Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

“Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Mengembangkan


Kemampuan Mahasiswa”

Dosen Pengampu:
Dr. Ir. Fachroerrozi Hoesni, M. P.

Disusun Oleh:
Vannda Reynaldi
F1D320001

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA

JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JAMBI

2021

0
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam yang telah memberikan kami
kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah Kewarganegaraan yang
membahas tentang Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Mengembangkan
Kemampuan Mahasiswa.

Makalah sederhana ini dibuat untuk memenuhi salah satu mata kuliah
Kewarganegaraan yang diampu oleh Bapak Dr. Ir. Fachroerrozi Hoesni, M. P. Dalam
makalah ini membahas tentang apa itu Pendidikan Kewarganegaraan, tujuan diadakannya
Pendidikan Kewarganegaraan, hal yang mendasari pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan
bagi mahasiswa, konsep dan urgensi Pendidikan Kewarganegaraan dalam pencerdasaan
kehidupan bangsa, sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Pendidikan
Kewarganegaraan di Indonesia, bagaimana membangun argumen tentang dinamika dan
tantangan Pendidikan Kewarganegaraan, esensi dan urgensi Pendidikan Kewarganegaraan
untuk masa depan beserta penjelasannya.

Akhirnya, tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekurangan. Dengan
segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan dari para pembaca guna meningkatan kualitas makalah ini dan makalah-makalah
lainnya pada waktu mendatang.

19 April 2021

Penyusun

1
DAFTAR ISI
Cover……………………………………………….………………………………....0

Kata Pengantar…………………………………………….…………………….........1

Daftar Isi………………………………………………………….…………………..2

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………...……….……....3

1.1 Latar Belakang………………………………………………………….….…….3


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………...….................….....6
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………….…...…...........6
1.4 Manfaat………………………………………………………………………….7

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………..…...........8

2.1 Definisi Pendidikan Kewarganegaraan ……………………………………..........8

2.2 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan …………………………….………..……11

2.3 Hal yang Mendasari Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan Bagi Mahasiswa ...15

2.4 Konsep & urgensi Pendidikan Kewarganegaraan dalam pencerdasaan kehidupan

bangsa ……………………………………………………………………………...18

2.5 Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Pendidikan Kewarganegaraan ....22

2.6 Argumen Tentang Dinamika & Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan ………28

2.7 Esensi & Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Masa Depan ……………31

BAB III PENUTUP…………………………………………………………............37

3.1 Kesimpulan………………………..……………………………..…....................37

3.2 Saran………………………………………………………………………….....38

Daftar Pustaka……………………………………………………………..………...39

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan sarana yang penting demi menanamkan sebuah ajaran maupun
norma-norma serta aturan-aturan demi keberlangsungan hidup dalam bermsyarakat. Pendidikan
dapat dilakukan melalui jalur formal dan juga informal. Pendidikan merupakan salah satu poin
yang tercantum di dalam UUD 1945 bab Pendidikan dan Kebudayaan, yang merupakan landasan
yang digunakan untuk menjamin setiap warga negara memperoleh pendidikan. Belajar tentang
Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya adalah belajar tentang keindonesiaan, belajar untuk
menjadi manusia yang berkepribadian Indonesia, membangun rasa kebangsaan, dan mencintai
tanah air Indonesia.
Pendidikan kewarganegaraan merupakan bagian yang utuh dari sistem pendidikan
nasional. Oleh karena itu, proses pendidikan kewarganegaraan diwujudkan dalam kurikulum dan
pembelajaran pada semua jalur dan jenjang pendidikan. Untuk menjamin fungsi dan perannya
dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional, pendidikan kewarganegaraan seyogyanya
dirancang, dikembangkan, dilaksanakan, dan dievaluasi dalam konteks pengejawantahan tujuan
pendidikan nasional. Ketiga hal tersebut merupakan landasan dan kerangka pikir untuk
memahami profil mata kuliah/mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan.
Proses pendidikan Kewarganegaraan mampu memberdayakan, membudayakan peserta
didik dalam arti bahwa proses dan hasil pendidikan tersebut harus mampu memfasilitasi peserta
didik untuk melakukan proses belajar untuk memperluas wawasan (learning to know), belajar
untuk membangun kemampuan berbuat (learning to do), belajar untuk hidup dan berkehidupan
(learning to be), dan belajar untuk hidup bernegara (learning to live together) (UNESCO : 1996).
Pendidikan kewarganegaraan merupakan proses pendidikan untuk membangun keteladanan
kemauan dan kemampuan mengembangkan kreatifitas yang mencerminkan jati diri bangsa yang
syarat dengan nilai-nilai sosial kultural ke-indonesiaan.
Pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya merupakan sebuah teori yang dipelajari dari
tingkat Sekolah Dasar hingga ke Perguruan Tinggi saja, melainkan diperlukan pengamalannya
pada kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat dan berbangsa. Banyaknya masalah yang
3
terjadi di Indonesia sedikit banyak berpengaruh terhadap pemahaman seseorang pada Pendidikan
Kewarganegaraan yang telah dipelajari.
Untuk itu Pendidikan Kewarganegaraan secara psikopedagogis/andragogis dan
sosiokultural dirancang, dilaksanakan, dan dievaluasi dalam konteks pengembangan kecerdasan
kewarganegaraan (civic intelligence) yang secara psikososial tercemin dalam penguasaan
pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), perwujudan sikap kewarganegaraan (civic
dispositions), penampilan keterampilan kewarganegaraan (civic skills), pemilikan komitmen
kewarganegaraan (civic commitment), pemilikan keteguhan kewarganegaraan (civic confidence),
dan penampilan kecakapan kewarganegaraan (civic competence) yang kesemua itu memancar
dari dan mengkristal kembali menjadi kebijakan/keadaban kewarganegaraan (civic
virtues/civility). Keseluruhan kemampuan itu merupakan pembekalan bagi setiap warga negara
untuk secara sadar melakukan partisipasi kewarganegaraan (civic participation) sebagai
perwujudan dari tanggung jawab kewarganegaraan (civic responsibilty).
UUD 1945 sebagai landasan Konstitusional pada bagian Pembukaan alinea keempat
memberikan dasar pemikiran tentang tujuan negara. Salah satu tujuan negara tersebut dapat
dikemukakan dari pernyataan ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’. Apabila dikaji maka tiga kata
ini mengandung makna yang cukup dalam. Mencerdaskan kehidupan bangsa mengandung pesan
pentingnya pendidikan pendidikan bagi seluruh anak bangsa. Dalam kehidupan
berkewarganegaraan, pernyataan ini memberikan pesan kepada penyelenggara negara dan
segenap rakyat agar memilki kemampuan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku serta cerdas
baik dalam proses pemecahan masalah maupun dalam pengambilan keputuan kenegaraan
kebangsaan, dan kemasyarakatan. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas sebagai landasan
operasional dan pesan yang terkait dengan pendidikan kewarganegaraan.
Pada Pasal 3 ayat (2) tentang fungsi dan tujuan negara dikemukan bahwa: Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
martabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, yang menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan kewarganegaraan adalah bidang kajian yang bersifat multifaset dengan
konteks lintas bidang keilmuan yang bersifat interdisipliner/multidisipliner/multidimensional.

