Anda di halaman 1dari 65

1

PERTEMUAN I
PENGERTIAN DIALEKTOLOGI Dialektologi merupakan salah satu cabang bahasa. Dialektologi dapat disebut sebagai studi tentang dialek tertentu atau dialek-dialek suatu bahasa. Dalam arti luas penelitian dialektologi berupaya memerikan perbedaan pola linguistik, baik secara horisontal (diatopis) yang mencakup variasi geografis maupun yang vertikal (sintopis) yang mencakup variasi di suatu tempat. Variasi di suatu tempat yang bersifat sintopis ini dapat pula merambah pada kajian dialek sosial yang melibatkan faktor-faktor sosial. Pada mulanya, pengertian dialek merujuk kepada perbedaan regional yang ada di antara daerah pengamatan yang menghasilkan pemetaan bahasa/dialek/subdialek. Pengertian ini lama-kelamaan juga mencakup dimensi sosial. Dalam dialektologi, penelitian yang mengupas perbedaan-perbedaan yang ada pada beberapa daerah pengamatan (DP) disebut dengan dialek geografis, sedangkan yang terjadi sebagai akibat perbedaan dimensi sosial disebut dialek sosial. Merambahnya dialektologi ke wilayah variasi berdasarkan variabel sosial menyebabkan timbulnya kekaburan batas antara dialek sosial dengan sosiolinguistik. Pendapat Halliday yang membedakan dialek dan register Register: variasi bahasa berdasarkan pemakaiannya. Jawaban dari What you are speaking? (at given time) yang ditentukan oleh "Apa yang sedang Anda lakukan?" Variasi registeral mencerminkan golongan sosial dalam hal proses sosial (interaksi sosial). Register merupakan variasi registeral atau register (salah satu objek kajian sosiolinguistik): perbedaan berbahasa Linguistik Historis. Keduanya cenderung menelaah masalah kesejarahan ragam-ragam

Dialek: variasi bahasa berdasarkan pemakai. Jawaban dari What you speak? (habitually) yang ditentukan oleh "Siapa Anda?" Variasi dialektal mencerminkan golongan sosial dalam hal hierarki dari struktur sosial. Dialek merupakan variasi bahasa yang bersifat dialektal (salah satu objek kajian dialektologi):

perbedaan berbahasa didasarkan disebabkan oleh perbedaan konteks . pada perbedaan kelompok sosial. Dalam dialektologi, tidak ada dialek yang lebih tinggi statusnya dari dialek lainnya. Adapun anggapan bahwa sebuah dialek dianggap lebih tinggi statusnya dari dialek lain merupakan anggapan yang didasari pertimbangan sosiolinguistik. Berikut ini adalah bagan yang berusaha menunjukkan wilayah dialek sosial dan sosiolinguistik (cf. Dhanawaty, 2002).

VARIASI BAHASA Dialektologi Daera Variabel Geo h


grafis Diale GeoGrafis

Dialek Dialek Sosial

Register

Sosiolinguisti k

Variab el Sosial Strukt ur Sosial

Variab el Sosial Situasi Sosial

SISTEM SOSIAL

lingkup kajian dialektologi

TUGAS: mengidentifikasi judul penelitian/makalah tentang dialek sosial dan sosiolinguistik untuk mencermati perbedaannya.

PERTEMUAN II: BAHASA DAN DIALEK Sampai pada saat ini, pembedaan pengertian bahasa dan dialek merupakan persoalan yang dianggap rumit oleh beberapa linguis. Secara awam, dialek sebagai bagian dari fakta bahasa dianggap memperlihatkan jenis penyimpangan dari bahasa standar. Bahkan, dialek sering dikaitkan dengan bentuk bahasa substandar yang ditentukan oleh masyarakat yang ada di kawasan terpencil dengan status sosial yang rendah (anggapan yang keliru). Chambers dan Trudgill (1990: 3) menegaskan bahwa penutur suatu bahasa merupakan penutur bagi (sekurang-kurangnya) satu dialek, dan tidak ada dialek yang lebih tinggi nilainya daripada dialek lain. Bahasa kemudian dipandang sebagai sekumpulan dialek yang bersifat saling dapat dipahami (mutually intelligible). Dalam hal ini, istilah saling dapat dipahami berada dalam tanda petik dengan maksud sejauh dialek-dialek itu masih dalam mata rantai yang berdekatan. Di sini berlaku apa yang disebut dialect chain (rantai dialek) dalam dialect continum (rangkaian kesatuan dialek). Dalam batasan dialek ini, Meillet (1970: 70) mengemukakan ciri utama dialek ialah perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan. Selain itu, ia juga mengemukakan ciri lain dari dialek, yakni dialek ialah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda, yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya jika dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapatlah ditarik suatu benang merah atau kesejajaran pendapat yang dapat dirumuskan sebagai berikut: dialek merupakan variasi bahasa yang memiliki sistem lingual tersendiri, dipakai oleh sekelompok penutur di tempat tertentu, tetapi di antara kelompok penutur itu dengan kelompok lainnya (yang masih terikat dalam satu bahasa) masih terdapat pemahaman timbal

balik satu dengan yang lain (dengan catatan: sepanjang daerah itu berada dalam mata rantai yang sama dan relatif berdekatan). Pada dasarnya, ada dua batasan dalam penguasaan bahasa atau dialek, yakni batasan geografis dan batasan genetis. Selain itu, secara geografis, daerah perbatasan antarbahasa biasanya merupakan daerah yang unik dari sisi kebahasaan karena beberapa unsur kebahasaan cenderung bercampur dan saling mempengaruhi. Pengaruh antara satu bahasa atau dialek terhadap bahasa atau dialek lain dapat terjadi secara searah atau timbal balik. Dalam hal ini, leksikon dianggap memegang peran paling awal. Perbedaan dialek biasanya terjadi pada bidang fonologi dan leksikon, sedangkan bidang morfologi sudah lebih konservatif dan sintaksis yang paling konservatif. Oleh sebab itu, unsur pinjaman biasanya sangat terbatas pada bidang morfologi dan sintaksis. Pengaruh antardialek atau antarbahasa yang dapat menyebabkan perbedaan isolek antardaerah pengamatan ini dapat faktor ekstralinguistik. Pada dasarnya penelitian dialektologi bertujuan mendeskripsikan perbedaan antardialek atau antarbahasa. Oleh sebab itu, penelitian dialektologi akan menghasilkan peta bahasa (termasuk peta dialek). Adapun manfaat peta bahasa, secara umum sebagai berikut (Lauder, 1997: 3 5). (1) Dari peta bahasa dapat dibuat peta bunyi sehingga dapat dilihat kaidah fonotaktik bahasa/dialek yang diteliti; (2) Peta bahasa dapat lebih mempermudah rekonstruksi bahasa sehingga dapat membantu bidang linguistik historis komparatif; (3) Peta bahasa dapat melokalisasi konsep budaya tertentu sejauh konsep itu tecermin dalam kosakata; (4) Peta bahasa dapat dimanfatkan oleh dinas kesehatan untuk membuat ramalan peta penyebaran wabah penyakit karena batas penyebaran epidemi pada umumnya sejalan dengan batas bahasa/dialek (epidemi mudah berjangkit pada orang-orang yang sering melakukan kontak). WHO di antaranya ialah terjadi karena

bahkan pernah memanfaatkan peta bahasa untuk membuat prediksi peta penyebaran wabah penyakit menular.

PERTEMUAN III
DIALEKTOLOGI DAN LINGUISTIK BANDINGAN HISTORIS Pada awal perkembangannya, dialek geografis merupakan salah satu cabang dari linguistik bandingan. Dialek geografis (geografi dialek) merupakan fokus kajian dialektologi yang pada dasarnya mempunyai hubungan erat dengan linguistik bandingan karena keduanya mempelajari hubungan yang terdapat di dalam ragam-ragam bahasa dan menelaah kesejarahan ragam-ragam bahasa tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, dialek geografis cenderung memaparkan hubungan antara ragam bahasa dengan bertumpu pada satuan ruang terwujudnya ragam-ragam itu pada saat penelitian dilakukan sehingga simpulan yang dihasilkan dapat diperiksa kebenarannya. Adapun hasil akhir linguistik bandingan hampir selalu mengacu ke proto bahasa yang berupa asumsi sebagai hasil rekonstruksi Perkembangan dialek geografis itu melatari awal pemetaan bahasa yang lahir serentak di dua tempat yaitu di Jerman dan Perancis (Moulton, 1969 dalam Lauder, 1993) dan keduanya secara umum bersifat historis. Pada akhir abad XIX, para ahli bahasa di Jerman dan Perancis mampu menghasilkan dua buah peta bahasa perdana. Kedua peta bahasa itu tampil pada waktu yang hampir bersamaan merupakan karya awal di bidang dialek geografis walaupun keduanya mempergunakan dasar pemikiran dan pendekatan yang agak berbeda. MAHZAB JERMAN

Dialek geografis mahzab Jerman bermula dari niat seorang ahli filsafat Jerman bernama Wenker untuk membuktikan kebenaran teori kelompok Jung Grammatiker yang mencetuskan Ausnahmslasigkeit de Lautgesetze, yaitu hukum perubahan bunyi tanpa pengecualian.

Untuk membuktikan teori itu, Wenker mengirimkan angket berisi empat puluh kalimat sederhana dalam bahasa dan sastra Jerman kepada para guru sekolah di daerah Renia. Kalimat-kalimat itu diterjemahkan oleh para guru ke dalam bahasa Jerman dialek setempat sehingga Wenker dapat menjaring variasi fonetis bahasa Jerman dialek Renia. Pada tahun 1876, hasilnya diabstraksikan dalam peta bahasa (Pop, 1950 dalam Lauder, 1993).

Dengan metode angket yang sama, Wenker melakukan penelitian lagi pada tahun 1877 di Westphalia, tahun 1879 di sebagian Jerman Utara dan Jerman Tengah, dan tahun 1887 melakukan penelitian ke daerah lainnya yang masih termasuk dalam daerah kekuasaan Jerman.

Akhirnya, dengan cara mengirimkan angket secara bertahap, Wenker dengan dibantu Wrede berhasil menghimpun variasi fonetis dari seluruh wilayah Jerman dan menghasilkan sebuah peta bahasa Jerman yang disebut Deutscher Sprachatlas. Peta ini hanya menggunakan empat puluh kalimat sederhana sebagai alat penjaring keragaman fonetis. Akan tetapi, dengan sisitem pengiriman angket berhasil mencakup semua tempat (100%) yaitu sekitar 40.000 daerah waktu pengamatan. sekitar lima Data puluh yang terkumpul untuk melimpah, tentu saja sangat sulit untuk dipetakan sehingga membutuhkan tahunan menggeneralisasikan data-data itu sebelum dipetakan.

Setelah peta itu dihasilkan, penelitian dialek geografis yang berikutnya lebih mengarah pada pencarian hubungan yang ada di antara masalah luar bahasa yang dapat menyebabkan timbulnya ragam-ragam bahasa (Moulton, 1969 dalam Lauder, 1993).

