Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

LANDASAN DAN KEBIJAKAN PELAKSANAAN KURIKULUM DI INDONESIA


Dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Manajemen Kurikulum & Program
Pendidikan

Dosen Pengampu :

Nor. Rochmatul Wachidah, M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok 2

Nurul Safira : 2111030162

Lisa Khomalasari : 2111030148

Kelas : 4E

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammaad SAW yang kita nanti-nantikan
syafaatnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat, baik itu berupa
sehat jasmani atau rohani, sehingga penulis mampu menyelesaikan pembuatan makalah. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu Ibu Nor Rochmatul Wachidah, M.Pd yang
telah membimbing kami dalam mata kuliah Manajemen Kurikulum & Program Pendidikan.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khusunya kepada dosen kami
yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Bandar Lampung, 01 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................................................................... 2
A. Landasan Kurikulum di Indonesia ........................................................................................................................ 2
B. Kebijakan Pelaksanaan Kurikulum di Indonesia ........................................................................................... 6
C. Peranan dan Kedudukan Kurikulum di Indonesia ..................................................................................... 11
D. Anatomi Kurikulum di Indonesia ....................................................................................................................... 12
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................................................................... 14
A. Kesimpulan ................................................................................................................................................................... 14
B. Saran................................................................................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................................................. 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Hilda Taba, Kurikulum merupakan suatu rancangan pembelajaran yang
disusun dengan mempertimbangkan berbagai hal mengenai proses pembelajaran serta
perkembangan individu. Jadi, dalam penyusunan kurikulum juga mempertimbangkan
proses belajar dan dilihat dari manusianya itu sendiri yaitu, guru dan peserta didik. (Hilda
Taba, 2010)
Dalam sistem pendidikan nasional kita mengenal tiga komponen utama, yaitu (1)
guru (2) peserta didik (3) kurikulum.2 Ketiga komponen tersebut tidak dapat dipisahkan.
Tanpa peserta didik, guru tidak akan dapat melaksanakan proses pembelajaran. Tanpa guru
para siswa juga tidak akan dapat optimal belajar. Tanpa kurikulum, guru pun tidak akan
mempunyai bahan ajar yang akan diajarkan kepada peserta didik.
Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Butir 19 menjelaskan Kurikulum
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tersebut.
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap
seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan
kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara
sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang
didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan
kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap
kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap
kegagalan proses pengembangan manusia.
Kurikulum merupakan acuan pendidikan. Kurikulum itu tidak hanya sekedar
instruksi pembelajaran yang disusun pemerintah untuk diterapkan di Sekolah, namun
kemajuan suatu negara tergantung pada mutu pendidikannya bukan. Bagaimana Kurikulum
yang telah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) bisa
menjawab setiap problem yang ada dalam dunia pendidikan. Maka dari itu, Perkembangan
kurikulum di Indonesia menjadi sorotan penulis.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana landasan kurikulum di Indonesia?
2. Bagaimana kebijakan pelaksanaan kurikulum di Indonesia?
3. Bagaimana peranan dan kedudukan kurikulum di Indonesia?
4. Bagaimana anatomi kurikulum di Indonesia?

C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana landasan kurikulum di Indonesia.
2. Mengetahui bagaimana kebijakan pelaksanaan kurikulum di Indonesia.
3. Mengetahui bagaimana peranan dan kedudukan kurikulum di Indonesia.
4. Mengetahui bagaimana anatomi kurikulum di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Kurikulum di Indonesia


Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum diantaranya:
1. Robert S. zais mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu :
Philosopy and nature of knowledge, society and culture, the individual dan learning theory.
filsafat dan hakekat pengetahuan, masyarakat dan budaya, individu dan teori belajar.
(Robert S. Zais 1976)
2. Sementara S. Nasution berpendapat dalam bukunya “ Pengembangan Kurikulum” yaitu
bahwa prinsip-prinsip filosofis yang pada hakekatnya menentukan tujuan umum
pendidikan, prinsip sosiologis yang memberikan dasar dan teknik untuk menentukan
apa yang harus dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, dan
perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi, asas organisatoris yang memberikan
dasar-dasar dalam bentuk bagaimana bahan pelajaran itu disusun, bagaimana luas dan
urutannya dan asas psikologis yang memberikan prinsip-prinsip tentang
perkembangan anak dalam berbagai aspek serta caranya belajar agar bahan yang
disediakan dapat dicernakan dan dikuasai oleh anak sesuai dengan taraf
perkembangnnya. (Nasution, S. 1982)
3. Serta Nana Syaodih Sukmadinata berpendapat dalam bukunya “Pengembangan
Kurikulum Teori Dan Praktik” bahwa keempat landasan itu yaitu landasan filosofis,
psikologis, sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(Syaodih, 1997)

Terlepas dari itu semua bahwa pada intinya semua sama. Dapat disederhanakan bahwa
ketiga pendapat diatas semuanya berpendapat sama sehingga dapat saling melengkapi.
Untuk itu empat landasan tersebut dapat dijadikan landasan utama dalam pengembangn
kurikulum yaitu landasan filosofis, psikologis, sosiologis, budaya, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan landasan organisatoris.

