Anda di halaman 1dari 8

NILAI SOSIAL BUDAYA JEPANG DALAM PERIBAHASA JEPANG

YANG MENGGUNAKAN KONSEP BINATANG

Sriwahyu Istana Trahutami


Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang
Email : utami_undip@yahoo.com

ABSTRACT

Proverbs conveying animal concepts can be found in almost languages. They are used to express
LQGLUHFWO\ WKH VSHVNHU¶V PHDQLQJ 7KH GDWD RI WKH UHVHDUFK DUH WDNHQ IURP -DSDQHVH 3URYHUE
Dictionary. This study used referential and inferential methods.The methods were used to
determine life values in Japanese society or Japanese culture. This analysis reveals that in
Japanese proverbs the animal like dog, cat, frog, snake, raccoon, tanuki, fish etc is often mapped
on to human beings to expressing human relationship and to show characteristic of the Japanese
people and culture.

Keywords : Animal proverb,life value, Japanese culture,

1. PENDAHULUAN tepat jika diutarakan melalui ungkapan tidak


langsung. Masyarakat Jepang yang masih
Kebudayaan merupakan sistem aturan- memegang tradisi ketimuran, terkenal akan
aturan komunikasi dan interaksi yang basa basinya dalam mengungkapkan
memungkinkan suatu masyarakat terjadi, sesuatu. Hal ini bisa dilihat dari pemakaian
terpelihara, dan dilestarikan. Kebudayaan bahasa masyarakat Jepang dalam
memberikan arti kepada semua usaha dan berkomunikasi. Orang Jepang terbiasa
gerak-gerik manusia, dan adalah makna- mengungkapkan sesuatu secara tidak
makna kebudayaan ini, yang manusia langsung diantaranya dengan sarana idiom-
sampaikan satu sama lain dalam hidup idiom, termasuk peribahasa.
bermasyarakat. Makna yang terdapat dalam peribahasa
Bahasa dan budaya merupakan dua sisi merupakan hasil pengalaman, perenungan,
yang paling kompleks dalam kehidupan. dan pemikiran orang-orang tua dahulu
Kebudayaan suatu masyarakat tidak dapat dalam memahami hubungan antar manusia,
berkembang tanpa adanya bahasa. Bahasa manusia dengan karyanya, manusia dengan
terlibat dalam semua aspek kebudayaan, penciptanya, juga hubungan antara manusia
paling sedikit dengan cara mempunyai nama dengan alam sekitarnya, yang dituturkan
atau istilah bagi unsur-unsur dari semua dari mulut ke mulut, dari generasi ke
aspek kebudayaan itu. Lebih penting lagi, generasi.
kebudayaan manusia tidak dapat terjadi Peribahasa terdapat pada semua bahasa
tanpa bahasa, bahasalah yang merupakan yang ada di dunia ini, merupakan unsur
faktor terbentuknya kebudayaan bahasa yang dapat menggambarkan budaya
Menurut Halliday, salah satu fungsi suatu masyarakat bahasa pada zamannya
bahasa adalah sebagai fungsi informatif, atau unsur-unsur budaya yang memiliki nilai
yaitu penyampai pesan dalam kegiatan yang sebagian besar menjadi pedoman atau
berkomunikasi. Untuk menyampaikan suatu larangan dalam aktifitas manusia berbudaya.
maksud kepada lawan bicara dalam Hal ini dapat dipahami karena peribahasa
komunikasi sehari-hari, acap kali dilakukan tumbuh dan berkembang di tengah
secara tidak langsung agar tidak masyarakat yang berlatar belakang bahasa
menyinggung perasaan. Selain itu, ada dan budaya penuturnya.
kalanya maksud atau pesan lebih efektif dan

