Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Era modern ini, semua aktivitas selalu mempunyai runjukan dan
pedoman. Karena hal itu menunjang kesuksesan dan kekonkritan segala aspek.
Oleh karena itu sebuah penelititanpun juga harus mempunyai rujukan yang jelas
dan dapat dijadikan pegangan.
Pendidikan Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang mendapat
banyak perhatian dari para ilmuwan.1 Hal ini karena di samping peranannya yang
amat strategis dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia, juga karena di
dalam pendidikan Islam terdapat berbagai masalah yang kompleks dan
memerlukan penanganan segera. Bagi mereka yang akan terjun ke dalam dunia
pendidikan Islam harus memiliki wawasan yang cukup tentang pendidikan Islam
dan memiliki kemampuan untuk mengembangkannya sesuai dengan tuntutan
zaman.
Terkait dengan hal di atas, maka sekiranyalah kita memahami apa yang
dimaksud dengan pendidikan Islam serta berbagai masalah yang berhubungan
dengannya, dan mengetahui berbagai model yang dilakukan dalam penelitian
kependidikan Islam sebagai bahan perbandingan untuk melakukan konsep-konsep
pendidikan Islam sesuai tuntutan zaman.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari model penelitian pendidikan Islam?
2. Aspek-aspek apa saja yang tercakup dalam pendidikan Islam?
3. Bagaimana model penelitian pendidikan Islam?
C. Tujuan
Penugasan ini dilakukan semata-mata demi untuk mempelajari dan
menambah wawasan pada materi Metode Penelitian Pendidikan Islam dan juga
merupakan salah satu tugas mata kuliah.

1
Hasan BasriFilsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 53.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Model Penelitian Pendidikan Islam


1. Pengertian Model Penelitian
Model adalah rencana, representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu
objek, sistem, atau konsep yang seringkali berupa penyederhanaan atau
idealisasai. Bentuknya dapat berupa model fisik (market, bentuk prototipe), model
citra (gambar rancangan, citra komputer), atau rumusan matematis.2
Sedangkan penelitian adalah suatu penyelidikan atau suatu usaha
pengujian yang dilakukan secara teliti, dan kritis dalam mencari fakta-fakta atau
prinsip-prinsip dengan menggunakan langkah-langkah tertentu. Dalam mencari
fakta-fakta ini diperlukan usaha yang sistematis untuk menemukan jawaban
ilmiah terhadap suatu masalah.
Dari definisi model dan penelitian di atas, maka bisa kita simpulkan bahwa
yang dimaksud dengan model penelitian adalah rencana, representasi, dan
deskripsi atas suatu usaha yang sistematis untuk menemukan jawaban ilmiah
terhadap suatu masalah.
2. Pengertian pendidikan Islam
Setelah kita membahas tentang model penelitian, selanjutnya kita akan
membahas tentang pendidikan Islam. Tetapi terlebih dahulu kita akan membahas
tentang pendidikan. Banyak para pakar pendidikan yang mendefinisikan
pendidikan secara berbeda-beda tetapi pada intinya sama.
Dapat diartikan sebagai perbuatan (hal, cara,dan sebagainya) mendidik:
dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau pemeliharaan badan, batin,
dan sebagainya.
Penggunaan kata tarbiyah untuk arti pendidikan (education) merupakan
pengertian yang sifatnya ijtihad (interpretable). Oleh karena itu, penggunaan kata
tarbiyah dalam pengertian pendidikan yang umum digunakan tidak ada salahnya.