4
Namun, secara filsafat keilmuan bidang studi ini memiliki objek kajian pokok ilmu politik
khususnya konsep demokrasi politik (political democracy) untuk aspek hak dan kewajiban
(duties and right of citizens). Dari obej kajian pokok inilah berkembang konsep Civics yang
secara harfiah diambil dari bahasa latin civicus, yang artinya warga negara pada zaman Yuani
kuno. Kemudian secara akademis diakui sebagai embrionya civic education. Selanjutnya, di
Indonesia hal ini diadaptasi menjadi “pendidikan kewarganegaraa” (Pkn). Secara metodologis,
Pkn sebagai suatu bidang kelimuan merupakan pengembangan salah satu dari lima tradisi social
studies yakni transmisi kewarganegaraan (citizenship transmission).
Somantri (2001) menyatakan bahwa objek studi Civics dan Civics education adalah
warga negara dalam hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan, sosial, ekonomi, agama,
kebudayaan, dan negara. Kata kunci dari pengertian ini adalah warga negara dalam hubungannya
dengan pihak lain yang dimaksud adalah negara. Hal ini sejalan dengan kajian yang telah
dilakukan terdahulu bahwa pada hakikatnya, objek kajian Pkn adalah perilaku warga negara
(Sapriya, 2007). Dalam lokakarya metodologi pendidikan kewarganegaraan tahun 1973
dikemukakan bahwa objek studi Civics adalah: (1) tingkah laku, (2) tipe pertumbuhan berpikir,
(3) potensi yang ada pada setiap diri warga negara, (4) hak dan kewajiban, (5) cita-cita dan
aspirasi, (6) kesadaran (patriotisme, nasionalisme, saling pengertian internasional, moral
pancasila), dan (7) usaha, kegiatan, partisipasi, dan tanggungjawab.
Dengan demikian, apabila fokus kajiannya diarahkan pada bidang telaahnya, maka
sebenarnya ideologi Pkn yang esensial adalah perilaku warga negara. Meskipun demikian, perlu
disadari bahwa perilaku warga negara itu sangat kontekstual sehingga bidang kajian ini
merupakan konteks dimana warga negara itu hidup dan berada. Konteks perilaku yang dimaksud
adalah perilaku yang ditunjukkan oleh individu dalam suasana atau kondisi tertentu, misalnya,
bagaimana individu sebagai warga negara ketika ia berperilaku dirumah karena ia sebagai
anggota keluarga (member of family); bagaimana individu berperilaku, berpikir, bekerja, berbuat
sebagai anggota kelas disekolah karena ia adalah warga sekolah (school citizen). Dan demikian
bagaiman ia berperilaku dimasyarakat sebagai anggota masyarakat demokratis atau madani,
apakah anggota partai politik, apakah anggota organisasi kemasyarakatan.
Matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan yang menfokuskan
pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hakhak dan
kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang

5
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan Tinggi tidak dapat mengabaikan realita
kehidupam global yang digambarkan sebagai perubahan kehidupan yang bersifat paradoks dan
ketakterdugaan. Karena itu, Pendidikan Kewarganegaraan di maksudkan agar kita memiliki
wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku
sebagai pola tindak cinta tanah air berdasarkan Pancasila. Semua itu di perlukan demi tetap utuh
dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena itu, mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang terdidik perlu
memahami tentang Indonesia, memiliki kepribadian Indonesia, memiliki rasa kebangsaan
Indonesia, dan mencintai tanah air Indonesia. Dengan demikian, ia menjadi warga negara yang
baik dan terdidik (smart and good citizen) dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara
yang demokratis. Lalu mengapa Pendidikan Kewarganegaraan menjadi kriteria bagi
pengembangan kemampuan mahasiswa? Untuk mendapat jawaban atas pertanyaan ini, dalam
makalah ini kita akan mempelajari jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Pendidikan Kewarganegaraan?
2. Apa tujuan diadakannya Pendidikan Kewarganegaraan?
3. Apa yang mendasari pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan bagi mahasiswa?
4. Bagaimana konsep dan urgensi Pendidikan Kewarganegaraan dalam pencerdasaan kehidupan
bangsa?
5. Bagaimana sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia?
6.Bagaimana membangun argumen tentang dinamika dan tantangan Pendidikan
Kewarganegaraan?
7. Bagaimana esensi dan urgensi Pendidikan Kewarganegaraan untuk masa depan?

1.3 Tujuan Penulisan


1.Untuk mengetahui apa itu Pendidikan Kewarganegaraan.
2.Untuk mengetahui tujuan diadakannya Pendidikan Kewarganegaraan.
3.Untuk mengetahui apa yang mendasari pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan bagi
mahasiswa.

6
4.Untuk mengetahui konsep dan urgensi Pendidikan Kewarganegaraan dalam pencerdasaan
kehidupan bangsa.
5.Untuk mengetahui sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Pendidikan
Kewarganegaraan di Indonesia.
6.Untuk membangun argumen tentang dinamika dan tantangan Pendidikan Kewarganegaraan.
7.Untuk mengetahui esensi dan urgensi Pendidikan Kewarganegaraan untuk masa depan.

1.4 Manfaat
1.Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai apa itu Pendidikan Kewarganegaraan.
2.Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai tujuan diadakannya Pendidikan
Kewarganegaraan.
3. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai apa yang mendasari pentingnya Pendidikan
Kewarganegaraan bagi mahasiswa.
4.Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai konsep dan urgensi Pendidikan
Kewarganegaraan dalam pencerdasaan kehidupan bangsa.
5. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai sumber Historis, Sosiologis, dan Politik
tentang Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia.
6. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai argumen tentang dinamika dan tantangan
Pendidikan Kewarganegaraan.
7.Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai esensi dan urgensi Pendidikan
Kewarganegaraan untuk masa depan.