MAHZAB PERANCIS Dialek geografis mahzab Perancis bermula dengan adanya anjuran dari Gaston Paris pada tahun 1875 agar melakukan penelitian yang terperinci mengenai dialek-dialek di seluruh wilayah Perancis. Paris juga menganjurkan agar membuat peta fonetik untuk seluruh Perancis. Pemikiran Paris ini mendorong dialek geografis bertumpu pada peta-peta bahasa sehingga dialek geografis tidak lagi menempel pada linguistik bandingan. Pada tahun 1880, Gilliron memenuhi anjuran Gaston Paris dengan melakukan penelitian di daerah Vionnaz, wilayah Swiss. Hasil penelitian di Vionnaz mendorong Gilliron untuk melakukan penelitian serupa di daerah Rhone wilayah Perancis. Gilliron dan Edmont, pada tahun 1897 mulai melakukan penelitian dialek geografis di seluruh wilayah Perancis (Pop dalam Lauder, 1993). Pada tahun 19021910 penelitian itu sudah selesai dan diterbitkan. Peta bahasa Perancis yang disebut Atlas Linguistique de la France merupakan hasil yang diperoleh dari 639 daerah pengamatan (hanya mencakup sekitar 2% dari semua tempat yang berbahasa Perancis termasuk Belgia, Swiss, dan sebagian Italia). Akan tetapi, tiap daerah pengamatan dibebani 1.920 tanyaan leksikal dan 100 tanyaan kalimat, dan data itu didapat dengan melakukan penelitian lapangan langsung. Kebalikan dengan Deutscher Sprachatlas, peta bahasa Perancis hanya membutuhkan empat tahun untuk menyelesaikan proses pemetaan bahasa tanpa digeneralisasikan terlebih dahulu seperti pada peta bahasa Jerman (Pop dalam Lauder, 1993). Setelah penelitian Gilliron bersama Edmont itu, Dauzat berpendapat bahwa hal-hal yang khas dari tiap daerah tidak

dapat tampil dengan jelas, mengingat hanya sekitar 2% daerah pengamatan yang dijadikan contoh. Oleh karena itu, perlu pemikiran baru, yaitu langkah lanjutan untuk melakukan pemetaan bahasa per daerah supaya daerah pengamatannya bertambah dan dapat menjaring hal-hal yang khusus dan khas mengenai daerah itu (Dauzat dalam Lauder, 1993). Gagasan Dauzat itu terkenal dengan nama Nouvel Atlas Linguistique de France par Regions yang mulai direalisasikan pada tahun 1939. Nouvel Atlas Linguistique de France par Regions dikerjakan oleh para ahli dialektologi di Perancis. Tujuh puluh lima persen telah selesai digarap dan diterbitkan, sedangkan yang 25 persen lagi masih dalam tarap penggarapan yaitu pemetaan di daerah Picardie, Normandie, Lorraine, Romane, Languedoc, Interieur, Languedoc Mediterraneen, dan Basses-Bretagne (Tuaillon dalam Lauder, 1993). Penelitian dialek geografis setelah Gilliron dan Edmont tampaknya lebih memusatkan perhatian pada hal-hal intern yang menyebabkan perubahan bunyi. Analisisnya bertopang pada sejarah bahasa, tiap kata ditelusur sejarahnya berikut evolusi bunyi yang terjadi di dalamnya. Hal ini secara tak sengaja justru memperhalus dan mempertajam hukum perubahan bunyi kelompok Junggramatiker yang tak mengenal pengecualian (Moulton, 1969 dalam Lauder, 1993). PEMETAAN BAHASA DI INDONESIA Penelitian dialek geografis di Indonesia dipelopori oleh Teeuw pada tahun 1951. Akan tetapi, penelitian dialek geografis mulai berkembang di Indonesia sekitar tahun tujuh puluhan yang dipelopori oleh Ayatrohaedi dengan Penataran Dialektologi yang diselenggarakan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Yang digunakan di Indonesia bertumpu pada metode penelitian mahzab Perancis karena dianggap lebih cocok untuk menangani situasi kebahasaan di Indonesia. Metode angket seperti yang dilakukan oleh mahzab Jerman masih sulit untuk dilaksanakan di Indonesia, geografis. khususnya untuk melakukan penelitian dasar dialek untuk yang

Teknik

pemetaan sistem

yang

merupakan yaitu

sarana

menampilkan situasi kebahasaan di wilayah tertentu cenderung memakai lambang, sistem pemetaan diperkenalkan Teeuw pada pemetaan bahasa di Lombok. Sistem pemetaan langsung seperti yang dilakukan mahzab Perancis hampir tidak dipergunakan di Indonesia, kecuali oleh Ayatrohaedi. Dalam penelitiannya mengenai bahasa Sunda di daerah Cirebon, Ayatrohaedi menggunakan sistem pemetaan langsung untuk membuat sebagian dari peta-peta bahasanya (1983: 225332). Pendataan bahasa di Indonesia sesungguhnya telah mulai dijajagi pada tahun lima puluhan, hanya saja belum ada kesatuan pendapat mengenai hal ini, masih banyak perbedaan dalam hasilnya. Perbedaan yang muncul mungkin lebih banyak disebabkan pada perbedaan metode penelitiannya, teknik, dasar pemilahannya, ketidakseragaman kuesioner, dan teori. Dapat disebut beberapa pendapat di sini, antara lain (Pusat Bahasa, 2008): Esser (1951) dan Alisjahbana (1954) menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat 200 bahasa. Sementara itu, Salzner (1960) menyebutkan ada 96 bahasa; sedangkan Grimes (1988) menyebutkan di Indonesia terdapat tidak kurang dari 672 bahasa, tiga di antaranya sudah punah. Selain itu, Lembaga Bahasa Nasional yang melakukan penginventarisasian bahasabahasa di Indonesia pada tahun 19691971, dalam laporannya (1972), menyebutkan terdapat 418 buah bahasa yang hidup,

10

tumbuh, dan berkembang di Indonesia. Salah satu di antara bahasa itu adalah bahasa Indonesia. Pusat bahasa telah melakukan penelitian lapangan secara nasional mulai tahun 1990. Pada tahun 2008, berdasarkan instrumen yang seragam dan metode penghitungan dialektometri yang sama telah ditemukan 442 bahasa di Indonesia (penelitian dinyatakan belum selesai karena masih ada beberapa daerah yang belum diambil datanya, di antaranya di daerah Papua, Maluku, dan NTT). PERTEMUAN IV BAHASA-BAHASA DI INDONESIA DI TINGKAT DUNIA Grimes (2000) menyatakan ada 6.703 bahasa di dunia. Adapun wilayah persebaran terbanyak ada di Asia, yaitu 2.165 (32%). Urutan selanjutnya adalah Afrika: 2.011 (30%), Pasifik: 1.302 (19%), Amerika: 1.000 (15%), dan Eropa: 225 (3%). Indonesia memiliki sekitar 706 bahasa yang tersebar di berbagai wilayahnya Dari sejumlah itu, hampir separuhnya berada di Papua, yaitu sekitar 240--248. Selanjutnya, dari 6.703 bahasa di dunia, urutan bahasa (Grimes, 2000) yang paling banyak penuturnya (di Indonesia) adalah: bahasa Jawa di urutan ke-11 (75,5 juta), bahasa Sunda di urutan ke-34 (27 juta), bahasa Melayu di urutan ke-54 (17.600.000), bahasa Indonesia di urutan ke-56 (17.050.000), dan bahasa Madura di urutan ke-69 (13.694.000)1. Dari berbagai bahasa di dunia, jumlah bahasa yang diteliti diberi keterangan sebagai berikut (Purwo, 2000: 10). Peringkat
1

Jumlah Bhs yang Diteliti

Uraian

Contoh Bahasa

Urutan tiga belas besar untuk bahasa yang paling banyak penuturnya adalah sebagai berikut: (1) Mandarin: 885 juta, (2) Spanyol: 332 juta, (3) Inggris: 322 juta, (4) Bengali: 189 juta, (5) Hindi: 182 juta, (6) Portugis: 170 juta, (7) Rusia: 170 juta, (8) Jepang: 125 juta, (9) Jerman: 98 juta, (10) Wu Cin: 77 juta, (11) Jawa: 75,5 juta, (12) Korea: 75 juta, (13) Perancis: 72 juta.

11

A B C D

diteliti secara memadai dan mendalam, hampir segala seluk beluknya 600 diteliti secara memadai dan mendalam, baru sebagian ihwalnya 1000 diteliti kurang mendalam, baru tata bahasa dalam bentuk "sketsa" 2000--3000 diteliti kurang memadai, deskripsi sederhana dan ada daftar kata (belum sampai kamus) Dari 6.809 bahasa di dunia sekitar 50%-nya berikut. No. Urutan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Nama Negara Papua Nugini Indonesia Nigeria India Kamerun Australia Meksiko Brazilia Zaire

40--50

Inggris Jerman Indonesia Tagalog Jawa

ada di sembilan

negara, dengan urutan--terkaya dalam jumlah bahasa-- sebagai Jumlah Bahasa 867 731 435 416 280 266 248 244 219

Adapun peringkat bahasa dengan jumlah penutur terbanyak di dunia adalah sebagai berikut (cf. http://www.infoplease.com/ ipa/A0775272.html; http:// www.krysstal.com/spoken. html; Ethnologue, 13th Edition diunduh 25 Juni 2008).

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Bahasa Cina (Mandarin) Inggris Hindustani1 Spanyol Rusia Arab Bengali Portugis Melayu-Indonesia Perancis

Perkiraan Jumlah Penutur 1.075.000,000 514.000,000 496.000,000 425.000,000 275.000,000 256.000,000 215.000,000 194.000,000 176.000,000 129.000,000

12

Peringkat bahasa dengan jumlah penutur terbanyak di Indonesia adalah sebagai berikut (Bandingkan dengan data Grimes tahun 2000, ada penurunan peringkat).

(1) Jawa (peringkat ke-12 dunia: 75,6 juta penutur); (2) Sunda, ke-39: 27 juta; (3) Indonesia, ke-50: 17,1 juta (140 juta sebagai bahasa kedua); (4) Madura, ke-61: 13,7 juta; (5) Minangkabau, ke-95: 6,5 juta; (6) Batak, ke-99: 6,2 juta; (7) Bali, ke-124: 3,8 juta; (8) Bugis, ke-129 (sebagai bahasa kedua: di bawah 4 juta); (9) Aceh, ke-147: 3 juta; (10) Betawi/kreol, ke-156: 2,7 juta; (11) Sasak, ke-175: 2,1 juta; (12) Makassar, ke-196 (sebagai bahasa kedua: 2 juta); (13) Lampung, ke-205 (sebagai bahasa kedua: di bawah 1,5 juta); (14) Rejang, ke-258: kurang dari 1 juta (SIL dalam Wikipedia, diunduh 25 Juni 2008). Lebih lanjut, menurut Unesco, ada sepuluh bahasa punah/mati setiap tahun. Oleh sebab itu, sejak tahun 1999, tanggal 21 Februari ditetapkan sebagai international mother language day oleh Unesco. Salah satu sebab kepunahan bahasa adalah ditinggalkan penuturnya (karena terpaksa atau karena bahasa lain diasosiasikan lebih maju/modern). Di Indonesia, bahasa daerah terancam punah karena ditinggalkan penuturnya sebagai akibat dari globalisasi dan perkembangan teknologi (Mendiknas dalam acara pembukaan Kongres Bahasa Jawa IV tahun 2006 di Semarang).

13

Kesepakatan para linguis Jerman tahun 2000 menyebutkan ada beberapa tahap yang dialami bahasa yang mengalami kemunduran dan terancam punah, yakni:

a. sangat kritis penuturnya sedikit sekali, semuanya berumur 70 tahun ke atas b. sangat terancam semua penuturnya berumur 40 tahun ke atas c. terancam semua penuturnya berusia 20 tahun ke atas d. mengalami kemunduran sebagian penutur adalah anak-anak dan kaum tua e. stabil dan mantap, tetapi terancam punah semua anak-anak dan orang tua menggunakan, tetapi jumlahnya sedikit f. aman tidak terancam punah, bahasa ini dipelajari oleh semua anak dan semua orang dalam etnis itu.

14

PERTEMUAN V TRANSKRIPSI FONETIS Seseorang yang akan melaksanakan penelitian dialektologi dengan metode penelitian lapangan (termasuk penyedia data) harus benar-benar mampu melakukan penelitian lapangan. Selain itu, dia juga harus mampu melakukan transktripsi fonetis. Transkripsi fonetis merujuk pada bagaimana glos diucapkan (glos merupakan bentuk yang dikenal dalam bahasa yang digunakan oleh peneliti). Untuk dapat melaksanakan transkripsi fonetis, peneliti perlu mengenal dan menandai semua bunyi itu sesuai dengan pengucapannya. Jadi, peneliti harus berfokus pada ujaran informan karena ujaran itulah yang harus dituliskan persis sama dengan ujarannya. Pengenalan terhadap bunyi-bunyi bahasa dapat ditelusur dengan pembentukan bunyi itu serta penamaannya (Lauder, 2002). Pembentukan Konsonan Pembentukan konsonan disertai berbagai hambatan atau penyempitan. Sifat dan tempat hambatan atau penyempitan menjadi ciri konsonan tertentu. Cara memberi nama konsonan yaitu dengan menyebutkan secara berurutan cara artikulasi, artikulator aktif dan daerah artikulasi, keadaan glotis. Contoh: [p] adalah bunyi hambat bilabial tak bersuara, atau [d] adalah bunyi hambat apikodental/lamino-alveolar bersuara. Berikut ini adalah bagan konsonan dengan bagian kiri sebagai posisi lidah pada bagian depan dan semakin ke kanan merujuk pada posisi lidah yang semakin ke belakang (pangkal ).
Bilabia l Labio dent al Lamin o alveol Lamin o palatal Dors o velar Uvu -lar Glotal

15

ar
Letupan Sengauan Getaran Hempasan Geseran/frikatif Paduan/afrikat Hampiran/semivokal Sampingan/lateral

p b m f v

t d n r L s z

c j t d y

k g R x

W L

Di samping itu, terdapat juga pembentukan konsonan dengan cara khusus (diskusi terkait hal ini). Pembentukan vokal tidak disertai dengan berbagai hambatan atau penyempitan. Cara memberi nama vokal yaitu dengan menyebutkan secara berurutan faktor maju-mundurnya lidah, naik-turunnya lidah, bentuk bibir, kegiatan pita suara. Contoh: [i] adalah vokal depan tinggi tak bulat

Berikut ini adalah bagan vokal. Depan i I e Tengah a Belakang u U O

Tinggi Terbu ka Sedang Terbu ka Rendah

PERTEMUAN VI POPULASI DAN SAMPEL Dari sisi komunitas tutur, populasi penelitian dialektogis adalah seluruh penutur isolek yang diteliti (isolek adalah istilah netral untuk menyebut lek yang belum ditentukan statusnya: sebagai bahasa, dialek, subdialek, atau tanpa beda).