64 Jurnal Izumi, Volume 5, No 1, 2015


Berdasarkan deskripsi latar belakang c. Kyoukunteki kotowaza (peribahasa
di atas, rumusan masalah yang akan yang bersifat didaktik)
dideskripsikan dan dianalisis dalam Adalah jenis peribahasa yang
penelitian ini adalah sebagai berikut : mengandung pendidikan, ajaran
1. Apa saja nilai sosial budaya yang moral, etika, nasihat, yang dapat
terdapat dalam peribahasa Jepang dijadikan sebagai pedoman bagi
yang menggunakan konsep seseorang dalam bertindak atau
binatang. melakukan suatu perbuatan. Contoh
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah terdapat pada inu wa mikka kaeba
mendeskripsikan nilai social budaya sannen no on o wasurenu µRUDQJ
masyarakat Jepang melalui konsep binatang \DQJ WDKX PHPEDODV EXGL¶
yang digunakan dalam peribahasanya.
Melalui penelitian ini diharapkan d. Yuugiteki kotowaza (peribahasa
dapat membantu memahami cara berpikir yang bersifat permainan)
masyarakat Jepang, norma kehidupan yang Biasa digunakan untuk mengisi
dianut, dan nilai budaya yang tercermin waktu pada saat tahun baru dengan
dalam peribahasa Jepang beradu kemampuan menggunakan
peribahasa
2. LANDASAN TEORI
1. Fungsi Peribahasa
2. Bahasa dan Nilai Budaya
Dalam Sekai Daihyakka Jiten 11
(1972:332), peribahasa Jepang Bahasa merupakan sistem tanda yang
berdasarkan fungsinya terbagi berfungsi untuk mengkomunikasikan
menjadi : makna dari satu konsep pikiran ke yang
lain, atau dari seseorang ke orang lain.
a. Kougekiteki kotowaza (peribahasa Kebudayaan juga merupakan simbol-
yang bersifat ofensif) simbol, seperti halnya simbol bahasa,
Peribahasa jenis ini biasanya terjadi hubungan antara bentuk yang
digunakan sebagai senjata untuk menandai dan makna yang ditandai. Sapir
mengadu kecakapan berbicara, juga berpendapat bahwa bahasa merupakan
digunakan untuk mengkritik dan petunjuk yang sifatnya simbolis terhadap
menyindir lawan bicara atau musuh budaya. Jadi bahasa sebagai sebuah hasil
dalam suatu pertandingan, contoh : kebudayaan manusia merupakan simbol
nou aru taka wa tsume kakusu µRUDQJ makna yang diciptakan untuk keperluan
yang berilmu biasanya reQGDK KDWL¶ manusia dalam berkomunikasi.
b. Keikenteki kotowaza (peribahasa Pandangan Sapir disempurnakan oleh
yang bersifat empirik) Benyamin L. Whorf. Dia mengatakan
Peribahasa yang digunakan untuk bahwa cara memandang, cara memahami
mengungkapkan pengalaman hidup. serta menjelaskan berbagai macam gejala
Peribahasa jenis ini menempati atau peristiwa yang dihadapinya,
sebagian besar dari keseluruhan sebenarnya sangat dipengaruhi oleh
peribahasa Jepang. Isi peribahasa ini bahasa yang digunakannya. Bahasa yang
berhubungan dengan sikap hidup, dipakai masyarakat tanpa disadari
pengetahuan, kepercayaan, yang bisa mempengaruhi cara masyarakat tersebut
berbeda di tiap daerahnya. Juga memandang lingkungannya. Pandangan
berhubungan dengan teknik produksi ini yang akhirnya terkenal dengan hipotesa
seperti pertanian, perikanan, cuaca, Sapir Whorf. Dikatakan bahwa bahasa
dan pengetahuan tentang kehidupan. menentukan bukan hanya budaya tetapi
Misalnya : asa yakewa ame, juga cara dan jalan pikiran yang berbeda
yuuyakewa hare , jika fajar hujan, pula. Dengan kata lain suatu bangsa yang
maka senja cerah. berbeda bahasanya akan berbeda pula
jalan pikiran masyarakatnya.
Jurnal Izumi, Volume 5, No 1, 2015 65
Kebudayaan adalah keseluruhan Nilai-nilai tersebut dijunjung tinggi,
kecakapan-kecakapan (adat, akhlak, diakui, dan diikuti semua anggota
