksud-maksud tersebut ada yang
ingin kita capai dalam jangka panjang maupun jangka pendek dan tentunya tidak
keluar dari konsep yang telah ditentukan. Tujuan pendidikan Islam merupakan
salah satu unsur dari pendidikan Islam, di mana pendidikan Islam itu menciptakan
manusia yang sesuai dengan konsep Islam yaitu Al-Quran dan Hadis.
Bila kita bicara tentang pendidikan Islam, tentunya tidak terlepas dari apa
yang menjadi konsep atau landasan itu sendiri yakni Al-Quran dan Hadis.
Sebelum kita memasuki konsep pendidikan Islam agar lebih lengkap kita juga
memperhatikan nuansa pendidikan sendiri.
Berdasarkan uraian di atas maka sudah tergambar apa yang menjadi tujuan
pendidikan Islam yaitu untuk membina manusia agar menjadi hamba Allah yang
saleh dalam seluruh aspek kehidupan, baik perkataan, perbuatan, pikiran, dan
perasaan.
2. Tujuan ilmiah yakni bersifat keduniaan yaitu apa yang diungkapkan oleh
pendidikan modern dengan tujuan kemanfaatan atau persiapan untuk hidup.
1. Mengetahui dan melaksanakan dengan baik ibadah yang ditetapkan dalam Al-
Quran dan Hadis
Artinya: Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah
di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya
kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitan. (QS. Al-Mulk: 15)
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Akhir
Tujuan akhir pendidikan Islam adalah hingga berakhir pula kehidupan seorang
hamba. Tujuan akhir berlaku seumur hidup untuk menumbuhkan, memupuk,
memelihara dan mempertahankan yang telah dicapai karena seseorang itu tidak
terlepas dari kendala yang akan berpengaruh pada keimanannya. Tujuan akhir
dapat dipahami dari ayat berikut:
3. Tujuan Sementara
Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak diberi sejumlah
pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum yang
disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan sejenisnya. Pada tujuan sementara
bentuk insan kamil belum nyata namun dalam bentuk sederhana telah nampak.
4. Tujuan Operasional
Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang hendak dicapai dengan sejumlah
kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang telah disiapkan. Dalam tujuan
operasional yang formal disebut juga dengan tujuan instruksional yang
selanjutnya dikembangkan menjadi tujuan instruksional umum dan tujuan
instruksional khusus. Dalam tujuan ini lebih ditekankan pada keterampilan dan
penguasaan secara lahiriyah saja.5
Dilihat dari segi hakikat pendidikan agama Islam yang telah menyebar
hampir ke seluruh nusantara yakni sekolah pemerintah berdasarkan agama dan
sekolah swasta berdasarkan kebangsaan. Lembaga inilah yang menjadi modal
pendidikan nasional. Masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam maka
pendidikan yang dilaksanakan oleh umat Islam yang berorientasi untuk
kepentingan nasional menjadi bagian pendidikan nasional. Ini dinyatakan oleh
Komisi Pembaharu Pendidikan Nasional.
Kaitannya antara pendidikan Islam ada pada UU No. 12 tahun 1954 dan UU
No. 4 tahun 1950 dan menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk
manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Juga dalam GBHN
dinyatakan bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila yakni meningkatkan
kualitas manusia yang beriman dan bertaqwa, berbudi luhur, berkepribadian,
disiplin, bekerja keras, tangguh, dan mandiri serta sehat.
Selain terdapat pada UUD dan GBHN dinyatakan pula dalam hasil rumusan
bahwa pendidikan nasional adalah usaha sadar untuk membangun manusia
Indonesia seutuhnya, manusia yang berketuhanan, berpengetahuan dan berbudaya.
Dan eksistensinya sebagai komponen pendidikan nasional dituangkan dalam
pokok pendidikan dan pengajaran tahun 1950 sampai sekarang.6
4. Tujuan Instruksional Khusus, yakni rumusan tujuan yang lebih khusus, lebih
rinci dan bersifat operasional.
Aspek tujuan pendidikan Islam menurut para ahli, antara lain menurut
Sudirman, bahwa rumusan tujuan pendidikan haruslah bersifat komprehensif,
mengandung aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Sedangkan menurut
Benyamin S. Bloom adalah:
2. Afektif yang meliputi perubahan dari sikap, mental, perasaan, dan kesadaran
3. Psikomotorik yakni meliputi perubahan dari segi bentuk dan tindakan motorik.
Dalam pendidikan Islam dan proses belajar mengajar atau hasil belajar
selalu inheren dengan keislaman yang melandasi aktivitas belajar yaitu Al-Quran
dan Hadis serta terbuka untuk unsur-unsur luar secara adaptif. Perubahan yang
dikehendaki Islam yaitu perubahan yang dapat menjembatani individu dengan
masyarakat dan Khaliqnya.7
E. Kesimpulan
Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk insan kamil dengan pola yang
sebenar-benarnya yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang optimal
yang kemudian diaplikasikan dalam kehidupan dan membawa kemaslahatan, baik
bagi dirinya maupun bagi masyarakat. Dasar pendidikan Islam meliputi Al-
Quran, Hadis, Qiyas, nilai-nilai kebaikan, adat, dan pendapat para pakar atau
ijtihad.