16

Dari sisi geografis, populasi penelitian adalah seluruh wilayah pakai bahasa. Adapun dari sisi data, populasi penelitian dialektologi adalah semua tuturan (berian) isolek yang diteliti.

Sampel penelitian dialektologis dari sisi komunitas tutur berwujud keterwakilan penutur bahasa yang ada di tiap daerah pengamatan atau disingkat DP.

Dari sisi geografis, sampel berwujud keterwakilan wilayah pakai bahasa. Dari sisi data, sampel penelitian dialektologis adalah tuturan-tuturan (berian-berian) yang telah ditetapkan glosnya (padanannya dalam bahasa Indonesia).

Glos yang dimaksudkan itu dapat diambilkan dari daftar Swadesh yang telah dimodifikasi oleh Blust atau dapat juga dari daftar lain.

Selain itu, dapat juga digunakan

model pertanyaan tentang

kehidupan sehari-hari atau cara membuat sesuatu. yang digunakan sebagai penunjang untuk melakukan cek silang antara berian yang terdapat dalam instrumen dan penerapannya dalam berbicara secara bebas. Penetapan daerah pengamatan (DP) menggunakan cara sebagai berikut. Dari beberapa kecamatan yang ada, dipilih desa yang akan ditentukan sebagai DP yang diduga masih banyak menyimpan bentuk relik. Pemilihan dilakukan sesuai dengan kondisi kebahasaan yang ada dan ketersebaran lokasi. Secara lebih rinci, dasar yang digunakan dalam penetapan DP sebagai berikut: (a) lokasi dan jarak DP tidak berdekatan dengan kota besar; (b) mobilitas DP tergolong rendah; (c) jumlah penduduk DP maksimal 6.000 jiwa; (d) usia DP minimal 30 tahun; (e) jarak antar-DP lebih kurang 20 km (jika desa itu bersifat homogen dalam hal bahasanya). Akan tetapi, jika heterogen, jarak yang kurang dari 20 km masih dimungkinkan;

17

(f) kondisi DP dan masyarakatnya masih asli dalam arti belum banyak terkena pengaruh luar. Beberapa informasi mengenai kondisi kebahasaan DP bisa didapatkan dari beberapa sumber, misalnya: internet, buku, artikel, peta, pegawai di daerah itu, dll. Beberapa informasi itu diceksilangkan kebenarannya, kemudian disediakan peta dasar yang memuat DP. Langkah selanjutnya adalah melakukan identifikasi (tentatif) tingkat heterogenitas/homogenitas kondisi kebahasaan di DP. Perlu diingat bahwa penentuan sampel penelitian atau DP disertai penjelasan dasar mengenai penentuannya. Setelah itu dapat dilakukan penyediaan data. Ada beberapa hal yang perlu digali dari DP setelah dilakukan penentuan terhadapnya. Kegiatan: mengidentifikasi hal-hal yang perlu diungkap dalam DP (dasar penyusunan instrumen DP) INFORMAN Setelah DP ditetapkan, jumlah informan pun ditetapkan dengan dasar: satu orang sebagai informan utama dan dua atau satu orang sebagai informan pembanding. Jadi, dipilih tiga atau dua informan dari tiap-tiap DP. Pemilihan informan pada tiap DP didasarkan pada kriteria sbb (cf. Lauder, 1993: 49 Mahsun 1995: 106): 56; (a) berjenis kelamin laki-laki atau wanita; (b) berusia 2060 tahun (tidak pikun); (c) baik informan maupun suami/istrinya dan orang tuanya lahir dan dibesarkan di DP itu; (d) pendidikannya relatif rendah; (e) status sosialnya menengah ke bawah dengan harapan mobilitasnya rendah; survey awal yang dilanjutkan dengan

18

(f) diutamakan petani/nelayan/buruh; (g) dapat berbahasa Indonesia; (h) bangga terhadap isoleknya (i) sehat rohani dan jasmani dalam arti tidak cacat organ bicaranya. Selain itu, ada juga berbagai hal lain yang dapat digali dari informan. (kegiatan: diskusi terntang hal-hal yang akan digali dari informan).

19

PERTEMUAN VII Selain instrumen untuk DP dan informan, penelitian dialektologi juga menggunakan dikembangkan. Pada awalnya ada seratus kosakata dasar dari Swadesh, kemudian dikembangkan oleh R. Blust menjadi 200 kosakata dasar. Jumlah itu oleh Pusat Bahasa kemudian dikembangkan menjadi 400 kosakata dasar yang digunakan sebagai dasar untuk mengadakan penelitian bahasa di Indonesia. Beberapa pakar mengembangkan instrumen itu menjadi 9002000 kosakata. Kosakata dasar dan/atau kalimat dalam instrumen berwujud glos dalam bahasa Indonesia. Tugas penyedia data adalah menggali kata/frasa/kalimat yang terdapat dalam isolek informan sesuai dengan glos dalam daftar tanya yang tersedia. Berikut ini disajikan daftar tanya berwujud 200 kosakata dasar Swadesh (kegiatan: diskusi mengenai kosakata dasar) Daftar Tanya (R. Blust) SWADESH 200-WORD BASIC VOCABULARY (MODIFIED) GLOS 1. tangan 2. kiri 3. kanan 4. kaki 5. berjalan 6. jalan 7. datang 8. belok 9. berenang 10. kotor 11. debu 12. kulit 13. punggung 14. perut 15. tulang BERIAN (ditulis dalam bentuk transkripsi fonetis) instrumen berwujud kosakata dasar yang

20

16. isi perut 17. hati 18. payudara 19. bahu 20. tahu 21. berpikir 22. takut 23. darah 24. kepala 25. leher 26. rambut 27. hidung 28. bernafas 29. mencium 30. mulut 31. gigi 32. lidah 33. tertawa 34. menangis 35. muntah 36. meludah 37. makan 38. mengunyah 39. memasak 40. minum 41. menggigit 42. menghisap 43. telinga 44. mendengar 45. mata 46. melihat 47. menguap 48. tidur 49. berbaring 50. bermimpi 51. duduk 52. berdiri 53. orang 54. laki-laki 55. wanita 56. anak 57. suami 58. istri 59. ibu 60. bapak 61. rumah 62. atap 63. nama

21

64. berkata 65. tali 66. mengikat 67. menjahit 68. jarum 69. berburu 70. menembak 71. menikam 72. memukul 73. mencuri 74. membunuh 75. mati 76. hidup 77. menggaruk 78. memotong 79. kayu 80. membelah 81. tajam 82. tumpul 83. bekerja 84. menanam 85. memilih 86. tumbuh 87. membengkak 88. memeras 89. memegang 90. mengali 91. membeli 92. membuka 93. menutuk 94. melemparkan 95. jatuh 96. anjing 97. burung 98. telur 99. bulu 100. sayap 101. terbang 102. tikus 103. daging 104. lemak 105. ekor 106. ular 107. cacing 108. kutu 109. nyamuk 110. laba-laba 111. ikan

22

112. busuk 113. dahan 114. daun 115. akar 116. bunga 117. buah-buahan 118. rumput 119. tanah 120. batu 121. pasir 122. air 123. mengalir 124. laut 125. garam 126. danau 127. hutan 1128. langit 129. bulan 130. bintang 131. awan 132. kabut 133. hujan 134. guntur 135. kilat 136. angin 137. bertiup 138. panas 139. dingin 140. kering 141. basah 142. berat 143. api 144. membakar 145. asap 146. abu 147. hitam 148. putih 149. merah 150. kuning 151. hijau 152. kecil 153. besar 154. pendek 155. panjang 156. tipis 157. tebal 158. sempit 159. lebar

23

160. sakit 161. malu 162. tua 163. baru 164. baik 165. jahat 166. benar 167. malam 168. hari 169. tahun 170. kapan 171. bersembunyi 172. naik 173. di 174. (di) dalam 175. dsi atas 176. di bawah 177. ini 178. itu 179. dekat 180. jauh 181. di mana 182. saya 183. kamu 184. (d)ia 185. kita; kami 186. kamu sekalian 187. mereka 188. apa 189. siapa 190. lain 191. semua 192. dan 193. kalau 194. bagaimana 195. tidak 196. menghitung 197. satu 198. dua 199. tiga 200. empat Instrumen dalam dialektologis diharapkan memuat glos yang dapat menjaring data untuk perbedaan semua aspek kebahasaan. Instrumen yang berwujud daftar tanya juga

24

menyangkut makna yang bersifat universal yang diasumsikan dapat dijaring atau ditemukan di DP. Daftar tanya tersebut disusun secara berurutan/berkelompok agar dapat terfokus, sistematis, terarah, serta memudahkan analisis khususnya dalam melihat medan makna mana yang signifikan bagi pengelompokan atau berian yang beragam, yakni: (1) data (2) berian (berian) hendaknya dapat menunjukkan perbedaan dan persamaan hendaknya dapat mengidentifikasi bentuk yang berkerabat, dialek, subdialek (menjaring data yang signifikan bagi pengelompokan bahasa, dialek, dan subdialek) (3) berian dapat mencerminkan kelompok sosial/tingkat bahasa (4) berian itu menarik untuk rekonstruksi dan merupakan contoh yang baik untuk penelusuran refleks sebuah pra/protofonem tertentu (5) berian itu menarik untuk mengetahui sejarah daerahnya (6) berian dapat mengidentifikasi daerah konservatif dan inovatif (7) berian dapat menjaring data yang signifikan bagi rekonstruksi dan penelusuran bentuk inovatif dan relik (8) berian dapat menjaring data yang signifikan bagi pemahaman unsur historis dan budaya. (9) berian dapat digunakan untuk penelitian yang sama pada bahasa lain untuk keperluan perbandingan

Sebenarnya, glos dalam instrumen ibu.

dapat disusun dengan

menggunakan bahasa nasional, bahasa daerah, atau bahasa Ada beberapa kelemahan dalam instrumen yang menggunakan glos dalam bahasa Ibu. Adapun data yang berasal dari dua ratus kosakata dasar Swadesh yang telah disajikan dianggap tidak cukup untuk menunjukkan perbedaan dalam penelitian dialektologi. Data itu

25

dapat digunakan untuk penghitungan leksikostatistik (linguistik historis komparatif), tetapi bukan untuk dialektometri. Oleh sebab itu, instrumen untuk penelitian dialektologi pun dikembangkan menjadi berbagai variasi. Tugas: mencermati instrumen (Pusat Bahasa dan hasil pengembangan Nothofer).

26

PERTEMUAN VIII UTS: Transkripsi Fonetis Instrumen (200 kosakata dasar) PERTEMUAN IX Instrumen Instrumen yang dikembangkan oleh Pusat Bahasa terdiri atas a. Kosakata dasar sebanyak 200 b. Kosakata lainnya, selain kosakata dasar, sebanyak 200, mencakup: (1) Bagian Tubuh (2) Sistem Kekerabatan (3) Gerak dan Kerja (4) Kata Tugas Jumlah data yang dianalisis 52 25 98 25 400

Variasi lain dikembangkan oleh Nothofer dan dimodifikasi oleh Kisyani yang mengembangkan daftar swadesh menjadi 829 glos kata/frasa dan 100 kalimat. Jumlah glos kata/frasa ini meliputi 20 medan makna2 yang dirinci menjadi:

(A) (B) (C) (D) (E) (F) (G) (H) (I)

BILANGAN (129); UKURAN (3039); MUSIM DAN WAKTU (4074); BAGIAN TUBUH MANUSIA (75172); TUTUR SAPAAN DAN ACUAN (173188); ISTILAH KEKERABATAN (189220); PAKAIAN DAN PERHIASAN (221241); PEKERJAAN (242271); BINATANG (272336);
2

Medan makna (semantic field) merupakan bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang kehidupan atau realitas dalam alam semesta tertentu yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan. Contoh: nama warna, peristilahan penerbangan, dll (Kridalaksana, 1993: 105). Ini sejalan dengan Palmer (1989) yang menyatakan bahwa kata-kata yang merujuk pada golongan tertentu dapat disenaraikan dalam satu medan semantik. Allan (1986: 99--120) tidak menyebut istilah semantic filed, tetapi membahas masalah yang sama dengan judul "Sense and The Perceived Characteristics of The Denotatum".