2
Ibid, hal. 54

2
Sebagaimana para pakar pendidikan pada umumnya menggunakan kata tarbiyah
untuk arti pendidikan.
Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Definisi ini
selanjutnya dinilai oleh Ahmad Tafsir sebagai definisi yang belum mencakup
semua yang kita kenal sebagai pendidikan. Definisi itu cukup memadai bila kita
membatasi pendidikan hanya pada pengaruh seseorang kepada orang lain, dengan
sengaja (sadar). Pendidikan oleh diri sendiri dan oleh lingkungan, Nampak belum
tercakup ke dalam batasan pendidikan yang diberikan oleh Ahmad D. Marimba
tersebut. Namun demikian, Ahmad Tafsir lebih lanjut mengatakan bahwa
pengertian mana yang akan Anda ambil, boleh saja, terserah kepada Anda.
Selain itu, dijumpai pula formulasi pendidikan yang diajukan tokoh
pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara. Menurutnya pendidikan adalah usaha
yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan
kebahagiaan manusia.
Pengertian pendidikan dengan agak lebih terperinci lagi cakupannya
dikemukakan oleh Soegarda Poerbakacawa. Menurutnya, dalam arti umum
pendidikan mencakup segala usaha dan perbutan dari generasi tua untuk
mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya serta
keterampilannya kepada generasi muda untuk melakukan fungsi hidupnya dalam
pergaulan bersama sebaik-baiknya.
Secara formal, pendidikan adalah pengajaran (at-tarbiyah, at-ta’lim).
Sebagaimana Muhaimin (2001:37) katakana bahwa pendidikan adalah aktivitas
atau upaya yang sadar dan terencana, dirancang untuk membantu seseorang
mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik
yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental dan sosial.
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. menyimpulkan bahwa pendidikan adalah
merupakan usaha atau proses yang ditujukan untuk membina kualitas sumber
daya manusia seutuhnya agar ia dapat melakukan perannya dalam kehidupan
secara fungsional dan optimal. Dengan demikian, pendidikan pada intinya

3
menolong manusia agar dapat menunjukkan eksistensinya secara fungsional di
tengah-tengah kehidupan manusia. Pendidikan demikian akan dapat dirasakan
manfaatnya bagi manusia.
Dari definisi-definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa pendidikan
adalah proses perubahan dan pengembangan potensi serta kualitas seseorang baik
melalui dirinya, lingkungan, atau pun orang lain demi mencapai kehidupan yang
sempurna dengan menunjukkan eksistensinya secara fungsional di tengah-tengah
kehidupan masyarakat.
Setelah membahas Pendidikan selanjutnya kita akan memaparkan tentang
pendidikan Islam. Berikut ini adalah beberapa pengertian Pendidikan Islam secara
terminologi yang diformulasikan oleh para ahli Pendidikan Islam, diantaranya
adalah:
a. Menurut al-Syaibaniy mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah
proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan
pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan
dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan
profesi diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.
b. Menurut Muhammad Fadhil al-Jamaly, mendefinisikan pendidikan Islam
sebagai upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta didik
hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan
kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan bisa
membentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurna, baik yang
berkaitan dengan potensi akal, perasaan, maupun perbuatannya.
c. Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya
kepribadiannya yang utama (insan kamil)
d. Ahmad Tafsir mendefinisikan Pendidikan Islam sebagai bimbingan yang
diberikan oleh seseorang, agar ia berkembang secara maksimal sesuai
dengan ajaran Islam.

4
Dari batasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah
suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan
kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam. Melalui pendekatan ini, ia akan dapat
dengan mudah membentuk kehidupan dirinya sesuai dengan nilai-nilai ajaran
Islam yang diyakininya.
Dari dua definisi tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan adalah
merupakan usaha atau proses yang ditujukan untuk membina kualitas sumber
daya manusia seutuhnya agar ia dapat melakukan perannya dalam kehidupan
secara fungsional dan optimal. Dengan demikian, pendidikan pada intinya
menolong manusia agar dapat menunjukkan eksistensinya secara fungsional
ditengah-tengah kehidupan manusia. Pendidikan demikian akan dapat dirasakan
manfaatnya bagi manusia.
Adapun pengertian islam berasal dari bahasa arab yaitu dari kata aslama,
yuslimu, islaman yang berarti berserah diri, patuh, dan tunduk. Kata aslama
tersebut pada mulanya berasal dari salima, yang berarti selamat, sentosa dan
damai. Dari pengrtian demikian, secara harfiah islam dapat diartikan patuh,
tunduk, berserah diri (kepada Allah) untuk mencaoai keselamatan. Pengertian
islam dari segi kebahasaan ini sudah mengacu kepada misi islam itu sendiri yaitu
mengajak manusia agar hidup aman, damai dan selamat dunia akhirat dengan cara
patuh dan tunduk kepada Allah, dan selanjutnya upaya ini disebut sebagai ibadah.
Secara keseluruhan, disini definisi yang bertemakan pedidikan islam itu
mengacu kepada suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan pendidikan islam
adalah upaya membimbing, mengerahakan, dan membina peserta didikan yang
dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian yang utama
sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam. tujuan ini secara hirarkis bersifat ideal,
bahkan universal. Tujuan tersebut dapat dijabarkan pada tingkat yang lebih rendah
lagi, menjadi tujuan yang bercorak nasional, institusional, terminal, klasikan, per
bidang studi, per pokok ajaran, sampai dengan setiap kali melaksanakan kegiatan
belajar mengajar.
Dari beberapa pengertian di atas tentang pengertian model penelitian dan
pendidikan Islam, maka bisa kita simpulkan bahwa yang dimaksud dengan model

