Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Pendidikan Agama Islam


1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

2. Dasar Pendidikan Agama Islam

Terdapat dua hal yang menjadi dasar pendidikan agama Islam, yaitu:

a. Dasar Religius

Dasar-dasar yang bersumber dari ajaran Islam yang termaktub dalam Al- Qur`an
dan Hadist Nabi. Sebagaimana firman

Allah SWT:

Artinya:“Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan


orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS. AlMujadilah: 11) Al-Qur`an surat Az-Zumar ayat 9 juga
menerangkan: Artinya: “Katakanlah:”adakah sama orang-orang yang mengetahui
dengan orang-orang yang tidak mengetahui? “Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran”.(QS Az-Zumar : 9) Al-Qur`an surat
Al-Alaq: 1-5 juga menerangkan:

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia


telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS Al-Alaq: 1-5).
b. Dasar Yuridis

Dasar pelaksanaan pendidikan agama yang berasal dari perundang-undangan,


yang berlaku di Negara Indonesia yang secara langsung atau tidak dapat dijadikan
pegangan untuk melaksanakan pendidikan agama, antara lain:

c. Dasar idiil

Adalah falsafah Negara Republik Indonesia yakni Pancasila. Pancasila


sebagai idiologi Negara berarti setiap warga Negara Indonesia harus berjiwa
Pancasila dimana sila pertama keTuhanan Yang Maha Esa, menjiwai dan menjadi
sumber pelaksanaan sila-sila yang lain.

Sedangkan pengertian pendidikan dalam UndangUndang Republik Indonesia


No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah sebagai berikut:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Dengan demikian, maka dapat dipahami
bahwa pengertian pendidikan secara umum adalah usaha sadar yang dilakukan si
pendidik, atau orang yang bertanggung jawab untuk (membimbing, memperbaiki,
menguasai, memimpin, dan memelihara) mamajukan pertumbuhan jasmani dan
rohani menuju terbentuknya kepribadian yang utama.

d. Dasar Strukturil

Yakni yang termaktub dalam UUD 1945 Bab XI Pasal 29 ayat 1 dan 2 yang
berbunyi:

 Negara berdasarkan atas keTuhanan Yang Maha Esa


 Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
itu.13

Dari UUD 1945 di atas, mengandung makna bahwa Negara Indonesia


memberi kebebasan kepada sesama warga negaranya untuk beragama dengan
mengamalkan semua ajaran agama yang dianut.

e. Dasar Operasional

Dasar operasional ini adalah merupakan dasar yang secara langsung


melandasi pelaksanaan pendidikan agama pada sekolah-sekolah di Indonesia.
Sebagaimana UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
bagaimana kejelasan konsep dasar operasional ini, akan terus berkembang sesuai
dengan perkembangan kurikulum pendidikan dan dinamisasi ilmu pengetahuan
dan teknologi dan bisanya berubah setiap kali ganti Menteri Pendidikan Nasional
dan Presiden serta akan selalu mengkondisikan terhadap perkembangan IPTEK
internasional.

3. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau
kegiatan selesai. Jika kita melihat kembali pengertian pendidikan agama Islam,
akan terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah orang
mengalami pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang
yang membuatnya menjadi “insan kamil” dengan pola taqwa insan kamil artinya
manusia utuh rohani dan dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal
karena takwanya kepada Allah SWT. Dalam hal ini ada beberapa tujuan
Pendidikan Agama Islam yaitu:

a. Tujuan umum (Institusional)


Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan,
baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan itu meliputi seluruh aspek
kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan, dan
pandangan. Bantuk insan kamil dengan pola takwa harus dapat tergambar pada
pribadi seseorang yang sudah dididik, walaupun dalam ukuran kecil dan mutu
yang rendah, esuai dengan tingkat-tingkat tersebut.