27

(J)

BAGIAN TUBUH BINATANG (337353); (K) TUMBUHAN: BAGIAN-BAGIAN BUAH DAN HASIL OLAHANNYA (354 443);

(L) (M) (N) (O) (P) (Q) (R) (S) (T)

ALAM (444478); RUMAH DAN BAGIAN-BAGIANNYA (479500); ALAT (501555), PENYAKIT DAN OBAT (556581); ARAH DAN PENUNJUK (582601); AKTIVITAS (602726); SIFAT (727801); WARNA DAN BAU (802816); RASA (817829). Yang perlu diperhatikan adalah, para penyedia data di lapangan wajib untuk memahami dahulu instrumen yang akan digunakan. Jika ada glos yang belum jelas atau belum diketahui maknanya oleh penyedia data, hal itu harus disampaikan dan didiskusikan sehingga semua penyedia data mempunyai Selain itu, saat wawancara, perlu pula digali berian-berian yang beragam dari satu glos tertentu. Jika berian tidak beragam, hal itu akan mempengaruhi penghitungan. Berikut ini adalah instrumen yang dikembangkan oleh Nothofer dan dimodifikasi oleh Kisyani yang terdiri atas kalimat. 829 glos kata/frasa dan 100

68

A. BILANGAN 1. satu 2. dua 3. tiga 4. empat 5. lima 6. enam 7. tujuh 8. delapan 9. sembilan 10. sepuluh 11. sebelas 12. dua belas 13. tiga belas 14. dua puluh 15. dua puluh dua 16. dua puluh lima 17. lima puluh 18. enam puluh 19. seratus 20. seribu 21. pertama 22. kedua 23. terakhir 24. banyak 25. sedikit 26. semua 27. bagian, se28. seperempat 29. satu setengah B. UKURAN 30. sejengkal 31. sehasta (seperempat depa) 32. sedepa 33. kati (617,5 gr) 34. kuintal 35. ru ( 14 m 36. bahu, satu bahu ( 700 m 37. satu patok ( 200 m) 38. sesisir pisang 39. setandan pisang C. MUSIM DAN WAKTU 40. panas 41. dingin

42. hangat 43. sejuk 44. musim kemarau 45. hujan, ke-an 46. musim hujan 47. hujan panas 48. pagi, ke-an 49. pagi buta 50. tadi pagi 51. siang, ke-an 52. tengah hari 53. sore 54. senja 55. malam, ke-an 56. nanti malam 57. tengah malam 58. sebentar 59. lama 60. tahun 61. delapan tahun yang lalu 62. kemarin dulu 63. tiga hari yang lalu 64. besok 65. lusa 66. minggu depan 67. hari, se68. sehari semalam 69. lima hari 70. tujuh hari 71. tiga puluh hari 72. tiga puluh enam hari 73. seratus hari 74. seratus tahun D. BAGIAN TUBUH MANUSIA 75. kepala 76. ubun-ubun 77. pelipis 78. muka 79. dahi 80. mata 81. pelupuk mata 82. hidung 83. telinga 84. lubang telinga wanita 85. mulut

69

86. bibir 87. lidah 88. gigi 89. gigi seri 90. gigi seri yang maju 91. gigi taring 92. gigi tanggal 93. gigi taring yang tersusun 94. gigi rusak (hitam) 95. geraham 96. tulang rahang 97. pipi 98. lesung pipi 99. daerah kepala yang tidak tumbuh rambut 100. pusat arah rambut pada kepala 101. dagu 102. leher 103. kerongkongan 104. jakun 105. tengkuk 106. punggung 107. bahu 108. belikat 109. dada 110. payudara 111. puting susu 112. pinggang 113. pusar 114. perut 115. isi perut 116. ketiak 117. lengan 118. siku 119. pergelangan tangan 120. tangan 121. jari 122. ibu jari 123. telunjuk 124. jari tengah 125. jari manis 126. kelingking 127. kuku 128. telapak tangan/kaki 129. garis-garis telapak tangan

130. tinju 131. kaki 132. pantat 133. paha 134. lutut 135. betis 136. tulang betis 137. tumit 138. mata kaki 139. jantung 140. hati 141. empedu 142. usus 143. tembuni 144. urat 145. tulang 146. isi tulang 147. darah, ber148. kemaluan laki-laki 149. puki 150. tai 151. dubur 152. rambut di kepala 153. alis 154. bulu mata 155. jenggot 156. kumis 157. jambang 158. bulu di atas tahi lalat 159. bulu roma 160. bulu hidung 161. bulu kuduk 162. rambut ketiak 163. rambut dada 164. rambut/bulu kemaluan 165. bulu pada ibu jari kaki 166. rambut ikal 167. rambut lurus 168. rambut putih 169. tahi lalat 170. kulit, kulit kering 171. warna hitam pada kulit sejak lahir 172. mayat (manusia), bangkai (binatang)

70

E. TUTUR SAPAAN DAN ACUAN 173. saya 174. kamu 175. dia, beliau 176. kami 177. kita 178. kamu sekalian 179. mereka 180. nama, me-kan, di-i 181. orang laki-laki 182. orang perempuan 183. panggilan untuk gadis kecil ( 5 th) 184. panggilan untuk gadis remaja ( 17 th) 185. panggilan untuk wanita tua ( 60 th) 186. panggilan untuk laki-laki kecil ( 5 th) 187. panggilan untuk lelaki remaja ( 17 th) 188. panggilan untuk lelaki tua ( 60 th) F. ISTILAH KEKERABATAN 189. ayah 190. ibu 191. istri 192. suami 193. anak 194. anak kandung 195. anak tertua 196. anak termuda 197. kakak 198. adik 199. kakak laki-laki/wanita orang tua 200. suami/istri kakak orang tua 201. adik laki-laki/wanita orang tua 202. suami/istri adik orang tua 203. anaknya saudara orang tua 204. anaknya saudara

205. 206. 207. 208. 209. 210. 211. 212. 213. 214. 215. 216. 217. 218. 219. 220.

kakek nenek ayahnya kakek ibunya kakek cucu cicit cucu saudara kakek cucunya cucu kakeknya kakek menantu mertua ipar besan biras nenek moyang/leleuhur ibu tiri

G. PAKAIAN DAN PERHIASAN 221. subang, anting 222. kalung 223. cincin 224. gelang,gelas 225. kantong 226. kebaya, ber227. jarik, ber228. sarung, ber229. sabuk 230. alas kaki, ber231. bersepatu 232. sanggul 233. kopiah 234. ikat kepala 235. tudung 236. caping 237. celana panjang 238. celana pendek 239. celana dalam 240. kaos oblong 241. singlet H. PEKERJAAN 242. lurah 243. sekretaris desa 244. kaur pengairan 245. penghulu 246. kyai (pemimpin agama)

71

247. dukun 248. dukun sunat 249. dukun bayi 250. pegawai (pemerintah) 251. pamong 252. guru 253. pedagang, penjual 254. juragan 255. mandor 256. tukang kayu 257. tukang batu 258. pandai besi 259. petani 260. buruh (tani) 261. penggembala itik, kerbau 262. petani tambak 263. nelayan 264. dalang, pelawak 265. pesinden 266. nayaga 267. tukang ojek, sopir 268. sopir 269. sopir becak 270. sopir andong 271. makelar (rumah/kendaraan) I. BINATANG 272. binatang 273. lalat 274. nyamuk 275. lebah 276. kunang-kunang 277. belalang 278. kupu-kupu 279. kelelawar 280. kalong 281. burung 282. kuntul 283. gagak 284. elang ayam 285. burung dara 286. anak dara 287. ayam 288. anak ayam 289. angsa

290. 291. 292. 293. 294. 295. 296. 297. 298. 299. 300. 301. 302. 303. 304. 305. 306. 307. 308. 309. 310. 311. 312. 313. 314. 315. 316. 317. 318. 319. 320. 321. 322. 323. 324. 325. 326. 327. 328. 329. 330. 331. 332. 333. 334. 335.

anak angsa itik anak itik kura-kura udang ikan, -asin cumi-cumi ikan mas yuyu, kepiting katak besar katak kecil anak katak lintah cacing senggulung tenggiling ulat kecoak rayap ratu rayap cecak kadal kutu tupai ular tikus laba-laba sapi anak sapi kambing anak kambing anjing anak anjing kucing anak kucing kerbau anak kerbau babi anak babi babi hutan anak babi hutan buaya anak buaya harimau anak harimau bunglon

72

336.

monyet, kera

J. BAGIAN TUBUH BINATANG 337. telur, ber338. cakar 339. jalu 340. sayap 341. bulu sayap 342. cengger 343. ekor 344. taring 345. ingsang 346. sisik 347. sirip ikan 348. belulang 349. tanduk 350. punuk 351. pantat (sapi) 352. daging 353. lemak, berK. TUMBUHAN, BAGIANBAGIAN BUAH, DAN HASIL OLAHANNYA 354. santan 355. minyak kelapa 356. padi 357. beras 358. beras kecil 359. nasi, - kering 360. ketan 361. jerami 362. gabah 363. peria 364. halia, serai 365. kunyit 366. lengkuas 367. bawang putih 368. bawang merah 369. terong 370. lada 371. kemiri 372. ketumbar 373. pala 374. kluwak

375. 376. 377. 378. 379. 380. 381. 382. 383. 384. 385. 386. 387. 388. 389. 390. 391. 392. 393. 394. 395. 396. 397. 398. 399. 400. 401. 402. 403. 404. 405. 406. 407. 408. 409. 410. 411. 412. 413. 414. 415. 416. 417. 418. 419. 420.

kluwih jagung jelai petai petai cina jering, jengkol turi ketimun daun kacang panjang daun ketela rambat ketela rambat ketela pohon daun keladi daun sawi tepung tapai dedak dedak halus dedak kasar cabe cabe merah cabe hijau cabe kecil rumput pohon dahan ranting kayu kayu manis kulit kayu getah daun bunga buah, buah-buahan akar akar gantung air sayur sayur durian pinang buluh ruas rebung pisang aren umbut

73

421. 422. 423. 424. 425. 426. 427. 428. 429. 430. 431. 432. 433. 434. 435. 436. 437. 438. 439. 440. 441. 442. 443.

ijuk pohon kelapa buah kelapa sabut tempurung rotan tebu beringin pandan pohon kapuk pohon asam buah asam biji asam asam muda pepaya tuba alang-alang mangga, - muda jambu batu, -mete jambu air melinjo belimbing, sarikaya sirsat

465. 466. 467. 468. 469. 470. 471. 472. 473. 474. 475. 476. 477. 478.

sungai sungai besar sungai kecil sawah gunung bukit lahar hutan langit bulan matahari bintang guntur kilat

L. ALAM 444. air tawar 445. laut 446. air laut 447. angin 448. angin ribut 449. meletus (gunung) 450. bara 451. batu 452. batu api 453. tanah 454. pasir 455. garam, me-i 456. abu 457. debu, ber458. api 459. asap 460. kabut 461. mega 462. jalan 463. jalan lebar 464. jalan sempit

M. RUMAH DAN BAGIANBAGIANNYA 479. rumah 480. lantai 481. bubungan 482. genting 483. lubang angin 484. tangga 485. dinding tembok 486. dinding papan 487. dinding bambu 488. pintu 489. jendela 490. tiang 491. ruang depan 492. kamar 493. kamar mandi 494. bak mandi 495. wc 496. dapur 497. serambi 498. halaman 499. pagar 500. kandang N. ALAT 501. jarum 502. benang 503. tongkat, ber504. obor

74

505. 506. 507. 508. 509. 510. 511. 512. 513. 514. 515. 516. 517. 518. 519. 520. 521. 522. 523. 524. 525. 526. 527. 528. 529. 530. 531. 532. 533. 534. 535. 536. 537. 538. 539. 540. 541. 542. 543. 544. 545. 546. 547. 548. 549. 550.

besi karat tali, me-kan, di-kan keranjang pikulan keset tikar pedupaan cangkir piring sendok parut periuk wajan tempayan gayung buyung centong bakul besar bakul kecil nyiru besar nyiru kecil dingklik kursi penggerus cobek tempat beras bajak mata bajak garu lalandak kapak beliung patik gergaji arit sabit pisau golok cangkul kipas galah lesung alu kunci gembok

551. 552. 553. 554. 555.