kesenian, ilmu, dan lain-lain) yang masyarakat. Di dalam sistem nilai
dimiliki manusia sebagai subjek biasanya terdapat konsepsi yang hidup di
masyarakat Dari sudut pandang dalam alam pikiran sebagian besar warga
antropologi kebudayaan diberi pengertian masyarakat mengenai hal-hal yang
sebagai tata hidup, way of life, kelakuan. dianggap bernilai dalam hidup. Sistem
Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan nilai ini berakar kuat dalam suatu
bahwa kebudayaan adalah semua hal yang masyarakat sehingga sulit berubah dalam
merupakan hasil karya cipta manusia waktu singkat.
sebagai subjek masyarakat. Termasuk Menurut C. Kluckhohn yang dikutip
dalam hal ini adalah bahasa yang Koentjaraningrat tiap sistem nilai budaya
merupakan hasil ciptaan manusia, dalam tiap kebudayaan mengandung lima
digunakan oleh manusia, dan diturunkan masalah dasar dalam kehidupan manusia.
dari generasi satu ke generasi berikutnya. Kelima masalah dasar dalam kehidupan
Kebudayaan (culture) bersinonim manusia yang menjadi landasan bagi
dengan cara suatu kelompok manusia (the kerangka variasi sistem nilai budaya
ways of a people). Sehingga dapat adalah :
dikatakan bahwa cara hidup orang Jawa a. Masalah hakikat dari hidup manusia
adalah kebudayaan Jawa, demikian juga b. Masalah hakikat dari karya manusia
dengan cara-cara hidup orang Jepang c. Masalah hakikat dari kedudukan
dapat dipadankan dengan kebudayaan manusia dalam ruang waktu
Jepang. d. Masalah hakikat dari hubungan
Sistem nilai budaya merupakan tingkat manusia dengan alam sekitarnya
yang paling tinggi dan yang paling abstrak e. Masalah hakikat dari hubungan
dari adat-istiadat. Hal itu karena nilai manusia dengan sesamanya.
budaya merupakan konsep mengenai Cara berbagai kebudayaan di dunia
sesuatu yang ada dalam alam pikiran mengonsepsikan kelima masalah universal
sebagian besar masyarakat yang dianggap tersebut berbeda-beda, walaupun
bernilai, berharga, sehingga dapat kemungkinan untuk bervariasi itu terbatas
berfungsi sebagai suatu pedoman yang adanya.
memberi arah dan orientasi pada
kehidupan warga masyarakat tersebut.
Nilai budaya dalam penelitian ini 3. METODOLOGI PENELITIAN
dipahami sebagai nilai yang mengacu 1. Metode Penyediaan Data
kepada berbagai hal (dengan pemahaman Metode penyediaan data yang digunakan
seluruh tingkah laku manusia sebagai hasil dalam penelitian ini adalah metode simak,
berbudaya), antara lain mengacu kepada yaitu metode penyediaan data dengan
minat, kesukaan, pilihan, tugas, kewajiban menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto,
beragama, kebutuhan, keamanan, hasrat, 1988 : 2) Data peribahasa dikumpulkan dari
daya tarik dan lainnya yang berhubungan sumber tertulis, baik dari buku kumpulan
dengan perasaan dalam hubungannya antara peribahasa Jepang, maupun dari kamus
manusia dengan manusia, manusia dengan khusus tentang peribahasa Jepang, yaitu Koji
alam, manusia dengan karya, manusia Kotowaza Shinjiten, Shounen Shojo
dengan waktu, dan manusia dengan Kotowaza Jiten, dan Nihonno Kotowaza.
penciptanya.
Peribahasa yang menggunakan nama
Sistem nilai budaya merupakan nilai binatang didata melalui pengartuan kalimat
inti dari suatu masyarakat. Nilai-nilai ini sederhana, dicari makna atau maksud
biasanya dijadikan atau tuntutan bagi peribahasa tersebut, dan digali nilai budaya
individu anggota masyarakat tersebut apa yang dimiliki. Nilai-nilai budaya yang
untuk bertindak dan bertingkah laku.
66 Jurnal Izumi, Volume 5, No 1, 2015