5
penelitian pendidikan Islam adalah bentuk-bentuk usaha yang sistematis untuk
menemukan jawaban ilmiah terhadap masalah-masalah pendidikan Islam yang
berkisar pada peserta didik, pendidik, lingkungan, dan komponen-komponen
lainnya.
B. Aspek-Aspek Pendidikan Islam
Pendidikan Islam sebagaimana pendidikan lainnya memiliki berbagai
aspek yang tercakup di dalamnya. Aspek tersebut dapat dilihat dari segi cakupan
materi didikannya, filsafatnya, sejarahnya, kelembagaannya, sistemnya, dan dari
segi kedudukannya sebagai sebuah ilmu. Dari aspek materi didikannya,
pendidikan Islam sekurang-kurangnya mencakup pendidikan fisik, akal, agama
(akidah dan syari’ah), akhlak, kejiwaan, rasa keindahan, dan sosial
kemasyarakatan. Berbagai aspek materi yang tercakup dalam pendidikan Islam
tersebut dapat dilihat dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah serta pendapat para ulama.
Pendapat lain mengatakan bahwa materi pendidikan Islam itu pada prinsipnya ada
dua, yaitu materi didikan yang berkenaan dengan masalah keduniaan dan materi
didikan yang berkenaan dengan masalah keakhiratan. Hal ini didasarkan pada
kandungan ajaran Islam yang mengajarkan kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat.
Dilihat dari segi sejarah atau periodenya, pendidikan Islam mencakup:
1) Peride pembinaan Islam yang berlangsung pada zaman Nabi Muhammad
SAW. Masa ini berlangsung sejak Nabi Muhammad SAW menerima
wahyu dan menerima pengangkatannya sebagai rasul, sampai dengan
lengkap dan sempurnanya ajaran Islam menjadi warisan budaya umat
Islam. Masa tersebut berlangsung selama lebih kurang 23 tahun, yaitu
Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama kali, yaitu tanggal 17
bulan Ramadhan di tahun sebelum hijrah, bertepatan dengan 6 Agustus
610 M, sampai dengan wafatnya pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal, tahun 11
hijrah, bertepatan dengan 8 Juni 832 M.
2) Periode pertumbuhan pendidikan Islam yang berlangsung sejak zaman
Nabi Muhammad wafat sampai masa akhir Bani Umayyah yang diwarnai
oleh berkembangnya ilmu-ilmu naqliyah. Pada masa pertumbuhan dan