perahu, ber-; sepeda, berkail tempat ikan bubu jala, kail

O. PENYAKIT DAN OBAT 556. sakit, -nya, me-i 557. demam 558. pusing 559. batuk 560. rasa mau muntah 561. muntah 562. mabok (karena minum); mabok (karena kendaraan) 563. encok 564. panu 565. bisul 566. kudis 567. sembuh, selesai 568. luka, bekas569. pedih 570. hamil 571. meninggal karena melahirkan 572. bengkak 573. bungkuk 574. seriawan 575. letih 576. parau 577. gila 578. buta 579. tuli 580. bisu 581. obat, berP. ARAH DAN PENUNJUK 582. kanan 583. kiri 584. utara 585. timur 586. selatan 587. barat 588. begini 589. begitu 590. di sini, ke-, dari-

75

591. 592. 593. 594. 595. 596. 597. 598. 599. 600. 601.

di sana di situ di samping di atas di bawah di depan di belakang di dalam di luar, di mana ini itu

Q. AKTIVITAS 602. bertanya 603. berkata, berbicara 604. berbisik 605. bersendawa 606. bersiul 607. bernyanyi 608. berdahak 609. makan 610. minum 611. mengisap 612. menyusu 613. menggigit 614. mengunyah 615. meludah 616. menguap 617. meniup 618. menyembur 619. menyuruh 620. mencium 621. mengangis, pe- (cengeng) 622. tersedu-sedu 623. tersenyum 624. tertawa 625. berkelahi (kata) 626. berkelahi (tangan) 627. membawa 628. membersihkan 629. mengotori 630. mendorong 631. menarik 632. mengikat, di633. memegang 634. memutar

635. membalas 636. mencuri 637. membakar 638. menikam 639. membunuh 640. menembak 641. memukul, di-, ter-, saya-, kau-, -kanlah, -ilah 642. melempar, -kan 643. menabur 644. merumput 645. menanam 646. memetik 647. menumbuk 648. memotong 649. membelah 650. mengelupas kulit 651. menebang pohon 652. menggali 653. mengubur 654. memberi, pemberian 655. mengambil 656. membeli 657. membuka 658. menggaruk (kepala) 659. menggosok 660. menggosok gigi 661. mengusap 662. memasak 663. merebus 664. menyeduh 665. mencuci pakaian 666. mencuci tangan/kaki 667. membanting cucian 668. memeras 669. menjemur 670. menghidupkan api 671. membongkar 672. menyepuh 673. menjahit, di674. menganyam 675. bekerja 676. berubah 677. berbaring 678. bermain

76

679. bergerak 680. berenang 681. bertemu 682. bersembunyi 683. berdiang 684. berpikir 685. bermimpi 686. tahu, ke-an, me-i, di-i 687. ingat 688. kencing 689. berak 690. kentut 691. tumbuh 692. tambah 693. pulang 694. pergi 695. datang 696. kembali 697. ikut 698. terbang 699. belok 700. ganti, tukar 701. bangun 702. tidur 703. jatuh (orang), jatuh (buah) 704. naik 705. turun 706. mengalir 707. mengapung 708. memburu, berburu 709. memilih 710. mengulangi 711. merintangi 712. meniru 713. mencari 714. meminjam 715. menyumbang orang berhajat 716. memperoleh 717. menghitung 718. memejamkan mata 719. melihat 720. mendengar, di-, di-kan 721. menginjak 722. berjalan 723. berjongkok

724. 725. 726.

berdiri duduk, me-i, di-kan bernafas

R. SIFAT 727. baru 728. lama 729. utuh 730. tidak utuh 731. bersih 732. kotor 733. busuk, lusuh 734. tinggi 735. rendah 736. besar 737. kecil 738. terlalu kecil 739. luas, lebar 740. terlalu luas 741. sempit 742. panjang 743. pendek 744. tebal 745. tipis 746. jauh 747. dekat 748. keras 749. lembek 750. cepat, secepat-cepatnya 751. lambat 752. kosong, isi 753. bagus, baik 754. jelek 755. benar 756. salah 757. jernih 758. keruh 759. basah 760. kering 761. gampang 762. sulit 763. hidup, me-i, di-kan 764. mati, me-kan 765. ada 766. tidak ada 767. ya

77

768. tidak 769. ramai 770. sepi 771. tajam, me-i, di-kan 772. tumpul, me-kan 773. licin 774. kasar 775. lurus 776. bengkok 777. berat 778. ringan 779. bulat 780. lain 781. penuh 782. masak, sudah masak 783. mentah 784. gelap 785. terang 786. kencang 787. kendor 788. tua 789. muda 790. kurus 791. gemuk 792. cantik 793. tampan 794. gagah 795. telanjang 796. berani 797. takut, pe-, me-i, di-i, mekan 798. malu, pe799. terkenal, ramah 800. angkuh 801. jahat S. WARNA DAN BAU 802. putih 803. merah 804. hijau 805. biru 806. kuning 807. hitam 808. bau 809. apek 810. anyir (darah)

811. bau ikan/daging, bau daging kambing 812. bau keringat 813. bau ular 814. bau kencing 815. bau cabe digoreng 816. harum U. RASA 817. rasa 818. manis 819. pahit 820. asam 821. getir 822. asin 823. hambar 824. pedas 825. enak 826. gurih 827. haus 828. lapar 829. kenyang

V. KALIMAT 1. Saya ditawari bandeng. 2. Pohon pisang saya pikul. 3. Pohon pisang kau pikul. 4. Pisau itu akan saya pinjam. 5. Rumah Kak Basuki terbakar. 6. Kapalanya kejatuhan kelapa. 7. Maling itu tertangkap. 8. Obor saya terbawa anak itu. 9. Saya tertidur. 10. Saya terjatuh dari pohon kelapa. 11. Saya tertipu teman saya. 12. Ini desa kedua yang saya kunjungi. 13. Anak saya kepanasan. 14. Biar saja anak itu bermain di luar. 15. Saya kehujanan. 16. Dia kedinginan. 17. Kakinya kesemutan. 18. Rumahnya kehujanan abu. 19. Saya kekenyangan. 20. Besi itu berkarat. 21. Kami harus menidurkan anak ini karena sakit. 22. Kita harus menghormati orang tua kita. 23. Kami akan mendirikan rumah baru. 24. Saya memberikan rokok kepadamu. 25. Saya melihat tiga wanita. 26. Dia merokok sambil makan. 27. Buah itu akan saya petik. 28. Agar lulus ujian, kamu harus belajar. 29. Ibu baru saja pulang. 30. Mula-mula dia marah. 31. Lain kali saya ikut. 32. Kelakuan orang itu aneh. 33. Siang ini panasnya seperti api (panas sekali). 34. Saya mulai minum. 35. Saya sudah datang tiga kali ke sini. 36. Ayamnya hampir bertelur. 37. Di rumah tidak ada orang. 38. Di gubuk ada hantu. 39. Mereka tidak pernah berkelahi. 40. Sesudah makan saya istirahat dulu. 41. Barangkali dia kembali tahun yang akan datang. 42. Tanpa berkata sesuatu dia pergi. 43. Bagaimana mau sembuh kalau tidak berobat. 44. Aku tidak malu lagi. 45. Saya belum pernah ke Pantai Kenjeran. 46. Saya tidak tahu sama sekali. 47. Laut tidak terlihat dari sini. 48. Suaranya tidak terdengar. 49. Hujan-lebat turun hingga sore. 50. Dia sudah besar, tetapi belum dewasa.

51. Ali lebih pintar daripada Budi. 52. Kamu membeli minyak tanah atau minyak kelapa? 53. Saya masih lapar, dia sudah kenyang. 54. Kamu boleh masuk, tetapi adikmu belum. 55. Kalau saya ke pasar, saya akan membeli gula. 56. Saya harus berangkat sekarang meskipun hujannya deras. 57. Kalau kamu datang ke rumah, kamu saya pinjami pisau saya. 58. Biar dia lebih besar, saya tidak ketakutan. 59. Kamu harus menunggu di sini sampai saya menyusul ke sini. 60. Badannya kurus tetapi sehat. 61. Bagaimana cara membuat sayur lodeh? 62. Mengapa kamu memarahi ibumu? 63. Walaupun diundang, ia tidak datang. 64. Siapa namamu? 65. Mau ke mana? 66. Dengan siapa kamu pergi? 67. Dari mana dia datang? 68. Kapan kamu tiba? 69. Di mana rumahnya? 70. Apa makanan sudah tersedia? 71. Kamu mau apa? 72. Boleh saya minum? 73. Boleh saya tambah singkong lagi? 74. Berapa harga telur itu? 75. Jangan pukul anjing itu! 76. Jika tidak tahu harap bertanya! 77. Jangan lupa membeli garam di pasar! 78. Tempe yang sedang digoreng jangan diambil! 79. Panasilah air itu! 80. Masaklah daging sapi itu! 81. Bakarlah singkong itu! 82. Tidurkanlah bayimu! 83. Mandikanlah bayinya! 84. Dandanilah anakmu! 85. Kembalikanlah tikar ini! 86. Duduklah di kursi itu! 87. Makanlah!, Duduklah! 88. Makanlah kue itu! 89. Burulah ayam itu! 90. Jemurkan baju saya! 91. Susuilah bayimu! 92. Garamilah sayur itu! 93. Bunuhlah burung itu! 94. Besarkanlah celana saya! 95. Saya tidur dulu. 96. Saya akan makan. 97. Saya mandi dulu. X. UNGKAPAN 98. Lebih baik mati daripada bohong 99. Pelan-pelan asal selamat 100. Makan tidak makan asal kumpul

PERTEMUAN X Persiapan Penyediaan Data Selain keterampilan dalam penelitian lapangan dan transkripsi fonetis, penyedia data (atau pemupu data, ayatrohaedi, 1983) atau peneliti sebaiknya menyiapkan berbagai hal sebelum ke lokasi DP. Berbagai hal yang dipersiapkan di antaranya adalah mengecek kesiapan perangkat perekam data; mencari informasi awal tentang karakteristik penutur; menyiapkan dana sebagai pengganti jam kerja informan yang telah disita untuk wawancara (ada pula informan yang tidak mau menerimadisesuaikan dengan karakteristik penutur). Selain itu, perlu disiapkan juga perangkat penjelas instrumen: gambar, benda, atau bagan/sketsa yang menunjukkan konsep yang ditanyakan serta bagian tubuh manusia, dilakukan peniruan gerak atau bunyi tentang konsep yang ditanyakan. Misalnya: sketsa manusia untuk menjaring data bagan pohon keluarga untuk menjaring data mengenai tutur sapaan dan acuan, tiruan bunyi cicak untuk menjaring data mengenai binatang yang mengeluarkan bunyi itu. Dalam hal ini, tidak semua pertanyaan menggunakan bentuk lugu seperti dalam daftar tanyaan. Kegiatan: berlatih mewawancarai informan B. Metode dan Teknik Penyediaan Data Pelaksanaan penelitian dialektologi diawali dengan penyediaan data yang dilakukan dengan metode cakap dan metode simak (Sudaryanto, 1990: 131 143). Dalam metode cakap, peneliti langsung mewawancarai informan (teknik cakap semuka) dan menyimak berian mereka dengan mencatat dan merekam (teknik rekam dan catat) berian mereka tentang daftar tanya ataupun cerita-cerita spontan mereka yang berhasil dipancing oleh peneliti. Rekaman mengenai data yang ada (yang telah dicatat). Dalam penelitian bahasa di Indonesia, wawancara menggunakan bahasa Indonesia. Akan tetapi, pada tahap sebelumnya (tahap perkenalan) dapat digunakan bahasa daerah (bahasa mereka) ini akan digunakan sebagai pengecek data pada saat dijumpai kebimbangan

dengan maksud supaya mereka merasa akrab dan tidak merasa asing. Para penyedia data yang tidak menguasai bahasa informan sebaiknya disertai dengan penerjemah. Catatan mengenai berian dilakukan dengan transkripsi fonetis. Transkripsi fonetis yang digunakan dapat mengacu pada berbagai sumber, di antaranya Kantner, Claude E. dan Robert West (1960: xviiixix), Tiffany, William R. dan James Carell (1987: 119 120); (1981: 8 10). Wawancara terhadap para informan dalam satu DP dilakukan secara serentak di rumah informan (Satu DP terdiri atas satu informan utama dan satu atau dua informan pembanding). Pemilihan salah satu rumah informan dimaksudkan untuk membuat informan merasa santai dan bebas menyatakan pendapat mereka. Adapun cara yang serentak dimaksudkan untuk memperkuat berian yang ada karena informan pendamping dapat mengiyakan atau mempemasalahkan berian yang dikemukakan oleh informan utama. Pada saat wawancara ini pula digunakan jawaban atau pancingan dari peneliti yang diharapkan dapat menimbulkan gairah dan semangat "Oooo, Lalu ?, Wah, bagus sekali, dst". para informan, misalnya: IPA