Ada 4 landasan pokok dalam perkembangan kurikulum di Indonesia: (Sari, 2022)


1. Landasan Filosofis, yaitu asumsi tentang hakikat realitas, hakikat manusia, hakikat
pengetahuan, dan hakikat nilai yang menjadi titik tolak dalam mengembangkan
kurikulum.
2. Landasan Psikologis, yaitu asumsi yang bersumber dari psikologi yang dijadikan titik
tolak yaitu, psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
3. Landasan sosial budaya, adalah asumsi yang bersumber dari sosiologi dan antropologi
yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum.
4. Landasan Ilmiah dan teknologi, adalah asumsi yang bersumber dari hasil riset atau
penelitian dan aplikasi dari ilmu pengetahuan.

Landasan-landasan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: (Awaliyah, 2016)

1. Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Sama
halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat,
seperti: perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme.
2
Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran-aliran filsafat
tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang
dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini
diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan
pengembangan kurikulum.
a. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan
keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan
dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan
yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal
yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian
pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota
masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap
sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat.
Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa
lalu.
c. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang
hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya
sendiri. Aliran ini mempertanyakan: bagaimana saya hidup di dunia? Apa
pengalaman itu?
d. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual,
berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme
merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
e. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada
rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping
menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme,
rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir
kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis,
memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan
pada hasil belajar dari pada proses.

Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran


filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis.
Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model
Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak
diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.

Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan


tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran
filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan
mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun
demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai
terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih
menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.

2. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua
bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu :
a. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan
dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek
3
perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang
berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.
b. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam
konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori
belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan
kurikulum.

Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-


teori psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip
pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa
kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan
hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang
terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“. Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5
tipe kompetensi, yaitu :
1) Motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan
untuk melakukan suatu aksi.
2) Bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi
atau informasi.
3) Konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;
4) Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan
5) Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.

Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan


sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih
tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif
lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang.
Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan.
Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi
bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.

Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2006) menyoroti


tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta didik, Dikemukakannya, bahwa
sedikitnya terdapat lima perbedaan dan karakteristik peserta didik yang perlu
diperhatikan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu : (1) perbedaan tingkat
kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan peserta
didik; dan (5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.

3. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu
rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi
bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke
lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun
memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan
mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal
maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan
masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan
budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.

4
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang
menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan
diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya.
Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan
kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di
masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya
tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat.
Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang
mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai
tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk
melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi
di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui
pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban
sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya
mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial-budaya
dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.

4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih
relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat.
Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan
kedepannya akan terus semakin berkembang.
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan
sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap
mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam
bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo
berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil
menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa
warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan
pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial,
ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran
dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang
berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat
pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan
canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi
dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam
mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu
dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam
bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia.
Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat

5
mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia. (Safaruddin, 2020)

B. Kebijakan Pelaksanaan Kurikulum di Indonesia


Kebijakan kurikulum dapat dikelompokkan menjadi 3 masa, yakni : (Fauzi and
Afriansyah, 2019)
1. Sebelum kemerdekaan
2. Setelah Kemerdekaan
3. Reformasi.
Penjelasan di bawah ini merupakan kebijakan kurikulum di Indonesia dari zaman
sebelum kemerdekaan, di mana sekolah mulai diperkenalkan, walaupun dengan kondisi
yang masih sangat terbatas, hingga era reformasi.