6
perkembangannya itu, pendidikan Islam mempunyai dua sasaran. Pertama,
yaitu generasi muda sebagai generasi penerus dan masyarakat bangsa lain
yang belum menerima ajaran Islam; dan kedua, adalah penyampaian
ajaran Islam dan usaha internalisasinya dalam masyarakat bangsa yang
baru menerimanya yang di dalam Islam lazim disebut sebagai dakwah
Islami.
3) Periode kejayaan (puncak perkembangan) pendidikan Islam, yang
berlangsung sejak permulaan Daulah Abbasiyah sampai dengan jatuhnya
Bagdad, yang diwarnai oleh berkembangnya ilmu akliah dan timbulnya
madrasah, serta memuncaknya perkembangan kebudayaan Islam;
4) Periode kemunduran pendidikan Islam, yaitu sejak jatuhnya Bagdad
sampai jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon, yang ditandai dengan
runtuhnya sendi-sendi kebudayaan Islam dan berpindahnya pusat-pusat
pengembangan kebudayaan ke dunia Barat;
5) Periode pembaharuan pendidikan Islam yang berlangsung sejak
pendudukan Mesir oleh Napoleon sampai masa kini, yang ditandai oleh
gejala-gejala kebangkitan kembali umat dan kebudayaan Islam.3
Selanjutnya, dilihat dari segi kelembagaannya pendidikan Islam mengenal
adanya pendidikan yang dilaksanakan di rumah, mesjid, pesantren, dan madrasah
dengan berbagai macam corak dan pendekatannya, lembaga-lembaga pendidikan
Islam ini dapat dibagi lagi menurut periodesasinya, yaitu lembaga pendidikan
Islam zaman Rasulullah SAW, lembaga pendidikan di zaman Khulafaur Rasyidin,
lembaga pendidikan di zaman Umayyah, dan lembaga pendidikan di zaman
Abbasiyah dan Andalusia.
Selanjutnya, pendidikan Islam sebagai sebuah sistem adalah suatu
kegiatan yang di dalamnya mengandung aspek tujuan, kurikulum, guru (pelaksana
pendidikan), metode, pendekatan, sarana prasarana, lingkungan, administrasi, dan
sebagainya yang antara satu dan lainnya saling berkaitan dan membentuk suatu
sistem yang terpadu.[9]Apabila salah satu aspek pendidikan tersebut berubah,

3
Lihat Zakiyah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta:
Ruhama, 1944), cet. I, hal. 1.

7
bagian aspek lainnya juga berubah. Misalnya, jika tujuan pendidikan berubah,
bagian aspek lainnya juga berubah. Misalnya, jika tujuan pendidikan berubah,
kurikulum, guru, metode, pendekatan dan lainnya akan berubah. Dari berbagai
aspek pendidikan demikian selanjutnya telah membentuk berbagai disiplin ilmu
pendidikan Islam, yaitu ilmu yang membahas berbagai masalah yang berkaitan
dengan pendidikan. Dalam hubungan ini dijumpai adanya ilmu yang khusus
membahas tujuan pendidikan yang dipadukan dengan fillsafat pendidikan Islam;
ilmu yang membahas tentang kurikulum, ilmu yang membahas tentang guru,
lingkungan pendidikan, administrasi pendidikan dan sebagainya. Dari keadaan
demiikian itulah selanjutnya dibuka Fakultas Tarbiyah pada seluruh Institut
Agama Islam Negri (IAIN) yang tersebar di seluruh Indonesia.
C. Model Penelitian Pendidikan Islam
Dilihat dari segi objek kajiannya, ilmu pendidikan dapat dibagi kepada
tiga bagian. Pertama, ada pengetahuan ilmu, yaitu pengetahuan tentang hal-hal
atau objek-objek yang empiris, diperoleh dengan melakukan penelitian ilmiah,
dan teori-teorinya bersifat logis dan empiris. Pengujian teorinya pun diukur secara
logis dan empiris. Bila logis dan empiris, teori ilmu itu benar, dan inilah yang
selanjutnya disebut science.4
Kedua, pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan tentang objek-objek yang
abstrak logis, diperoleh dengan berpikir, dan teori-teorinya bersifat logis dan
hanya logis (tidak empiris). Kebenaran atau kesalahan teori filsafat hanya diukur
dengan logika; bila logis dinilai benar; bila tidak maka salah. Bila logis dan ada
bukti empiris, teori itu bukan filsafat, melainkan teori ilmu (sains).
Ketiga, Pengetahuan mistik, yaitu pengetahuan yang objek-objeknya tidak
bersifat empiris, dan tidak pula terjangkau oleh logika. Objek pengetahuan ini
bersifat abstrak, supra logis. Objek ini dapat diketahui melalui berbagai cara,
misalnya dengan merasakan pengetahuan batin, dengan latihan atau cara lain.
Pengetahuan kita tentang yang gaib, diperoleh dengan cara ini.

