Anda di halaman 1dari 9

UNGKAPAN TRADISIONAL SEBAGAI SUMBER KEARIFAN LOKAL *)

(Traditional Expressions as a Source of Local Wisdom)

Oleh/By
Sarman
Kantor Bahasa Kepulauan Bangka Belitung
Jalan Letkol Saleh Ode No.412, Bukit Merapin, Pangkalpinang
Pos-el: salman.balam@gmail.com
*) Diterima: 12 Februari 2017, Disetujui: 25 Maret 2017

ABSTRAK
Ungkapan tradisional adalah salah satu folklor lisan yang perlu dilestarikan. Ungkapan-ungkapan
tradisional itu banyak mengandung pengajaran-pengajaran, nilai-nilai sosial, budaya, ekonomi,
religiusitas, pandangan hidup, kepemimpinan, bahkan nilai-nilai politik. Tulisan ini bertujuan untuk
mendeskripsikan nilai dan fungsi ungkapan tradisional dalam masyarakat Bangka. Metode yang
digunakan ialah deskriptif kualitatif, studi pustaka, serta wawancara. Hasil analisis menunjukkan bahwa
ungkapan tradisional Bangka memiliki fungsi sebagai media untuk menyampaikan nasihat, kritikan,
gurauan, larangan, dan ajaran agama.
Kata kunci: ungkapan tradisional, fungsi, deskriptif kualitatif.

ABSTRACT
Traditional expression is one of verbal folklore that has to be preserved. Some expressions of it contain
many teachings, social values, cultural, economic, religiosity, way of life, leadership, even political
values. This study aims to describe the value and function of a traditional expression in Bangka
community. This study is conducted by qualitative descriptive method, library research, and interviews.
The result of analysis shows that Bangka traditional expression has a function as a medium to deliver
advice, criticism, jokes, prohibition, and religion.
Keywords: traditional expressions, functions, qualitative descriptive.

PENDAHULUAN
waris” sekaligus pelaku menuju tercipta
Indonesia adalah negeri yang kaya akan dan tercapainya situasi yang disebut
kebudayaan. Setiap daerah di Indonesia sadar budaya, yaitu kesadaran atau
memiliki keunikan dengan kebudayaan pemahaman bahwa mereka berada di
mereka masing-masing. Kebudayaan tengah tata pergaulan, posisinya tidak
tersebut akan punah apabila tidak pernah bersifat singular, tetapi plural
dilestarikan. Oleh sebab itu, perlu adanya (Sayuti, 2008:25—26).
pelestarian kebudayaan tradisional asli Dalam konstelasi global, kearifan
Indonesia. lokal dapat diperhitungkan sebagai
Harkat suatu masyarakat sangat realitas nilai budaya alternatif karena
ditentukan oleh budayanya sendiri. Indonesia memiliki dan berada dalam
Budaya akan tumbuh dan berkembang dua macam sistem budaya yang harus
apabila didukung oleh masyarakatnya. dipelihara dan dikembangkan, yakni
Masyarakatlah yang menjadi “ahli sistem budaya nasional dan sistem