(Endnotes)
2 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), cet. I, h. 23-
35
4 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 29-32
A. Pengertian Pendidik
Pendidik ada juga yang mengartikan orang dewasa yang bertanggung jawab
memberi pertolongan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohani
agar mencapai tingkat kedewasaannya, mampu memenuhi tugasnya sebagai
hamba dan khalifah Allah, dan mampu bersikap mandiri sebagai makhluk sosial
dan makhluk individu.2
Pendidik yang utama dan pertama adalah orang tua anak didik sendiri karena
merekalah yang bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak
kandungnya dan juga sukses anaknya merupakan sukses orang tua juga.3 Firman
Allah SWT:
Akan tetapi karena perkembangan masa semakin maju dan kompleks, maka
tuntunan orang tua semakin banyak terhadap perkembangan anaknya, dan mereka
tidak mungkin lagi untuk sanggup menjalankan tugas mendidik itu. Oleh karena
itu, anaknya diserahkan kepada lembaga sekolah. Sehingga pendidik di sini
mempunyai arti mereka yang memberi pelajaran kepada anak didik, yang
memegang suatu mata pelajaran tertentu di sebuah sekolah.4
Penyerahan orang tua kepada lembaga sekolah bukan berarti bahwa orang tua
lepas tanggung jawabnya sebagai pendidik pertama dan yang paling utama, tetapi
orang tua masih mempunyai saham dalam membina dan mendidik anak
kandungnya untuk mencapai apa yang diharapkan dan untuk mencapai tingkat
kedewasaan.
B. Kedudukan Pendidik
Salah satu hal yang menarik dalam ajaran Islam adalah penghargaan Islam
yang tinggi terhadap pendidik (guru). Begitu tingginya penghargaan itu sehingga
sampai menempatkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan nabi dan
rasul.5
Pemberian penghargaan yang demikian tinggi ini karena seorang guru selalu
berhubungan dan terkait dengan ilmu pengetahuan, sedangkan Islam sangat
menghormati ilmu dan orang yang berilmu. Sebagaimana yang diartikan dari
beberapa pengertian hadis yang dikutip dari buku Asma Hasan Fahmi sebagai
berikut:
Artinya: Tidak ada pengetahuan yang kami miliki kecuali yang engkau
ajarkan kepada kami(QS. Al-Baqarah: 2)
Ilmu itu datang dari Tuhan, berarti Tuhan adalah guru yang pertama.
Pandangan tinggi dan menembus langit ini tidak boleh tidak telah melahirkan
sikap pada orang-orang Islam bahwa ilmu itu tidak bisa dipisahkan dari guru,
maka guru mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Islam. Sehingga dari
pandangan inilah melahirkan hubungan guru dan murid yang dalam Islam tidak
berdasarkan untung rugi, baik dari segi ekonomi sehingga muncul pendapat haram
mengambil upah (gaji) dari pekerjaan mengajar atau mendidik.
Secara murni, mendidik dan mengajar adalah pekerjaan yang sangat mulia.
Akan tetapi masyarakat modern dewasa ini lebih sering memandang pendidik
sebagai petugas semata yang mendapatkan gaji dari negara atau institusi swasta
serta tugasnya relatif dilimitasi dengan dinding sekolah. Inilah salah satu dampak
dari komersial materialisme dan modernisasi sehingga melahirkan dampak
terciptanya jarak (sosiopsikis) antara pengajar (guru) dengan pelajar.
Sedangkan pengertian etik atau adab adalah ilmu yang mempelajari segala
hal kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup manusia umumnya, terutama gerak-
gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan hingga
mengenai tujuannya atau perbuatannya.10
Etika (ethica) berasal dari kata ethos yang berarti watak, sedangkan adab
berarti keluhuran budi, sehingga menimbulkan kehalusan dan kesusilaan, baik
yang bersifat lahir maupun batin.
Sebagai suatu ilmu, etika harus bersistem dan bermetode, dalam pada itu
selalu diutamakan objektivitas dan eksperimen. Sebagai ilmu kemanusiaan, etika
dalam mempelajari soal-soal kebaikan dengan sendirinya atau mau tidak mau
mendapat pengaruh besar dari ilmu ketuhanan (theologi) dan selalu berhubungan
dengan ilmu pendidikan dan kehakiman.
Suatu jabatan yang melayani orang lain selalu memerlukan kode etik.
Demikian juga jabatan pendidik. Bentuk kode etik suatu lembaga pendidikan
tidak harus sama, tetapi secara intrinsik mempunyai kesamaan isi yang berlaku
umum. Pelanggaran terhadap kode etik akan mengurangi nilai dan kewibawaan
identitas pendidik.13
Kode etik guru yang telah digariskan Al-Ghazali ratusan tahun yang silam
masih mempunyai relevansi dengan teori-teori pendidikan modern, bahkan dasar-
dasar yang telah diletakkannya kini dikembangkannya secara luas dan mendalam
sekali.
1. Menerima segala problem anak didik dengan hati lapang dan sikap terbuka
dan tabah.
7. Bersifat lemah lembut menghadapi anak didik yang rendah tingkat IQ-nya
serta membinanya hingga tahap maksimal.
9. Memperbaiki sikap anak didiknya dan bersikap lemah lembut terhadap anak
didik yang kurang lancar dalam berbicara.
10. Meninggalkan sifat yang menakutkan anak didik yang belum mengerti atau
mengetahui
12. Menerima kebenaran dari anak didiknya yang membantah apa yang
disampaikannya
13. Mencegah anak didik untuk mempelajari ilmu yang membahayakan (QS.
2:195)
15. Menanamkan sifat ikhlas pada anak didik, serta terus menerus mencari
informasi guna disampaikan kepada anak didik yang akhirnya mencapai pada
tingkat taqarrub kepada Allah (QS. 98:5)
16. Mencegah anak didik untuk mempelajar ilmu yang hukumnya fardu kifayah
sebelum mempelajari ilmu yang hukumnya fardu ain
17. Mengaktualisasikan informasi yang akan diajarkan kepada anak didik (QS.
2:44 dan 61:2-3)
D. Kesimpulan
- Pendidik mempunyai kedudukan mulia, setingkat di bawah para nabi dan rasul
- Pendidik adalah bapak rohani (spiritual father) karena ia mendidik jiwa, akal,
dan roh manusia.
Kode etik adalah segala norma kebaikan (dan keburukan) yang mengatur
hubungan kemanusiaan antara pendidik dengan murid, dengan sesama guru atau
rekan sejawat, dengan atasannya, dengan pegawai tata usaha, dengan orang tua
murid, dan dengan masyarakat.