4
HM Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara,1993),
cet.II, hal.152-153.

8
Ketiga macam pengetahuan tentang pendidikan Islam tersebut dapat
digambarkan dalam matrik sebagai berikut.
Pengetahuan :Objek :Metode :Ukuran
Sains (ilmu) :Empiris :Ilmiah :Logis-empiris
Filsafat :Abstrak-logis :Logika :Logis
Mistik :Abstrak-Supra logis :Supra rasional :Yakin, kadang-
kadang empiris

Berdasarkan matrik tersebut, maka pengetahuan (ilmu) pendidikan Islam


terdiri dari pengetahuan pengetahuan filsafat pendidikan, tasawuf (mistik)
pendidikan dan ilmu pendidikan. Filsafat dan tasawuf terkadang disebut ilmu,
padahal secara akademis keduanya itu bukan ilmu tetapi pengetahuan karena yang
disebut ilmu harus bersifat empiris dan memiliki cirri-ciri ilmiah. Dengan
demikian jika disebutkan Ilmu Pendidikan Islam, cakupannya ialah masalah-
masalah yang berada dalam dataran ilmu(sains), yaitu objek-objek yang logis dan
empiris tentang pendidikan.
Dengan demikian, maka peta penelitian Ilmu Pendidikan Islam, mencakup
penelitian terhadap pengetahuan filsafat pendidikan Islam, pengetahuan mistik
pendidikan Islam, dan ilmu pendidikan Islam. Penelitian dalam kajian yang
berdasarkan logika (filsafat) dan keyakinan (mistik) telah banyak dilakukan para
ulama Islam. Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani misalnya mengkhususkan diri
pada kajian bidang filsafat pendidikan Islam, melalui karya tulisnya berjudul
Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah yang diterjemahkan oleh Hasan Langgulung
dengan judul Falsafah Pendidikan Islam yang diterbitkan oleh Bulan Bintang,
Jakarta, tahun 1979. Demikian pula Ahmad D. Marimba menulis buku berjudul
Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, yang diterbitkan Al-Ma’arif, Bandung, tahun
1980, pada cetakan keempatnya.
Sementara itu, kajian terhadap pengetahuan tasawuf (mistik) mengenai
pendidikan antara lain dilakukan oleh Al-Ghazali yang terintegrasi dalam
bukunya Ihya ‘Ulum al-Din. Pemikiran Al-Ghazali tentang pendidikan telah
diteliti oleh Fathiyah Hasan Fahmi dalam bukunya berjudul Sistem Pendidikan
versi Al-Ghazali, yang diterjemahkan oleh Fathur Rahman May dan Syamsuddin

9
Asyrafi dari judul al-Madzhabut Tarbawi ‘ind al-Ghazali, diterbitkan oleh
Ma’arif, Bandung tahun 1986.
Adapun kajian atau tepatnya penelitian terhadap Ilmu Pendidikan Islam
yang bersifat empiris dinilai masih belum banyak dilakukan para pakar Islam.
Sedangkan kajian atau penelitian yang berkenaan dengan ilmu yang terakhir inilah
yang menjadi modal bagi pengembangan ilmu pendidikan Islam.
Dari penelitian Ilmu Pendidikan Islam (sains yang empiris) itu akan
muncul teori yang selanjutnya disesuaikan dengan ajaran ajaran Islam. Teori-teori
itulah yang kelak disebut teori Ilmu Pendidikan Islam. Dengan demikian,
pengembangan Ilmu Pendidikan Islam tidaklah mencakup pekerjaan
mengembangkan filsafat pendidikan Islam dan tidak pula mengembangkan
manual-manual pendidikan Islam.
Teori-teori yang perlu dikembangkan dalam Ilmu Pendidikan Islam,
menurut Ahmad Tafsir, ternyata luas sekali. Keluasan itu disebabkan karena
kegiatan pendidikan Islam memang luas sekali. Pendidikan Islam itu dimulai dari
sejak anak didik dapat dibayangkan adanya, kemudian ia berada dalam
kandungan, dalam masa bayi, kanak-kanak, remaja, pemuda, dewasa sampai
dengan masa tua. Dari pemikiran demikian, teori-teori pendidikan Islam yang
dapat dikembangkan dari hasil penelitian antara lain teori tentang pendidikan
Islam pada masa pra-natal, teori pendidikan Islam bagi anak di rumah tangga,
teori pendidikan Islam bagi para remaja di rumah tangga, dan sebagainya.
Teori-teori pendidikan Islam untuk masing-masing jenjang tersebut dapat
dirinci lebih lanjut. Untuk teori-teori pendidikan anak di rumah tangga misalnya,
dapat dibagi lagi menurut jenis rumah tangga yang sibuk, rumah tangga kelas
bawah, rumah tangga kelas atas, dan seterusnya.
Demikian pula teori-teori pendidikan Islam untuk pendidikan di
masyarakat juga banyak variasinya yang dapat diteliti. Misalnya penelitian
tentang teori pendidikan di pesantren biasa, teori pendidikan untuk di pesantren
kilat, di majlis ta’lim, khutbah, kursus-kursus dan sebagainya.
Penelitian Ilmu Pendidikan Islam tersebut dapat pula diarahkan pada
aspek-aspek yang terkandung dalam pendidikan tersebut. Misalnya penelitian