1. Masa Sebelum Kemerdekaan


Kebijakan pendidikan pada era sebelum kemerdekaan dipengaruhi oleh penjajah,
di mana kebijakan dan praktik pendidikan pengelolaannya dilakukan dan dikendalikan
oleh penjajah. Tujuannya untuk mendukung dan memperkuat kepentingan kekuasaan
kolonial, dan menjadikan penduduk asli sebagai abdi kolonial. Untuk memenuhi
kebutuhan karyawan dalam pengembangan bisnis melalui kerja paksa, para penjajah
membutuhkan karyawan rendahan yang mampu membaca dan menulis. Sehingga pada
waktu tersebut, penjajah membuat lembaga pendidikan yang hanya diperuntukkan bagi
kalangan terbatas, yaitu anakanak golongan bangsawan yang kemudian diproyeksikan
sebagai pegawai yang rendah. Ada 2 bentuk kebijakan pendidikan pada masa penjajahan
ini, yakni
a. kebijakan Sekolah Kelas II yang ditujukan bagi anak-anak masyarakat adat dengan
pendidikan tiga tahun. Kurikulum pengajaran meliputi:
1. Aritmatika
2. Menulis
3. Membaca.
b. kebijakan Sekolah Kelas I yang ditujukan bagi anak-anak pegawai pemerintahan
Hindia Belanda. Lama pendidikan empat tahun, lalu lima tahun dan yang terakhir
tujuh tahun. Kurikulum yang diajarkan mencakup:
1. Ilmu bumi
2. Sejarah
3. Ilmu kehidupan.

Di tingkat pendidikan menengah, sebuah Gimnasium dibentuk hanya dengan


siswa aristokrat. Masa studi pendidikan ini berlangsung selama tiga tahun. Mata
pelajaran yang diajarkan yaitu
1. Bahasa Belanda
2. Inggris
3. Aritmatika
4. Aljabar
5. Pengukuran
6. Ilmu alam
7. Ilmu kehidupan
8. Ilmu bumi
9. Sejarah
10. Pembukuan.

6
Selanjutnya model pendidikan Gymnasium diubah menjadi MULO (Meer
Uifgebried Order Wijs) dengan masa pendidikan empat tahun. Sementara untuk tingkat
atas, Belanda mendirikan AMS (Algemene Midelbare School). Lamanya pendidikan ini
berlangsung selama tiga tahun yang dibagi menjadi bagian A dan B.

a. Bagian A kelompoknya ilmu-ilmu budaya yaitu sentralisasi timur dan sastra klasik
barat.
b. Spesifikasi mata pelajaran bagian B ialah ilmu pengetahuan alam yang meliputi ilmu
eksakta dan IPA.

Di saat kolonial bergeser dari Belanda ke Jepang, kebijakan pendidikan yang


dibuat oleh penjajah Belanda diganti dengan model pendidikan yang bercirikan Jepang.
Kebijakan kolonialisme Jepang berada pada tingkat pendidikan yang rendah, Jepang
menggantinya dengan gelar Kokumin Gako dengan masa pendidikan enam tahun.
Kebijakan kurikulum pendidikan lebih menitikberatkan pada olahraga militer yang
memiliki tujuan agar membantu pertahanan Jepang.

2. Masa Kemerdekaan dan Reformasi


Kebijakan kurikulum pendidikan setelah kemerdekaan hanya sebatas pada masa
reformasi yang di mulainya pada tahun 1998. Reformasi tersebut memberikan dampak
yang luar biasa bagi perkembangan pendidikan di Indonesia. Hal ini didahului dengan
diterbitkannya UU SPN No. 20 Tahun 2003 dan turunannya yang wajib.
Dari tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional sering kali mengalai perubahan,
yakni 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut
merupakan hal yang logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya,
ekonomi, dan perkembangan teknologi dalam masyarakat. Kurikulum dibuat untuk
menghadapi perkembangan zaman serta teknologi agar mencapai tujuan dari
pendidikan dengan mempertimbangkan tahapan perkembangan siswa disesuaikan
dengan lingkungan dan kebutuhan pembangunan manusia.
Pancasila dan UUD 1945 merupakan landasan seluruh kurikulum nasional yang
dirumuskan dengan dasar landasan yang sama. Bedanya dalam penekanan utama pada
tujuan pendidikan serta pendekatannya.

a. Kurikulum 1947
Kurikulum 1947 merupakan kurikulum yang pertama di era kemerdekaan.
Menggunakan istilahnya pada bahasa Belanda leer plan yang memiliki arti rencana
pelajaran, istilah tersebut populer dari pada istilah curriculum dalam bahasa Inggris.
Asas pendidikan yang diputuskan adalah Pancasila.
Kurikulum pada waktu itu lebih dikenal dengan sebutan Rentjana Pelajaran
1947, yang diselenggarakan di tahun 1950. Berbagai kalangan mengatakan bahwa
sejarah perkembangan kurikulum di awali dari Kurikulum 1950. Berupa 2 hal utama
yaitu
1) Daftar mata pelajaran dan jam pembelajaran.
2) Garis besar pengajaran.

