Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KONSEP MATEMATIKA SD
TEORI BELAJAR MATEMATIKA SD

Dosen Pengampu :Zulqoidi R. Habibie, M.Pd

Disusun Oleh :
 Andre gunawan (201014286206178)
 Desi Fita Noviyanti (201014286206183)
 Diah Dwi Utami (201014286206184)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH


MUARA BUNGO

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang sudah melimpahkan rahmat, taufik, dan
hidayah- Nya sehingga kami bisa menyusun makalah yang berjudul “Teori Belajar Matematika
SD” ini dengan baik serta tepat waktu.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas Pembelajaran Matematika SD yang diberikan
oleh dosen pembimbing,dan makalah ini kami susun untuk membantu mengembangkan
kemampuan pemahaman pembaca terhadap pembelajaran mengenai apa saja Teori Belajar
Matematika SD. Mudah- mudahan makalah yang kami buat ini bisa menambah pengetahuan kita
semua menjadi lebih luas lagi. Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas
dari bantuan berbagai media dan proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki sehingga makalah ini dapat kami selesaikan.
Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna
kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah
Pembelajaran Matematika SD. Atas perhatian serta waktunya, kami sampaikan banyak terima kasih.

Wassalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Muara Bungo, Maret 2021

Penyusun.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................ ii

DAFTAR ISI..............................................................................................................................................iii

BAB 1........................................................................................................................ 错误!未定义书签。

PENDAHULUAN..................................................................................................... 错误!未定义书签。

1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................................错误!未定义书签。

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 错误!未定义书签。

1.3 Tujuan.............................................................................................................. 错误!未定义书签。

BAB II........................................................................................................................错误!未定义书签。

PEMBAHASAN........................................................................................................ 错误!未定义书签。

2.1 pengertian teori belajar.....................................................................................错误!未定义书签。

2.2 Teori Belajar Menurut Piaget..........................................................................错误!未定义书签。

2.3 Teori Menurut Bruner...................................................................................... 错误!未定义书签。

2.3 Teori Belajar Menurut Brownell......................................................................错误!未定义书签。

2.4 Teori Belajar Menurut Dewey......................................................................... 错误!未定义书签。

2.5 Teori Belajar Menurut Skemp..........................................................................错误!未定义书签。

2.6 Teori Belajar Menurut Z. P. Dienes.................................................................错误!未定义书签。

2.7 Teori Belajar Menurut Van Heile.................................................................... 错误!未定义书签。

BAB III...................................................................................................................... 错误!未定义书签。

PENUTUP..................................................................................................................错误!未定义书签。

3.1 kesimpulan....................................................................................................... 错误!未定义书签。

3.2 saran dan kritik.................................................................................................错误!未定义书签。

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 错误!未定义书签。

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pendidikan Matematika berkembang sesuai waktu dan tuntutan zaman.IPTEK yang
berperan mempengaruhi perkembangan pendidikan matematika kita.Sehingga perubahan-
perubahan tersebut berdampak pada perubahan pandangan kita pada hakekat matematika dan
pembelajarannya.Perubahan di atas berdampak pada perubahan substansi kurikulum
Indonesia.
Perubahan pandangan kita terhadap matematika tidak terlepas dari teori belajar yang
mendukungnya.Pembelajaran secara perlahan mengalami perubahan dalam tujuan
peningkatan prestasi siswa yang masih mengalami keterpurukan jika dibanding dengan
bangsa lain. Beberapa pendekatan pembelajaran yang mempengaruhi peningkatan kualitas
pembelajaran pendidikan matematika Indonesia.Oleh karena itu, kami akan menjelaskan
teori belajar matematika menurut Piaget,Bruner,Brownell,Dewey,Skemp,Dienes, Dan Van
Hiela.

1.2 Rumusan Masalah


a. Pengertian teori pembelajaran?
b. Apa Saja Teori Belajar Menurut Piaget?
c. Apa Saja Teori Belajar Menurut Bruner?
d. Apa Saja Teori Belajar Menurut Brownell?
e. Apa Saja Teori Belajar Menurut Dewey?
f. Apa Saja Teori Belajar Menurut Skemp?
g. Apa Saja Teori Belajar Menurut Dienes?
h. Apa Saja Teori Belajar Menurut Van Hiela?