Tujuan umum pendidikan harus dikaitkan pula dengan tujuan pendidikan nasional
Negara tempat pendidikan Islam itu digunakan dan harus dikaitkan pula dengan
tujuan institusional.

b. Tujuan akhir

Pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya tedapat
pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir pula. Tujuan umum yang berbentuk
Insan Kamil dengan pola takwa dapat mengalami naik turun, bertambah dan
berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Karena itulah pendidikan Islam itu
berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan,
memelihara, dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Tujuan
akhir Pendidikan Agama Islam akan dapat lebih dipahami dalam firman Allah
SWT:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah


sebenarbenar takwa kepadaNya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan
dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Al-Imran: 102)

c. Tujuan sementara (Instruksional)

Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah seseorang didik
diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum
pendidikan formal. Pada tujuan sementara bentuk insan kamil dengan pola waktu
sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sementara, sekurang-kurangnya beberapa
ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi seseorang didik.

d. Tujuan Operasinal

Tujuan Operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah
kegiatan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah
dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut tujuan
operasional.

Dalam tujuan operasional ini lebih banyak dituntut dari seseorang didik suatu
kemampuan dan keterampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih ditonjolkan dari
sifat penghayatan dan kepribadian. Untuk tingkat yang paling rendah, sifat yang
berisi kemampuan dan keterampilanlah yang ditonjolkan. Misalnya, ia dapat berbuat,
terampil melakukan, lancer mengucapkan, mengerti, memahami, menyakini dan
menghayati adalah soal kecil. Dalam pendidikan hal ini terutama berkaitan dengan
kegiatan lahiriyah, seperti bacaan dari kafiyat shalat, akhlak, dan

tingkah laku.

B. Konsep Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga


1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga

Bapak pendidikan nasional indonesia, Ki Hajar Dewantara menyatakan


bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk me manusiakan manusia (1889-1959).
Hal ini sejalan lurus dengan pendapat M.J. Langeveld yang mengatakan bahwa
pendidikan merupaka upaya manusia dewasa untuk membimbing manusia yang
belum dewasa untuk menuju kedewasaan begitu juga dengan langeveld ia
menyatakan bahwa pendidikan adalah pendewasaan diri dengan ciri kematangan
berfikir, kematangan emosional, memiliki harga diri, sikap dan tingkah laku yang
dapat diteladani serta kemampuan pengevaluasian diri. Kecakapan atau sikap
mandiri, yaitu dapat ditandai pada sedikitnya ketergantungan pada orang lain dan
selalu berusaha mencari sesuatu tanpa melihat orang lain. (Islam 2019, 8-11)

Thedore Brameld mengemuka kan bahwa pendidikan mengandung fungsi


yang sangat luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat
terutama, yang baru mengenal tanggung jawab bersama di dalam masyarakat.
Dimana pendidikan merupakan suatu proses yang lebih luas daripada proses yang
hanya berlangsung di dalam sekolah saja, melankan pendidikan merupakan suatu
aktivitas sosial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang. Di dalam
masyarakat yang kompleks, fungsi pendidikan ini mengalami spesialisasi dan
melembaga dengan pendidikan formal yang senantiasa tetap berhubungan dengan
proses pendidikan formal ataupun informal.