1 Ungkapan Tradisional sebagai Sumber Kearifan Lokal (Sarman) 1


budaya etnik lokal. Nilai budaya Dundes dan Russel (dalam
nasional berlaku secara umum untuk Danandjaja, 1984:28) menjelaskan
seluruh bangsa, sekaligus berada di luar bahwa ungkapan tradisional adalah
ikatan etnik budaya lokal mana pun. kalimat pendek yang disarikan dari
Nilai-nilai kearifan lokal tertentu akan pengalaman yang panjang. Artinya,
bercitra Indonesia karena dipadu dengan ungkapan tradisional berisi nasihat atau
nilai-nilai budaya yang terdapat dalam ajaran dari orang-orang bijak yang sudah
berbagai budaya etnik lokal (termasuk mengalami berbagai pengalaman hidup.
budaya Bangka). Hal itu dapat dipandang Ungkapan tradisional itu memiliki
sebagai landasan bagi pembentukan nilai yang bermanfaat bagi semua
identitas nasional. Budaya inilah yang orang, baik secara personal maupun
juga membuat budaya masyarakat dan kolektif. Akan tetapi, seiring dengan
bangsa memiliki akar. perkembangan zaman telah terjadi
Berdasarkan latar belakang pergeseran pemakaian dan pemanfaatan
tersebut, permasalahan yang diangkat nilai yang terkandung di dalamnya. Jika
dalam artikel ini adalah bagaimana hal itu dibiarkan, tidak mustahil kelak
nilai dan fungsi ungkapan tradisional masyarakat Bangka, terutama generasi
Bangka? Penelitian ini bertujuan untuk mudanya, tidak mengenal lagi kekayaan
mendeskripsikan nilai dan fungsi budaya leluhurnya itu. Hal itu merupakan
ungkapan tradisional Bangka dengan kerugian bagi masyarakat tersebut sebab
menggunakan metode deskriptif dan di dalam ungkapan itu tecermin tuntunan
studi pustaka. Kemudian, data tersebut yang berguna bagi warga masyarakat
diklasifikasikan sesuai dengan teori dalam menata kehidupannya.
yang ada. Data penelitian ini didapatkan
Ungkapan tradisional memiliki tiga
dari para informan yang mengetahui
sifat hakiki, yakni bahwa peribahasa itu
ungkapan-ungkapan larangan di
harus berupa satu kalimat, tidak cukup
Kabupaten Bangka, beberapa buku
hanya berupa satu kata tradisional,
sumber, dan internet.
peribahasa itu ada dalam bentuk standar,
Ungkapan tradisional merupakan dan peribahasa itu harus mempunyai
salah satu kajian folklor lisan yang vitalitas (daya hidup tradisi yang lisan).
keberadaannya perlu dipertahankan dan
Berdasarkan sifat hakiki itu, peribahasa
dilestarikan. Ungkapan tradisional itu
dibedakan menjadi empat golongan besar,
sering juga disebut dengan peribahasa,
yaitu (1) peribahasa yang sesungguhnya
pepatah, atau bidal. Di dalam ungkapan
(true proverb), (2) peribahasa yang tidak
tradisional itu terdapat ajaran, nasihat,
lengkap, (3) peribahasa perumpamaan,
pendidikan moral, dan norma sosial
dan (4) ungkapan yang mirip peribahasa
yang dapat dijadikan pedoman dalam
(Brunvand dalam Danandjaja, 1984:28).
menjalani kehidupan. Ungkapan dalam
masyarakat Bangka pada hakikatnya
sama dengan ungkapan dalam bahasa HASIL DAN PEMBAHASAN
Indonesia dan bahasa daerah lain,
yakni mengandung arti kiasan yang Ungkapan tradisional yang menjadi
berhubungan dengan perilaku seseorang objek dalam kajian dalam tulisan ini
atau anggota masyarakat dalam meliputi peribahasa, pepatah, dan
kehidupannya sehari-hari. perumpamaan.

2 ALAYASASTRA, Vol. 13, No. 1, Mei 2017, hlm. 1—9


Peribahasa Pepatah
Dalam masyarakat Bangka, peribahasa Menurut Badudu (2009:6—7) pepatah
biasa digunakan untuk memperhalus adalah kiasan yang dinyatakan dengan
suatu pernyataan seperti pada beberapa kalimat selesai. Kalimat yang seolah-
contoh berikut. olah dipatah-patahkan atau yang
dikiaskan adalah sesuatu tentang
(1) Buka pekasem kawan keadaan atau kelakuan seseorang.
‘Membuka rahasia kawan’ Berikut beberapa contoh pepatah
Ungkapan ini sering ditujukan Bangka dan maknanya.
kepada seseorang yang suka (1) Ati-ati sabak berendem
membuka rahasia temannya sendiri
‘Hati-hati sabak berendam’
kepada orang lain. Rahasia itu baik
bersifat kebaikan ataupun keburukan Pepatah ini ditujukan pada seseorang
orang lain. yang berpenampilan tenang, tampak
tidak sedang melakukan apa-apa,
(2) Lesung nunggu alu padahal sesungguhnya tengah
‘Lesung menunggu alu’ merencanakan sesuatu yang sangat
besar untuk kepentingan dirinya
Peribahasa ini merupakan ungkapan
sendiri. Orang seperti ini diibaratkan
yang menyatakan bahwa seorang
sebagai ular sabak/piton yang tengah
perempuan tengah menunggu
berendam di dalam air menunggu
lamaran atau pinangan dari seorang mangsanya.
pria idamannya. Jika ada perempuan
yang meminang laki-laki terlebih (2) Pisang dak sua bebua due kali
dahulu dianggap menyalahi ‘Pisang tidak pernah berbuah dua
kebiasaan masyarakat pada kali’
umumnya di Bangka. Pepatah ini ditujukan untuk sepasang
kekasih yang telah lama menjalin
(3) Tikus nandan labu
hubungan, tetapi putus di tengah
‘Tikus dandan labu’ jalan karena sesuatu hal. Setelah
Peribahasa ini mengandung makna putus maka tidak mungkin bagi
bahwa dalam menyelesaikan suatu pasangan tersebut untuk menjalin
urusan, perkara, atau masalah hubungan kembali.
hendaknya diserahkan pada
ahlinya atau orang yang benar- (3) Ngerumet ketak ketem
benar mengerti dengan masalah ‘Berjalan seperti kepiting’
tersebut sehingga dapat diselesaikan Pepatah ini menggambarkan
dengan tuntas. Jika menyerahkan seseorang yang sangat lamban
pada yang bukan ahlinya maka dalam melakukan suatu pekerjaan.
akan menimbulkan masalah baru. Demikian lambatnya, ia dianggap
Bukannya memperbaiki keadaan, seperti kepiting yang tengah
tetapi malah memperburuk keadaan. berjalan.