Waktu itu, kurikulum di Indonesia terpengaruh dengan sistem pendidikan


kolonial penjajah, sehingga kita hanya melanjutkan yang sudah ada. Rentjana
Pelajaran 1947 bisa disebut pengganti sistem pendidikan Belanda, karena keadaan
pada saat itu dalam semangat berjuang merebut kemerdekaan. Pendidikan lebih
ditekankan pada pembentukan karakter masyarakat Indonesia yang merdeka,
berdaulat serta sejajar dengan negara lainnya. Arah perencanaan Pelajaran 1947

7
tidak menentu pada pendidikan pikiran, yang utama yaitu pendidikan watak, adanya
kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Konteks pembelajaran dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari, memberi perhatian kepada seni dan pendidikan jasmani.

b. Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952


Di tahun 1952 kurikulum kita dilakukan penyempurnaan. Kurikulum yang
baru ini lebih merinci pada tiap-tiap mata pelajaran yang disebut Rentjana Pelajaran
Terurai 1952. Kurikulum Rentjana Pelajaran Terurai 1952 berorientasi pada sistem
pendidikan nasional. Keutamaan serta ciri-ciri kurikulum 1952 terletak pada setiap
perencanaan pembelajaran wajib memperhatikan isi dari pembelajaran yang
dikaitkan pada kehidupan sehari-harinya.
Dalam kurikulum ini lebih menjelaskan tiap-tiap mata pelajaran yang disebut
Rencana Pelajaran Terurai 1952. Djauzak Ahmad yang mana Direktur Pendidikan
Dasar Depdiknas periode 1991-1995, mengatakan bahwa silabus mata pelajarannya
jelas sekali, guru mengajar satu mata pelajaran. Waktu itu juga ada dibentuknya kelas
Masyarakat, yakni sekolah khusus bagi lulusan Sekolah Rendah 6 tahun yang tidak
melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat ini banyak mengajarkan keterampilan, yakni
1) Pertanian
2) Pertukangan
3) Perikanan

Keterampilan ini bertujuan supaya anak yang tidak sanggup sekolah ke


tingkatan selanjutnya, dapat memiliki pekerjaan.

c. Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964


Menurut Hamalik keutamaan pokok kurikulum 1964 yang menjadi tanda
yaitu dengan ciri-cirinya, pemerintah berkeinginan supaya masyarakat
mendapatkan pendidikan akademik untuk bekal di sekolah dasar, sehingga
pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana. Program ini mencakup
pengembangan moral, kecerdasan, emosional, keterampilan, serta jasmani. Ada yang
menyebut Pancawardhana berfokus pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa,
karya, dan moral.
Mata pelajaran pada kurikulum ini, dibagi ke dalam lima bidang studi, yaitu 1)
Moral 2) Kecerdasan 3) Emosional 4) Keterampilan 5) Jasmani.

d. Kurikulum 1968
Kurikulum ini adalah pembaruan dari kurikulum sebelumnya, yaitu adanya
perubahan dalam struktur kurikulum pendidikan dari pancawardhana berubah ke
pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, serta keterampilan khusus. Pada
Kurikulum tersebut adanya perwujudan dalam perubahan arah pelaksanaan UUD
1945 secara murni. Munculnya Kurikulum 1968 memiliki sifat politis karena
mengubah rencana pendidikan 1964 yang digambarkan sebagai produk Orde Lama,
tujuannya terletak pada pembentukan manusia Pancasila sejati.
Kurikulum 1968 ditekankan pada pendekatan organisasi dengan materi
pelajaran, yaitu :
1) Kelompok pembinaan Pancasila
2) Pengetahuan dasar
3) Kecakapan khusus.

Jumlah mata pelajaran ada sembilan. Djauzak mengatakan Kurikulum ini


adalah kurikulum bulat. Kurikulum ini berisi mata pelajaran yang pokok.

8
e. Kurikulum Periode 1975
Kurikulum 1975 ditekannya dengan tujuannya supaya pendidikan efisien dan
efektif. Latar belakangnya adanya pengaruh konsep di bidang manajemen, yaitu MBO
(Management by Objective) yang dikenal pada saat itu. Metode, materi, dan tujuan
dari pembelajaran dijelaskan lebih detail di dalam Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Tiap-tiap satuan pelajaran dijelaskan dalam bentuk:
1) Tujuan instruksional umum
2) Tujuan instruksional khusus
3) Materi pembelajaran
4) Peralatan pembelajaran
5) Kegiatan pembelajaran
6) Evaluasi

f. Kurikulum 1984, Kurikulum 1975 yang Disempurnakan


Kurikulum 1984 mengangkat process skill approach. Kurikulum ini
mengutamakan pada pendekatan proses, namun faktor tujuan tetap penting.
Kurikulum ini populer dengan sebutan Kurikulum 1975 yang disempurnakan.
Peserta didik di poisisikan sebagai subjek belajar. Mulai mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Prof. Dr. Conny R.
Semiawan adalah tokoh utama lahirnya Kurikulum 1984. Beliau adalah Kepala Pusat
Kurikulum Depdiknas periode 1980 - 1986.

g. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999


Kurikulum ini buat merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya,
yaitu kurikulum 1984. Kurikulum ini diterapkan sesuai dengan UU No. 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Memberi dampak kepada sistem pembagian
waktu pembelajaran, sehingga adanya perubahan dari sistem semester menjadi
sistem catur wulan. Melalui sistem catur wulan yang pembagiannya dalam 1 tahun
menjadi 3 tahapan, dapat diharapkan memberi peluang untuk peserta didik
menerima pembelajaran yang banyak. Tujuannya ditekankan kepada pemahaman
konsep dan kemampuan dalam mengerjakan soal serta probleum solving.

h. Kurikulum Berbasis Kompetensi


Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan program pendidikan
berbasis kompetensi yang mengandung 3 unsur pokok, yaitu
1) Pemilihan kompetensi yang sesuai;
2) Spesifikasi indikator evaluasi guna mengukur keberhasilan mencapai
kompetensi;
3) Pengembangan pembelajaran.

Ciri-ciri dari kurikulum berbasis kompetensi, yaitu:

1) Menekan ketercapaian kompetensi siswa, dan memiliki orientasi pada hasil


belajar.
2) Proses belajar menggunakan pendekatan dan metode yang beragam.
3) Dalam melakukan penilaian, lebih menekankan pada proses dan hasil belajar.
4) Dijelaskan dalam komponen aspek, kelas, serta semester.
5) Keterampilan dan pengetahuan di tiap mata pelajaran, disusun berdasarkan
aspek dari mata pelajaran.

9
6) Pernyataan hasil belajar disepakti untuk setiap aspek rumpun pelajaran di tiap-
tiap tingkatan.
7) Dalam rumusan hasil belajar merupakan menjawab pertanyaan.

Hasil belajar menggambarkan secara kompleks kurikulum yang disampaikan


dengan kata kerja yang mana diukur melalui berbagai teknik penilaian. Tiap-tiap
hasil belajar mempunyai perangkat indikator, yang menjadi rumusan indikator yaitu
untuk menjawab pertanyaan “Bagaimana kita mengetahui bahwa peserta didik
sudah mencapai hasil belajar yang diinginkan?
Pendidikan ini di titik beratkan pada peningkatan keterampilan untuk
melakukan kompetensi tugas yang sesuai dengan standar performance yang sudah
ditentukan. Yang berarti bahwa pendidikan mengarah dengan upaya menyiapkan
peserta didik agar mampu melaksanakan perangkat kompetensi yang sudah
dirumuskan.
Kurikulum 2004 ini popular dengan sebutan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Di tiap-tiap mata pelajaran dijelaskan dengan patokan kompetensi yang mestinya
dapat dicapai peserta didik. Kebingungan terjadi ketika dalam mengukur tercapainya
kompetensi peserta didik dalam UAS dan UN dalam bentuk soal-soal pilihan ganda.
Jika tujuan untuk pencapaiannya pada kompetensi yang diinginkan peserta didik,
harusnya yang menjadi alat ukurnya lebih kepada praktik/soalsoal dalam bentuk
penjelasan/uraian yang bisa mengetahui sampai di mana pemahaman dan
kemampuan peserta didik. Yang terjadi dari hasil kurikulum ini tidak memuaskan,
serta banyak guru yang tidak mengerti apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan
oleh yang membuat kurikulum.

i. Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran/Kurikulum Periode KTSP