1
1.3 Tujuan
a. Untuk Mengetahui Pengertian Teori Belajar dalam matematika
b. Untuk Mengetahui Teori Belajar Menurut Piaget
c. Untuk Mengetahui Teori Belajar Menurut Bruner
d. Untuk Mengetahui Teori Belajar Menurut Brownell
e. Untuk Mengetahui Teori Belajar Menurut Dewey
f. Untuk Mengetahui Teori Belajar Menurut Skemp
g. Untuk Mengetahui Teori Belajar Menurut Dienes
h. Untuk Mengetahui Teori Belajar Menurut Van Hiela

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Belajar

Teori belajar atau teori perkembangan mental menurut Ruseffendi (1988) adalah
berisi uraian tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi terhadap mental
peserta didik. Sementara itu, pengertian tentang belajar itu sendiri berbeda-beda menurut
teori belajar yang dianut seseorang. Menurut pandangan modern menganggap bahwa belajar
merupakan kegiatan mental seseorang sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Perubahan
tersebut dapat dilihat ketika siswa memperlihatkan tingkah laku baru, yang berbeda dari
tingkah laku sebelumnya. Selain itu, perubahan tingkah laku tersebut dapat dilihat ketika
seseorang memberi respons yang baru pada situasi yang baru (Gledler, 1986). Hudoyo (1998)
menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang berlangsung dalam mental seseorang,
sehingga terjadi perubahan tingkah laku, di mana perubahan tingkah laku tersebut
bergantung kepada pengalaman seseorang.

2.2 Teori Belajar Menurut Piaget


Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, artinya proses yang
didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistem saraf. Makin bertambah umur
seseorang, maka makin kompleks susunan sel saarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya
(Travers, 1976 ). Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis
dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualiatif di dalam
struktur kognitifnya. Piaget Menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda
usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Piaget membagi perkembangan ini ke dalam empat periode, yaitu sebagai berikut.

(1) Periode Sensori Motor (0 – 2 tahun ).


Pada periode ini tingkah laku anak bersifat motorik dan anak menggunakan sistem penginderaan
untuk mengenal lingkungannya untuk mengenal objek. Pada waktu lahir anak hanya melakukan
kegiatan-kegiatan refleks. Gunarsa (1982:153) merinci periode ini ke dalam enam sub masa
perkembangan, yaitu sebagai berikut:
 Aktifitas refleks atau modifikasi dari refleks-refleks:0-1 bulan.
 Reaksi pengulangan pertama (koordinasi tangan dan mulut): 1-4 bulan.
 Reaksi pengulangan kedua (koordinasi tangan-mata): 4-10 bulan.

3
 Koordinasi reaksi-reaksi sekunder (pengkoordinasian dua skema): 0-12 bulan.
 Reaksi pengulangan ketiga (cara-cara baru melalui eksperimen yang dapat diikuti): 12-18 bulan.
 Permulaan berpikir (perkembangan internal, cara-cara baru melakukan kombinasi-kombinasi
mental): 18-24 bulan. Perubahan utama pada sensori motor ini adalah perkembangan bergerak dari
kegiatan refleks ke perlambangan.

(2) Periode Pra Operasional (2 – 7 tahun)


Pada periode ini secara kualitatif, pemikiran anak merupakan kemajuan dari periode sensori
motor.Pemikiran anak tidak lagi dibatasi oleh kejadian-kejadian perseptual dan motorik
langsung.Pemikiran anak telah sungguh-sungguh simbolik dan urutan-urutan tingkah laku dapat
dimunculkan dalam pikiran anak tidak terbatas pada kejadian-kejadian fisis dan nyata.Periode ini
ditandai dengan perkembangan bahasa yang pesat (2-4 tahun), tingkah laku bersifat egosentrik dan non
sosial (Gredler, 1992).
Pada periode ini anak dapat melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau mengamati sesuatu
model tingkah laku dan mampu melakukan simbolisasi.Perhatian pada dua dimensi belum dapat
dilakukananak.Hal ini oleh Piaget diistilahkan dengan konsentrasi/memusat.