Selain itu, digunakan juga model pertanyaan ulang untuk memperjelas lafal mereka, misalnya: "Apa Pak/Bu?" atau "Bisa diulangi lagi Pak/Bu?" . Selain menggunakan pertanyaan pancingan, dapat digunakan gerakangerakan yang dapat memancing jawaban informan. Tertawa, duduk, berjalan, menangis, tersenyum, bersiul, merupakan contoh gerakan yang dapat memancing jawaban informan. PERTEMUAN XII TABULASI DATA Pada saat melakukan tabulasi, perlu ditentukan apakah perbedaan yang ada itu merupakan perbedaan leksikal, atau perbedaan fonologis, atau tanpa beda. Perbedaan leksikal mengacu kepada bentuk proto yang berbeda sehingga menghasilkan berian yang berbeda (untuk bahasa Austronesia, penentuan

sama atau tidaknya bentuk proto dapat ditelusur dari daftar/list yang disusun oleh Wurm dan Wilson dalam Pacific Linguistics series C No 33 tahun 1978, berjudul English Finedrlist of Reconstruction in Austronesian Language yang diterbitkan oleh Department of Linguistics, Research School of Pacific Studies, The Australian National University). .Adapun perbedaan fonologis mengacu pada bentuk proto yang sama. Secara kasat mata, proto yang sama akan menurunkan bentuk yang mirip yang masih dapat ditelusur persamaannya. Berikut ini adalah contoh tabulasi untuk lima DP (BL = beda leksikal, BF = beda fonologis, = tidak ada perbedaan). No GLOS AYAM IBU DUA TIGA DP 1 pit Ibu, mama loro tlu DP 2 pit pet Ibu bey loro tlu DP 3 pet bey loro tlu DP 4 pet biy loro tlu DP 5 pit biy loro tlu BL/BF/ BF BL

Berdasarkan contoh itu, kemudian pada bagian akhir dihitung berapa jumlah beda leksikalnya, berapa jumlah beda fonologisnya, dan berapa jumlah yang tanpa beda. Jumlah itulah yang nanti dijadikan penentu sebagai pembagi dalam penghitungan dialektometri.

PERTEMUAN XII

PENOMORAN DP DALAM PETA DASAR Setelah DP ditetapkan, dilakukan pembuatan peta dasar. Penomoran DP disesuaikan dengan penomoran kecamatan. Model penomoran yang digunakan dapat bervariasi: dari bawah ke atas, atas ke bawah, kiri ke kanan, kanan ke kiri, dll. Model penomoran itu kemudian diterapkan dalam peta dasar yang telah dibuat. SEGITIGA DAN SEGIBANYAK DIALEKTOMETRI Pemetaan berbagai perbedaan antara DP akan menunjukkan perbedaan (dan persamaan) pemakaian bahasa secara sinkronis, sesuai dengan keadaan geografis dan kenyataan yang ada. Selanjutnya, berdasarkan peta itu diharapkan akan diperoleh gambaran pemakaian bahasa/isolek yang lebih mudah dipahami, termasuk adanya kemungkinan pengelompokan isolek di DP tertentu. Untuk melakukan hal itu, pada tahap awal dilakukan pemetaan berdasarkan segitiga dialektometri. Dalam penetapan segitiga dialektometri, ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan. Ketentuan itu sebagai berikut. (a) DP yang diperbandingkan hanya DP yang berdasarkan letaknya masing-masing mungkin melakukan komunikasi. (b) Setiap DP yang mungkin berkomunikasi secara langsung dihubungkan dengan sebuah garis sehingga diperoleh segitiga yang beragam bentuknya. (c) Garis-garis pada segitiga dialektometri tidak boleh saling berpotongan. Sebaiknya dipilih satu kemungkinan saja yang letaknya lebih dekat daripada yang lain dibandingkan, yaitu daerah yang dihubungkan oleh garis segitiga dialektometri. Kegiatan: mahasiswa berlatih menorehkan peta segitiga dialektometri

PERTEMUAN XIII Penghitungan jarak kosakata dilakukan dengan berpedoman pada peta segitiga dialektometri dan dapat juga dengan cara penghitungan permutasi. Selain itu, digunakan juga beberapa pedoman untuk menentukan ada atau tidaknya perbedaan dan jenis perbedaan. Berikut ini ialah pedoman yang digunakan (cf. Lauder, 1993: 143).

(a) Jika di suatu DP dikenal lebih dari satu berian dan salah satu di antaranya dikenal di DP lain yang dibandingkan, perbedaan itu dianggap tidak ada. (b) Jika di DP-DP yang dibandingkan itu salah satu di antaranya tidak ada beriannya, perbedaan itu dianggap ada. (c) Jika di DP-DP yang dibandingkan itu semua tidak ada beriannya, DP-DP itu dianggap sama. (d) Dalam penghitungan dialektometri pada tataran leksikal, perbedaan fonologis dan morfologis yang muncul dianggap tidak ada. (e) Hasil penghitungan itu dipetakan dengan sistem konstruksi "polygones de Thiessen" (peta segibanyak dialektometri)3 pada peta segitiga dialektometri. Peta segibanyak-dialektometri lebih "nyata" memvisualisasikan batas-batas antarDP atau memisahkan DP-DP daripada peta segitiga dialektometri karena peta segitiga dialektometri lebih bersifat menghubungkan DP, sedangkan peta segibanyak dialektometri bersifat memisahkan DP (Kisyani-Laksono, 2000b: 14). Selain segitiga dialektometri, penentuan daerah yang dibandingkan juga dapat dilakukan dengan teknik permutasi. Perbedaannya adalah, pada teknik permutasi, perbandingan dilakukan pada semua DP sedangkan pada segitiga dialektometri, perbandingan dilakukan pada DP yang dihubungkan garis segitiga. Penghitungan perbedaan pada peta permutasi sama dengan segitiga dialektometri. Perbedaannya adalah pada teknik permutasi tidak perlu membuat peta segibanyak. Oleh sebab itu, batas subdialek/dialek/bahasa pada satu DP tidak dapat terdeskripsikan secara jelas seperti pada segitiga dialektometri. PENGHITUNGAN DIALEKTOMETRI Berdasarkan segitiga dan segibanyak dialektometri, ditentukan pasanganpasangan DP untuk menentukan perbedaan leksikal dan fonologis yang ada. Kemudian dibuat tanda tertentu, misal () untuk menunjukkan adanya perbedaan dan tanda (-) untuk menunjukkan persamaan. Tabel semacam ini dibuat dalam dua varian. Varian pertama untuk perbedaan leksikal, dan varian kedua untuk perbedaan fonologis. Penghitungan perbedaan leksikal pada masing-masing glos dapat juga dihitung per medan makna sehingga dapat
3

Istilah segibanyak dialektometri digunakan sebagai pengganti polygones de Thiessen. Istilah ini diajukan berdasarkan analogi dari istilah yang telah dikenal, yaitu segitiga dialektometri.

dilihat hasil keseluruhannya, medan makna mana yang paling dekat. Adapun perbedaan fonologis dihitung secara keseluruhan. Perbedaan fonologis tidak dimungkinkan dihitung per medan makna karena adanya korespondensi. Selanjutnya, rumus yang digunakan dalam dialektometri ialah sebagai berikut (Guiter dalam Mahsun, 1995: 118).

( Sx100) = d% n
S = jumlah beda dengan DP lain n = jumlah peta yang dibandingkan d = jarak kosakata dalam persentase Hasil yang diperoleh dari perhitungan dialektometri ini (d: jarak kosakata dalam persentase) akan digunakan untuk menentukan hubungan antar-DP dengan kriteria sebagai berikut. 1) Perbedaan dalam tataran leksikal 81% ke atas 51%80% 31%50% 21%30% di bawah 20% : : : : : perbedaan bahasa perbedaan dialek perbedaan subdialek perbedaan wicara tidak ada perbedaan

Guiter berasumsi bahwa perbandingan antara perbedaan fonologis dengan leksikon adalah 1:5, artinya satu perbedaan fonologis sama dengan lima perbedaan (bandingkan dengan hukum perubahan bunyi tanpa kecuali (Ausnahmelsigkeit der Lautgesetzt) yang dikemukakan Kaum Neogrammarian). Berangkat dari asumsi bahwa perubahan bahasa itu berlangsung secara teratur, Guiter (1973) membuat pembedaan kategori penghitungan dialektometri untuk bidang fonologi berikut ini.

Perbedaan dalam tataran fonologis 17% ke atas 12%--16% 8%--11% 4%--7% 0%--3% : : : : : perbedaan bahasa perbedaan dialek perbedaan subdialek perbedaan wicara tidak ada perbedan

Jika disatukan dalam tabel, pembedaan kategori penghitungan dialektometri untuk bidang fonologis dan leksikal adalah sebagai berikut. Dialektometri % Leksikal Kategori 81100 beda bahasa 5180 beda dialek 3150 beda subdialek 2130 beda wicara 20 ke bawah tidak ada perbedaan

% Fonologis 17100 1216 811 47 03

Hasil perbedaan dalam tataran leksikal digunakan juga untuk membuat peta permutasi. Peta permutasi ini berguna untuk semakin mengukuhkan hasil yang didapatkan dari penghitungan perbedaan leksikal karena peta permutasi tidak hanya akan berurusan dengan DP yang berdekatan, tetapi juga berurusan dengan DP yang berjauhan letaknya.

Selain itu, filosofi penentuan titik krusial yang menjadi batas pemilahan isolek-isolek itu sebagai bahasa yang sama atau bahasa yang berbeda, baik dalam leksikostatistik maupun dialektometri adalah 80%. Sesungguhnya angka itu diperoleh dari kajian terhadap perubahan berbagai bahasa di dunia barat yang memiliki dokumen naskah kuno yang berusia lebih dari 1000 tahun. Dari kajian itu, diperoleh gambaran bahwa untuk kosakata dasar, perubahan terjadi tidak lebih dari 20%. Jadi, angka 80% itu diperoleh melalui pengurangan angka persentase maksimal untuk suatu perubahan (100%) dikurang 20%.

Lauder (2002) mengusulkan revisi kategori persentase dialektometri yang diajukan Guiter tersebut untuk bahasa-bahasa daerah di Indonesia sehingga diperoleh kategori persentase perbedaan bidang leksikon berikut ini:

70% ke atas 5169% 4150% 3140%

: beda bahasa : beda dialek : beda subdialek : beda wicara

30% ke bawah : tak berbeda Lauder dan menjelaskan bahwa modifikasi itu berdasarkan lainnya hasil

penghitungan dialektometri pada wilayah Tangerang yang multilingual beberapa penelitian bahasa daerah berdasarkan penghitungan yang dilakukannya maksimal tidak lebih dari 70%. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan oleh Pusat Bahasa (dari 2.185 DP) ditemukan persentase perbedaan di atas 80%, bahkan ada yang mencapai perbedaan 100% seperti ditemukan di atas 80% dianjurkan untuk tetap digunakan. Selain analisis berdasarkan penghitungan dialektometri, metode yang digunakan dalam penentuan status isolek sebagai bahasa dan dialek adalah metode yang bersifat kualitatif, yaitu metode kesamaan ciri-ciri linguistik (exclusively shared linguistc features). Metode ini tidak hanya digunakan sebagai cara pengelompokan bahasa turunan ke dalam suatu kelompok yang lebih dekat hubungannya, tetapi dapat juga digunakan sebagai pengelompokan beberapa daerah pakai isolek tertentu sebagai penutur bahasa/dialek yang sama/berbeda atau penentuan kekerabatan antardialek dalam satu bahasa. Metode kualitatif ini, pada prinsipnya selain dapat digunakan untuk kajian pengelompokan historis bahasa-bahasa juga berkerabat dapat dalam kajian untuk linguistik komparatif, digunakan NTB, NTT, Bali, Maluku, Sulawesi, Sumatra, dan Papua. Oleh sebab itu, perbedaan di

pengelompokkan beberapa daerah pakai isolek ke dalam daerah pemakai bahasa atau dialek yang sama/berbeda, serta penentuan kekerabatan antardialek/subdialek dalam kajian dialektologi diakronis (Mahsun, 2005a). Kesamaan ciri-ciri linguistik dapat berupa kesamaan dalam memelihara unsur bahasa purba (relik), maupun kesamaan dalam melakukan pembaharuan dari unsur bahasa purba yang sama (inovasi bersama). Kesamaan ciri-ciri linguistik dapat mencakupi semua tataran kebahasaan, mulai dari tataran fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan semantik.