Sedangkan Meurut Carter V. Good ( 1997 :33 ) pendidikan adalah proses


perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan perilaku yang berlaku
dalam masyarakatnya proses social dimana seseorang dipengaruhi oleh suatu
ingkungan yang terpimpin ( khususnya disekolah ) sehinggga iya dapat mencapai
kecakapan social dan mengembangkan kepribadiannya. ( hal 10-11 )
Pendidikan itu berbeda dengan pengajaran, dalam pendidkan prosesnya
tidak hanya sekedar pentransferan ilmu semata, namun ada proses penggalian potensi
peningkatan diri menuju kedewasaaan mental yang terjadi dari adanya bimbingan
seseorang yang disebut guru sehingga bukan hanya ilmu yang di dapat tetapi juga
budi pekerti. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana guna mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif
mengembagkan potensinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara. Sedangkan pengajaran adalah
kegiatan yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa.
( hal 12-13 )..
Pendidikan merupakan aktifitas pengembangan diri melalui pengalaman
bertumpu pada kemampuan diri belajar dibawah bimbingan pengajar. Sedangkan
pengajaran merupakan aktifitas mengarahkan memberikan kemudahan bagaimana
cara menemukan sesuatu berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh pelajar. Dalam
pendidikan mencakup beberapa aspek yaitu kompetesi, afektifitas, kognetifitas dan
psykomotorik. Mendidik disini dalam arti yang sebenarnya adalah proses
memanusikan manusia atau yang disebut humanisasi yakni pengangkatan manusia ke
taraf insani.
Pendidikan yang dimaksud disisni yaitu, merupakan usaha menolong anak
dalam melaksanakan tugas-tugas hidupnya agar bisa mandiri dan bertanggung jawab
baik secara susia ataupun moral. Dimana Pendidikan ini merupakan suatu usaha
mencapai penentuan jati diri anak serta tanggung jawab bagi dirinya, keluaraga,
lingkungan,agama dan bangsa.
Sedangkan Tujuan Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yakni
penguasaan diri, yang mana merupakan salah satu langkah yang harus dituju untuk
tercapainya pendidikan yang memanusiawikan manusia. Ketika peserta didik mampu
menguasai dirinya mereka juga akan mampu menentukan sikapnya dengan demikian
akan tumbuh sikap mandiri dan dewasa alami bagi dirinya. Kehidupan manusia yang
menjadi pusat pendidikan bagi dirinya ialah keluarga, keluarga merupakan
pendidikan yang pertama dan utama karena, sejak timbulnya adab kemanusiaan
hingga kini kehidupan keluarga selalu memberikan pengaruh terhadap tumbuh
kembangnya budi pekerti dari setiap individu. ( hal 36 )
a. Kedudukan Pendidikan Agama
Secara bahasa kata agama ini dalam bahasa arab disebut ad-din sedangkan
dalam bahasa inggris din al-islam dirtikan dengan kalimat the religion of islam yang
tidak lain adalah agama islam. Agama islam adalah ketetapan-ketetapan ilahi yang
Allah wahyukan kepada para Nabi-Nya untuk dijadikan pedoman hidup oleh umat
manusia di dunia, arti agama itu sendiri haruslah merujuk pada Al-Quran. Dalam
menilai pendekatan kebahsaan kata Diin yang diterjemahkan “agama”
menggambarkan bahwa “( adanya hubungan antara dua pihak dimana posisi pertama
mempunyai kedudukan lebih tinggi dari posisi yang kedua ) “.4-5 agama islam
merupakan agama wahyu yaitu agama yang diterima manusia dari Allah SWT
Melalui perantara malaikat jibril kemudian disebarkan oleh para Rasul untuk
disampaikan pada manusia, agama wahyu ini bisa dikatakan juga agama samawi atau
juga agama langit.
Seseorang yang percaya akan agama bahwa agama itu merupakan sesuatu
kebenaran maka akan timbul rasa suka terhadap agama hal seperti ini, merupakan
suatu komponen afektif dari sikap kegamaan seseorang itu. Maka untuk itu dari
adanya kepercayaan dan perasaan senang seseorang itu akan memotivasinya untuk
ber perilaku sesuai keagamaan atau yang dikenal dengan istilah pengamalan ajaran
agama. konsistensi antara kepercayaan pandangannya terhadap agama sebagai
komponen kognitif akan berimbas pada perasaan terhadap agama itu sendiri sebagai
komponen afektif dengan perilaku terhadap agama sebagai komponen kognitif
menjadi landasan pembentukan sikap keagamaan seseorang, baik buruknya
keagamaan manusia tergantung kepada tingkat kepercayaannya terhadap agamanya.
Sikap keagamaan seperti ini mencakup semua aspek yang berhubungan dengan
keagamaan sepanjang yang bisa dirasakan dan dijangkau oleh anak di lingkungan
keluarga dan sekolah seperti, sikap yang berhubungan dengan aspek keimanan
kemudian ibadah lau akhlak dan juga muamalah.
Prof Muhammad Daud Ali mengemukakan bahwa istilah Ad-diin yang terdapat
dalam surah Ali Imran ayat 3 tidak hanya berisi pengertian pengaturan hubungan
manusia dengan tuhannya saja yang bersifat vertikal akan tetapi, juga berisikan
pengaturan hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam kehidupan
bermasyarakat dan alam sekitarnya yang bersifat horizontal. Dimana kedua
komponen ini dalam sistem ajaran islam berjalan beriringan. Agama merupakan
ajaran-ajaran yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada manusia melalui