Pada awal tahun 2006 pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi
diberhentikan, diganti dengan KTSP, yang dirumuskan oleh BSNP dan ditetapkan
Menteri Pendidikan Nasional melalui Permendiknas No. 22 sampai 24 Tahun 2006.
Dalam UU Nomor 24 Tahun 2006 Pasal 1 ayat 15, KTSP merupakan kurikulum
operasional yang dirumuskan oleh dan dilakukan di setiap satuan pendidikan
dengan mengikuti SK, KD, panduan dan pedoman yang dikembangkan oleh BNSP.
Dan hal lain, dalam pengembangan KTSP harus sejalan dan relevan dengan keadaan
satuan pendidikan, kemampuan, karakteristik daerah, dan siswa.
KTSP bertujuan yakni tujuan pendidikan nasional, kesamaan dengan khasnya,
keadaan daerah, satuan pendidikan dan siswa-siswi. Karena hal tersebut kurikulum
dirumuskan oleh satuan pendidikan guna menyesuaikan dengan program
pendidikan terhadap kondisi di setiap daerah. Dengan keluarnya Peraturan Menteri
No. 24 Tahun 2006 tentang Mengatur Pelaksanaan. Peraturan Menteri No. 22 Tahun
2006 mengenai Standar Isi Kurikulum dan Peraturan Menteri No. 23 Tahun 2006
mengenai Standar Kelulusan, muncul kurikulum 2006. Perbedaannya ada pada
wewenang pada penyusunan, yakni mengarah ke jiwa dari desentralisasi sistem
pendidikan.
Dalam kurikulum 2006, pemerintahan di pusat menentukan SK dan KD,
sementara sekolah dalam hal ini guru diharuskan agar sanggup mengembangkannya
berupa silabus dan penilaian disesuaikan dengan keadaan sekolah dan keadaan
daerah. Di bawah pembinaan serta pengawasan oleh dinas pendidikan setempat
penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah. Pencapaian dalam
pengembangan semua mata pelajaran, digabung menjadi suatu perangkat yang
diberi nama KTSP.
10
Dan di akhir 2012, muncul anggapan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan
Pelajaran kurang berhasil, dengan alasan bahwa sekolah dan guru tidak memahami
secara utuh tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran serta muncul bermacam
kurikulum yang sulit mencapai tujuan pendidikan nasional. Sehingga pada awal
2013, Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran diberhentikan lalu diganti dengan
kurikulum baru.

j. Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 adalah penyempurnaan, modifikasi serta pemutakhiran dari
Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran. Kurikulum 2013 diluncurkan secara resmi
tanggal 15 Juli 2013.

C. Peranan dan Kedudukan Kurikulum di Indonesia


1. Peranan Kurikulum di Indonesia
Peranan kurikulum dalam pendidikan formal sekolah sangat strategis dan
menentukan tercapainya tujuan pendidikan. Kurikulum memiliki tempat dan
kedudukan yang sangat sentral dalam semua pembelajaran, bahkan kurikulum
merupakan kebutuhan mutlak dan merupakan bagian integral dari pendidikan itu
sendiri.
Untuk mencapai tujuan pendidikan baik daerah maupun nasional, perlu diuraikan
tujuan yang paling tinggi, yaitu. tujuan akhir yang dapat dicapai: tujuan pendidikan
Nasional sampai yang paling rendah: tujuan yang akan dicapai setelah proses
pendidikan. Secara hierarki tujuan pendidikan terdiri dari: tujuan pendidikan nasional,
tujuan kelembagaan, tujuan kurikulum dan tujuan pengajaran. Tujuan reproduksi harus
dicapai secara bertahap. Tugas kurikulum siswa adalah agar siswa dapat membawa
serta pengalaman-pengalaman baru yang nantinya berguna dan dapat dikembangkan
lebih lanjut bersama dengan perkembangannya sendiri untuk mempersiapkan mereka
ke jenjang selanjutnya.
Lebih khusus peranan kurikulum sangat penting dan ada tiga peranan yang sangat
penting dalam pencapaian tujuan pendidikan yaitu peranan konservatif, peranan kritis
dan evaluatif dan peranan kreatif.
1) Peran kaum konservatif sebagai sarana transmisi nilai-nilai warisan budaya masa
lampau yang masih penting hingga saat ini kepada generasi muda. Untuk
memaksakan kurikulum yang pada dasarnya berorientasi pada masa lalu dan tidak
berdasar disesuaikan dengan fakta bahwa pendidikan pada dasarnya adalah proses
sosial.
2) Peran kritis dan evaluatif Kurikulum juga berperan aktif dalam partisipasi dalam
kontrol sosial dan menekankan unsur berpikir kritis. Nilai-nilai sosial yang tidak lagi
sesuai dengan kondisi masa depan dihilangkan dan dilakukan perubahan untuk
menentukan pilihan yang tepat dalam kurikulum berdasarkan kriteria tertentu.
3) Peran Kreatif, yang menekankan bahwa kurikulum dapat mengembangkan sesuatu
yang baru sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan saat ini dan masa yang akan
datang. Berisi hal-hal yang dapat membantu siswa mengembangkan seluruh
potensinya untuk memperoleh pengetahuan baru, keterampilan baru, dan cara
berpikir baru yang akan mereka butuhkan dalam kehidupannya.