terdapat dalam peribahasa juga dipahami sering muncul di dalam peribahasa.
dari watak, sifat, dan karakter yang Termasuk binatang piaraan atau binatang
mewakili masyarakat dan budaya Jepang ternak. Binatang yang muncul dalam data
adalah anjing, kucing, burung, ikan, katak,
2. Metode Analisis Data kura-kura untuk binatang peliharaan. Ular,
Sedangkan untuk menganalisis data harimau, rase, tanuki, rusa, untuk binatang
penulis menggunakan metode padan, atau buas atau bukan peliharaan. Selain itu juga
disebut juga metode identitas (Sudaryanto, ditemukan serangga berbagai jenis dalam
1982 : 13). Metode padan adalah metode data. Nilai-nilai budaya yang
analisis data yang alat penentunya berada di direprentasikan pada peribahasa Jepang
luar, atau tidak menjadi bagian dari bahasa melalui konsep binatang dapat dirinci :
(langue) yang bersangkutan atau yang 1. Usaha Keras Pantang Menyerah
diteliti. Tujuan analisis data ini adalah untuk
menentukan kejatian atau identitas objek Jepang dikenal sebagai Negara yang
penelitian. Identitas satuan lingual yang penduduknya penuh dengan sikap makoto
dijadikan objek penelitian ditentukan atau kesungguh-sungguhan. Sikap ini
berdasarkan tingginya kadar kesepadanan, menyiratkan bahwa orang Jepang
keselarasan, kesesuaian, atau kesamaannya mempunyai motivasi yang tinggi untuk
dengan alat penentu yang bersangkutan yang maju.Sikap ini melahirkan etos kerja
sekaligus menjadi standar atau pembakunya. maupun kedisiplinan yang tinggi. Sikap
(Sudaryanto, 2003 : 19). untuk selalu berusaha dan bekerja keras ini
tergambar pada contoh peribahasa :
Metode padan yang digunakan pada 1). Inumo arukeba bou ni atari µMLND
penelitian ini adalah metode padan berusaKD SDVWL DNDQ EHUKDVLO¶
referensial yaitu untuk mengkaji makna kata
yang menjadi kunci dari peribahasa, serta 2). Tobu tori mo ochiru µVHRUDQJ SLQWDU SXQ
nilai budaya yang terkandung di dalamnya. DGD NDODQ\D JDJDO¶
3). Kouketsuni hairazunba koji o ezu µWDN
3. Penyajian Hasil Analisis Data
DGD NHEHUKDVLODQ WDQSD XVDKD¶
Hasil penelitian ini akan dirumuskan dengan
4). Uogokoro areba mizu gokoro µMLND DGD
menggunakan kata-kata biasa atau tidak
NHPDXDQ SDVWL DGD MDODQ¶
formal (Sudaryanto, 1993 :45)
Pada data ditemukan 12 peribahasa
yang merupakan nasihat untuk tidak
4. HASIL DAN PEMBAHASAN berputus asa. Kegagalan pasti ditemui semua
Hampir semua bangsa mempunyai orang. Berbekal kemampuannya manusia
idiom-idiom yang menggunakan unsur berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh
binatang, demikian juga dengan Jepang. kesuksesan dan keberhasilan.
Timbul pertanyaan, apakah unsur binatang Usaha keras dan tidak putus asa ini
yang muncul pada idiom-idiom tersebut direpresentasikan melalui konsep binatang
sama di semua bangsa? Dan apakah anjing pada data 1, burung pada data 2,
binatang yang sama mempunyai makna harimau pada data 3, dan ikan pada data 4.
konotatif yang sama pula di semua bangsa? Anjing, burung terbang, dan ikan koi adalah
0LVDOQ\D DSDNDKµVLQJD¶ PHZDNLOL PDNQD gambaran manusia yang seharusnya bekerja
EHUDQL DWDX µDQMLQJ¶ PHZDNLOL NRQRWDVL keras untuk memperoleh hasil, sementara
negatif di semua bangsa? anak harimau pada data 3 adalah
representasi hasil yang akan diperoleh
Dari data peribahasa yang seseorang jika benar-benar berusaha bahkan
menggunakan unsur binatang, diketahui mengambil resiko dalam usahanya tersebut.
bahwa binatang-binatang yang dianggap
mempunyai manfaat untuk manusia atau
yang dekat dengan kehidupan manusia