perantaranya yaitu melalui para rasul, sehingga terjalin ikatan dan pedoman yang
harus dijadikan pegangan dan dipatuhi oleh umat manusia dimana ikatan dalam
agama ini mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia
sehari-harinya, yang dimana ikatan ini berasal dari satu kekuatan yang lebih tinggi
dari manusia itu sendiri, yang kekuatan nya tak dapat ditangkap oleh panca indera
atau yang kita kenal dengan kata Ghaib.
Sikap keagamaan adalah suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang
mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap
agama da tiga komponen sikap keagamaan:
1. Komponen Kognisi yaitu dimana segala hal yang berhubungan dengan gejala
fikiran seperti ide kepercayaan dan konsep.
2. Komponen Afeksi yaitu segala sesuatu hal yang berhubungan dengan gejala
perasaan seperti emosional senang, tidak senang, dan setuju
3. Komponen Konasi yaitu merupakan kecenderungan untuk berbuat semisal
memberi pertolongan serta menjauhkan diri dan mengabdi. Pendidikan agama
mempunyai kedudukan yang tinggi dan paling utama karena pendidikan agama
menjamin untuk memperbaiki akhlak anak-anak didik dan mengangkat derajat
seseorang menjadi lebih tinggi serta berbahagia dalam kehidupannya. Pendidikan
agama berguna membersihkan hati dan mensucikan jiwa serta mendidik hati nurani
dan mencetak mereka agar berkelakuan yang baik dan mendorong ke hal yang lebih
baik.
Pendidikan agama bertujuan untuk memelihara anak-anak supaya mereka
tidak terbelenggu oleh nafsu nya serta menjaga mereka supaya tidakjatuh ke dalma
jurang kehinaan dan kesesatan pendidikan agama senantiasa mampu menerangi
anak-anak untuk bisa melalui jalan yang lurus, jalan kebaikan begitu pula jalan
menuju surga. karena mereka harus berjalan mengikuti perintah Allah dan menjalin
hubungan baik dengan sesama, bangsa,yang dilandasi dengan kasih sayang. oleh
arenanyapendidikan agama harus diberikan mulai dari anak masih kecil hingga anak
dewasa. Maka pendidikan agama akan sangat berperan penting dalam memebantu
memperbaiki akhlak anak guna membersihkan hati serta mensucikan jiwa agar
supaya mereka mempunyai berkepribadian baik dalam kehidupannya dengan
pendidikan agama maka, dalam diri mereka menjadi tahu serta paham akan
kewajiban nya sebagai umat beragama yang nantinya membuat ia berperliku dengan
mengikuti aturan yang telah ditetapkan serta bertindak dalam menjauhi sesuatu hal
yang dilarang oleh agamanya. Pendidikan agama Islam bertujuan untuk
meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik
tentang agama Islam itu sendiri sehingga menjadi anak bisa menajdi manusia muslim
yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam
kehidupannya termasuk kehidupan pribadi, sosial,berbangsa serta bernegara.
Dari tujuan tersebut dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan
dan dituju oleh kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam yang pertama dimensi
keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam; yang kedua pemahaman atau
penalaran intelektual serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran agama Islam; yang
ketiga penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan peserta didik dalam
menjalankan ajaran agama Islam; dan yang keempat pengamalannya, (Ali 2019 , 221)
dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah diimani, dipahami dan dihayati atau di
internalisasi oleh peserta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya
untuk mengamalkan,serta mentaati ajaran agama dan nilai-nilainya dalam kehidupan
pribadi, sebagai manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt untuk
mengaktualisasi kan dan merealisasikan semuanya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, ada beberapa tujuan dari Pendidikan agama dalam segala
tingkat pengajaran umum yaitu :
1. Menanamkan perasaan cinta dan taat kepada Allah dalam hati anak dengan
mengingatkan nikmat Allah yang tidak terhitung banyaknya.
2. Menanamkan itikad yang benar dalamhati anak.
3. Mendidik anak dari sedini mungkin agar mengikuti perintah Allah dan
meninggalkan segala larangan-Nya baik terhadap Allah ataupun masyarakat yaitu
dengan, mengisi hati mereka supaya takut kepada Allah.
4. Memberi petunjuk mereka untuk hidup di dunia dan menuju akhirat.
5. Mampu memberikan contoh yang dapat dicontoh menjadi teladan yang baik, serta
pengajaran dan nasehat-nasehat yang baik.
6. Membentuk pribadi sebagai warga negaradan masyarakat yang baik yang memiliki
budi luhur serta berakhlak karimah, serta berpegang teguh akan ajaran agama.
Menurut penulis tujuan tujuan pendidikan agama islam sudah bagus, tinggal
bagaimana penerapannya saja karena, tujuan-tujuan ini nantinya akan dapat
memenuhi semua aspek yang ada dalam syariat islam.
2. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan kesatuan social yang terdiri dari suami dan istri
kemudian anak keluarga merupakan komunitas atau kelompok dimana danya
hubungan anatra para anggotanya sangat erat dan pada umumnyamereka memiliki
tempat tinggal serta terikat oleh sebuah pernikahan. (SYARBINI 2014 , 20-21)