10
terhadap problema yang dihadapi guru, penelitian tentang cara memperbaiki
tingkah laku guru dalam mengajar, dan penelitian terhadap peranan kepala
sekolah dalam memperlancar pembaharuan pendidikan.
Selanjutnya, untuk lebih jelasnya mengenai model penelitian pendidikan
Islam ini akan dikemukakan beberapa contoh sebagai berikut

1) Model Penelitian tentang Problema Guru


Dalam Usaha memecahkan problema guru, Humpunan Pendidikan
Nasional (National Education Association) di Amerika Serikat pernah
mengadakan penelitian tentang problema yang dihadapi guru secara nasional pada
tahun 1968.
Prosedur yang dilakukan dalam penelitian tersebut dilakukan dengan cara
pengumpulan data yang dilakukan oleh bagian Himpunan Pendidikan Nasional
Penelitian (National Education Association) melalui survey pendsapat umum guru
(opinion survey for teacher) pada musim semi tahun 1968 dikalangan guru-guru
sekolah negeri yang dijadikan sampel secara nasional.
Kuesioner tang dibuat terdiri dari17 macam pertanyaan tentang problema
guru yang dipandang potensial. Responden diminta untuk menunjukkan bagi tiap-
tiap guru suatu problema pokok mana yang bukan problema pokok atau sama
sekali bukan problema di lingkungan sekolah masing-masing. Kemudian data
yang terkumpul dari kuesioner itu dijadikan landasan analisis.
Dengan demikian, penelitian tersebut dari segi metodenya termasuk
penelitian survey, yaitu penelitian yang sepenuhnya didasarkan pada data yang
dijumpai di lapangan, tanpa didahului oleh kerangka teori, asumsi atau hipotesis.
Penelitian tersebut menggunakan data lapangan yang dikumpulkan melalui
instrumen pengumpulan data, yaitu kuesioner yang sampelnya mewakili tingkat
nasional, dan objek yang diteliti adalah problema yang dihadapi guru.
Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah dijumpainya 5 aspek
pokok yang menyangkut kondisi dan kompensasi tugas mengajar guru yang
dipandang sebagai problema major lebih kurang 25% dari responden, dan lebih
kurang 40% responden yang menganggapnya sebagai problema minor. Ia