7
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan merupakan sarana yang sangat efektif dalam mencerdaskan kehidupan


bangsa, hal ini merupakan salah satu wujud pelaksanaan tujuan negara Indonesia yang ke tiga
yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu maju dan tidaknya bangsa di pengarui
oleh tingkat pendidikan yang di terapkan oleh negara. Dalam kajian yuridis Formal, makna
pendidikan,seperti tersurat dalam UU tentang sistem pendidikan nasional BAB I ketentuan
umum pasal 1 ayat 1 mengungkapkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujutkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
masyarakat bangsa dan Negara.
Pendidikan Kewarganegaraan atau Civic Education adalah program pendidikan yang
bersifat multifaket dengan konteks lintas bidang keilmuwan yang disebut interdisipliner dan
multidimensional berlandaskan pada teori-teori disiplin ilmu-ilmu sosial, yang secara struktural
bertumpu pada disiplin ilmu politik. Menurut Udin S. Winataputra (2008), sifat multi
dimensional inilah membuat bidang kajian Pkn dapat disikapi sebagai; Pendidikan
Kewarganegaraan, Pendidikan Politik, Pendidikan Nilai dan Moral, Pendidikan Karakter
Kebangsaan, Pendidikan Kemasyarakatan, Pendidikan Hukum dan HAM serta Pendidikan
Demokrasi. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2006) Pendidikan Kewarganegaraan
adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan
mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara Indonesia yang
cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Pendidikan Kewarganegaraan secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran
yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia
yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Pendidikan Kewarganegaraan
secara teoritik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif,
afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam

8
konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan
bela negara. Pendidikan Kewarganegaraan secara pragramatik dirancang sebagai subjek
pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values)
dan pengalaman belajar (learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari
ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara.
Pendidikan Kewarganegaraan diarahkan pada pembinaan sikap dan kemampuan bela
negara. Jadi berbeda dengan wajib latih yang lebih ditekankan pada aspek fisik. Pendidikan
kewarganegaraan lebih ditekankan pada aspek kongnitif dan afektif bela negara (Amin, 2010).
Pendidikan kewarganegaraan dapat diartikan sebagai “usaha sadar” untuk menyiapkan peserta
didik agar pada masa datang dapat menjadi patriot pembela bangsa dan negara. Maksud dari
patriot pembela bangsa dan negara ialah pemimpin yang mempunyai kecintaan, kesetian, serta
keberanian untuk membela bangsa dan tanah air melalui bidang profesi masing-masing. Jika
seorang ilmuan akan berjuang melalui upaya mencari kebenaran ilmu yang dapat digunakan
untuk kemaslahatan dan kesejahteraan bangsa. Jika seorang guru, dengan penuh kesetian dan
pengabdian berjuang mencerdaskan anak didik sebagai anak bangsa yang berguna untuk Nusa
Bangsa dan Negaranya, berhak mendapat predikat patriot, satria, pahlawan, kendatipun tanpa
tanda jasa
H. A. Kosasih Djahiri mengemukakan bahwa hakikat Pendidikan Kewarganegaraan atau
Civic Education adalah program pendidikan pembelajaran yang secara programatik-prosedural
yang berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) serta
memberdayakan (empowering) manusia/anak didik (diri dan kehidupannya) menjadi warga
negara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan/yurudis konstitusional bangsa/negara (Dasim
Budimansyah : 2006). Menurut Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003 pada ayat Penjelasan
Pasal 37 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan kewarganegaraan adalah sebuah
ilmu pengetahuan yang dipelajari dengan tujuan untuk membentuk para siswa agar menjadi
manusia yang cinta tanah air dan mempunyai rasa kebangsaan yang tinggi.
Secara programatik materi ajar Pendidikan Kewarganegaraan secara utuh memberi bekal
pengetahuan politik, hukum yang berlaku dalam masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Mater
ajar secara faktual teoritik konseptual dan normatif berisi pesan nilainilai moral serta aturan main

9
dan cara pelaksanaannya. Program Pendidikan Kewarganegaraan menitikberatkan pada
pembentukan insan yang religius, demokratis, cerdas, terampil, dan sejahtera serta cinta bangsa
dan bernegara serta mampu menjaga nama baik martabat bangsa dan negara dalam pergaulan
antar bangsa-bangsa di dunia. Secara prosedural pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
menyiapkan bahan ajar pilihan yang secara fungsional kearah pembinaan, pengembangan, dan
pembentukan potensi diri anak didik baik dalam lingkugan fisik maupun nonfisik secara
demokratis, humanis, dan fungsional.
Dalam kajian sosial pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu bidang keilmuan
yang bersifat multidimensional, hal ini ditinjau dari tinjauan pedagogik, menyatakan bahwa
pendidikan kewarganegaraan meliputi program kurikuler dan aktivitas sosial kultural. Dengan
demikian maka sifat multidimensionalnya dari pendidikan kewarganegaraan dapat disikapi
sebagai pendidikan nilai dan moral, pendidikan kemasyarakatan, pendidikan kebangsaaan,
pendidikan politik, pendidikan hukum, dan pendidikan demokrasi. krasi. Dalam perkembangan
pendidikan kewarganegaraan di Indonesia tidak boleh lepas dari konsep dasar ideologi Pancasila,
landasan konstitusional UUD 1945 dan landasan operasional Undang-undang Nomer 20 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Selain hal itu tentunya juga tidak lepas dari koridor negara kesatuan republik Indonesia
dan filosofi Bhineka Tunggal Ika. Pada kurikulum KTSP, dijelaskan bahwa Pendidikan
Kewarganegaran adalah upaya mengembangkan kualitas warga negara secara utuh dalam
berbagai aspek sebagai berikut:
1) Kemelekwacanaan sebagai warga negara (civic literacy), yakni pemahaman peserta didik
sebagai warga negara tentang hakdan kewajiban warga negara dalam kehidupan
demokrasikonstitusional Indonesia serta menyesuaikan perilakunya denganpemahaman dan
kesadaran itu.
2) Komunikasi sosial kultural kewarganegaraan (civic engagement), yakni kemauan dan
kemampuan peserta didik sebagai warganegara untuk melibatkan diri dalam komunikasi
sosialkulturalsesuai dengan hak dan kewajibannyam.
3) Kemampuan berpartisipasi sebagai warga negara (civic skill and participation), yakni
kemauan, kemampuan, dan keterampilanpeserta didik sebagai warga negara dalam mengambil
prakarsadan/atau turut serta dalam pemecahan masalah sosial-kulturkewarganegaraan di
lingkungannya.