Orang tua merupakan panutan bagi anaknya setiap anak akan meniru tingkah
laku orang tuanya oleh sebab itu keteladanan sangat perlu dicontohkan ketika
melakukan aktifitas sehari-hari, orang merupakan pendidik utam dan pertama dalam
unit terkecil soisal yaitu keluarga dikatkan pertama sebab, orang tua memeiliki
pengaruh yang sanagt besar karena orang ualah yang melakukan pendidikan pertama
kepada anaknya. Elemen lain seperti sekolah, guru, pesantren, itu hanya institusi yang
membantu orang tua, (TAFSIR 2017 , 7-9)

C. Konsep Nikah Muda


1. Pengertian Nikah Muda
Istilah pernikahan dini atau pernikahan muda sebenarnya tidak dikenal
dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI). Istilah yang lebih popular
adalah pernikahan di bawah umur, yaitu pernikahan pada usia di mana
seseorang belum mencapai usia dewasa (Koro, 2012: 72). Umumnya
pernikahan ini dilakukan oleh pemuda pemudi yang belum mencapai taraf
ideal untuk melangsungkan pernikahan. Bisa dikatakan mereka belum
mapan secara emosional, finansial, serta belum siap secara fisik dan
psikis.
Adapun dalam istilah internasional pernikahan dini dikenal dengan child
marriage atau early marriage. Maksudnya pernikahan yang terjadi pada
anak di bawah umur 18 tahun. Pembatasan dalam angka 18 ini sesuai
dengan batas usia perlindungan anak yang ditetapkan dalam Konvensi
Hak-Hak Anak Internasional (Convention on the Rights of the Child) pada
tahun 1989 (Justice for Iran, 2013: 13).

Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), pernikahan dini adalah


perkawinan yang dilakukan sesuai dengan syarat dan rukunnya, namun
satu di antara kedua mempelainya belum baligh dan secara psikis belum
siap menjalankan tanggungjawab kerumahtanggaan (Imron, 2013: 256).