Jurnal Izumi, Volume 5, No 1, 2015 67


2. Membalas budi gambaran bagi orang yang dapat membalas
kebaikan orang lain, seperti data no 6.
Ajaran untuk membalas budi merupakan
Demikian juga sebaliknya orang yang tidak
perwujudan konsep giri dan ninjou yang
dapat membalas budi digambarkan seperti
menjadi ciri khas budaya Jepang. Kata giri,
anjing yang menggigit tangan pemiliknya
PHPLOLNL EHEHUDSD DUWL DQWDUD ODLQ µMDODQ
pada data 5, dan seperti kucing yang
yang benar untuk melakukan sesuatu hal
dipelihara selama 3 tahun, namun tidak
DWDX SHUNDUD EXGL SHNHUWL¶ .RQVHS LQL
mengenal pemiliknya jika tidak bertemu
berawal dari ajaran konghuchu yang
dalam 3 hari.
merupakan dasar ajaran Shinto. Konsep giri
ini dipakai dalam hubungan antar individu, 3. Realistis dalam Hidup
dan merupakan tradisi yang sudah lama Realistis adalah kondisi kejiwaan yang
menyatu pada diri masyarakat Jepang, ada pada seseorang yang berupa
terutama pada masyarakat petani pedesaan.
kesanggupan untuk menerima kenyataan
Pada waktu menanam padi, jika seserang hidup yang telah dan sedang terjadi. Sikap
mendapatkan bantuan dari orang lain, maka ini terwujud pada sikap menerima
dia mempunyai µNHZDMLEDQ¶ XQWXN kenyataan. Manusia sering dibelenggu oleh
membalasnya. Konsep giri merupakan akar ambisi pribadi yang bisa membuatnya lupa
WHUEHQWXNQ\D SHUDVDDQ µEHUKXWDQJ EXGL¶ diri. Karena harapan yang terlalu tinggi,
manusia sering tidak bisa menerima
Sedangkan ninjou berarti kebaikan hati,
kenyataan yang dihadapi. Tidak perlu
kasih saying, tenggang rasa sebagai kodrat
mengharapkan sesuatu yang mustahil yang
manusia. Ninjou menggambarkan
tidak akan terjadi. Sikap realistis ini
pemahaman, pengertian terhadap kehidupan
tergambar dalam data peribahasa :
manusia di alam semesta ini. Para ahli
berpendapat bahwa giri dan ninjou adalah 8). Sagi o karasu toiuyou µPHQJLNXWL
satu kesatuan, namun ada ahli yang SHUEXDWDQ RUDQJ ODLQ WDQSD EHUSLNLU¶
berpendapat bahwa giri dan ninjou 9). Uno mane suru karasu µPHQLUX RUDQJ
merupakan hubungan timbal balik, atau ODLQ WDQSD PHOLKDW NHPDPSXDQ GLUL¶
saling berlawanan. Penempatan giri dan
ninjou yang saling berlawanan ini dimaknai 10).Saru no hito mane µPHQJHNRU WLQGDNDQ
sebagai hubungan timbal balik antara RUDQJ ODLQ¶
pribadi dan umum dalam struktur Burung gagak dan monyet mempunyai
masyarakat Jepang. Konsep giri kebiasaan untuk meniru perbuatan atau
ditempatkan lebih tinggi daripada ninjou. tindakan manusia. Hal ini dikiaskan dalam
Konsep giri dan ninjou inilah yang peribahasa uantuk orang yang tidak
melahirkan kewajiban moral yang terdapat menerima kenyataan hidup, hanya
dalam kehidupan sosial masyarakat Jepang. mengikuti perbuatan orang lain, tetapi tidak
Agar hubungan berjalan harmonis, jika sadar akan kemampuan dirinya yang
seseorang mendapat kebaikan dari orang terbatas. Nilai yang bisa dipetik dari
lain, maka dia mempunyai kewajiban moral peribahasa ini adalah bahwa masing-masing
untuk membalasnya. Sikap membalas budi orang pasti mempunyai kemahiran,
terdapat pada data : kepandaian, atau mempunyai pesona yang
tidak ada pada orang lain, sehingga
5). Kai inu nite o kamareta µNHEDMLNDQ merupakan nasihat agar kita realistis melihat
GLEDODV NHMDKDWDQ¶ kemampuan kita sendiri.
6). Inuwa mikka kaeba sannen on o
wasurenu µRUDQJ \DQJ WDKX EDODV EXGL¶
4. Kewaspadaan Hidup
7). Nekowa sannen on omikkade wasureru Kewaspadaan hidup adalah sikap
µRUDQJ \DQJ WLGDN WDKX PHPEDODV EXGL¶ tanggap dan cekatan dalam menghadapi
Konsep anjing sebagai binatang peliharaan berbagai ancaman yang mengganggu
yang setia menjaga pemiliknya merupakan kelangsungan hidup. Atau sikap hati-hati