Ungkapan Tradisional sebagai Sumber Kearifan Lokal (Sarman) 3


Perumpamaan bergerak tanpa terjatuh walaupun di
Perumpamaan ialah kalimat yang daun yang licin.
mengungkapkan keadaan seseorang
dengan mengambil perbandingan dari Fungsi dan Manfaat Ungkapan
alam sekitar yang senantiasa didahului Tradisional
oleh kata-kata perbandingan dari alam
Ungkapan tradisional mempunyai fungsi
sekitar. Perumpamaan dimulai dengan
dan manfaat tertentu sesuai dengan
kata sebagai, bak, seperti, bagai,
nilai-nilai budaya masyarakatnya.
laksana, penaka, seumpama, sepantun,
Ungkapan tradisional dalam masyarakat
dan sebagainya (Badudu, 2009:62). Bangka pada umumnya digunakan
Berikut beberapa contoh untuk menyampaikan kritik, mencela,
perumpamaan Bangka dan maknanya. menolak pendapat, menyampaikan
sesuatu, dan memberi nasihat kepada
(1) Macem netek aik
orang lain atau warga masyarakat.
‘Seperti memotong air’ Berikut ini dikemukakan beberapa nilai
Perumpamaan tersebut merupakan dan fungsi ungkapan tradisional dalam
sindiran kepada seseorang yang masyarakat Bangka.
melakukan suatu pekerjaan yang sia-
sia dan tidak menghasilkan apa-apa. Media nasihat
Memotong air adalah suatu kegiatan
yang tidak akan pernah berhasil Dalam ungkapan tradisional Bangka ada
walaupun dilakukan sampai kapan yang berisi nasihat agar setiap orang
pun. selalu menjaga diri. Artinya, setiap
orang harus menjaga etika pergaulan,
(2) Macem durian ke timun taat pada nasihat orang tua, dan patuh
‘Seperti durian dan mentimun’ terhadap adat-istiadat yang berlaku. Hal
Perumpamaan ini menggambarkan itu berarti bahwa hidup hendaknya diisi
suatu kondisi status sosial yang dengan kegiatan yang bermanfaat. Salah
sangat berbeda jauh dan bertolak satu peribahasa yang berisikan nasihat
belakang. Kedua status sosial itu jika tampak dalam kutipan berikut.
disandingkan akan menampakkan (1) Awas kelak banaspati
perbedaan yang nyata dan jelas
‘Awas nanti kualat’
terlihat secara kasat mata.
Ungkapan tersebut mengandung
(3) Cem lipes dalem daun nasihat bahwa manusia di dalam
‘Bagaikan serangga dalam daun’ menjalani kehidupan di dunia
Perumpamaan di atas ditujukan pada hendaknya selalu berbuat baik.
seseorang yang sangat lincah dan Manusia yang berbuat baik
lihai dalam bergerak tanpa rasa takut. akan mendapatkan kebahagiaan,
Pergerakannya yang lincah tersebut sedangkan yang berbuat jahat akan
diumpamakan seperti binatang lipas, mendapatkan kesengsaraan. Jadi,
yakni serangga kecil yang pandai ungkapan itu memperingatkan orang