(3) Periode Operasi Kongkrit (7-11 tahun)


Pada periode ini, anak sudah mampu menggunakan operasi.Pemikiran anak tidak lagi di
dominasi oleh persepsi, sebab anak mampu memecahkan masalah kongkrit secara logis. Anak tidak lagi
egosentris, ia dapat menerima pandangan orang lain dan bahasanya sudah komunikatif dan sosial.
Pada periode ini, anak sudah dapat memecahkan masalah yang menyangkut konservasi dan kemampuan
reversibility, mampu mengklasifikasi, tetapi belum dapat memecahkan masalah yang bersifat hipotetis.

(4) Periode Operasi Formal ( 11 - > 15 tahun )


Periode operasi formal merupakan tingkat puncak perkembangan struktur kognitif. Anak remaja
berpikir logis untuk semua jenis masalah hipotetis, masalah verbal, dan ia dapat menggunakan
penalaran ilmiah dan dapat menerima pandangan orang lain. Aspek-aspek yang Berhubungan dengan
Perkembangan Kognitif Piaget dalam Dahar (1989:156) mengemukakan ada empat aspek yang besar
yang ada hubungannya dengan perkembangan kognitif. Keempat aspek tersebut, yaitu:
 Pendewasaan;
 Pengalaman fisik;
 Interaksi sosial;
 Ekuilibrasi.

4
2.3 Teori Menurut Bruner
Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap
tingkah laku seseorang. Dalam teorinya, “free discovery learning” ia mengatakan bahwa proses belajar
akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya. Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara
menyusun materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut.
Model pemahaman dari konsep Bruner (dalam Degeng,1989) menjelaskan bahwa pembentukan
konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut
proses berpikir yang berbeda pula. Menurutnya, pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah
banyak menekankan pada perkembangan kemampuan analisis, kurang mengembangkan kemampuan
berpikir intuitif. Padahal berpikir intuitif sangat penting untuk mempelajari bidang sains, sebab setiap
disiplin mempunyai konsep-konsep, prinsip, dan prosedur yang harus dipahami sebelum seseorang
dapat belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui
proses intuitif dan akhirnya sampai pada suatu kesimpulan (discovery learning).
Beberapa prinsip teori Bruner adalah:
1. Perkembangan kognitif ditandai dengan adanya kemajuan menaggapi rangsang
2. Peningkatan pengatahun bergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara
realistis
3. Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau
pada orang lain
4. Interaksi secara sistematis diperlukan antara pembimbing, guru dan anak untuk
perkembangan kognitifnya
5. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif
6. Perkembangan kognitif ditandai denfgan kecakapan untuk mengemukakan bebrapa alternatisf
secara simultan, memilih tindakan yang tepat.
7. Perkembangan kognitif di bagi dalam tiga tahap yaitu enactive, iconic, symbolic.
8. Enaktif yaitu tahap jika seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk emmahami
lingkungan sekitaanya. (gigitan, sentuhan, pegangan)
9. Ikonik, yaitu tahap seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar
dan visualisasi verbal (anak belajar melalui bentuk perumpamaan dan perbandingan
10. Simbolik yaitu tahap seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuan dalam berbahasa dan logika.( anak belajar melalui simbol bahasa,
logika, matematika)
11. Model pemahaman dan penemuan konsep
12. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan memlalui proses
intuitif untuk akhirnya sampai pada kesimpulan (discovery learning)

5
13. Siswa diberi kekebasan untuk belajar sendiri melalui aktivitas menemukan (discovery)