Pernikahan dini masih menjadi persoalan dan bahan perdebatan. Wilayah


kajiannya mencakup berbagai aspek serta melibatkan banyak pihak,
seperti lembaga-lembaga keagamaan, lembaga-lembaga pemerintahan
(eksekutif dan legislatif), dan media-media massa (online, cetak, dan
televisi).1

Pernikahan dini (early mariage) merupakan suatu pernikahan formal atau


tidak formal yang dilakukan dibawah usia18 tahun (UNICEF, 2014).
Seseorang yang telah melakukan ikatan lahir batin antara pria dengan
wanita sebagai seorang suami istri dengan tujuan membentuk keluarga,
baik yang dilakukan secara hukum maupun secara adat/kepercayaan dapat
dikatakan pula sebagai pernikahan. Apabila suatu pernikahan tersebut
dilakukan oleh seseorang yang memiliki umur yang relatif muda maka hal
itu dapat dikatakan dengan pernikahan dini.2

2. Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Dini

Menurut para ahli bahwa faktor yang mendorong seseorang untuk


melangsungkan pernikahan dini diantaranya :

a. Faktor Ekonomi

1
https://syariah.iain-surakarta.ac.id/menikah-dini-atau-menikah-muda/ (Diakses pada hari Jum’at, 24
September 2021 Pukul 15.07 WIB)
2
http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/1402450024/7._BAB_II_.pdf (Diakses
pada hari Jum’at, 24 September 2021 Pukul 15.17 WIB)
Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis
kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya
dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.

b. Faktor Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan


masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya
yang masih dibawah umur.

c. Faktor orang tua

Orang tua khawatir terkena aib karena anak perempuannya berpacaran


dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan
anaknya.

d. Faktor Media Massa

Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja moderen


kian permisif terhadap seks.

e. Faktor Adat.

Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya


dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan

3. Dampak Pernikahan Dini

Berbagai dampak pernikahan dini dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Dampak Biologis

Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju


kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan
lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika
dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang luas dan infeksi
yang akan membahayakan organ reproduksinya sampai membahayakan
jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas
dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau adanya
kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak.

b. Dampak Psikologis

Secara psikis anak juga belum siap dan belum mengerti tentang hubungan
seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam
jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali
hidupnya yang berakhir pada perkawinan, yang dia sendiri tidak mengerti
atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan
hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain dan
menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri
anak.

c. Dampak Sosial

Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam


masyarakat patriakhi yang bias gender, yang menempatkan perempuan
pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja.
Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun termasuk
agama Islam yang sangat menghormati perempuan (Rahmatan lil Alamin).
Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender
yang akan melahirkan kekerasan terhadap perempuan.

d. Dampak perilaku seksual menyimpang


Adanya prilaku seksual yang menyimpang yaitu prilaku yang gemar
berhubungan seks dengan anak-anak yang dikenal dengan istilah pedofilia.
Perbuatan ini jelas merupakan tindakan ilegal (menggunakan seks anak),
namun dikemas dengan perkawinan seakan-akan menjadi legal. Hal ini
bertentangan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak khususnya pasal 81, ancamannya pidana penjara
maksimum 15 tahun, minimum 3 tahun dan pidana denda maksimum 300
juta dan minimum 60 juta rupiah.

e. Dampak terhadap kesehatan reproduksi

Pernikahan dini melanggar hak anak, terutama anak perempuan. Anak


perempuan, sebagai pihak yang paling rentan menjadi korban dalam kasus
pernikahan dini, juga mengalami sejumlah dampak buruk. Plan Indonesia,
organisasi kemanusiaan yang fokus pada perlindungan dan pemberdayaan
anak, menyampaikan hasil temuannya mengenai pernikahan dini. Plan
mencatat, 33,5 persen anak usia 13-18 tahun pernah menikah, dan rata-rata
mereka menikah pada usia 15-16 tahun. perkawinan dini berdampak pada
kesehatan reproduksi anak perempuan. Dari segi fisik, remaja itu belum
kuat, tulang panggulnya masih terlalu kecil sehingga bisa membahayakan
proses persalinan. Anak perempuan berusia 10-14 tahun memiliki
kemungkinan meninggal lima kali lebih besar, selama kehamilan atau
melahirkan, dibandingkan dengan perempuan berusia 20-25 tahun.3

3
http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/1402450024/7._BAB_II_.pdf (Diakses
pada hari Jum’at, 24 September 2021 Pukul 15.49 WIB)

Anda mungkin juga menyukai