11
mendapatkan sejumlah guru yang mempunyai problema dalam aspek-aspek
tersebut antara 65%-75%.
Adapun 5 aspek pokok (top ranking aspek) tersebut berkenaan dengan:
1)Sedikitnya waktu untuk istirahat dan waktu untuk persiapan pada waktu dinas di
sekolah; 2)ukuran kelas yang terlalu besar; 3)Kurangnya bantuan administratif;
4)Gaji yang kurang memadai; 5)Kurangnya bantuan kesejahteraan. Di antara
problema-problema tersebut, maka nomor 1 mendapatkan presentasi terbesar
sebagai problema major pada kedudukan 37,6% dari jawaban guru-guru, sedang
yang menganggap sebagai problema minor mencapai 34,4%.
Adapun aspek yang berada pada ranking kedua adalah hal-hal yang
berhubungan dengan aspek-aspek yang lebih khusus tentang kegiatan sekolah
antara lain; bantuan yang kurang memadai dari guru-guru khusus, tidak adanya
bantuan dari masyarakat terhadap sekolah, pengelompokkan murid yang kurang
efektif ke dalam kelas-kelas, rapat-rapat guru yang tidak efektif, bahan-bahan
pengajaran yang tidak mencukupi, serta program testing dan bimbingan
penyuluhan yang kurang efektif.
2) Model Penelitian tentang Lembaga Pendidikan Islam
Salah satu penelitian yang berkenaan dengan lembaga Pendidikan Islam
adalah penelitian yang dilakukan oleh Karel A. Steenbrink dalam bukunya
berjudul Pesantren, Madrasah dan Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun
Modern yang diterbitkan oleh LP3ES, Jakarta, tahun 1986.
Metode penelitian yang dilakukannya adalah pengamatan (observasi).
Sedangkan objek pengamatannya adalah sejumlah pesantren yang berada di Jawa
dan Sumatera. Antara lain dia mengunjungi beberapa hari sampai satu minggu
pesantren Pelamonan, Cibeber, Citangkil (Al-Khairiyah) dan Menes (Mathla’ul
Anwar). Melalui Medan (kunjungan ke Jami’atul Washliyah) dan Tanjung Pura,
ia kemudian mengadakan kunjungan ke Ciandung, dekat Bukit Tinggi, ke
Pesantren Sumatera Thawalib, Parabek, Diniyah Puteri di Padang Panjang dan
kesebuah pesantren kecil, pusat Naqsyabandiyah di Kota Tua, Bukit Tinggi.
Kunjungan ke pesantren tersebut membutuhkan waktu kurang lebih 8 bulan. Salah
satu hasil pengamatannya ke pesantren tersebut ternyata kehidupan pesantren

12
tidak begitu mahal, sehingga dana yang dulu diberikan hanya untuk 6 bulan,
akhirnya cukup untuk masa penelitian 12 bulan di Indonesia.
Melalui analisi historis yang dipandu dengan pendekatan komparatif,
Karel A. Steenbrink sampai pada kesimpulan, bahwa dibandingkan dengan
Malaysia, maka jelaslah pesantren di Indonesia melalui beberapa pembaharuan
tetap berusaha memberikan pendidikan islam yang juga memenuhi kebutuhan
pendidikan sesuai zamannya, sedangkan sistem pesantren di Malaysia bersifat
lebih defensive dan kurang bisa menyesuaikan diri dengan zaman modern. Di
antara sebab lain adalah perbedaan disbanding pendidikan ini juga menentukan
corak khas, perjuangan Islam di Malaysia, kalau dibandingkan di Indonesia.
Pada bagian lain hasil penelitiannya itu Steenbrink mengatakan bahwa
sejak permulaan tahun 1970-an ternyata beberapa organisasi Islam mengalami de-
politisasi, yaitu melepaskan diri dari politik praktis dan politik partai serta lebih
mementingkan cita-cita asli sebagai organisasi yang bergerak di bidang dakwah
dan pendidikan. Selanjutnya, ia menyimpulkan bahwa pesantren (yang sebenarnya
melawan arus umum di Indonesia, yang justru bersifat seragam, yakni unifikasi
menurut satu model, dengan pusatnya, Jakarta)
Dari hasil penelitian tersebut, kita dapat menarik benang merah, bahwa
sungguhpun penelitian tersebut bersifat deskriptif, namun si peneliti memiliki alat
analisis yang ia bangun dari berbagai teori dibidang sajarah. Dengan demikian
data-data yang ia dapati dari hasil penelitiannya itu terasa memiliki makna dan
dapat menjelaskan berbagai keadaan yang sesungguhnya terjadi di dunia
pesantren.
3. Model Penelitian Kultur Pendidikan Islam
Penelitian yang mengambil objek kajian tentang kultur pendidikan Islam
khususnya yang ada di pesantren, antara lain dilakukan oleh Mastuhu dan
Zamakhsyari Dhofir. Untuk mengenal model penelitian yang dilakukan oleh
kedua peneliti ini dapat dikemukakan sebagai berikut.
a. Model Penelitian Mastuhu
Penelitian tang bertemakan kultur pendidikan Islam yang berada di
pesantren dilakukan Mastuhu pada saat menulis disertai untuk program doctor.