Apabila semua hubungan yang diatur di dalam kode etik ini dijalankan
dengan baik, maka akan mempermudah tercapainya tujuan pendidikan. Dalam
pelaksanaannya, sangat dibutuhkan kerja sama semua pihak yang terkait dalam
pendidikan, tidak hanya membebankan kepada satu unsur saja, seperti hanya
kepada seorang pendidik, tetapi perlu mendapat dukungan dari pihak-pihak lain.
(Endnotes)
Pada bab ini akan dibahas mengenai peserta didik dalam pendidikan Islam
yang meliputi pembahasan tentang pengertian peserta didik, kedudukan peserta
didik, kode etik peserta didik, kriteria peserta didik dalam pendidikan Islam, dan
pendekatan-pendekatan peserta didik.
Jika demikian halnya, maka ada baiknya kita mengambil benang merah
dari definisi tentang peserta didik yang penuh dengan fenomena. Secara universal,
baik itu Islam atau non Islam, pengertian peserta didik adalah seseorang dalam
artian umum, baik dewasa ataupun belum dewasa yang sedang menjalankan
proses pendidikan, baik formal, informal, maupun nonformal sehingga
menghasilkan sesuatu yang yang tidak ada pada diri peserta didik menjadi ada,
baik itu berupa ilmu pengetahuan, etika maupun keterampilan yang hasilnya
teraplikasi dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Selain dari dua pendapat di atas, ada juga pendapat yang menyatakan
kedudukan peserta didik sebagai orang/murid untuk menuangkan ilmu dari
pendidiknya. Pendapat demikian itu telah keluar dari tujuan-tujuan pendidikan
Islam. Dengan alasan apabila peserta didik dikatakan sebagai murid untuk
menuangkan ilmu dari pendidiknya, berarti tugas pendidik hanyalah mengajar,
tidak mendidik peserta didiknya.
Adapun di negara kita masalah kode etik peserta didik telah diatur dalam
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada bab
V pasal 12 ayat 2 disebutkan setiap peserta didik berkewajiban menjaga norma-
norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan
pendidikan.
F. Kesimpulan
1. Peserta didik adalah seseorang dalam arti umum, baik dewasa ataupun belum
dewasa yang sedang menjalankan proses pendidikan, baik formal, informal,
maupun nonformal sehingga menghasilkan sesuatu yang tidak ada pada
dirinya menjadi ada, baik itu berupa ilmu pengetahuan, etika maupun
keterampilan yang hasilnya teraplikasi dalam kehidupan beragama,
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Kedudukan peserta didik ada yang mengatakan sebagai objek pendidikan, ada
juga yang mengatakan sebagai subjek pendidikan, yang masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Endnote
1Dalam pendidikan Islam, istilah lain untuk peserta didik adalah al-shabiy, murid,
al-mutaalim, thalib al-ilmi, tilmiz, thifl. Abuddin Nata dan Fauzan, Pendidikan
Dalam Perspektif Hadits (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h, 249; Abuddin
Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Gaya Muda Pratama, 2005), h. 131;
Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 74
2Mitra lebih identik dengan subyek atau pelaku pendidikan. Lihat; Samsul Nizar,
Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis (Jakarta:
Ciputat Press, 2002), h. 47
BAB VI
ALAT PENDIDIKAN ISLAM
Pada bab ini akan dibicarakan salah satu faktor pendukung pendidikan,
yaitu alat pendidikan. Tinjauan tentang alat pendidikan ini meliputi pengertian alat
pendidikan, fungsi alat pendidikan, jenis-jenis alat pendidikan, dan penggunaan
alat pendidikan.
Pendidik dan anak didik adalah alat pendidikan yang bertanggung jawab
khusus dalam hal pemilihan alat-alat2. Dalam diri pendidik dan anak didik
terdapat alat pendidikan yang bersifat abstrak, antara lain:
e. Tingkah laku perbuatan/teladan, anak didik itu mudah meniru dan mengikuti
semua tingkah laku, baik perbuatan ataupun cara bicara karena itu pendidik
harus memberikan contoh yang baik. Dalam hal ini Rasulullah juga
memberikan teladan yang baik kepada umatnya. Firman Allah:
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu, yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah
dan keselamatan hari kiamat dan banyak menyebut (mengingat) Allah.
(QS. Al-Ahzab: 21)
Artinya: Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketaqwaan (QS.
Al-Maidah: 2)
g. Larangan, dengan larangan ini diharapkan anak didik mendengar apa yang
harus ditinggalkan. Contoh ayat Al-Quran yang berupa larangan adalah:
Artinya: Dan janganlah kamu tolong menolong dalam dosa dan permusuhan
(QS. Al-Maidah: 2)
1. Alat-alat pendidikan yang sesuai dengan taraf perkembangan anak dan taraf
sukarnya alat tersebut diterima oleh peserta didik, seperti pengetahuan,
kebiasaan, dan keterampilan.
3. Alat-alat tidak langsung atau alat-alat negatif yaitu alat-alat yang bersifat
pencegahan dan pembasmian hal-hal yang bertentangan dengan tujuan, antara
lain larangan, hukuman, peringatan, dan sejenisnya.
2. Alam
Alam semesta ciptaan Tuhan juga dapat dijadikan sebagai alat pendidikan,
baik alam nyata maupun alam tidak nyata. Contoh alam nyata yang dapat
dijadikan sebagai alat pendidikan adalah perubahan siang dan malam, peristiwa-
peristiwa alam (hujan, kilat, panas). Semua itu alat pendidikan yang langsung
dapat kita rasakan dan kita lihat.
Sedangkan contoh alam tidak nyata yang dijadikan sebagai alat pendidikan
yaitu seorang guru yang mengajarkan ilmu ghaib kepada muridnya sehingga ia
dapat berkomunikasi dengan makhluk halus seperti jin dan jin tersebut dapat
dimanfaatkan oleh manusia untuk melakukan hal di luar kemampuan manusia.