10
4) Penalaran kewarganegaraan (civic knowledge), yakni kemampuan peserta didik sebagai warga
negara untuk berpikir secara kritis dan bertanggung jawab tentang ide, instrumentasi, dan praksis
demokrasi konstitusional Indonesia.
5) Partisipasi kewarganegaraan secara bertanggung jawab (civic participation and civic
responsibility), yakni kesadaran dan kesiapan peserta didik sebagai warga negara untuk
berpartisipas iaktif dan penuh tanggung jawab dalam berkehidupan demokrasi konstitusional.
Kewarganegaraan adalah bagian dari konsep kewargaan “citizenship”. Dalam pengertian
ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga penduduk kota atau kabupaten,
karena mereka juga merupakan unit politik. Dalam otonomi, kewarganegaraan menjadi penting,
karena masing-masing unit politik akan memberikan hak pemegang (biasanya sosial) yang
berbeda bagi warganya.
Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan “nationality”. Perbedaannya
adalah hak untuk aktif dalam politik. Hal ini dimungkinkan untuk memiliki kewarganegaraan
tanpa warga negara (misalnya, oleh hukum adalah subyek suatu negara dan berhak atas
perlindungan tanpa memiliki hak untuk berpartisipasi dalam politik). Hal ini juga memungkinkan
untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota sebuah negara bangsa.
Di bawah teori kontrak sosial, status kewarganegaraan memiliki implikasi hak-hak dan
kewajiban. Dalam filosofi “kewarganegaraan aktif”, seorang warga negara wajib memberikan
kontribusi kemampuannya untuk memperbaiki masyarakat melalui partisipasi ekonomi, layanan
publik, kerja sukarela, dan kegiatan lain yang sejenis untuk meningkatkan mata pencaharian
masyarakatnya. Dari pemikiran ini muncul mata pelajaran Kewarganegaraan “Civics” yang
diberikan di berbagai tingkat pendidikan.

2.2 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Secara klasik sering dikemukakan bahwa tujuan pendidikan kewarganegaraan di


Indonesia adalah untuk membentuk warga negara yang baik (a good citizen). Akan tetapi,
pengertian warga negara yang baik itu pada masa yang lalu lebih diartikan sesuai dengan tafsir
penguasa. Pada masa Orde Lama, warga negara yang baik adalah warga negara yang berjiwa
revolusioner, anti imperialisme, kolonialisme, dan neo-kolonialisme. Pada masa Orde Baru,
warga negara yang baik adalah warga negara yang Pancasilais, manusia pembangunan, dan
sebagainya. Sejalan dengan visi pendidikan kewarganegaraan era reformasi, misi mata kuliah ini

11
adalah meningkatkan kompetensi mahasiswa agar mampu menjadi warga negara yang berperan
serta secara aktif dalam sistem pemerintahan negara yang demokratis.
Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan di Indonesia adalah untuk menumbuhkan
wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan
kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para calon-calon
penerus bangsa yang sedang dan mengkaji dan akan menguasai imu pengetahuaan dan teknologi
serta seni.
Selain itu tujuan mempelajari pendidikan kewarganegaraan lainnya yaitu untuk
meningkatkan kualitas manusia indonesia yang berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju,
tangguh, profesional, bertanggung jawab dan produktif serta sehat jasmani dan rohani. Peran
kewarganegaraan pun cukup penting untuk keberlangsungan bangsa dengan menambah wawasan
dan pengetahuan kewarganegaraan.
Sehubungan dengan itu, Ace Suryadi dan Somardi (2000:5) mengemukakan bahwa
pendidikan kewarganegaraan difokuskan pada tiga komponen pengembangan, yaitu (1) civic
knowledge, (2) civic skill, dan (3) civic disposition. Inilah pengertian warga negara yang baik
yang diharapkan oleh pendidikan kewarganegaraan di era reformasi. Pendidikan
kewarganegaraan di era reformasi dituntut merevitalisasi diri agar mampu melaksanakan misi
sesuai dengan visinya itu. Hingga saat ini mata pelajaran tersebut seakan tidak memiliki vitalitas,
tidak berdaya, dan tidak dapat berfungsi secara baik dalam meningkatkan kompetensi
kewarganegaraan.
Dalam penataannya di dalam struktur kurikulum, Belinda Charles dalam Print
(1999:133-135), merekomendasikan isi pendidikan kewarganegaraan dapat ditata dalam tiga
model, yaitu formal curriculum, informal curriculum, hidden curriculum. Dengan model formal
curriculum, implementasi pembelajarannya dapat menembus berbagai mata pelajaran (cross-
curriculum). Dengan model informal curriculum dapat diimplementasikan dalam kegiatan-
kegiatan ekstra kurikuler, seperti kepanduan, klub-klub remaja, PMR, kegiatan rekreasi, dan olah
raga. Model ini justru efektif dalam pembentukan karakter remaja. Dengan model hidden
curriculum, seperti misalnya etika, dapat dikembangkan dalam tingkah laku sehari-hari.
Pendidikan kewarganegaraan bertujuan untuk memberikan kompetensi sebagai berikut:
berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan,
berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam

12
kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, berkembang secara positif dan demokratis
untuk membentuk diri berdasarkan karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama
dengan bangsabangsa lain serta berinteraksi dengan bangsa lain dalam percaturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Pusat
Kurikulum, 2003:3).
Sedangkan hakikat Pendidikan Kewarganegaraan, untuk membekali dan memantapkan
mahasiswa dengan pengetahuan dan kemampuan dasar hubungan warga negara Indonesia yang
Pancasilais dengan negara dan sesama warga negara. Menurut UU Nomor20/2003 tentang sistem
pendidikan nasional. Pasal 35 UU Nomor 12/2012 tentang pendidikan tinggi, Pendidikan
Kewarganegaraan dimaksudkan agar peserta didik memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Selain itu, menurut Abdul Azis Wahab dan Sapriya (2012:311) tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan adalah untuk membentuk warga negara yang baik. Menurut SK Dirjen Dikti
Nomor43/2006, Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk menjadikan peserta didik
yang menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air;
demokratis yang berkeadaban; menjadi warganegara yang memiliki daya saing; berdisiplin; dan
berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila.
Menurut Martini, dkk (2013:3) tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi
yaitu membantu mahasiswa mengembangkan potensinya untuk menguasai ilmu pengetahuan,
keterampilan dan sikap kewarganegaraan dan nilai-nilai yang diperlukan dalam rangka
penerapan ilmu, profesi dan keahliannya serta berpartisipasi dalam kehidupan yang
bermasyarakat dari komuniti setempat, bangsa dan dunia. Selain itu, membantu mahasiswa
menjadi warganegara yang cerdas, demokratik berkeadaban, bertanggungjwab, dan menggalang
kemampuan kompetitif bangsa di era globalisasi.
Dalam Standar Isi Pendidikan Kewarganegaraan sebagaimana tertuang dalam
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan
mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan Warga Negara yang memahami dan
mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi Warga Negara Indonesia yang
cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan
Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: 1. Berpikir secara kritis,
rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan 2. Berpartisipasi secara aktif dan
bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan

13
bernegara, serta anti-korupsi 3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsabangsa lainnya 4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Hal ini selaras dengan tujuan pendidikan tinggi adalah (a) berkembangnya potensi
mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya
untuk kepentingan 6 bangsanya. (b) dihasilkannya lulusan yang menguasai cabang ilmu
pengetahuan dan / atau teknologi untuk memenuhi kepentingan nasional dan peningkatan daya
saing bangsa; (c) dihasilkannya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penelitian yang
memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, serta
kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia; dan (d) terwujudnya pengabdian kepada
masyarakat berbasis penalaran dan karya penelitian yang bermanfaat dalam memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. (UU Nomor 12 Tahun 2012).
Pendidikan nilai dan pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu materi pelajaran
yang wajib untuk disampaikan kepada peserta didik, hal ini mengingat bahwa semakin
memudarnya nilai-nilai jati diri bangsa Indonesia. Pendidikan nilai merupakan pendidikan yang
memiliki tujuan menanamkan nilai dasar kemanusiaan berupa kebenaran, kebijakan, kedamaian,
kasih sayang dan tanpa kekerasan sehingga akan menghasilkan generasi muda yang mampu
untuk menganalisis setiap nilai-nilai kehidupan.
Pendidikan kewarganegaraan tentu memiliki fungsi, peranan dan tujuan yang dihasilkan.
Terdapat tujuan pendidikan kewarganegaraan secara umum yaitu fungsi dan tujuan dengan hasil
dan output yang umum dirasakan. Selain itu juga ada tujuan pendidikan kewarganegaraan secara
khusus dengan mengkhususkan tujuan pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi atau
sekolah.
Tidak berbeda dengan konsep pendidikan kewarganegaraan yang merupakan salah satu
mata pelajaran wajib yang memiliki sifat multidimensional yang didalamya juga terdapat nilai-
nilai dasar kehidupan sehingga pendidikan kewarganegaraan di artikan sebagai upaya
pengembangan kualitas warga negara secara utuh yang mencakup aspek warga negara,
komunikasi sosial, kemampuan berpartisipasi sebagai warga negara, penalaran kewarganegaraan,
tanggung jawan dan partisipasi warga negara.

14
Berikut merupakan tujuan pendidikan kewarganegaraan bagi mahasiswa menurut
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti). Landasan pendidikan kewarganegaraan ini
diambil dari Keputusan Dirjen Dikti No. 267/Dikti/2000 yang mencakup tiga poin tujuan utama
sebagai berikut:
 Agar mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun,
jujur, dan demokratis serta ikhlas sebagawai WNI terdidik dan bertanggung jawab.
 Agar mahasiswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat mengatasinya dengan pemikiran
kritis dan bertanggung jawab yang berlandaskan Pancasila, Wawasan Nusantara, dan
Ketahanan Nasional.
 Agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan,
cinta tanah air, serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa.
 Membantu siswa/mahasiswa sebagai generasi muda untuk mendapatkan pemahaman cita-
cita nasional/tujuan Negara. Mahasiswa sebagai generasi baru mengambil keputusan-
keputusan yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan permasalahan individu, warga
serta negara. Bisa mengapresiasikan cita-cita nasional serta bisa membuat keputusan-
keputusan yang pintar. Sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang pintar,
terampil, serta berkarakter yang setia kepada bangsa serta Negara Indonesia dengan
merefleksikan dirinya dalam kerutinan berpikir serta berperan sesuai dengan amanat
Pancasila serta UUD NKRI 1945.
Berdasarkan beberapa kutipan tentang tujuan pendidikan kewarganegaraan dapat diambil
suatu kesimpulan bahwa pendidikan kewarganegaraan diharapkan mampu membantu mahasiswa
untuk mengembangkan potensinya untuk menjadi ilmuan yang bukan saja memiliki ilmu
pengetahuan melainkan juga memiliki sikap, keterampilan dan kesadaran bernegara yang tinggi
sehingga akan membawanya menjadi warganegara yang bertanggungjawab untuk berpartisipasi
dan memiliki disiplin yang tinggi demi kemajuan bangsa dan negaranya.

2.3 Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan Bagi Mahasiswa

Setiap matakuliah tentu memiliki tujuan agar mahasiswa memiliki sejumlah kompetensi
tertentu yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, kompetensi yang diharapkan dalam matakuliah

15
pendidikan kewarganegaraan adalah agar mahasiswa menjadi ilmuwan dan profesional yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis, berkeadaban, memiliki daya saing,
berdisiplin, berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem
nilai Pancasila. Sedangkan standar kompetensi yang wajib dikuasai mahasiswa mampu berfikir
rasional, bersikap dewasa dan dinamis, berpandangan luas dan bersikap demokratis yang
berkeadaban sebagai warga negara Indonesia. Dengan berbekal kemampuan intelektual ini
diharapkan mahasiswa mampu melaksanakan proses belajar sepanjang hayat (long live learning),
menjadi ilmuwan profesional yang berkepribadian dan menjunjung nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pendidikan Kewarganegaraan adalah salah satu mata pelajaran yang diwajibkan dari
tingkat Sekolah Dasar, menengah, hingga Perguruan Tinggi. Hal ini dimaksudkan agar dapat
memupuk karakter siswa untuk memiliki rasa nasionalisme, juga membentuk karakter sosial dan
karakter bangsa sejak dini. Karakter Bangsa adalah perilaku yang diharapkan yang dimiliki oleh
warga Negara sebagai cerminan dari Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan Kewarganegaraan
juga merupakan pondasi atau modal utama bagi seluruh bangsa Indonesia untuk dapat
mempelajari, memahami, dan mencintai setiap aspek dari Indonesia sendiri.
Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga
negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Hakikat negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan
modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada
semangat kebangsaan atau nasionalisme yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun
masa depan bersama di bawah suatu negara sama walaupun warga negara tersebut berbeda-beda
agama, ras, etnik, atau golongannya. (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1998).
Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Konstitusi
Negara Indonesia perlu ditularkan secara terus menerus utnuk memberikan pemahaman yang
mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara historis, negara Indonesia telah
diciptakan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah negara yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh

16
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945).
Dalam konteks pembangunan bangsa dan karakter (nation and character building),
pendidikan kewarganegaraan memiliki kedudukan fungsi dan peran yang sangat penting.
Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu pendidikan berkarakter yang dikembangkan
secara sistematik dan sistemik yang tidak dapat dipisahkan dari kerangka kebijakan
pembangunan nasional, pembangunan bangsa dan karakter.
Pendidikan memiliki peranan dan tanggung jawab yang sangat penting dalam
mempersiapkan warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan adalah
menyelenggarakan program pendidikan yang memberikan berbagai kemampuan sebagai seorang
warga negara melalui mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan (citizenship). Keluarga, tokoh-tokoh keagamaan dan
kemasyarakatan, media massa, dan lembaga-lembaga lainnya yang bekerja sama dan
memberikan kontribusi yang kondusif terhadap tanggung jawab pendidikan tersebut. Pendidikan
Kewarganegaraan (citizenship) merupakan mata kuliah yang memfokuskan pada pembentukan
diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi
warga negara Indoneisa yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan
UUD 1945.
Mahasiswa sebagai sebagai bagian dari Pendidikan tingkat tinggi di Indonesia juga turut
melaksanakan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, karena mahasiswa merupakan bibit
untuk mempertanggung jawabkan Indonesia kedepannya. Karena itulah diperlukan pendidikan
moral dan akademis yang akan menunjang sosok pribadi mahasiswa. Kepribadian mahasiswa
akan tumbuh seiring dengan waktu dan mengalami proses pembebenahan, pembekalan,
penentuan dan akhirnya pemutusan prinsip diri. Di masa yang akan datang diperlukan ilmu yang
cukup untuk dapat mendukung kokohnya pendirian suatu Negara dan mencerdaskan kehidupan
bangsa bagi warga Negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan
pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela Negara demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan
bangsa dan Negara.

17
2.4 Konsep dan Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pencerdasaan Kehidupan
Bangsa

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan


Tinggi, program sarjana merupakan jenjang pendidikan akademik bagi lulusan pendidikan
menengah atau sederajat sehingga mampu mengamalkan ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui penalaran ilmiah. Lulusan program sarjana diharapkan akan menjadi intelektual dan/atau
ilmuwan yang berbudaya, mampu memasuki dan/atau menciptakan lapangan kerja, serta mampu
mengembangkan diri menjadi profesional. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan bahwa profesional adalah pekerjaan atau
kegiatan yang dapat menjadi sumber penghasilan, perlu keahlian, kemahiran, atau kecakapan,
memiliki standar mutu, ada norma dan diperoleh melalui pendidikan profesi. Mahasiswa
adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang
menjalani pendidikan pada salah satu bentuk perguruan tinggi yang terdiri dari akademik,
politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas (Hartaji, 2012: 5).
Apakah profesi yang akan Anda capai setelah menyelesaikan pendidikan sarjana atau
profesional? Perlu Anda ketahui bahwa apa pun kedudukannya, mahasiswa, sarjana atau
profesional, dalam konteks hidup berbangsa dan bernegara, bila memenuhi persyaratan
sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan maka Anda berstatus warga negara. Apakah
warga negara dan siapakah warga negara Indonesia (WNI) itu? Sebelum menjawab secara
khusus siapa WNI, perlu diketahui terlebih dahulu apakah warga negara itu? Konsep warga
negara (citizen; citoyen) dalam arti negara modern atau negara kebangsaan (nation-state) dikenal
sejak adanya perjanjian Westphalia 1648 di Eropa sebagai kesepakatan mengakhiri perang
selama 30 tahun di Eropa. Berbicara warga negara biasanya terkait dengan masalah
pemerintahan dan lembaga-lembaga negara seperti lembaga Dewan Perwakilan Rakyat,
Pengadilan, Kepresidenan dan sebagainya.
Dalam pengertian negara modern, istilah “warga negara” dapat berarti warga, anggota
(member) dari sebuah negara. Warga negara adalah anggota dari sekelompok manusia yang
hidup atau tinggal di wilayah hukum tertentu yang memiliki hak dan kewajiban. Di Indonesia,
istilah “warga negara” adalah terjemahan dari istilah bahasa Belanda, staatsburger. Selain istilah
staatsburger dalam bahasa Belanda dikenal pula istilah onderdaan. Menurut Soetoprawiro (1996)
istilah onderdaan tidak sama dengan warga negara melainkan bersifat semi warga negara atau

18
kawula negara. Munculnya istiah tersebut karena Indonesia memiliki budaya kerajaan yang
bersifat feodal sehingga dikenal istilah kawula negara sebagai terjemahan dari onderdaan.
Setelah Indonesia memasuki era kemerdekaan dan era modern, istilah kawula negara telah
mengalami pergeseran.
Istilah kawula negara sudah tidak digunakan lagi dalam konteks kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia saat ini. Istilah “warga negara” dalam kepustakaan Inggris dikenal
dengan istilah “civic”, “citizen”, atau “civicus”. Apabila ditulis dengan mencantumkan “s” di
bagian belakang kata civic mejadi “civics” berarti disiplin ilmu kewarganegaraan.
Konsep warga negara Indonesia adalah warga negara dalam arti modern, bukan warga
negara seperti pada zaman Yunani Kuno yang hanya meliputi angkatan perang, artis, dan
ilmuwan/filsuf. Siapa saja WNI? Menurut undang-undang yang berlaku saat ini, warga negara
adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Mereka
dapat meliputi TNI, Polri, petani, pedagang, dan profesi serta kelompok masyarakat lainnya yang
telah memenuhi syarat menurut undang-undang.
Untuk menelusuri Pendidikan Kewarganegaraan, kita dapat mengkajinya secara
etimologis, yuridis, dan teoretis . Secara etimologis konsep Pendidikan Kewarganegaraan, dapat
dianalisis secara kata per kata. Pendidikan Kewarganegaraan dibentuk oleh dua kata, ialah kata
“pendidikan” dan kata “kewarganegaraan”. Untuk mengerti istilah pendidikan, kita dapat melihat
Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) atau secara lengkap lihat definisi pendidikan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 1 Ayat (1). Mari kita perhatikan definisi pendidikan berikut ini:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1).
Secara konseptual, istilah kewarganegaraan tidak bisa dilepaskan dengan istilah warga
negara. Selanjutnya ia juga berkaitan dengan istilah pendidikan kewarganegaraan. Dalam
literatur Inggris ketiganya dinyatakan dengan istilah citizen, citizenship dan citizenship
education. Lalu apa hubungan dari ketiga istilah tersebut? Perhatikan pernyataan yang
dikemukakan oleh John J. Cogan, & Ray Derricott dalam buku Citizenship for the 21st Century:

19
An International Perspective on Education (1998) berikut ini A citizen was defined as a
‘constituent member of society’. Citizenship on the other hand, was said to be a set of
characteristics of being a citizen’. And finally, citizenship education the underlying focal
point of a study, was defined as ‘the contribution of education to the development of
those charateristics of a citizen’.
Selanjutnya secara yuridis, istilah kewarganegaraan dan pendidikan kewarganegaraan di
Indonesia dapat ditelusuri dalam peraturan perundangan berikut ini:

Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara.
(Undang-undang RI No.12 Tahun 2006 Pasal 1 Ayat 2) Pendidikan kewarganegaraan
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air (Undang-undang RI No 20 Tahun 2003, Penjelasan Pasal
37).

Bagaimana konsep PKn secara teoritis menurut para ahli? Untuk menelusuri konsep
Pendidikan Kewarganegaraan menurut para ahli, kita dapat mengkaji karya M. Nu’man
Somantri, 2001; Abdul Azis Wahab dan Sapriya, 2011; Winarno, 2013, dan lain-lain. Berikut ini
ditampilkan satu definisi PKn menurut M. Nu’man Somantri (2001) sebagai berikut:

Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi


politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh
positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses
guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis
dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Selanjutnya, bagaimana urgensi pendidikan kewarganegaraan di negara kita? Mari kita


telusuri pentingnya pendidikan kewarganegaraan menurut peraturan perundangan dan pendapat
para ahli. Pada dasarnya tujuan pendidikan kewarganegaraan di mana pun umumnya bertujuan
untuk membentuk warga negara yang baik (good citizen).

Kita dapat mencermati Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 37
Ayat (1) yang menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat ...
pendidikan kewarganegaraan. Demikian pula pada ayat (2) dinyatakan bahwa kurikulum
pendidikan tinggi wajib memuat ... pendidikan kewarganegaraan. Bahkan dalam UU No.12

20
Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi lebih eksplisit dan tegas dengan menyatakan nama mata
kuliah kewarganegaraan sebagai mata kuliah wajib. Dikatakan bahwa mata kuliah
kewarganegaraan adalah pendidikan yang mencakup Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal
Ika untuk membentuk mahasiswa menjadi warga negara yang memiliki rasa kebangsaan dan
cinta tanah air.

Apabila Pendidikan Kewarganegaraan memang penting bagi suatu negara, apakah negara
lain memiliki Pendidikan Kewarganegaraan atau Civic (Citizenship) Education? Untuk
menjawab pertanyaan ini, AAda istilah kunci yang sudah banyak dikenal untuk menelusuri
pendidikan kewarganegaraan di negara lain. Berikut ini adalah istilah pendidikan
kewarganegaraan hasil penelusuran Udin S. Winataputra (2006) dan diperkaya oleh Sapriya
(2013) sebagai berikut:

 Pendidikan Kewarganegaraan (Indonesia)


 Civics, Civic Education (USA)
 Citizenship Education (UK)
 Ta’limatul Muwwatanah, Tarbiyatul Watoniyah (Timteng)
 Educacion Civicas (Mexico)
 Sachunterricht (Jerman)
 Civics, Social Studies (Australia)
 Social Studies (USA, New Zealand)
 Life Orientation (Afrika Selatan)
 People and Society (Hongaria)
 Civics and Moral Education (Singapore)
 Obscesvovedinie (Rusia)
 Pendidikan Sivik (Malaysia)
 Fuqarolik Jamiyati (Uzbekistan)
 Grajdanskiy Obrazavanie (Russian-Uzbekistan)

Adanya sejumlah istilah yang digunakan di sejumlah negara menunjukkan bahwa setiap
negara menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan meskipun dengan istilah yang beragam.

21
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dapat dimaknai sebagai wahana untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa
Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari
peserta didik baik sebagai individu, maupun sebagai anggota masyarakat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) berupaya mengantarkan
warganegara Indonesia menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki  rasa kebangsaan dan
cinta tanah air;  menjadi warga negara demokratis yang berkeadaban; yang memiliki daya saing:
berdisiplin, dan berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan
sistem nilai Pancasila. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berkontiribusi penting
menunjang tujuan bernegara Indonesia yang  berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. PPKN
berkaitan dan berjalan seiring dengan perjalanan pembangunan kehidupan berbangsa dan
bernegara Indonesia. Maka untuk ke depannya, bangsa ini harus benar-benar berpedoman
terhadap pancasila. Untuk dapat mengentaskan kemiskinan, membasmi praktik KKN (Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme), berbagai bentuk kejahatan, dan lain sebagainya, keberadaan pancasila
tetap harus dipertahankan. Karena jika pancasila sudah diujung tanduk oleh ekses-ekses negatif,
maka akan menjadi apa bangsa ini kemudian.

2.5 Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Pendidikan Kewarganegaraan di


Indonesia

Masih ingatkah sejak kapan Anda mulai mengenal istilah pendidikan kewarganegaraan
(PKn)? Bila pertanyaan ini diajukan kepada generasi yang berbeda maka jawabannya akan
sangat beragam. Mungkin ada yang tidak mengenal istilah PKn terutama generasi yang
mendapat mata pelajaran dalam Kurikulum 1975. Mengapa demikian? Karena pada kurikulum
1975 pendidikan kewarganegaraan dimunculkan dengan nama mata pelajaran Pendidikan Moral
Pancasila disingkat PMP. Demikian pula bagi generasi tahun 1960 awal, istilah pendidikan
kewarganegaraan lebih dikenal Civics. Adapun sekarang ini, berdasar Kurikulum 2013,
pendidikan kewarganegaraan jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan nama mata
pelajaran PPKn. Perguruan tinggi menyelenggarakan mata kuliah Pendidikan Pancasila dan
Pendidikan Kewarganegaraan.