13
Penelitian dimaksud berjudul Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren yang
diterbitkan oleh Indonesian Netherlands Cooperation in Islamic Studies(INIS)
pada tahun 1994.
Penelitian tersebut dituangkan dalam lima bab, yaitu bab tentang
pendahuluan, tujuan pustaka, kerangka dan metode, hasil dan pembahasan serta
bab kesimpulan dan saran.
b. Model Penelitian Zamakhsyari Dhofier
Model penelitian yang dilakukan Zamakhsyari Dhofier masih di sekitar
pesantren.Penelitian yang dilakukannya berjudul Tradisi Pesantren Studi tentang
Pandangan Hidup Kyai, dan telah diterbitkan oleh LP3ES pada tahun 1982.5
Sebagaimana halnya model penelitian yang dilakukan Mastuhu di atas,
penelitian ini tidak menyebutkan secara ekplisit tentang latar belakang pemikiran,
pertanyaan penelitian, tujuan, ruang lingkup, metode, pendekatan, dan sebagainya
sebagaimana lazimnya sebuah penelitian. Namun, jika dipelajari secara seksama,
nampak berbagai unsur yang ada dalam penelitian akan kita jumpai.
Pada bagian pendahuluan misalnya dikemukakan, bahwa buku ini ditulis
berdasarkan studi lapangan, terutama atas dua buah lembaga pesantren yang
dilakukan antara bulan September 1977 dan September 1978. Kedua pesantren itu
ialah Pesantren Tegalsari dan Pesantren Tebuireng. Pesantren Tegalsari didirikan
menjelang tahun 1870 di kelurahan Sidoarjo, Kecamatan Susukan, Kabupaten
Semarang, Jawa Tengah. Pesantren Tebuireng didirikan tahun 1899 di Kelurahan
Cukir, kira-kira 8 kilometer sebelah tenggara kota Jombang Jawa Timur.

5
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai,
(Jakarta: LP3ES, 1982), cet. I, hal.2.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Model penelitian pendidikan Islam adalah bentuk-bentuk usaha yang
sistematis untuk menemukan jawaban ilmiah terhadap masalah-masalah
pendidikan Islam yang berkisar pada peserta didik, pendidik, lingkungan,
dan komponen-komponen lainnya.
2. Ada lima periode yang bisa kita jadikan bahan penelitian pendidikan Islam
dari segi sejarah, yaitu: Periode pembinaan Islam, periode pertumbuhan
pendidikan Islam, Periode kejayaan (puncak perkembangan) pendidikan
Islam, periode kemunduran pendidikan Islam, periode pembaharuan
pendidikan Islam.
3. Pendidikan Islam sebagai sebuah sistem adalah suatu kegiatan yang di
dalamnya mengandung aspek tujuan, kurikulum, guru, metode,
pendekatan, sarana prasarana, lingkungan, administrasi, dan sebagainya
yang antara satu dan lainnya saling berkaitan dan membentuk suatu sistem
yang terpadu.
4. Penelitian Ilmu Pendidikan Islam mencakup tiga aspek, yaitu:
pengetahuan filsafat pendidikan Islam, pengetahuan mistik pendidikan
Islam, dan ilmu pendidikan Islam.
5. Dari ketiga model penelitian yang diuraikan dalam bab pembahasan, ada
empat metode penelitian yang kita dapatkan, yaitu: metode survei,
pengamatan (observasi), wawancara, dan studi dokumentasi.
B. Saran
Agar para pembaca bisa mempelajari makalah yang kami buat, dan
sekiranya memahami tentang model-model penelitian pendidikan Islam, sehingga
merangsang untuk melakukan penelitian tentang pendidikan Islam.
Semoga para pembaca dapat mengkaji dengan baik dan bisa melengkapi
kekurangan makalah yang kami susun.

15
DAFTAR PUSTAKA

Nata Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.


Nata Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Basri Hasan. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai,
(Jakarta: LP3ES, 1982), cet. I.
HM Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi
Aksara,1993), cet.II.

16

Anda mungkin juga menyukai