Selain itu dalam Al-Quran surat Al-Ghasiyah ayat 17-21 juga dijelaskan
bahwa alam ini diciptakan sebagai peringatan. Di antara peringatan itu adalah agar
manusia memperhatikan bagaimana unta diciptakan, langit ditinggikan, gunung
ditegakkan, dan bumi dihamparkan sehingga manusia dapat mengambil pelajaran
dari peringatan tersebut.
3. Benda-benda
Dalam hal ini benda-benda yang dapat dijadikan sebagi alat pendidikan
lebih mengacu pada jenis konkret. Benda konkret ini terbagi dua, yaitu:
1. Benda-benda tradisional
2. Benda-benda modern
Secara garis besar fungsi alat pendidikan dibedakan menjadi tiga bagian,
yaitu:
1. Sebagai Perlengkapan
Contoh seorang belajar bahasa Arab dengan tujuan mengetahui isi Al-
Quran yang sesungguhnya.
Dalam masalah ini peran pendidik sangat besar yaitu untuk membantu dalam
pemilihan alat agar alat tersebut berfungsi sebagai penunjang efektivitas
belajar bukan sebagai penghambat. Selain itu pemilihan alat pendidikan juga
harus disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan siswa.
a. Ruangan adalah lingkungan yang ada di sekitar anak didik, contoh kelas. Jika
seorang mengajar mengunakan metode diskusi maka ruangan kelas harus
disesuaikan dengan metode itu.
b. Waktu
Jika seseorang mengajar pada waktu siang hari lalu digunakan metode
ceramah. Apakah metode dan waktunya sudah sesuai?
1. Pentingnya alat itu untuk mencapai tujuan atau kesesuaian alat itu dengan
pengajaran
3. Harus diperhatikan keadaan sekolah dan kondisi sekolah dalam pengadaan alat-
alat pendidikan
5. Harga atau biaya alat itu hendaknya sesuai dengan efektivitas alat
E. Kesimpulan
Pada dasarnya alat pendidikan itu adalah segala sesuatu yang digunakan
untuk membantu kelancaran proses pendidikan, baik alat sebagai metode maupun
alat sebagai sarana.
Jenis-jenis alat pendidikan secara garis besar dapat dibedakan antara lain:
manusia terdiri dari pendidik dan anak didik, alam terdiri dari alam nyata dan
tidak nyata, serta benda terdiri dari benda tradisional dan benda modern.
(Endnotes)
1 Jalaluddin dan Said Usman, Filasafat Pendidikan Islam dan Sistem Pendidikan
Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1996), Cet. II, h. 56
BAB VII
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
1. Falsafah negara
Untuk lebih mengetahui hal ihwal kurikulum, baik dari segi asal-usul
kurikulum sampai dengan perkembangannya, baik dalam pendidikan umum
maupun pendidikan Islam, penulis akan menjabarkannya berikut ini.
A. Pengertian Kurikulum
Pendapat ini sangat sesuai dengan rencana pelajaran yang kita kenal pada
sekolah-sekolah di negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia.
Pendidik di negara-negara tersebut membatasi kurikulum pada dinding sekolah
yang di dalamnya diajarkan suatu deretan mata pelajaran di mana murid-murid
diwajibkan belajar dan menghafal dengan tekun.
4. Metode dan cara penilaian yang digunakan dalam mengukur hasil proses
pendidikan yang dirancang dalam kurikulum.6
4. Tidak melupakan bahan maupun apresiasi seni, tetapi juga tidak merusak
perkembangan akhlakul karimah
1. Dasar Kurikulum
b. Dasar sosiologi, yang digunakan untuk mengetahui tuntutan yang sah dari
masyarakat (the legitimate demands of society)
1. Dasar Agama
Artinya: Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kamu dua perkara, yang
jika kamu berpegang teguh dengan keduanya, kamu tidak akan tersesat,
yakni kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. (HR. Hakim)
Di samping kedua sumber tersebut, masih ada sumber lain, yaitu dasar yang
bersumber pada dalil ijtihadi.11 Dalil ijtihadi dapat berupa ijma (konsensus para
ulama), qiyas (analogi), istihsan, istishab, masalihul mursalah, madzhab sahabi,
sadzuz dzariah, syaruman qablana, dan uruf.12
2. Dasar Falsafah
Falsafah pendidikan Islam tidak tergolong kepada falsafah manapun
buatan manusia, baik yang tradisionil maupun yang progresif, tetapi ia
mempunyai ciri khas sendiri yaitu memperoleh wujudnya dari Tuhan Yang
Mulia, bimbingan nabi dan pemikiran Islam yang betul sepanjang masa. Namun
perbedaan falsafah Islam dengan falsafah lain tidaklah bertentangan dengan
adanya persamaan antar falsafah-falsafah buatan manusia yang tradisionil
maupun yang progresif. Di antara persamaan-persamaannya yaitu:
b. Dengan falsafah realisme natural yaitu kepercayaan bahwa alam nyata ini
adalah alam yang sebenarnya yang berdiri sendiri lepas dari akal yang
mengamatinya
d. Dengan falsafah realisme klasik bahwa ia mengakui wahyu Tuhan dan ilham
sebagai dua sumber antara sumber-sumber dasar bagi pengetahuan,
menghormati pemikiran dan penafsiran akal dengan mengakui peranan utama
akal yaitu mencari kebenaran.