Sejauh ini, secara konseptual, penentuan status suatu isolek sebagai bahasa atau dialek dalam banyak literatur penelitian dialektologi di Indonesia belum secara tegas terpilah. Bila dicermati, kedua pendekatan kuantitatif tersebut secara filosofi-metodologis melihat dari sudut pandang yang berlawanan. Apabila dialektologi mendasarkan diri pada penelusuran perbedaan antarisolek yang diperbandingkan dan mengidentifikasi isolek yang berstatus bahasa ke dalam bahasa yang berbeda dan varian dalam satu bahasa sebagai: dialek, subdialek, dan beda wicara; lek-sikostatistik mendasarkan diri pada penelusuran persamaan (historis) antarisolek yang diperbandingkan dan mengidentifikasi apakah isolek tersebut merupakan bahasa yang sama, keluarga bahasa, rumpun bahasa sampai ke level relasi historis yang paling kuno (makrofilum). Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan gambaran perbedaan kategori leksikostatisktik dan dialektometri.

Kegiatan: mencermati dan mendiskusikan perbedaan kategori leksikostatistik dan dialektometri. Perbedaan Kategori Leksikostatistik dan Dialektometri Leksikostatistik Persentase Kategori bahasa 81100% (language) 3780% keluarga (family) 1236% rumpun (stock) 411% mikrofilum 13% 1% mesofilum makrofilum Dialektometri Persentase Kategori 81100% 5180% 3150% 2130% 20 beda bahasa beda dialek beda subdialek beda wicara tidak ada perbedaan -

Selain parameter kuantitatif, juga terdapat parameter kualitatif yang mendasarkan diri pada ciri-ciri kesamaan linguistik, baik yang berupa inovasi maupun relik.

PERTEMUAN XIV ISOGLOS

Isoglos ialah garis imajiner yang ditorehkan di atas peta bahasa. Pada tahap awal, saat konsep ini diperkenalkan, yang dimaksudkan dengan isoglos ialah garis imajiner yang menghubungkan tiap daerah pengamatan yang menampilkan gejala kebahasaan yang serupa, kemudian konsep itu berkembang menjadi garis imajiner yang menyatukan daerah pengamatan yang menampilkan gejala kebahasaan yang serupa (cf. Keraf, 1984: 159).

Selain isoglos, dikenal pula istilah heteroglos yang diperkenalkan oleh Kurath. Heteroglos ialah garis imajiner yang ditorehkan di atas peta bahasa untuk memisahkan munculnya setiap gejala bahasa berdasarkan wujud atau sistem yang berbeda. kesamaam maksud tetapi dengan sudut pandang Jadi, di sini ada dan fungsi yang

berbeda. Perbedaannya yaitu, isoglos berfungsi menyatukan DP yang menampilkan gejala kebahasaan yang serupa, sedangkan heteroglos berfungsi memisahkan DP yang menampilkan gejala kebahasaan yang sama (Lauder, 1993: 88). Untuk selanjutnya, istilah isogloslah yang akan digunakan dalam tulisan ini. Beberapa isoglos yang dihimpun dan ditorehkan terus dalam sebuah peta akan membentuk berkas isoglos. Torehan berkas isogloss dapat menunjukkan perbedaan atau persamaan suatu DP dengan DP lainnya. Pemetaan berkas isoglos leksikal dapat dilakukan per medan makna seperti halnya penghitungan dialektometri yang juga dapat dilakukan per medan makna. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pada medan makna apa dan DP mana terjadi penebalan berkas isoglos. Kemudian, peta berkas isoglos leksikal secara keseluruhan dapat dihimpun dari berkas isoglos per medan makna yang telah dilakukan. Selain peta berkas isoglos leksikal, dibuat juga peta berkas isoglos fonologis. Peta berkas isoglos fonologis langsung dibuat secara keseluruhan (tidak per medan makna) karena garis-garis isoglosnya dapat saja berupa korespondensi. Kedua peta berkas isoglos itu dapat dipakai sebagai bahan bandingan penentuan batas dialek dan subdialek. Berikut ini ialah rincian cara menorehkan isoglos dalam peta bahasa.

(1) Dilakukan pemberian simbol-simbol tertentu pada masing-masing berian. Berian yang mempunyai gejala kebahasaan yang serupa menggunakan simbol yang sama. (2) Penyatuan berian yang mempunyai simbol yang sama dengan garis isoglos. Garis itu dapat melengkung atau lurus dan digambar di antara DP itu. Berbeda dengan penghitungan dialektometri yang memperlakukan dua berian atau lebih pada satu DP sama dengan DP lainnya jika ada salah satu berian yang sama di DP lainnya itu; dalam pembuatan isoglos, satu DP yang mempunyai dua berian atau lebih yang salah satunya sama dengan DP lainnya tetap diakui keberadaannya (dua berian atau lebih) itu dengan cara menggoreskan garis tepat pada nomor DP yang dimaksudkan. Contoh:

1 2

3 4

= nanm = nandr Pada penghitungan dialektometri, DP 2 di atas dianggap sama dengan DP 1, DP 3, DP 4. Adapun dalam pembuatan isoglos, isoglos yang dimaksudkan membelah DP 2 itu menjadi dua bagian. (3) Isoglos yang daerah sebar beriannya paling luas lebih didahulukan. (4) Pengupayaan untuk selalu membuat garis yang letaknya selalu sama untuk setiap peta isoglos kecuali pada bagian ujungnya sehingga pada pembuatan peta berkas isoglos garis-garis itu akan menumpuk dalam peta dengan ujung yang berbeda! Contoh: Berdasarkan gambar penjelas no.2, tidak disarankan membuat isoglos lainnya seperti berikut {bertanda silang (X)}.

1 X 2 3 4

Disarankan membuat isoglos seperti berikut.. 1 2

3 4

(4) Pengelompokan peta bahasa berdasarkan medan maknanya (isoglos leksikal) atau berdasarkan pola fonologinya (isoglos fonologis). (5) Penyalinan dan penghimpunan isoglos dalam sejumlah medan makna yang ada (untuk isoglos leksikal) dan dilakukan penyalinan dan penghimpunan semua isoglos itu dalam satu peta berkas isoglos leksikal. (6) Penyalinan dan penghimpunan isoglos fonologis dalam peta berkas isoglos fonologis. Peta Peraga

Peta peraga adalah peta yang berisi tabulasi data yang diperoleh agar data tersebut terdeskripsikan secara geografis (Mahsun, 1995:59). Peta peraga ini dapat dijadikan dasar dalam pembuatan peta isoglos.

Ada tiga teknik pembuatan peraga, yaitu (1) peta yang menggunakan sistem langsung, (2) peta yang menggunakan sistem petak, (3) peta yang menggunakan sistem lambang (Ayatrohaedi, 1983:53). Peta dengan sistem langsung berarti berian-berian pada tiap DP langsung dituliskan dalam peta. Peta dengan sistem petak berarti DP yang memiliki berian yang serupa akan dihubungkan dengan garis sehingga akan tampak petak-petak dalam peta. Peta dengan sistem lambang berarti mengubah berian-berian ke dalam bentuk lambang sehingga yang dituliskan dalam peta adalah lambang.

PENGAYAAN DESKRIPSI BENTUK-BENTUK LINGUISTIK Dalam penelitian dialektologi, dapat dilakukan deskripsi bentuk-bentuk linguistik yang ada. Deskripsi perbedaan antar-DP itu menggunakan dasar kemiripan bentuk dan makna serta perbedaan/perubahan bentuk dan kesamaan makna. Perbedaan fonologis dapat dikaji lewat runutan bentuk tuanya atau proto bahasanya. Jadi, jika beberapa bentuk merupakan turunan dari bentuk proto yang sama (dan dapat dilihat secara sinkronis) berarti ada perbedaan fonologis antarbentuk itu, misalnya: mati meninggal dan mati meninggal merupakan perbedaan fonologis karena keduaduanya dapat ditelusur berasal dari bentuk tua yang sama, yaitu *matey meninggal (Blust, 1981). Dalam perbedaan itu dapat dilihat dan dirunut jenis-jenis perubahan bunyi yang menyertainya. Dalam hal ini, perubahan bunyi yang muncul secara teratur akan disebut korespondensi, sedangkan perubahan bunyi yang munculnya secara sporadis akan disebut dengan variasi (Mahsun, 1995: 28). Adapun jenis-jenis perubahan bunyi yang

dimaksudkan dan mungkin terdapat di DP

di antaranya ialah (cf.

Crowley, 1987: 25 56; Kridalaksana, 1993; Mahsun, 1995: 34 38; Mees, 1967: 65; McMahon, 1994: 1528 ; Nida, 1963: 21 36): (1) asimilasi Asimilasi merupakan proses perubahan bunyi yang mengakibatkan suatu bunyi menjadi mirip atau sama dengan bunyi di dekatnya. Asimilasi ini dapat bersifat progresif atau regresif. Asimilasi progresif terjadi jika proses perubahan bunyi itu menjadi mirip atau sama dengan bunyi yang mendahuluinya. Adapun asimilasi regresif ialah proses perubahan bunyi yang membuat suatu bunyi menjadi mirip atau sama dengan bunyi yang mengikutinya. Misalnya: sik l > sek l 'kaki'. (2) disimilasi Disimilasi merupakan proses perubahan bunyi yang mengakibatkan suatu bunyi yang sama atau mirip menjadi berbeda dengan bunyi yang ada di dekatnya. Misalnya: spuluh > spulh 'spuluh'. (3) metatesis Metatesis merupakan perubahan letak huruf, bunyi, atau suku kata dalam suatu leksem. Misalnya: menulis'. (4) kontraksi4 Kontraksi merupakan proses pemendekan yang meringkas suatu leksem atau gabungan leksem. Misalnya: tidak > tak. (5) pelesapan bunyi Pelesapan bunyi terdiri atas aferesis, sinkope, apokope, dan haplologi. Aferesis ialah pelesapan bunyi atau kata pada posisi awal. Misalnya: wudun > udun 'bisul'. Sinkope merupakan pelesapan bunyi pada posisi tengah kata. Misalnya:
4

rontal > lontar 'nama sejenis daun yang digunakan untuk

Pendefinisian kontraksi oleh beberapa sumber merujuk pada dua definisi. Yang pertama menyatakan bahwa kontraksi ialah perpaduan dua buah bunyi atau lebih menjadi satu bunyi: daun > don 'daun', ni+ ein > nein 'sembilan' (Mahsun, 1995: 36 37). Yang kedua menyatakan bahwa kontraksi ialah (1) proses/hasil pemendekan suatu bentuk kebahasaan: tidak > tak (Moeliono, 1988: 458) ; (2) pelesapan silabe pada posisi tengah atau akhir kata: university > uni , atau dapat juga berwujud singkatan atau akronim (Crowley,1987: 31: Crowley menyebutnya dengan istilah kompresi), (3) proses pemendekan yang meringkas leksem dasar atau gabungan leksem: tidak > tak, peluru kendali > rudal (Kridalaksana, 1993: 121).

wruju> wruju 'anak termuda'. Apokope ialah pelesapan bunyi pada bagian ujung atau akhir kata. Misalnya: gth > gte 'darah'. Adapun haplologi ialah proses pelesapan satu atau dua bunyi yang bersamaan dan berurutan. Misalnya: nini > ni. 'panggilan untuk wanita tua'. (6) penambahan bunyi Penambahan bunyi terdiri atas protesis, epentesis, dan paragog. Protesis ialah penambahan bunyi pada posisi awal kata. Misalnya: la > la 'nama sejenis burung'. Epentesis ialah penambahan bunyi pada posisi tengah kata. Misalnya: aba > abya 'merah'. Adapun paragog ialah penambahan bunyi pada bagian ujung atau akhir kata. Misalnya: dw >dw (7) lenisi Lenisi sering disebut juga pelemahan atau pelembutan. Jadi, dalam lenisi terjadi proses perubahan bunyi dari bunyi yang lebih kuat ke bunyi yang lembut. Misalnya : lmud > lmt 'nyamuk'. Bunyi yang lembut atau lenis ini biasanya diakronimkan dengan bunyi kuat atau fortis (Kantner dan Robert West, 1960: 60; Tiffany dan James Carell, 1987: 100101). (8) sandhi Sandhi (dalam bahasa Sansekerta) berarti 'luluh'. Jadi, jika dalam rangkaian bentuk dasar dan afiks atau dalam rangkaian dua kata ada dua vokal yang berturut-turut, kemudian bunyi itu luluh, hal itu disebut sandhi. Misalnya dalam BJK: a + umah = omah (Zoetmulder dan Poedjawijatna, 1992: 4 5). (9) disonansi Disonansi merupakan perubahan bunyi dengan sengaja supaya tidak ada bunyi yang sama (khususnya kontoid ) dalam sebuah kata. Misalnya: rwa-rwa > roro > loro 'dua'. (10) palatalisasi Palatalisasi merupakan perubahan kualitas bunyi yang dihasilkan karena naiknya lidah ke arah palatum. Bunyi-bunyi palatal yang dimaksudkan ialah [c, j, ,,y]. Berikut ini ialah contoh palatalisasi (sebagai bunyi yang ditambahkan): 'panjang'.