Tentunya ketiga peran kurikulum di atas harus berjalan seimbang dan selaras
untuk memenuhi syarat keadilan. Penyelarasan ketiga peran kurikulum tersebut
merupakan tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran,

11
antara lain guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, siswa dan masyarakat. Dengan
pemikiran ini, tujuan dan isi kurikulum dilaksanakan sesuai dengan bidangnya. (Ahmad
Dhomiri, 2023)

2. Kedudukan Kurikulum di Indonesia


Kualitas lulusan dipengaruhi oleh kualitas kegiatan belajar mengajar, sedangkan
kualitas kegiatan pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait
seperti siswa, kurikulum, guru dan dosen, infrastruktur, administrasi dan lingkungan.
lain yang merupakan subsistem dari sistem pembelajaran. Jika kualitas lulusan baik
maka dapat diprediksi kualitas kegiatan belajar mengajar baik, kontribusi mahasiswa,
keahlian guru dan dosen, sarana prasarana, pengelolaan dana, pengelolaan dan
lingkungan cukup. Namun karena berbagai faktor tersebut, kurikulum memiliki posisi
yang sangat strategis dalam keseluruhan pendidikan.
Kedudukan kurikulum dalam pendidikan adalah struktur yang dibangun untuk
melestarikan, meneruskan atau mengembangkan apa yang terjadi di masa lalu kepada
generasi berikutnya, sebagai jawaban untuk memecahkan dan merekonstruksi berbagai
masalah sosial yang berkaitan dengan pendidikan. kehidupan masa depan, dimana
perkembangan kehidupan masa depan didasarkan pada masa lalu, masa kini dan
berbagai rencana pembangunan dan pembangunan nasional, serta petunjuk
penyelenggaraan kegiatan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU
No. 20/2003).

D. Anatomi Kurikulum di Indonesia


Pengertian Anatomi Kurikulum anatomi berasal dari kata Yunani “anatomy” yang
dalam bahasan ini lebih spesifik berarti struktur atau susunan atau juga bagian atau
komponen atau tumbuhan atau bisa juga diartikan sebagai gambaran yang lebih
menyeluruh tentang sesuatu. Secara etimologis, kurikulum berasal dari kata Yunani “curies”
yang berarti pelari dan “curere” yang berarti tempat bertanding. (Moha, Kamaruddin, 2021)
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam
system pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan hanya dirumuskan tentang tujuan yang
harus dicapai sehingga memperjelas arah pendidikan, akan tetapi juga memberikan
pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh setiap siswa. Oleh karena
begitu pentingnya fungsi dan peran kurikulum, maka setiap pengembangan kurikulum pada
jenjang manapun harus didasarkan pada azas-azas tertentu. (Wina Sanjaya, 2010)
Anatomi kurikulum dapat dirumuskan menjadi empat bagian, yaitu:
1. Pertama, Tujuan yang akan dicapai,
2. Kedua Proses dalam pembelajaran,
3. Ketiga Materi yang akan disampaikan,
4. Keempat Evaluasi.
Dari keempat rumusan ini salingketerkaitan antara satu dengan yang lainnya. Tujuan
yang akan dicapai harus sesuai dengan dengan proses yang akan dilakukan, materi yang
akan disampaikan juga tidak terlepas dari proses dan tujuan akan akan dicapai dalam suatu
kurikulum. Dengan demikian evaluasi akhir dari rumusan tersebut terdapat timbal balik
yang relevan terhadap pengembangan kurikulum selanjutnya.
Tujuan Akan mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai komponen-
komponen kurikulum lainnya. Sedangkan rumusan tujuan didasarkan kepada, pertama,
Perkembangan tuntutan, kebutuhan, dan kondisi masyarakat, kedua, Pencapaian nilai-nilai
filosofis terutama falsafah negara (Tujuan Pendidikan Nasional). (Lias Hasibuan, 2010)

12
Lias Hasibuan mengemukakan beberapa prinsip dalam pengembangan kurikulum,
yaitu:
1. Prinsip berorientasi pada tujuan.
2. Prinsip Relevansi
3. Prinsip Efesiensi.
4. Prinsip Fleksibilitas.
5. Prinsip Integritas.
6. Prinsip Kontinuitas.
7. Prinsip Sinkronisasi.
8. Prinsip Obyektivitas.
9. Prinsip Demokratis. (Lias Hasibuan, 2010)

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Ada 4 landasan pokok dalam perkembangan kurikulum di Indonesia:
1. Landasan Filosofis, yaitu asumsi tentang hakikat realitas, hakikat manusia, hakikat
pengetahuan, dan hakikat nilai yang menjadi titik tolak dalam mengembangkan
kurikulum.
2. Landasan Psikologis, yaitu asumsi yang bersumber dari psikologi yang dijadikan titik
tolak yaitu, psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
3. Landasan sosial budaya, adalah asumsi yang bersumber dari sosiologi dan antropologi
yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum.
4. Landasan Ilmiah dan teknologi, adalah asumsi yang bersumber dari hasil riset atau
penelitian dan aplikasi dari ilmu pengetahuan.