3. Dasar Psikologis
4. Dasar Sosial
Dasar utama kurikulum pendidikan Islam tergambar pada dasar sosial yang
antara lain mengandung ciri-ciri masyarakat Islam yang berlaku pada proses
pendidikan dan kebudayaan masyarakat yang bersifat umum atau khusus. Tugas
kurikulum sendiri menurut dasar sosial adalah turut serta dalam proses
pemasyarakatan bagi para pelajar agar para pelajar dapat menyesuaikan diri
dengan masyarakat Islam tempat mereka hidup. Dan juga yang menjadi tugas
pendidikan Islam adalah menyiapkan murid-murid memikul tanggung jawab
dan peranan-peranan sosial yang diharapkan dari mereka dalam masyarakat
Islam.13
2. Prinsip-prinsip Kurikulum
b. Prinsip Relevansi
c. Prinsip Efektivitas
Efektivitas dalam suatu kegiatan berkenaan dengan sejauh mana sesuatu
yang direncanakan dapat terlaksana dalam dunia pendidikan. Efektivitas ini
dapat ditinjau dari dua segi, yaitu efektivitas mengajar guru dan efektivitas
belajar murid.
d. Prinsip Efisiensi
e. Prinsip Kesinambungan
f. Prinsip Fleksibilitas
Yang dimaksud fleksibiltas adalah tidak kaku artinya ada semacam ruang gerak
yang memberikan sedikit kebebasan dalam bertindak.
g. Prinsip Integritas
h. Prinsip Kontinuitas
i. Prinsip Objektivitas
j. Prinsip Demokrasi
l. Prinsip Individualisasi
2. Fungsi Kurikulum
a. Alat untuk mencapai tujuan dan untuk menempuh harapan manusia sesuai
dengan tujuan yang dicita-citakan.
b. Pedoman dan program yang harus dilakukan oleh subjek dan objek pendidikan
D. Bentuk-bentuk Kurikulum
2. Adanya relevansi dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu dalam rangka ibadah
kepada Allah SWT
8. Materi yang diajarkan tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga praktis
1. Menurut Ibnu Sina, ilmu dibagi berdasarkan tujuan, manfaat, serta sifatnya
masing-masing. Berdasarkan sifatnya ilmu dibagi atas ilmu yang bersifat
sementara dan ilmu yang bersifat abadi. Dilihat dari tujuannya ilmu dibagi atas
ilmu teoritis dan ilmu praktis, dan yang tergolong ilmu teoritis adalah IPA,
matematika, metafisika, dan fisika. Sedangkan ekonomi, politik, dan syariah
digolongkan ke dalam ilmu praktis.
3. Ibnu Khaldun membagi ilmu menjadi 3 kategori, yaitu ilmu naqliyah yaitu ilmu
yang diambil dari Al-Quran dan Hadis, ilmu aqliyah yaitu ilmu yang diambil
dari daya fikir manusia, dan ilmu lisan, seperti ilmu nahwu, bayan dan adab.
a. Al-Quran meliputi qiraat, hifz, tafsir, sunnah, siroh, tauhid, fiqh, ushul fiqh,
bahasa Al-Quran, baik fonologi, sintaksis, maupun semantik.
c. Ilmu murni, meliputi ilmu filsafat sains, matematika, statistik, kimia, biologi,
dan sebagainya.
Kurikulum model ini pada dasarnya menghendaki adanya proses belajar yang
menghasilkan perubahan secara relatif tetap dalam perilaku, yaitu dalam
berfikir, merasa, dan melakukan.
F. Kesimpulan
BAB VIII
PENDEKATAN DAN METODE
PENDIDIKAN ISLAM
Setelah mempelajari kurikulum pendidikan Islam perlu diketahui cara
dalam menerapkan pendidikan itu sendiri. Pendidikan Islam bersumber dari Al-
Quran dan Hadis. Untuk dapat merealisasikan nilai-nilai ajaran Islam secara
maksimal perlu adanya pendekatan dan metode yang efektif.
1. Pendekatan Filosofis
2. Pendekatan Sistem
3. Pendekatan Paedagogis
Ilmu pendidikan Islam dilihat dari segi psikologi dan pedagogis mencakup
lima faktor, yaitu:
1. Pendidik
2. Anak didik
3. Alat pendidikan
4. Lingkungan
2. Secara epistemologi, peserta didik adalah hamba Allah yang diberi kemampuan
belajar berkat naluri ingin tahu (curiosity) yang dengan pengetahuannya
manusia dapat mengenal Tuhannya.
Model yang ideal bagi proses pendidikan Islam dengan nilai-nilai religius
Islam tersebut dapat dideskripsikan secara prinsipil sebagai berikut:
5. Pendekatan Historis
1. Ideal
2. Institusional
Tujuan atau cita-cita akan lebih mudah dicapai melalui proses kependidikan
jika ditransformasikan melalui institusi (lembaga) kependidikan untuk
mencapai tujuan pendidikan.
3. Struktur
4. Material
b. Ijtihad tetap terbuka dan diajarkan oleh para pembaharu umat Islam sejak
masa Jamaluddin Al-Afghani sampai sekarang dengan modifikasi pemikiran
yang berorientasi kepada kebutuhan modernisasi kehidupan umat sejalan
dengan dinamika kemajuan IPTEK.
e. Dari segi pendekatan sosiokultural, umat Islam pada masa kejayaan telah
mampu mengembangkan 60 cabang ilmu pengetahuan sebagai disiplin ilmu.
Pada masa itu ada pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum.1
Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu metha dan hodos. Metha
berarti melalui atau melewati dan hodos berarti jalan atau cara. Metode berarti
jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.
4. Metode keteladanan
5. Metode pembiasaan
4. Metode filosofis kritis. Metode ini mengkritik semua metode yang ada.
Selain dari empat metode yang lengkap meliputi segala aspek ilmu
pendidikan, ada metode lain yang hanya membicarakan sebagian dari ilmu
pendidikan Islam, seperti syarat-syarat pendidikan, norma-norma pendidikan, dan
lain-lain yang disebut metode kombinasi.3
1. Al-Ghazali
2. Ibnu Khaldun
- Anak didik diajarkan pelajaran yang sederhana yang dapat dipahami akal
pikiran kemudian secara bertahap diajarkan pelajaran yang lebih sukar
dengan menggunakan alat peraga tertentu.