4 ALAYASASTRA, Vol. 13, No. 1, Mei 2017, hlm. 1—9


agar tidak berbuat jahat karena suatu orang yang disindir dan menjatuhkan
saat pasti akan mendapat balasan. martabat dan mental seseorang, tetapi
Ungkapan yang berkembang untuk memperbaiki perilakunya yang
dalam masyarakat Bangka juga tidak senonoh. Berikut ini disajikan
memberikan nasihat agar dalam beberapa peribahasa yang mengandung
hidup bermasyarakat hendaknya sindiran.
selalu menjaga kekompakan dan (1) Pantat mirah aji asin
selalu bersama-sama dalam situasi
‘Pantat merah aji asin’
apapun. Hidup dalam masyarakat
tidak boleh saling meninggalkan Peribahasa itu adalah sindiran bagi
dan merugikan, tetapi harus saling orang yang sangat kikir. Orang
mendukung. Perilaku dalam yang memiliki sifat itu diibaratkan
bermasyarakat itu tampak dalam pantatnya sangat rapat sehingga
ungkapan berikut. tidak seorang pun yang bisa
melihatnya termasuk dirinya sendiri.
(2) Bejalan duluk jangan ningel, bejalan Ia menyimpan hartanya sedemikian
dud jangan numet rupa karena takut ada orang lain
‘Berjalan duluan jangan yang meminjam atau meminta
meninggalkan, berjalan di depan hartanya tersebut. Dengan ungkapan
jangan menginjak tumit orang yang ini diharapkan agar orang yang kikir
di depan’ dan pelit bisa sadar dan berubah
Orang tua yang mempunyai anak menjadi orang yang dermawan.
gadis biasanya juga memberikan (2) Diberi betis nek pukang
nasihat agar ia pandai-pandai dalam
‘Diberi betis mau paha’
bergaul agar tidak membuat malu
diri sendiri dan keluarga. Orang tua Peribahasa itu berisi sindiran
sangat khawatir jika anak gadisnya kepada orang tidak tahu diri. Dalam
bergaul terlalu bebas tanpa batas. peribahasa itu dinyatakan bahwa
Supaya tidak membuat malu daging pada betis sebenarnya sudah
keluarga, anak gadis akan dinasihati lebih dari cukup untuk satu orang.
orang tuanya dengan bahasa yang Akan tetapi, daging sebanyak itu
halus supaya tidak tersinggung. tidak cukup bagi orang yang tidak
Contohnya sebagai berikut. tahu diri. Ia justru meminta yang
lebih besar lagi, yakni daging paha.
(3) Ati-ati kelak bawa buntil Sindiran yang terkandung dalam
‘Hati-hati nanti membawa buntil’ peribahasa itu juga mengharapkan
agar manusia menyadari siapa
dirinya sehingga bisa menempatkan
Media sindiran atau kritikan
diri di mana pun berada. Sekecil apa
Sindiran adalah perkataan yang secara pun pemberian orang hendaknya
tidak langsung berisi celaan atau ejekan disambut dengan baik dan hati yang
terhadap perbuatan seseorang. Sindiran riang, bukan justru meminta lebih
itu tidak bermaksud untuk menyakiti hati banyak lagi.