2.3 Teori Belajar Menurut Brownell


Salah satu ahli yang memberikan sumbangan pikiran dalam teori belajar adalah William
Artur Brownell.Pada penelitiannya mengenai pembelajaran anak khususnya pada aritmetika
mengemukakan belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan belajar pengertian
atau yang dikenal dengan Meaning Theory (teori bermakna) dan dalam perkembangannya ia
meletakkan pondasi munculnya matematika baru. Khusus dalam hubungan pembelajaran
matematika di SD, Meaning Theory (teori makna) yang diperkenalkan oleh Brownel
merupakan alternatif dari Drill Theory (teori latihan hafal/ulangan).
Teori Drill dalam pengajaran matematika berdasarkan kepada teori belajar asosiasi
yang lebih dikenal dengan sebutan teori belajar stimulus respon yang dikembangkan oleh
Edward L. Thorndike (1874-1949). Teori belajar ini menyatakan bahwa pada hakikatnya
belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respons. Menurut
hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti
rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau puas ini bisa timbul sebagai akibat siswa
mendapat pujian atau ganjaran sehingga ia merasa puas karena sukses yang diraihnya dan
sebagai akibatnya akan mengantarkan dirinya ke jenjang kesuksesan berikutnya.
Menurut teori drill ikatan antara stimulus (soal) dan respon (jawab) itu bisa dicapai oleh
siswa dengan latihan berupa ulangan (drill), atau dengan kata lain dengan latihan hapal atau
menghapal. Intisari pengajaran matematika menurut teori drill adalah sebagai berikut:

a. Matematika (aritmatika) untuk tujuan pembelajaran (belajar mengajar) dianalisis


sebagai kumpulan fakta (unsur) yang berdiri sendiri dan tidak saling berkaitan.
b. Anak diharuskan untuk menguasai unsur-unsur yang banyak sekali tanpa diperhatikan
pengertiannya.
c. Anak mempelajari unsur-unsur dalam bentuk seperti yang akan digunakan nanti pada
kesempatan lain.
d. Anak akan mencapai tujuan ini secara efektif dan efisien dengan melalui pengulangan
atau drill.
Brownell mengemukakan ada tiga keberatan utama berkenaan dengan teori drill pada
pengajaran matematika.
a. Teori drill memberikan tugas yang harus dipelajari siswa yang hampir tidak mungkin dicapai.
Menurut hasil penelitian menunjukkan anak yang tahu 3 + 6 = 9 ternyata tidak tahu dengan baik,

6
bahwa 6 + 3 = 9. Penelitian lain menunjukkan bahwa penguasaan 3 + 6 = 9 tidak menjamin
dikuasainya 13 + 6 = 19, 23 + 6 = 29 atau 43 + 6 = 49, dan sebagainya.
b. Keberatan yang lainnya berkaitan dengan reaksi yang dihasilkan oleh drill. Pada saat guru
memberikan drill pada keterampilan aritmetika, ia berasumsi bahwa murid akan berlatih
sebagai reaksi dari yang telah ditentukan. Misalkan pada waktu guru memberi tugas 4 + 2 = 6
dan 9 – 5 = 4, ia mengharap semua siswa akan dengan diam berfikir atau mengucapkan dengan
keras, 4 dan 2 sama dengan 6, 9 dikurangi 5 sama dengan 4. Guru percaya dengan sering
mengulanginya akhirnya siswa selalu menjawab 6 dan 4 untuk ke dua tugas tersebut. Kemudian
melalui penelitian diketahui bahwa hanya 40% dari siswa yang dapat menjawab dengan benar
berdasarkan ingatannya. Kegiatan ini menunjukkan bahwa drill tidak menghasilkan respons
otomatis untuk siswa-siswa di kelas 1 dan kelas 2 SD, padahal tugas dan beban belajar mereka
relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan kelas-kelas yang lebih atas.
c. Aritmetika adalah paling tepat dipandang sebagai suatu sistem berpikir kuantitatif. Pandangan
ini merupakan kriteria penilaian suatu sistem pengajaran matematika yang memadai atau tidak.
Jelas dari sudut pandanga ini, teori drill dalam pengajaran aritmetika tidak memadai, sebab
pengajaran melalui drill tidak menyediakan kegiatan untuk berfikir secara kuantitatif. Agar
siswa dapat berfikir secara kuantitatif ia harus mengetahui maksud dari apa yang dipejarinya
(mengerti), yang tidak pernah menjadi perhatian dari sistem pengajaran aritmetika melalui drill
(balapan).