68 Jurnal Izumi, Volume 5, No 1, 2015


agar tidak mendapatkan musibah, celaka, Lingkungan Hidup (EA Environmental
atau masalah yang pada akhirnya merugikan Agency) mensahkan ³7KH Eco Life Pledge´
diri sendiri. Nilai kewaspadaan hidup ini atau janji ramah lingkungan yang
meliputi, berhati-hati dalam bicara, berhati- disosialisasikan ke semua warga negara.
hati dalam tindakan, jangan melakukan Kedekatan orang Jepang dengan alam
perbuatan ceroboh yang mendatangkan sudah ada sejak jaman dahulu. Hal ini bisa
bahaya, koreksi diri, tidak sombong, dan GLOLKDW SDGD EXNX EHUMXGXO ³Kokuminsei
menjaga hubungan baik dengan orang lain. Jukko´ DWDX VHSXOXK FHUDPDK WHQWDQJ FLUUL-
Semua tindakan ini dilakukan agar tidak ciri kebangsaan, ditulis oleh Yaichi Haga
ada bahaya atau tidak ada masalah dalam tahun 1907, yang menyebutkan sepuluh
hubungannya dengan orang lain. Nilai-nilai karakter orang Jepang. Salah satu karakter
ini terdapat pada peribahasa : orang Jepang adalah mencintai pohon-pohon
11). Inuno touboe µPHQFHULWDNDQ NHMHOHNDQ dan bunga-bunga serta menyenangi alam.
RUDQJ GL EHODNDQJ¶ Kedekatan dengan alam juga ditemukan
pada peribahasa dengan konsep binatang,
12). Kijimo nakasuba utaremai µOHELK EDLN
yaitu :
tidak banyak bLFDUD¶
16). Ten takaku uma koyuu µXQJNDSDQ
13). Torinaki sato no koumori µVRPERQJ GL
LQGDKQ\D PXVLP JXJXU¶
KDGDSDQ RUDQJ \DQJ OHPDK¶
17). Tsubamega hikuku tobeba ame furu
14). Torano o o fumu µPHQGHNDWL EDKD\D¶
µXQJNDSDQ KDUL DNDQ KXMDQ¶
15). Yabu hebi µWLGDN VHQJDMD PHODNXNDQ
18). Amagaeruga nakeba amega furu
SHUEXDWDQ \DQJ PHQGDWDQJNDQ FHODND¶
µXQJNDSDQ KDUL DNDQ KXMDQ¶
Menjaga lisan dalam berbicara
19). Tobi takaku sorani maeba hare
dengan lebih baik tidak banyak bicara, dan
µXQJNDSDQ KDUL DNDQ FHUDK¶
tidak menjelekkan orang lain diwakili oleh
konsep binatang anjing dan burung kiji Orang Jepang memperhatikan keadaan
(kuau). Hal ini dapat dipahami dari tindakan alam untuk memprediksi cuaca, atau
anjing yang suka menggonggong dari mengungkapkan keindahan suatu musim,
kejauhan, dan burung yang mencicit yang dan menuangkannya melalui peribahasa.
akan diketahui persembunyiannya oleh Jika burung tsubame terbang rendah atau
pemburu. Sehingga nilai yang ada pada kodok berbunyi maka hari akan hujan.
peribahasa ini adalah nasihat untuk hati-hati Tetapi jika burung gagak terbang tinggi di
berbicara agar tidak mendatangkan celaka awan maka sebaliknya hari akan cerah.
pada diri sendiri. Sedangkan konsep ular dan Sementara data 16, konsep kuda juga
harimau mewakili makna hal yang digunakan untuk melukiskan keindahan
berbahaya, sehingga jangan sampai alam yang didominasi warna daun merah
menginjak ekor harimau, atau mengeluarkan (momiji) pada saat musim gugur.
ular yang ada di semak belukar. Ini
merupakan nasihat agar kita tidak ceroboh,
6. Sikap Hormat dan Santun
berpikir sebelum bertindak.
Dengan adanya sikap giri dan ninjou
seperti pembahasan sebelumnya (balas
5. Ramah dan Dekat dengan Alam budi), melahirkan sikap hormat, terutama
Masyarakat Jepang dikenal mempunyai kepada orang yang lebih tua atau terhadap
kepedulian yang tinggi terhadap orang tua, juga sikap santun terhadap
lingkungannya. Hal ini dapat kita lihat dari sesama. Orang tua telah memperhatikan
adanya taman kota di setiap kota yang luas, anak-anaknya, maka sepantasnya anak
bersih, dan terawat. Juga pendidikan tentang berkewajiban hormat terhadap mereka.
kesadaran terhadap lingkungan yang Pada Sepuluh Ceramah tentang Ciri
diterapkan sejak dini melalui kyoiku mama. Kebangsaan, juga disebutkan bahwa watak
Bahkan pemerintah Jepang melalui Badan