Ungkapan Tradisional sebagai Sumber Kearifan Lokal (Sarman) 5


(3) Anget-anget tai ayem (2) Kejer antu tebirak-birak
‘Hangat-hangat tahi ayam’ ‘Kejar hantu terberak-berak’
Ungkapan ini berisikan sindiran Ungkapan tersebut merupakan
kepada seseorang yang semula gurauan untuk orang yang tengah
tampak bersemangat melakukan dikejar-kejar oleh penagih utang.
suatu pekerjaan, tetapi lama- Karena menghindari penagih utang,
kelamaan mulai mengendur dan asal- ia sampai lari pontang-panting
asalan. Tahi ayam dijadikan ibarat mencari tempat bersembunyi.
karena sifatnya yang cepat sekali Demikian paniknya, keadaan orang
berubah atau menurun suhunya. tersebut mengundang kelucuan
Pada awalnya terasa sangat panas, bagi orang sekitar yang melihatnya
tetapi seiring berjalannya waktu sehingga diibaratkan seperti orang
mulai dingin. Demikian halnya orang yang dikejar-kejar hantu hingga
yang semangatnya lekas menurun terberak-berak.
diibaratkan seperti anget-anget tai
(3) Ngerapik ngeraben
ayem.
‘Omong kosong’
Media senda gurau Ungkapan ini berisi candaan bagi
orang yang suka berkata bohong.
Fungsi ungkapan tradisional ini adalah
Semua yang dikatakannya hanya
sebagai hiburan atau bahan kelakar
omong kosong. Dalam konteks ini
semata tanpa bermaksud menyakiti hati
omongan kosong atau bualan lebih
pendengarnya. Contoh peribahasa atau
ditujukan untuk candaan dan gurauan
ungkapan berikut ini berfungsi sebagai
dalam pergaulan sehari-hari. Hal
media senda gurau.
itu karena omongannya tidak benar
(1) Umong ayem, umong bebek dan hanya angan sehingga sering
‘Bicara ayam, bicara bebek’ dikatakan ngerapik ngeraben.
Umong ayem, umong bebek artinya
‘omong ayam, omong bebek’. Media penyemai solidaritas sosial
Ungkapan itu ditujukan kepada dua Sebagai wujud tanggung jawab sebagai
orang yang tengah berkomunikasi, makhluk sosial, setiap orang harus
tetapi tidak saling memahami. mampu menunjukkan pengabdiannya
Keadaan itu dibaratkan dengan ayam dengan cara berpartisipasi dalam
dan bebek yang berkomunikasi. kehidupan bermasyarakat. Sebagai
Keduanya sama-sama mengeluarkan bagian dari suatu bangsa, setiap warga
suara nyaring, tetapi tetap tidak ada masyarakat seharusnya menunjukkan
pesan yang dapat diterima keduanya. peran dan pengabdiannya kepada bangsa
Kedua orang yang mendengar dan negara dengan menjunjung nilai-
ungkapan itu tidak merasa nilai solidaritas. Berikut ini disajikan
tersinggung karena disampaikan beberapa contoh ungkapan yang
dengan berkelakar. Peribahasa berfungsi menumbuhkan solidaritas
berikut juga mengandung kelucuan. sosial.

6 ALAYASASTRA, Vol. 13, No. 1, Mei 2017, hlm. 1—9


(1) Setiker brapit ketong jari ngerengem untuk menjaga perasaan orang di
sungut ngrunyem sekitarnya yang masih hidup dalam
‘Susah senang sama-sama, gotong kekurangan. Dengan sikap seperti itu
royong, senasib sepenanggungan’ akan muncul suasana yang baik dan
Fungsi peribahasa tersebut untuk kondusif. Selain itu, muncul sikap
menumbuhkan solidaritas dalam saling menghargai dan menghormati
kehidupan bermasyarakat, yaitu tanpa memandang perbedaan status
tumbuhnya kesadaran manusia sosial dalam masyarakat. Semuanya
untuk saling membantu baik dalam membaur dalam satu lingkungan
keadaan susah atau senang. yang harmoni.

(2) Bebase dak berat diambin


Media pemerkuat sikap tanggung
‘Seperti tidak berat digendong’ jawab
Peribahasa itu bermakna bahwa
Setiap warga masyarakat semestinya
dalam hidup bermasyarakat
memiliki tanggung jawab dalam membela
hendaknya orang selalu berbuat baik.
dan menjaga martabat masyarakat.
Artinya, ketika seseorang berbuat
Sikap pengabdian dan tanggung jawab
baik, orang lain dan lingkungannya
perlu dipupuk dan dibina sehingga
akan berlaku baik juga. Demikian
warga masyarakat memiliki kesadaran
halnya terhadap orang yang selalu
untuk menempatkan kepentingan
berbuat baik, orang dianjurkan
masyarakat di atas kepentingan pribadi
untuk berbuat sesuatu yang lebih
atau kelompoknya. Berikut ini disajikan
baik kepadanya. Jika sikap itu terus
beberapa contoh ungkapan tradisional
terjaga dalam lingkungan masyarakat
yang berfungsi untuk menumbuhkan
maka tercipta suatu kondisi saling
dan memupuk sikap tanggung jawab.
menolong antarwarganya.
(1) Manjeng tali kelambu
(3) Macem semangke mati akar di pungkak
‘Memanjangkan tali kelambu ’
‘Seperti semangka yang mati pokok
akarnya’ Peribahasa itu ditujukan bagi
Macem semangke mati akar seseorang yang suka membesar-
di pungkak artinya orang yang besarkan suatu masalah yang
sangat kaya, tetapi bersikap seperti sebenarnya biasa-biasa saja. Hikmah
orang yang tidak kaya. Ungkapan yang dapat dipetik dari peribahasa
tradisional itu mengandung makna tersebut adalah setiap permasalahan
bahwa dalam hidup bermasyarakat hendaknya diselesaikan dengan
sebaiknya tidak memamerkan penuh tanggung jawab sesuai
kekayaan dan kemewahan, terlebih dengan keadaan sesungguhnya,
lagi jika masih banyak penduduk bukan justru dibesar-besarkan
yang belum mapan ekonominya. sehingga menimbulkan masalah
Sebaiknya bersikap wajar dengan baru. Peribahasa tersebut diharapkan
tidak mempertontonkan kekayaan dapat menggugah warga masyarakat
yang dimiliki. Hal tersebut tentang pentingnya sebuah tanggung