3. Ibnu Sina
4. Muhammad Abduh
1. Metode Ceramah
Kelebihannya:
b. Materi yang banyak dapat dijelaskan oleh guru dalam waktu singkat
Kekurangannya:
Kelebihannya:
Kekurangannya:
2. Siswa sering merasa takut bila guru kurang bisa menciptakan suasana
3. Metode Demonstrasi
Kelebihannya:
Kekurangannya:
Kelebihannya:
Kekurangannya:
1. Siswa sulit dikontrol, khusus tugas kelompok tidak jarang yang aktif
mengerjakan dan menyelesaikan tugas hanya anggota tertentu.
4. Sering menjadi keluhan dan beban siswa jika pemberian tugas sering
tidak disertai penilaian.
Kelebihannya:
Kekurangannya:
6. Metode Diskusi
Kelebihannya:
Kekurangannya:
1. Menentukan suatu masalah yang sesuai dan menarik bagi siswa bukan
hal yang mudah
6. Metode Simulasi
Kelebihannya:
1. Dapat memupuk daya cipta siswa
Kekurangannya:
7. Metode Eksperimen
Kelebihannya:
Kekurangannya:
Kelebihannya:
Kekurangannya:
Kelebihannya:
1. Dapat merombak pola pikir siswa yang sempit menjadi luas dan
menyeluruh
Kekurangannya:
1. Metode Diakronis
3. Metode Empiris
5. Metode Induktif
6. Metode Deduktif
1. Dasar agama, yang bersumber dari Al-Quran, Hadis, perbuatan sahabat dan
ulama salaf
D. Kesimpulan
(Endnotes)
1 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. IV, h. 116-
134
2 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1992), Cet. II, h. 135
3 M. Said, Ilmu Pendidikan, (Bandung: PT Alumni, 1989), h. 11-13
4 Abdur Rahman Al-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan
Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 205
5 Sudirman, Ilmu Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992), h. 113
6 Muhaimin dan Abdul Majid, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: PT
Trigandakarya, 1993), h. 250
7 Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1996), h. 54-55 cari Syaibani
BAB IX
LINGKUNGAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM
1. Keluarga
2. Pembinaan akhlak
3. Pembinaan agama
Untuk mencapai tujuan pendidikan keluarga, orang tua harus melatih akal
anak seperti berdiskusi kecil-kecilan di rumah. Di samping itu, orang tua harus
mendidik anak dengan pendidikan kalbu/agama. Ada dua arah mengenai
kegunaan pendidikan rumah tangga, pertama penanaman nilai/pandangan hidup
yang kelak mewarnai perkembangan jasmani dan akalnya, kedua penanaman
sikap yang kelak menjadi basis dalam menghargai guru dan teman di sekolah.4
Keluarga bahagia dan sejahtera yang dijiwai oleh pancaran sinar tauhid
tidak tercipta dengan sendirinya, tetapi harus melalui proses sosialisasi dengan
beberapa metode yang dilakukan orang tua, yaitu:
1. Pembiasaan
2. Keteladanan
5. Ganjaran
6. Hukuman5
2. Sekolah
Dari definisi di atas jelas bahwa sekolah itu adalah suatu lembaga atau
organisasi yang melakukan kegiatan pendidikan berdasarkan kurikulum tertentu
yang melibatkan sejumlah murid dan guru yang harus bekerja sama untuk suatu
tujuan.
2. Alat-alat dan media fisik dan nonfisik seperti bahan bacaan Al-Quran dan
Hadis, alat audio visual, mushalla, dan lain-lain
3. Masyarakat
Masyarakat merupakan lingkungan dan lembaga pendidikan ketiga setelah
keluarga dan sekolah. Pendidikan masyarakat sudah dimulai sejak anak-anak
lepas dari asuhan keluarga dan sekolah. Pendidikan masyarakat dilaksanakan
dengan sengaja, tetapi tidak begitu terikat dengan peraturan dan syarat tertentu.10
1. Masjid
a. Fungsi Edukatif.
b Fungsi Sosial.
2. Asrama
3. Negara
4. Individu/Pribadi
Artinya: Dan demikianlah Kami jadikan kamu suatu umat yang seimbang, adil
dan harmonis, supaya kamu menjadi pengawas bagi manusia dan rasul
menjadi pengawas atas kamu. (QS. Al-Baqarah: 143)
Anak Didik
Ada satu hal yang juga sangat penting yang mempengaruhi pendidikan,
yaitu individu itu sendiri. Sebagai subjek pendidikan, anak harus mempunyai
keinginan yang kuat untuk belajar dan berhasil. Anak harus dapat semaksimal
mungkin mengembangkan bakat-bakat yang baik yang dapat menunjang
keberhasilan belajar dan berusaha menghilangkan sifat yang dapat menghambat
keberhasilan belajar. Dalam hal ini orang-orang yang ada di sekitarnya seperti
orang tua dan guru serta lainnya harus mampu membimbing pribadi anak untuk
kesuksesan belajarnya.
Kalau kita analisis lebih jauh lagi melalui pengertian pendidik berdasarkan
lingkungan pendidikan, bahwa setiap orang, lembaga, perkumpulan/organisasi
hendaknya mendidik anak seoptimal dan sebaik mungkin. Seperti kita ketahui
bahwa pendidikan itu berlangsung seumur hidup, karenanya usaha pendidikan
harus dilakukan bersama-sama antara keluarga, sekolah, masyarakat, negara, dan
individu itu sendiri.
E. Kesimpulan
(Endnotes)
1 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), Cet. I, h. 146
2 Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, terjemahan
Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), Cet. I, h.
3 M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1996), Cet. I, h. 40
4 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah,
(Jakarta: CV Ruhama, 1995), Cet. I, h. 157
5 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 155-156
6 Zakiah Daradjat, Op. Cit., h. 77
7 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 157
8 Sejarah pertumbuhan dan perkembangan pendidikan sekolah dalam Islam
ini adalah hasil ringkasan dari Abdurrahman Al-Nahlawi, Pendidikan Islam di
Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), Cet. II, h.