aba > abya 'merah'. Selain kesepuluh perubahan bunyi tersebut masih ada beberapa perubahan bunyi lain yang masih dapat ditelusur, semuanya bergantung pada data yang tersedia (cf. McMahon, 1994). Yang perlu diperhatikan adalah, istilah A berubah menjadi B mengandung makna bahwa A pasti lebih dahulu keberadaannya, dan B lebih kemudian keberadaannya. Dengan kata lain, pada saat berubah itu, A lebih tua daripada B. PENENTUAN FONEM Dalam penelitian dialektolgi, data yang berlimpah dapat juga digunakan untuk menentukan jumlah fonem yang ada. Dalam hal ini dapat digunakan penentuan fonem dengan pasangan minimal yang dilanjutkan dengan distribusinya (Samsuri, 1987: 131; Hyman, 1975: 60). Ketentuan: Bunyi-bunyi bahasa yang secara fonetis mirip digolongkan ke dalam kelas-kelas bunyi atau fonem-fonem yang berbeda, apabila terdapat pertentangan di dalam lingkungan yang sama atau mirip. Bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip dan terdapat dalam kontribusi yang komplementer dimasukkan ke dalam fonem yang sama Contoh Data (dalam Bahasa Indonesia) [pagi] [bagi] [tari] [dari] [kita] [gita] [cura] [jura] [kar] [kal] [ssal] [atap] [adat] [sara] [sba] [agar] [akar] [sra] [kras] [tras] [lima] [satu] [sudu] [tah] [paras] [bras] [tanah] [akal] [timah] [hati]

Langkah 1: mencatat bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip: [p]-[b], [t]-[d], [c]-[j], [k]-[g], [l]-[r], [m]-[n], [n]-[], []-[], []-[a] Langkah 2: mencatat bunyi-bunyi selebihnya [s], [h], [i], [u]

Langkah 3: Dengan dasar kontras karena lingkungan yang sama/mirip, bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip itu dianggap sebagai fonem yang berlainan (konsep pasangan minimal). [p]-[b] pagi-bagi tari-dari cura-jura kita-gita akal-akar timah-tanah tanah-tah sra-sara /p/-/b/

Langkah 4: Dengan dasar hubungan yang komplementer, bunyi yang secara fonetis mirip dianggap sebagai fonem yang sama. Norma fonem adalah bunyi yang paling sedikit dibatasi (secara distribusi). []-[]: [sba]-[ssal] [sra] [tah] [bras] [kras] [] terdapat di antara bunyi sibilan, [] di lingkungan lainnya. Jadi, keduanya terdapat dalam lingkungan yang komplementer. Langkah 5: semua bunyi yang terdapat pada langkah kedua dianggap sebagai fonem tersendiri. [s], [h], [i], [u]. Jadi, ada 19 fonem (berdasarkan data yang ada)

PENENTUAN MORFEM Dalam penelitian dialektolgi, data yang berlimpah dapat juga digunakan untuk menentukan morfem yang ada. Dalam hal ini dapat digunakan penentuan morfem dengan langkah sebagai berikut (Samsuri, 1987: 131).

1) Bentuk-bentuk berulang yang mempunyai pengertian yang sama, termasuk morfem yang sama. 2) Bentuk-bentuk yang mirip (susunan fonem-fonemnya) yang mempunyai pengertian yaang sama, termasuk morfem yang sama apabila perbedaanperbedaannya daapat diterangkan secara fonologis. 3) Bentuk-bentuk yang berbeda susunan fonem-fonemnya, yang tidak dapat diterangkan secara fonologis perbedaan-perbedaannya masih dapat dianggap sebagai alomorf-aalomorf daari morfem yang sama atau mirip, asal perbedaan-perbedaan itu dapat diterangkan secara morfologis. 4) Bentuk-bentuk yang sebunyi (homofon) merupakan: (1) morfem yang berbeda apabila berbeda pengertiannya: sedang (cukup, lagi), (2) morfem yang sama apabila pengertiannya yang berhubungan (atau sama)) diikuti oleh distribusi yang berlainan: kaki gunung, kaki meja, (3) morfem yang beerbeda biarpun pengertiannya berhubungan tetapi sama distribusinya: kursi tempat duduk atau kedudukan. 5) Suatu bentuk bisa dinyatakan sebagai morfem apabila: (1) berdiri sendiri, (2) merupakan perbedaan yang formal dalam suatu deretan struktur, (3) terdapat di dalam kombinasi dengan unsur lain yang berdiri sendiri atau di dalam kombinasi yang lain pula: segi-tiga. 6) Jika suatu bentuk terdapat dalam kombinasi satu-satunya dengan morfem lain, dianggap morfem; jika dalam deretan struktur terdapat perbedaan yang bukan merupakan perbedaan bentuk, melainkan kekosongan, maka itu dianggap sebagai: morfem tersendiri (bila deretan struktur berurusan dengan morfem) dan alomorf suatu morfem/morfem tanwujud (bila berurusan dengan alomorf suatu morfem). Data 1. ko-ma 2. iko-ma 3. iko-ma 4. ako-ma 5. ko-ya 6. iko-ya B mm mn m burung burungnya burungku burungku itik itiknya bantu desah jadi 7. iko-ya 8.ako-ya 9.pey 10. ipey 11.ipey 12. apey C ber itikmu itikku jari jarinya jarimu jariku tani angkat geser

m m

gosok lihat

be bel

kerja ternak ajar

Selanjutnya, perbedaan morfologis dalam penelitian dialektologis dapat dipumpunkan (difokuskan) dapat dipumpunkan pada salah satu proses morfologis, yaitu afiksasi. Misalnya perbedaan yang terjadi sebagai akibat proses morfofonemis (cf. Bauer, 1988: 116; Ramlan, 1987; Matthews, 1991: 145). Contoh morfofenemis yang terjadi di di DP: /klambi/ baju + /-an/ > /klambian/ atau /klambn/ berbaju.

Perbedaan yang bersifat zero menunjukkan berian yang sama pada semua DP. Jadi, tidak ada perbedaan di situ.

Perbedaan Sintaktis Adapun perbedaan sintaktis yang dideskripsikan dari tabulasi data kalimat dipumpunkan pada perbedaan urutannya (cf. Ramlan, 1988; Sudaryanto, 1991; Moehnilabib, 1979). Selanjutnya, jika bahasa yang diteliti mengenal tingkat tutur dan menyediakan data mengenai tingkat tutur itu, perbedaan tingkat tutur pada bentuk krama pada masing-masing DP dan deskripsi bentuk krama-nya dapat juga diteliti. PENGARUH BAHASA LAIN SERTA KEBERADAAN DAERAH RELIK DAN DAERAH INOVATIF Berdasarkan peta yang dibuat dapat diperikan gambaran umum mengenai situasi kebahasaan yang ada, terutama pada kekhasan situasi kebahasaan yang ada di DP, baik dalam tataran deskripsi perbedaan leksikal, fonologis, morfogis, atau sintaktis Faktor sejarah (ekstralinguistik) diduga juga ikut berperan dalam hal terjadinya perbedaan antar-DP. Faktor sejarah yang dimaksudkan misalnya: hubungan antar-DP pada masa lalu, ekspansi masa lalu, bahkan hubungan DP sampai saat ini. Dalam hal ini, deskrispi pengaruh bahasa lain bisa jadi merupakan simpulan tidak langsung dari beberapa deskripsi yang telah dilakukan. Pengaruh ini akan menunjukkan daerah sebar bahasa lainnya.

Selanjutnya, penentuan daerah relik dan daerah inovatif ditentukan dengan menggunakan penghitungan leksikal dan fonologis. Kedua penghitungan itu dapat menggunakan patokan bentuk-bentuk yang sama/mirip dengan bentuk tua atau bentuk protonya. Berdasarkan kesamaan bentuk dan makna yang ada dalam bahasa yang lebih tua dengan yang ada dalam DP itulah ditentukan daerah relik dan daerah inovatif. Daerah relik ialah daerah yang beriannya mengandung kesamaan paling banyak dengan bentuk tuanya sedangkan daerah inovatif ialah daerah yang tergolong paling sedikit kesamaannya dengan bentuk tua/bentuk protonya

6.

MANFAAT DATA

Berdasarkan apa yang telah dibahas, ternyata data yang disediakan untuk penelitian dialektologi dapat bermanfaat untuk berbagai penelitian, di antaranya untuk: Peta Bahasa 1) Peta bahasa/dialek berdasarkan penghitungan dialektometri fonologis 2) Peta bahasa/dialek berdasarkan penghitungan dialektometri leksikal 3) Peta permutasi (jarak kosakata) 4) Peta bahasa/dialek berdasarkan berkas isoglos 5) Peta daerah relik dan daerah inovatif 6) Peta pengaruh bahasa lain berdasarkan deskripsi diakronis Deskripsi 1) Deskripsi perbedaan fonologis 2) Deskripsi perbedaan leksikal 3) Deskripsi perbedaan morfologis 4) Deskripsi perbedaan sintaktis 5) Identifikasi perbedaan 6) Variasi dialektal Selain itu, kemungkinan masih dapat dikembangkan pula berbagai penelitian lain, misalnya: penentuan fonem, penentuan morfem, kaidah sintaksis, dll.

PENGAYAAN II

A.TUJUAN
Bagian ini menyajikan dua topik, yaitu (1) Torehan Peta Bahasa dan (2) Interpretasi Peta. Kedua topik itu diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang torehan peta bahasa dan cara menginterpretasinya. Oleh sebab itu, setelah mempelajari bahan pelatihan ini diharapkan pembaca dapat:
1)

menjelaskan dialektometri,

peta

bahasa

yang

mengandung

torehan

segi

banyak

2) menjelaskan peta bahasa yang mengandung torehan berkas isoglos,


3)

melakukan interpretasi terhadap peta bahasa Disarankan untuk mendisuksikan setiap topik yang disajikan supaya lebih

memnudahkan pemahaman dan menjalin kebersamaan dalam persatuan.

B. MATERI
1. TOREHAN PETA BAHASA Peta bahasa merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukan posisi bahasa, dialek, atau subdialek dalam dalam suatu wilayah tertentu. Dari sisi hasil anlisis dan tampilan, peta bahasa dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, antara lain: (1) peta dengan pembeda warna (batas bahasa, dialek, dan subdialek yang berbeda diberi warna yang berbeda); (2) peta dengan pembeda garis penegas beda bahasa, beda dialek, dan beda subdialek dengan wujud segibanyak dialektometri, (3) peta dengan pembeda penebalan berkas isoglos.

Peta dengan pembeda warna tidak disajikan di sini karena masalah teknis 2 penampilan. Adapun dua jenis peta lainnya, yaitu peta hasil segibanyak dialektometri dan peta berkas isoglos adalah sebagai berikut. 2

1
(1) Peta segibanyak dialektometri Contoh: Pulau X

B
1

beda bahasa beda dialek beda subdialek tanpa beda

(2)

Peta Berkas Isoglos A

Bandingkan dengan peta segibanyak dialektometrinya sebagai berikut.

2. INTERPRETASI PETA Contoh pertama, yakni peta Pulau X menggambarkan bahwa di pulau itu ada dua bahasa, yakni bahasa A dan bahasa B. Selain itu ada juga dua dialek, yakni dialek A2,3 dan dialek B2,3. Subdialek ada 6, yakni subdialek (1) A1, (2) A2, (3) A3, (4) B1, (5) B2, (6) B3. Adapun daerah B1 dan B3 tidak ada perbedaan. Adapun peta berkas isoglos pada contoh (2) menunjukkan adanya penebalan pada bagian ujung kanan. Hal itu ternyata sesuai dengan hasil peta segibanyak dialektometri menunjukkan bahwa daerah 32 dan 33 di ujung kanan merupakan daerah yang berbeda dialek dengan daerah lainnya, sedangkan daerah 30 dan 31 masing-masing merupakan subdialek yang berbeda (penebalan pada daerah tersebut tampak juga pada peta berkas isoglos).

Anda mungkin juga menyukai