DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
HESTI LESTARI
ANDRIANI SULASTRI
KELAS B 2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alih kode dan campur kode sering kali terjadi dalam berbagai percakapan masyarakat,
alih kode dan campur kode dapat terjadi di semua kalangan masyarakat, status sosial seseorang
tidak dapat mencegah terjadinya alih kode maupun campur kode atau sering disebut multi
bahasa. Masyarakat yang multi bahasa muncul karena masyarakat tutur tersebut mempunyai atau
menguasai lebih dari satu bahasa yang berbeda-beda sehingga mereka dapat menggunakan
pilihan bahasa tersebut dalam kegiatan berkomunikasi. Dalam kajian sosiolinguistik, pilihan-
pilihan bahasa tersebut kemudian dibahas karena hal ini merupakan aspek penting yang dikaji
dalam suatu ilmu kebahasaan.
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Ohoiwutun (2007:71) mengatakan alih kode (code switching), yakni peralihan pemakaian
dari suatu bahasa atau dialek ke bahasa atau dialek lainnya. Alih bahasa ini sepenuhnya terjadi
karena perubahan-perubahan sosiokultural dalam situasi berbahasa. Perubahan-perubahan yang
dimaksud meliputi faktor-faktor seperti hubungan antara pembicara dan pendengar, variasi
bahasa, tujuan berbicara, topik yang dibahas, waktu dan tempat berbincang. Lebih lanjut Apple
dalam Chaer (2004:107) mengatakan, alih kode yaitu gejala peralihan pemakaian bahasa karena
berubahnya situasi.
Ditambahkan oleh Hymes bahwa alih kode bukan hanya terbagi antar bahasa, tetapi dapat
juga terjadi antar ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Sebagai contoh
peristiwa peralihan yang terjadi dalam suatu kelas yang sedang mempelajari bahasa asing
(sebagai contoh bahasa Jerman). Di dalam kelas tersebut secara otomatis menggunakan dua
bahasa yaitu, bahasa Indonesia dan bahasa Jerman. Kemudian terjadi percakapan dalam suatu
bahasa nasional (contoh bahasa Indonesia) lalu tiba-tiba beralih ke bahasa daerah (contoh
bahasa Bugis), maka kedua jenis peralihan ini juga disebut alih kode.
Nababan (1991:32) mengatakan campur kode yaitu suatu keadaan berbahasa lain ialah
bilamana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak
bahasa tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut percampuran bahasa itu.
Maksudnya adalah keadaan yang tidak memaksa atau menuntut seseorang untuk mencampur
3
suatu bahasa ke dalam bahasa lain saat peristiwa tutur sedang berlangsung. Jadi penutur dapat
dikatakan secara tidak sadar melakukan percampuran serpihan-serpihan bahasa ke dalam bahasa
asli.
Pada prinsipnya campur kode merupakan pencampuran bahasa kedua ke dalam struktur
bahasa pertama.
c. Alih kode intern yaitu alih kode yang berlangsung antarbahasa sendiri, seperti dari bahasa
Indonesia ke bahasa Jawa, atau sebaliknya.
d. Alih kode ekstern yaitu alih kode yang terjadi antara bahasa lokal (tuturmya) dengan
bahasa asing.Contohnya bahasa Indonesia ke bahasa Jerman, atau sebaliknya.
2. Jenis-jenis Campur Kode
1) Campur Kode Ke Luar (Outer Code-Mixing)
Yaitu campur kode yang berasal dari bahasa asing atau dapat dijelaskan bahasa asli
yang bercampur dengan bahasa asing. Contohnya bahasa Indonesia – bahasa Inggris –
bahasa Jepang, dll
2) Campur Kode Ke Dalam (Inner Code-Mixing)
4
Yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya.
Contohnya bahasa Indonesia-bahasa Makassar -bahasa Bugis -Bahasa Manado (lebih ke
dialek), dll.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa alih kode, seperti
yang dikemukakan Chaer (2004:108), yaitu:
a. Penutur
Perilaku atau sikap penutur, yang dengan sengaja beralih kode terhadap mitra
tutur karena tujuan tertentu. Misalnya mengubah situasi dari resmi menjadi tidak
resmi atau sebaliknya.
b. Lawan Tutur
Mitra tutur atau lawan tutur dapat menyebabkan peristiwa alih kode. Misalnya
karena si penutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa lawan tuturnya.
Dalam hal ini biasanya kemampuan berbahasa si lawan tutur kurang atau agak
kurang karena mungkin bahasa tersebut bukan bahasa pertamanya. Jika lawan
tutur yang latar belakang kebahasaannya sama dengan penutur biasanya beralih
kode dalam wujud alih varian (baik regional maupun sosial), ragam, gaya, atau
register. Kemudian bila lawan tutur berlatar belakang kebahasaan berbeda
cenderung alih kode berupa alih bahasa.
c. Hadirnya penutur ketiga
Kehadiran orang ketiga atau orang lain yang tidak berlatar belakang bahasa yang
sama dengan bahasa yang sedang digunakan oleh penutur dan lawan tutur dapat
menyebabkan peristiwa alih kode. Untuk menetralisasi situasi dan menghormati
kehadiran mitra tutur ketiga, biasanya penutur dan mitra tutur beralih kode,
apalagi bila latar belakang kebahasaan mereka berbeda.
d. Topik pembicaraan
Pokok Pembicaraan atau topik merupakan faktor yang dominan dalam
menentukan terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan yang bersifat formal
biasanya diungkapkan dengan ragam baku, dengan gaya netral dan serius dan
5
pokok pembicaraan yang bersifat informal disampaikan dengan bahasa tak baku,
gaya sedikit emosional, dan serba seenaknya.
e. Untuk sekedar bergengsi
Walaupun faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor sosio-situasional tidak
mengharapkan adanya alih kode, terjadi alih kode, sehingga tampak adanya
pemaksaan, tidak wajar, dan cenderung tidak komunikatif.
6
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Alih kode (code switching) adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain.
Misalnya penutur menggunakan bahasa Indonesia beralih menggunakan bahasa Bugis. Alih kode
merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa (languagedependency) dalam masyarakat
multilingual. Dalam masyarakat multilingual sangat sulit seorang penutur mutlak hanya
menggunakan satu bahasa. Dalam alih kode masing-masing bahasa masih cenderung mendukung
fungsi masing-masing dan masing-masing fungsi sesuai dengan konteksnya.
Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa
secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya
berhubungan dengan karakteristik penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan.
Biasanya ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena
keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada
keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi.
7
DAFTAR PUSTAKA
http://marcopangngewa.blogspot.co.id/2012/01/alih-kode-dan-campur-kode.html
http://anaksastra.blogspot.co.id/2009/02/alih-kode-dan-campur-kode.html
http://dianamayasarikanaso.blogspot.co.id/2013/06/alih-kode-dan-campur-kode-dalam-kajian.html
https://indonesiasaram.wordpress.com/2007/01/06/campur-kode/