2.4 Teori Belajar Menurut Dewey


Teori ini menyatakan bahwa matematika itu harus mengkaitkan bahan pelajaran dengan situasi
dunia nyata dan mendorong siswa menghubungkan yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari,
pengalaman sesungguhnya dan penerapannya manfaatnya Contoh strategi yang digunakan : authentic,
inkuiri, praktek kerja, pemecahan masalah

2.5 Teori Belajar Menurut Skemp


Richard skemp adalah seorang ahli matematika dan psikologi yang berasal dari Inggris menurut
Richard skamp, belajar terpisah menjadi dua tahap:

Tahap pertama, dengan memanipulasi benda-benda akan memberikan basis bagi siswa untuk
belajar lebih lanjut dan menghayati ide-ide. Richard Skemp mendukung interaksi siswa dengan objek-
objek fisik selama tahap-tahap awal mempelajari konsep. Pengalaman awal ini akan membentuk dasar
bagi belajar berikutnya yaitu pada tingkat yang abstrak atau disebut tahap kedua. Misalkan kita akan
mengenalkan salah satu sifat perkalian, yaitu 2 x 3 = 3x, contoh : kita dapat menggunakan benda-benda

7
kongkret berupa potongan-potongan karton berbentuk persegi sebagai berikut :Disini terdapat dua baris
pada tiap-tiap baris terdapat 3 karton persegi. Dalam matematika model seperti ini dapat dinyatakan
sebagai 2 x 3. karena banyaknya karton seluruhnya ada 6 maka 2 x 4 = 6

2.6 Teori Belajar Menurut Z. P. Dienes


Dienes (dalam Ruseffendi, 1992) berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap
sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur dan
mengkategorikan hubungan-hubungan diantara struktur-struktur. Seperti halnya dengan Bruner, Dienes
mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk
yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa jika benda-benda atau
objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam
pengajaran matematika.

Menurut Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam
permainan tersebut menunjukkan aturan secara kongkret dan lebih membimbing dan menajamkan
pengertian matematika pada anak didik. Dapat dikatakan bahwa objek-objek kongkret dalam bentuk
permainan mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi
dengan baik.

Menurut Dienes, ada tiga jenis konsep matematika yaitu konsep murni matematika, konsep
notasi, dan konsep terapan.

a. Konsep murni matematis


Konsep matematis murni berhubungan dengan klasifikasi bilangan-bilangan dan hubungan-hubungan
antar bilangan, dan sepenuhnya bebas dari cara bagaimana bilangan-bilangan itu disajikan. Sebagai
contoh, enam, 8, XII, 1110 (basis dua), dan Δ Δ Δ Δ, semuanya merupakan contoh konsep bilangan
genap; walaupun masing-masing menunjukkan cara yang berbeda dalam menyajikan suatu bilangan
genap.

b. Konsep notasi

Sifat-sifat bilangan yang merupakan akibat langsung dari cara penyajian bilangan. Fakta bahwa
dalam basis sepuluh, 275 berarti 2 ratusan ditambah 7 puluhan ditambah 5 satuan merupakan akibat dari
notasi nilai tempat dalam menyajikan bilangan-bilangan yang didasarkan pada sistem pangkat dari
sepuluh. Pemilihan sistem notasi yang sesuai untuk berbagai cabang matematika adalah faktor penting
dalam pengembangan dan perluasan matematika selanjutnya.

8
c. Konsep terapan
Penerapan dari konsep matematika murni dan notasi untuk penyelesaian masalah dalam matematika
dan dalam bidang-bidang yang berhubungan. Panjang, luas dan volume adalah konsep matematika
terapan. Konsep-konsep terapan hendaknya diberikan kepada siswa setelah mereka mempelajari konsep
matematika murni dan notasi sebagai prasyarat. Konsep-konsep murni hendaknya dipelajari oleh siswa
sebelum mempelajari konsep notasi, jika dibalik para siswa hanya akan menghafal pola-pola bagaimana
memanipulasi simbol-simbol tanpa pemahaman konsep matematika murni yang mendasarinya. Siswa
yang membuat kesalahan manipulasi simbol seperti 3x + 2 = 4 maka x + 2 = 4 – 3, = x, a2 x a3 = a6,
dan = x + berusaha menerapkan konsep murni dan konsep notasi yang tidak cukup mereka kuasai.