Jurnal Izumi, Volume 5, No 1, 2015 69


orang Jepang adalah hormat terhadap nenek pencaharian pokok penduduknya adalah
moyang dan menghargai nama keluarga. bercocok tanam padi di sawah, yang dimulai
Peribahasa yang merupakan gambaran dari sejak jaman Yayoi yang berlangsung dari
sikap ini terdapat pada : 200 SM hingga 300 M. Peribahasa Jepang
tumbuh dan berkembang dalam lingkungan
20). Tora wa ko o omoute senri e kaeru
masyarakat ini yang biasanya dituturkan
µRUDQJ WXD VHODOX PHPLNLUNDQ DQDN¶
orang-orang tua untuk memberikan nasihat
21). .DPHQR NRX \RUL WRVKLQR NRX µorang kepada yang lebih muda dengan tujuan
tua kaya pengalaman dan kebeUKDVLODQ¶ memuja dewa sehingga hasil panen dapat
22). Hatoni sanshi no rei ari karasu ni melimpah ruah untuk persediaan musim
hanpou no kou ari µDQDN \DQJ VDQWXQ SDGD dingin. Selain itu peribahasa juga digunakan
RUDQJ WXD¶ untuk menyampaikan teknik-teknik
pertanian dan bercocok tanam yang
Harimau (data 20 ) mempunyai makna diperlukan masyarakat pada saat itu. Melalui
orang tua yang bertanggung jawab terhadap kalimat yang ringkas dan padat, tentu
anaknya, sebagai bentuk kewajiban orang peribahasa ini akan mudah diingat.
tua. Sementara sebagai anak wajib
menghargai orang tua, seperti burung Dari latar geografis masyarakat
merpati yang selalu bertengger di dahan penuturnya, tidak mengherankan jika di
yang lebih rendah daripada dahan induknya. dalam peribahasa Jepang banyak ditemukan
Dan nasihat agar jangan seperti burung peribahasa yang menggunakan simbol
gagak yang selalu menyambar makanan binatang, tanaman, yang akrab dengan
yang ada di mulut induknya (data 22). Kura- keseharian mereka. Binatang yang
kura pada (data 21) adalah gambaran ditemukan dalam peribahasa Jepang antara
seseorang yang berumur panjang, seperti lain anjing, kucing, rase, tanuki, ular ,
kura-kura. Peribahasa ini digunakan untuk kodok, ikan, kura-kura, burung dan
menyanjung, memberikan penghargaan sebagainya. Binatang-binatang yang
terhadap orang tua yang banyak pengalaman muncul dalam peribahasa Jepang adalah
dalam hidup. binatang ternak, binatang piaraan, juga
binatang yang dekat dengan kehidupan