148-151
9 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 159
10 Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu
identitas bersama. Lihat M. Munandar Sulaiman, Ilmu Sosial Dasar, (Bandung;
Eresco, 1992), Cet. VI, h. 63
11 Abdurrahman Al-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan
Masyarakat, h. 136-137
12 Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), Cet. II, h.
162
13 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1995), Cet I, h. 82
14 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, h. 86
15 Ahmad D. Marimba, Filsafat dalam Pendidikan Islam, (Bandung: PT Al-
Maarif, 1995), Cet. VIII, h. 76
BAB X
TANGGUNG JAWAB DALAM KELEMBAGAAN PENDIDIKAN ISLAM
Maju atau tidaknya peradaban suatu bangsa tidak terlepas dari sejauh
mana keberhasilan yang dicapai oleh bangsa itu dalam bidang pendidikan. Karena
pada dasarnya semua aspek kehidupan ini harus ditempuh dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Rasululah SAW bersabda:
Dari hadis tersebut jelas bahwa untuk mencapai suatu kebahagiaan harus
dengan ilmu pengetahuan karena dengan bekal ilmu pengetahuan manusia dapat
memecahkan segala persoalan hidup, dapat berbuat yang terbaik untuk dirinya dan
orang lain serta dapat beribadah dengan benar dan khusyuk.
Berbicara tentang pendidikan, itu berarti kita tidak bisa melepaskan diri
dari persoalan tanggung jawab individu, masyarakat luas, dan negara. Karena
pada dasarnya semua manusia, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok
mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan.
1. Rumah tangga, yaitu sebagai lembaga pendidikan primer untuk fase bayi dan
fase anak-anak sampai usia sekolah. Pendidiknya adalah orang tua, sanak
kerabat atau teman.
Jika dipertegas lebih jauh, maka tanggung jawab yang paling dominan
dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
Secara umum kewajiban orang tua kepada anaknya adalah sebagai berikut:
1. Mendoakan anaknya
2. Sekolah
Untuk menjadi seorang guru yang dapat mempengaruhi anak didik ke arah
kebahagiaan dunia dan akhirat sesungguhnya tidaklah ringan, artinya perlu syarat-
syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut adalah:
2. Berilmu pengetahuan
4. Berkelakuan baik
Jadi, jelaslah bahwa dalam Islam tanggung jawab itu bersifat individu dan
bersifat sosial. Untuk mengaplikasikan tanggung jawab terhadap pendidikan itu,
maka dibentuklah lembaga pendidikan, baik yang bersifat tradisional maupun
yang modern.
Secara konsep, lembaga sosial tersebut terdiri atas tiga bagian, yaitu:
3. Pola tingkah laku yang telah menjadi kebiasaan atau pola hubungan sosial yang
mempunyai tujuan tertentu.4
Dalam Islam pola tingkah laku yang telah mengkristalkan pada jiwa setiap
individu muslim mempunyai dua bagian, yaitu pertama, lembaga yang tidak dapat
berubah, dan kedua, lembaga yang dapat berubah. Lembaga yang tidak dapat
berubah antara lain:
3. Thaharah, yaitu lembaga pensucian manusia dari kotoran lahir dan batin
4. Shalat, sebagai lembaga yang dapat membentuk pribadi yang terhindar dari
perbuatan keji dan munkar.
5. Zakat, yaitu lembaga kepedulian umat dan pemerataan kekayaan (harta).
9. Ikhlas, yaitu lembaga pendidikan rasa dan budi sehingga tercapai kenikmatan
beribadah
10. Taqwa, yaitu lembaga yang menghubungkan antara hamba dengan Tuhan serta
sebagai pembeda derajat manusia.
3. Akhlak
4. Lembaga Ekonomi
6. Lembaga Politik
7. Lembaga Seni
8. Lembaga Negara
9. Lembaga Iptek
1. Keluarga
Fungsi masjid tidak hanya sebagai tempat shalat, tetapi lebih dari itu
masjid dapat dijadikan tempat beribadah secara luas, seperti sebagai lembaga
pendidikan dan pusat informasi umat. Fenomena fungsi masjid yang sangat luas
sudah dimulai dari zaman Rasulullah.
3. Pondok Pesantren
Berawal dari berdirinya kerajaan Bani Umayyah, pada saat itu ilmu
pengetahuan sangat berkembang pesat dan umat Islam semikin haus dengan
ilmu pengetahuan, maka selain masjid sebagai tempat belajar, juga mulai
muncul berbagai lembaga lainnya, di antaranya adalah kuttab sebagai wadah
untuk mengajar tulis dan baca kepada umat. Namun dalam perkembangannya
kuttab juga menjadi pusat informasi dan studi umat.
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
4. Madrasah
Madrasah diambil dari kata darasa yang berarti belajar. Kata madrasah
sendiri adalah isim makan (nama tempat) yakni tempat untuk belajar. Madrasah
sebagai lembaga pendidikan Islam muncul dari penduduk Naisabur, tetapi
tersiarnya melalui Perdana Menteri Bani Saljuq yang bernama Nizham Al-Mulk
yang mendirikan madrasah Nizhamiyah pada tahun 1065 M.
3. Adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri
yang terpukau pada Barat akan sistem pendidikan mereka.