Menurut Dienes (dalam Ruseffendi, 1992:125-127), konsep-konsep matematika akan berhasil jika
dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu:

a. Permainan Bebas (Free Play)


Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep bermula dari
permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur
dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda.

b. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)


Dalam permainan ini siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam
konsep tertentu. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan
memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan
dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-
hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu.Sehingga peserta didik itu siap
untuk memainkan permainan tersebut.

c. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)

Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat
kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini,
guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan
lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula.

d. Permainan Representasi (Representation)

Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa
menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan
sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat
abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak
yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.

9
e. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)

Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan


representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui
perumusan verbal.

f. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)

Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut
untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut.
Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus
mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut.
Karso (1999:1.20) menyatakan, pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema
serta membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem
yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. Misalnya bilangan bulat
dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas
dan mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika. Anak didik pada masa ini
bermain dengan simbol dan aturan dengan bentuk-bentuk konkret dan mereka memanipulasi untuk
mengatur serta mengelompokkan aturan-aturan.

Ada beberapa kelebihan dan kekurangan teori belajar Dienes antara lain:

a. Kelebihan teori belajar Dienes


1) Dengan menggunakan benda-benda konkret, siswa dapat lebih memahami konsep
dengan benar,
2) Susunan belajar akan lebih hidup, menyenangkan, dan tidak membosankan.
3) Dominasi guru berkurang dan siswa lebih aktif
4) Konsep yang lebih baik dipahami dapat lebih mengakar karena siswa membuktikannya
sendiri.
5) Dengan banyaknya contoh dengan melakukan permainan siswa dapat menerapkan ke
dalam situasi yang lain.
b. Kelemahan teori belajar Dienes
1) Tidak semua materi dapat menggunakan teori belajar Dienes, karena teori ini lebih
mengarah kepermainan
2) Tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama
3) Bila pengajar tidak memiliki kemampuan mengarah siswa maka siswa cenderung hanya
bermain tanpa berusaha memahami konsep

10
2.7 Teori Belajar Menurut Van Heile
Teori Belajar Van Hiele dikembangkan dalam geometri. Van Hiele adalah seorang pengajar
matematika Belanda yang telah mengadakan penelitian di lapangan, melalui observasi dan tanya jawab,
kemudian hasil penelitiannya ditulis dalam disertasinya pada tahun 1954. Penelitian yang dilakukan
Van Hiele melahirkan beberapa kesimpulan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam
memahami geometri. Menurut Van Hiele mterdapat 5 tahap pemahaman
geometri yaitu: pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan akurasi. Berikut ini tahap-tahap
perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri yang bisa dikembangkan dalam pembelajaran
lainnya.

a) Tahap Visualisasi (Pengenalan)


Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan
(holistic). Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan komponen- komponen dari masing-masing
bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini siswa sudah mengenal nama sesuatu bangun,
siswa belum mengamati ciri-
ciri dari bangun itu. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa tahu suatu bangun bernama pers
egipanjang, tetapi ia belum menyadari ciri-ciri bangun persegipanjang tersebut.

b) Tahap Analisis (Deskriptif)


Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-
ciri dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini siswa sudah terbiasa
menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati sifat-
sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa
mengatakan bahwa suatu bangun merupakan persegi panjang
karena bangun itu “mempunyai empat sisi, sisi-sisi yang berhadapan sejajar, dan semua sudutnya
siku-siku.”

c) Tahap Deduksi Formal (Pengurutan atau Relasional)


Pada tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan
ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa
sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar,
maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama panjang. Di
samping itu pada tingkat ini siswa sudah memahami pelunya definisi untuk tiap-tiap
bangun. Pada tahap ini, siswa juga
sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain.
Misalnya pada tingkat ini siswa sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegi
panjang, karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang.