manusia sekalipun binatang buas seperti ular
5. KESIMPULAN dan harimau. Burung , ikan, dan serangga
Sebagai orang timur, masyarakat dengan berbagai jenisnya merupakan
Jepang terbiasa mengungkapkan maksud binatang yang terbanyak muncul dalam data
secara tidak secara langsung, salah satunya peribahasa. Hal ini menunjukkan bahwa
melalui idiom, termasuk di dalamnya adalah binatang-binatang ini yang dianggap paling
peribahasa. Peribahasa merupakan salah satu dekat dengan budaya orang Jepang.
kearifan lokal yang diturunkan terus- Penelitian tentang peribahasa yang
menerus dari satu generasi ke generasi menggunakan binatang ini menegaskan
berikutnya. Dalam peribahasa ini bahwa manusia sejatinya merupakan hewan
terkandung ajaran, nasihat, dan nilai-nilai yang berakal dan mempunyai perasaan.
kebijakan hidup lainnya, sehingga tidak Namun sifat dan tabiat binatang banyak
berlebihan jika dikatakan dari peribahasa ini yang terdapat pada diri manusia. Sehingga
kita mengetahui watak serta karakter peribahasa dengan konsep binatang ini
masyarakat tempat hidup dan penulis anggap tepat untuk menggambarkan
berkembangnya peribahasa tersebut. sosok manusia dengan berbagai karakternya.
Jepang, seperti halnya Negara kita, Kehidupan hewan adalah contoh yang
termasuk dalam lingkungan kebudayaan paling sesuai dan produktif untuk
agraris atau inesaku bunka. Dahulu, mata memahami sifat manusia.

70 Jurnal Izumi, Volume 5, No 1, 2015


DAFTAR PUSTAKA

Danandjaja, James. 1997 Folklore Jepang. 0L]XH 6DVDNL ³Nihon no kotowaza´


Dilihat dari Kacamata Indonesia. dalam Nihon Jijou handobukku.
Jakarta : Pustaka Utama Graffiti.
Tokyo: Japan. Daishuukanshoten.
Kaneko Takeo. 1983. Nihon no Kotowaza
Sankou Shuppan. 1994. Koji Kotowaza
Vol. 1 -4.Tokyo : Kaikan Shouten
Shinjiten. Toukyou: Sankou
Koentjaraningrat. Edisi Revisi 2009. Shuppan.
Pengantar Ilmu Antropologi.
Yasuo, Kitahara. 1996. Shounen Shoujou
Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Kotawaza Jiten. Tokyo :
Matsui Yoshikazu, 1991. Nihonjin no Shogakukan.
Kangaekata (Nihonron e no annai).
Tokyo : The Japan Foundation

Jurnal Izumi, Volume 5, No 1, 2015 71

Anda mungkin juga menyukai