Kebijakan kurikulum dapat dikelompokkan menjadi 3 masa, yakni : Sebelum


kemerdekaan, Setelah Kemerdekaan dan Reformasi. Dari tahun 1945, kurikulum
pendidikan nasional sering kali mengalai perubahan, yakni 1947, 1952, 1964, 1968, 1975,
1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan hal yang logis dari terjadinya
perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan perkembangan teknologi dalam
masyarakat. Kurikulum dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut : (1) kurikulum 1947,
(2) kurikulum 1952, rentjana pelajaran terurai 1952, (3) kurikulum 1964, rentjana
pendidikan 1964, (4) kurikulum 1968, (5) kurikulum periode 1975, (6) kurikulum 1984,
kurikulum 1975 yang disempurnakan, (7) kurikulum 1994 dan suplemen kurikulum 1999,
(8) kurikulum berbasis kompetensi, (9) kurikulum tingkat satuan pelajaran/kurikulum
periode KTSP, (10) Kurikulum 2013.

Peranan kurikulum dalam pendidikan formal sekolah sangat strategis dan


menentukan tercapainya tujuan pendidikan. Kurikulum memiliki tempat dan kedudukan
yang sangat sentral dalam semua pembelajaran, bahkan kurikulum merupakan kebutuhan
mutlak dan merupakan bagian integral dari pendidikan itu sendiri. Lebih khusus peranan
kurikulum sangat penting dan ada tiga peranan yang sangat penting dalam pencapaian
tujuan pendidikan yaitu peranan konservatif, peranan kritis dan evaluatif dan peranan
kreatif.

Anatomi kurikulum dapat dirumuskan menjadi empat bagian, yaitu, pertama, Tujuan
yang akan dicapai, kedua Proses dalam pembelajaran, ketiga Materi yang akan disampaikan,
keempat Evaluasi. Dari keempat rumusan ini salingketerkaitan antara satu dengan yang
lainnya. Tujuan yang akan dicapai harus sesuai dengan dengan proses yang akan dilakukan,
materi yang akan disampaikan juga tidak terlepas dari proses dan tujuan akan akan dicapai
dalam suatu kurikulum. Dengan demikian evaluasi akhir dari rumusan tersebut terdapat
timbal balik yang relevan terhadap pengembangan kurikulum selanjutnya.

14
B. Saran
Demikian makalah yang kami susun semoga apa yang kita rumuskan dan kita pelajari
bermanfaat bagi kita semua. Apabila banyak kesalahan kami memohon kritik dan saran dari
para pembaca agar makalah ini dapat lebih baik.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Dhomiri, 2023. “Konsep Dasar Dan Peranan Serta Fungsi Kurikulum Dalam Pendidikan” 3,
no. 1

Awaliyah, N. 2016. ‘Landasan-Landasan Yang Mendasari Pengembangan Kurikulum’, Education, 1,


p. 3. Available at: https://awnurul.wordpress.com/2016/12/14/landasan-landasan-yang-
mendasari-pengembangan-kurikulum/.

Fauzi, A. and Afriansyah, H. 2019. Manajemen Kurikulum, Pengelolaan kurikulum. Available at:
https://www.researchgate.net/publication/334447688_Manajemen_Kurikulum.

Hilda Taba, 1991. Curriculum Development: Theory and Practice (Newyork: Hartcourt, Brace and
World,), 6

Lias Hasibuan, 2010. Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan, Jakarta: Gaung Persada Press.

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Moha, Kamaruddin. 2021. "Anatomi Kurikulum." AL-URWATUL WUTSQA: Kajian Pendidikan


Islam 1.1

Nasution, S. 1982. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Robert S. Zais. 1976. Curriculum Principles and Foundation. London. Harper & Row Publishers

Safaruddin, S. 2020. ‘Landasan Pengembangan Kurikulum’, Jurnal Al-Qalam: Jurnal Kajian Islam &
Pendidikan, 7(2), pp. 98–114. doi: 10.47435/al-qalam.v7i2.195.

Sari, E. C. 2022. ‘Kurikulum Di Indonesia : Tinjauan Perkembangan Kurikulum Pendidikan’, Inculco


Journal of Christian Education, 2(2), pp. 93–109.

Syaodih, N. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T Remaja Rosdakarya.

Wina Sanjaya, 2010. Kurikulum Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, cet, 3), 31

Yulaelawati, Ella. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi Teori dan Aplikasi. Bandung: Pakar
Raya.

16

Anda mungkin juga menyukai