11
d) Tahap Deduksi
Pada tingkat ini (1) siswa sudah dapat mengambil kesimpulan secara deduktif, yakni
menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus, (2) siswa mampu memahami pengertian-
pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema dalam geometri, dan (3)
siswa sudah mulai mampu menyusun bukti-
bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini siswa sudah
memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses
berpikir tersebut.

Sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam


jajargenjang adalah 360° secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan prinsip kesejajaran.
Pembuktian secara induktif yaitu dengan memotong-motong sudut-
sudut benda jajargenjang, kemudian setelah itu ditunjukkan semua
sudutnya membentuk sudut satu putaran penuh atau 360° belum tuntas dan
belum tentu tepat. Seperti diketahui bahwa pengukuran itu pada dasarnya
mencari nilai yang paling dekat dengan ukuran yang sebenarnya. Jadi, mungkin saja
dapat keliru dalam mengukur sudut- sudut jajargenjang tersebut. Untuk itu pembuktian
secara deduktif merupakan cara yang tepat dalam pembuktian pada matematika.

Anak pada tahap ini telah mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak
didefinisikan, di samping unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma atau
problem, dan teorema. Anak pada tahap ini belum memahami kegunaan
dari suatu sistem deduktif. Oleh karena itu, anak pada tahap ini belum dapat menjawab per
tanyaan: “mengapa sesuatu itu perlu disajikan dalam bentuk teorema atau dalil?”

e) Tahap Akurasi (tingkat metamatematis atau keakuratan)


Pada tingkat ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-
prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Sudah memahami mengapa
sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Dalam matematika kita tahu bahwa
betapa pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap keakuratan merupakan tahap tertinggi dalam
memahami geometri.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Teori belajar atau teori perkembangan mental menurut Ruseffendi (1988) adalah berisi uraian
tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi terhadap mental peserta didik
2. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, artinya proses yang
didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistem saraf
3. Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dalam
teorinya, “free discovery learning” ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan
baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya
4. Pada penelitiannya mengenai pembelajaran anak khususnya pada aritmetika mengemukakan
belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan belajar pengertian atau yang dikenal
dengan Meaning Theory (teori bermakna) dan dalam perkembangannya ia meletakkan pondasi
munculnya matematika baru
5. Teori Dewey menyatakan bahwa matematika itu harus mengkaitkan bahan pelajaran dengan
situasi dunia nyata dan mendorong siswa menghubungkan yang dipelajari dengan kehidupan
sehari-hari.
6. Richard skemp adalah seorang ahli matematika dan psikologi yang berasal dari Inggris menurut
Richard skamp, belajar terpisah menjadi dua tahap:Tahap pertama, dengan memanipulasi
benda-benda akan memberikan basis bagi siswa untuk belajar lebih lanjut dan menghayati ide-
ide. Richard Skemp mendukung interaksi siswa dengan objek-objek fisik selama tahap-tahap
awal mempelajari konsep. Pengalaman awal ini akan membentuk dasar bagi belajar berikutnya
yaitu pada tingkat yang abstrak atau disebut tahap kedua
7. Dienes (dalam Ruseffendi, 1992) berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap
sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan di antara struktur-
struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan diantara struktur-struktur
8. Menurut Van Hiele mterdapat 5 tahap pemahaman
geometri yaitu: pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan akurasi. Berikut ini tahap-
tahap perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri yang bisa dikembangkan dalam
pembelajaran lainnya

13
3.2 Saran Dan Kritik

Kami menyadari makalah ini masih banyak kekeliruan dan masih jauh dari kata
Sempurna.Oleh karena itu,kami mengharapkan dari semua pihak untuk memberikan kritik dan
saran yang bersifat membangun,untuk kelancaran pembuatan makalah selanjutnya.
Namun,kami berharap makalah kami bisa bermanfaat bagi kita semua terutama bagi pemakalah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Defantri.2009.pembelajaran matematika di sekolah.http://www.defantri.com

15

Anda mungkin juga menyukai