Ungkapan Tradisional sebagai Sumber Kearifan Lokal (Sarman) 7


jawab. Perihal sikap tanggung jawab dalam upaya membentuk kepribadian
juga ditemukan dalam peribahasa dan karakter anak bangsa.
berikut.
(2) Bunuh ular dalam padi
SIMPULAN
‘Membunuh ular dalam padi’
Ungkapan tradisional Bangka
Kritikan yang disampaikan melalui
peribahasa itu menyiratkan sikap merupakan salah satu jenis sastra lisan
kehati-hatian dalam melakukan tradisional Bangka yang tumbuh dan
suatu pekerjaan. Bekerja harus berakar dalam kehidupan masyarakat.
penuh dengan pertimbangan yang Ungkapan tersebut merupakan
matang sehingga tidak menimbulkan ungkapan pikiran dan perasaan
kerusakan yang dapat merugikan diri masyarakat yang mengandung nilai-
sendiri dan orang lain. nilai sosial budaya. Nilai-nilai tersebut
antara lain kepemimpinan, keadilan,
(3) Kan, kin, kun, mane yang ukan, keagamaan, adat istiadat, kerja keras,
jangan dilakukan kewaspadaan, gotong royong, sopan
‘Kan, kin, kun, mana yang tidak santun, tanggung jawab, kerukunan,
benar jangan dilakukan’ hormat-menghormati, kedisiplinan,
Ungkapan tersebut bermakna etika, dan estetika.
bahwa suatu pekerjaan hendaknya Nilai-nilai sosial budaya tersebut
dilakukan dengan penuh tanggung masih tetap relevan untuk dijadikan
jawab sesuai dengan perintah dan pedoman bagi kelompok sosial
aturan yang jelas. Jika semuanya pendukungnya. Ungkapan tradisional
telah dilakukan dengan berpedoman itu sering digunakan oleh orang-orang
pada perintah dan peraturan yang tua, pemuka agama, dan tokoh-tokoh
telah ditetapkan, permasalahan yang masyarakat untuk menyampaikan
muncul akibat kesalahan prosedur nasihat, larangan, dan ajaran agama.
dapat berkurang. Ungkapan tersebut disampaikan
dengan bahasa yang klise untuk
Ungkapan tradisional sebagai bagian menghindarkan kelugasan arti sehingga
dari tradisi itu mengandung nilai kearifan menyinggung perasaan orang lain yang
lokal positif yang patut dikembangkan mendengarnya.
dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai
Upaya untuk melestarikan
kearifan lokal positif berkaitan dengan
ungkapan tradisional Bangka perlu
nilai yang mengatur hubungan manusia
dilakukan terus-menerus, baik melalui
dengan manusia, manusia dengan alam,
inventarisasi maupun kajian-kajian
dan manusia dengan Tuhan. Nilai-nilai
yang lebih mendalam. Generasi muda
positif itu di antaranya adalah nilai sosial,
perlu diperkenalkan dengan kekayaan
pendidikan, religius, dan heroik. Nilai-
budaya daerah sejak dini melalui
nilai yang bersumber dari nilai-nilai
jalur pendidikan, baik formal maupun
tradisi itu sampai saat ini masih relevan
nonformal.
untuk dilestarikan dan dikembangkan

8 ALAYASASTRA, Vol. 13, No. 1, Mei 2017, hlm. 1—9


DAFTAR PUSTAKA
Badudu, J.S. 2009. Kamus Peribahasa:
memahami Arti Kiasan Peribahasa,
Pepatah, dan Ungkapan. Jakarta:
Kompas.
Dananjaya, James. 1984. Foklor
Indonesia. Ilmu Gosip, Dongeng,
dan Lain-lain. Jakarta. Grafiti Press.
Sayuti, A. Suminto et. al. 2008.
Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Daerah dalam Kerangka Budaya.
Yogyakarta: Tiara Wacana.

Ungkapan Tradisional sebagai Sumber Kearifan Lokal (Sarman) 9

Anda mungkin juga menyukai