2. Kursus-kursus keislaman
C. Kesimpulan
1. Tanggung jawab pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara orang tua,
masyarakat, dan pemerintah
3. Setiap lembaga pendidikan Islam pada intinya ingin membina generasi penerus
yang kokoh dalam iman, kuat dalam kepribadian, ekonomi dan moral, serta
tangguh dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
(Endnotes)
BAB XI
EVALUASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A. PENDAHULUAN
B. PEMBAHASAN
Oleh karena itu, yang dimaksud dengan evaluasi dalam pendidikan Islam
adalah pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan dengan pendidikan Islam
guna melihat sejauh mana keberhasilan pendidikan yang selaras dengan nilai-nilai
Islam sebagai tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri.
c. Sebagai contoh ujian (tes) yang berat kepada Nabi Ibrahim As, Allah
memerintahkan beliau unuk menyembelih anaknya Ismail yang amat
dicintainya. Tujuannya untuk mengetahui kadar keimanan dan ketaqwaan
serta ketaatannya kepada Allah. Seperti disebutkan di dalam firman-Nya:
Ada beberapa hal yang menjadi prinsip dasar evaluasi dalam pendidikan
Islam. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut;
4; Sebagai bahan laporan bagi orang tua murid tentang hasil belajar siswa.
Laporan ini dapat berbentuk buku raport, piagam, sertifikat, ijazah, dan
lain-lain.
Senada dengan itu, menurut Anas Sudijono, secara umum evaluasi sebagai
tindakan atau proses setidak-tidaknya memiliki tiga macam fungsi pokok, yaitu
(1) mengukur kemajuan, (2) menunjang penyusunan rencana, dan (3)
memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali. Adapun secara khususnya,
menurut Anas Sudijono, fungsi evaluasi dalam dunia pendidikan dapat ditilik dari
tiga segi, yaitu; (1) segi psikologis, (2) segi didaktik, dan (3) segi administrasi.7
2; Untuk mengetahui apakah bahan yang telah diajarkan sudah dimiliki oleh
murid atau belum.
5; Untuk mengetahui tepat atau tidaknya guru dalam memilih bahan, metode,
dan berbagai penyesuaian dalam kelas.8
Sistem evaluasi yang disebut dalam al-Quran adalah bersifat makro dan
universal, yaitu dengan menggunakan teknik testing mental (mental test) atau
psikotes. Sedangkan dalam sunnah Nabi Muhammad SAW sistem evaluasi yang
bersifat makro adalah untuk mengetahui kemajuan belajar manusia termasuk Nabi
Muhammad SAW sendiri. Sebagaimana kisah kedatangan Malaikat Jibril menguji
Nabi Muhammad SAW dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut
pengetahuan beliau tentang rukun Islam, dan setiap jawaban Nabi Muhammad
SAW selalu dibenarkan oleh Jibril. Peristiwa lainnya adalah seringkali Jibril
datang kepada Nabi Muhammad SAW untuk menguji sejauhmana hafalannya
terhadap ayat-ayat al-Quran.
Ditinjau dari segi fungsi yang dimiliki oleh tes sebagai alat pengukur
perkembangan belajar peserta didik, tes dapat dibedakan menjadi enam golongan;
yaitu:
5; Penilaian Awal/Tes Awal, yang sering dikenal dengan istilah pre-test. Tes
jenis ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh manakah
materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh
para peserta didik.
6; Penilaian Akhir/Tes Akhir.Tes ini sering dikenal istilah post-test. Tes akhir
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi
pelajaran yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-
baiknya oleh para peserta didik.
1; Test Essay/Test Uraian, yaitu tes yang disusun sedemikian rupa sehingga
jawabannya terdiri dari beberapa kalimat. Untuk menjawab pertanyaan
sangat memerlukan waktu yang banyak, dan murid boleh menjawab
sepuas-puasnya dan seluas-luasnya.
Beberapa pedoman dalam menggunakan test essay:
1; Test Objektif
Suatu tes disebut objektif apabila; (a) hanya satu jawaban yang benar
untuk setiap setiap alternatif jawaban, (b) dalam menskor tidak ada
perbedaan walau diperiksa oleh lebih dari satu orang, (c) dalam menjawab
testee tinggal hanya melakukan pilihan sesuai dengan petunjuk, dan (d)
norma pilihan sudah ditentukan terlebih dahulu.
Sebagai salah satu jenis tes hasil belajar, tes objektif dapat dibedakan
menjadi lima golongan, yaitu;
d. Tes Bentuk Isian (Fill in Test). Tes ini biasanya berupa cerita atau
karangan. Kata-kata penting dalam cerita atau karangan itu beberapa
diantaranya dikosongkan (tidak dinyatakan), sedangkan tugas testee
adalah mengisi bagian-bagian yang telah dikosongkan itu.
Pada jenis test ini testee diminta memilih jawaban yang benar dari
beberapa jawaban yang telah ada. Biasanya terdiri dari tiga sampai
lima pilihan jawaban yang tersedia, yang benar hanya satu. Multiple
choice ada tiga bentuk:
2. The best answer test. Pada test ini testee diminta memilih
jawaban yang paling tepat dari jawaban yang tersedia yang
kesemuanya mengandung kebenaran.
Di samping itu, juga ada beberapa model tes yang dapat dilakukan oleh
seorang pendidik. Pertama, Tes bahasa, yaitu test yang dapat dijawab dengan
bahasa, baik lisan maupun tulisan. Tes bahasa ini terdiri dari: (1) Tes lisan. Pada
tes ini murid mendapat peratanyaan secara lisan yang harus dijawab secara lisan
pula. Jumlah peserta dalam suatu saat boleh lebh dari satu, dengan pertanyaan
diajukan dengan bergiliran. (2) Tes tulisan. Tes tulisan biasanya berbentuk
karangan. Testee diminta mengarang dengan pembatasan berupa; judul karangan,
dan jumlah maksimum halaman. Dalam pendidikan agama, juga baik sekali untuk
melatih murid mengarang berupa membuat khutbah jumat, menguraikan sejarah
Nabi Muhammad SAW, peristiwa isra miraj, peristiwa qurban, dan lian
sebagainya.
Kedua, Tes perbuatan, yaitu tes yang dipergunakan untuk menilai berbagai
macam perintah yang harus dilaksanakan seperti; mengapani mayat, berwudhu,
shalat, cara melaksanakan thawaf dan sebagainya.12
C. KESIMPULAN
End Note:
9 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. Ke-5, h.
243