22
Untuk memahami pendidikan kewarganegaraan di Indonesia, pengkajian dapat dilakukan
secara historis, sosiologis, dan politis. Secara historis, pendidikan kewarganegaraan dalam arti
substansi telah dimulai jauh sebelum Indonesia diproklamasikan sebagai negara merdeka. Dalam
sejarah kebangsaan Indonesia, berdirinya organisasi Boedi Oetomo tahun 1908 disepakati
sebagai Hari Kebangkitan Nasional karena pada saat itulah dalam diri bangsa Indonesia mulai
tumbuh kesadaran sebagai bangsa walaupun belum menamakan Indonesia. Setelah berdiri Boedi
Oetomo, berdiri pula organisasi-organisasi pergerakan kebangsaan lain seperti Syarikat Islam,
Muhammadiyah, Indische Party, PSII, PKI, NU, dan organisasi lainnya yang tujuan akhirnya
ingin melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Pada tahun 1928, para pemuda yang berasal dari
wilayah Nusantara berikrar menyatakan diri sebagai bangsa Indonesia, bertanah air, dan
berbahasa persatuan bahasa Indonesia.

Pada tahun 1930-an, organisasi kebangsaan baik yang berjuang secara terangterangan
maupun diam-diam, baik di dalam negeri maupun di luar negeri tumbuh bagaikan jamur di
musim hujan. Secara umum, organisasi-organisasi tersebut bergerak dan bertujuan membangun
rasa kebangsaan dan mencita-citakan Indonesia merdeka. Indonesia sebagai negara merdeka
yang dicita-citakan adalah negara yang mandiri yang lepas dari penjajahan dan ketergantungan
terhadap kekuatan asing. Inilah cita-cita yang dapat dikaji dari karya para Pendiri Negara-Bangsa
(Soekarno dan Hatta).

Akhirnya Indonesia merdeka setelah melalui perjuangan panjang, pengorbanan jiwa dan
raga, pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno dan Hatta, atas nama bangsa Indonesia
menyatakan kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaan, melepaskan
diri dari penjajahan, bangsa Indonesia masih harus berjuang mempertahankan kemerdekaan
karena ternyata penjajah belum mengakui kemerdekaan dan belum ikhlas melepaskan Indonesia
sebagai wilayah jajahannya. Oleh karena itu, periode pasca kemerdekaan Indonesia, tahun1945
sampai saat ini, bangsa Indonesia telah berusaha mengisi perjuangan mempertahankan
kemerdekaan melalui berbagai cara, baik perjuangan fisik maupun diplomatis. Perjuangan
mencapai kemerdekaan dari penjajah telah selesai, namun tantangan untuk menjaga dan
mempertahankan kemerdekaan yang hakiki belumlah selesai.

23
Prof. Nina Lubis (2008), seorang sejarawan menyatakan, ...

dahulu, musuh itu jelas: penjajah yang tidak memberikan ruang untuk mendapatkan
keadilan, kemanusiaan, yang sama bagi warga negara, kini, musuh bukan dari luar, tetapi
dari dalam negeri sendiri: korupsi yang merajalela, ketidakadilan, pelanggaran HAM,
kemiskinan, ketidakmerataan ekonomi, penyalahgunaan kekuasaan, tidak menghormati
harkat dan martabat orang lain, suap-menyuap, dll.

Dari penyataan ini tampak bahwa proses perjuangan untuk menjaga eksistensi negara-
bangsa, mencapai tujuan nasional sesuai cita-cita para pendiri negara-bangsa (the founding
fathers), belumlah selesai bahkan masih panjang. Oleh karena itu, diperlukan adanya proses
pendidikan dan pembelajaran bagi warga negara yang dapat memelihara semangat perjuangan
kemerdekaan, rasa kebangsaan, dan cinta tanah air.

PKn pada saat permulaan atau awal kemerdekaan lebih banyak dilakukan pada tataran
sosial kultural dan dilakukan oleh para pemimpin negara-bangsa. Dalam pidato-pidatonya, para
pemimpin mengajak seluruh rakyat untuk mencintai tanah air dan bangsa Indonesia. Seluruh
pemimpin bangsa membakar semangat rakyat untuk mengusir penjajah yang hendak kembali
menguasai dan menduduki Indonesia yang telah dinyatakan merdeka. Pidato-pidato dan
ceramah-ceramah yang dilakukan oleh para pejuang, serta kyai-kyai di pondok pesantren yang
mengajak umat berjuang mempertahankan tanah air merupakan PKn dalam dimensi sosial
kultural. Inilah sumber PKn dari aspek sosiologis. PKn dalam dimensi sosio logis sangat
diperlukan oleh masyarakat dan akhirnya negara-bangsa untuk menjaga, memelihara, dan
mempertahankan eksistensi negara-bangsa.

Upaya pendidikan kewarganegaraan pasca kemerdekaan tahun 1945 belum dilaksanakan


di sekolah-sekolah hingga terbitnya buku Civics pertama di Indonesia yang berjudul Manusia
dan Masjarakat Baru Indonesia (Civics) yang disusun bersama oleh Mr. Soepardo, Mr. M.
Hoetaoeroek, Soeroyo Warsid, Soemardjo, Chalid Rasjidi, Soekarno, dan Mr. J.C.T.
Simorangkir. Pada cetakan kedua, Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, Prijono
(1960), dalam sambutannya menyatakan bahwa setelah keluarnya dekrit Presiden kembali
kepada UUD 1945 sudah sewajarnya dilakukan pembaharuan pendidikan nasional. Tim Penulis
diberi tugas membuat buku pedoman mengenai kewajiban-kewajiban dan hak-hak warga negara

24
Indonesia dan sebab-sebab sejarah serta tujuan Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Menurut Prijono, buku Manusia dan Masjarakat Baru Indonesia identik dengan istilah
“Staatsburgerkunde” (Jerman), “Civics” (Inggris), atau “Kewarganegaraan” (Indonesia).

Secara politis, pendidikan kewarganegaraan mulai dikenal dalam pendidikan sekolah


dapat digali dari dokumen kurikulum sejak tahun 1957 sebagaimana dapat diidentifikasi dari
pernyataan Somantri (1972) bahwa pada masa Orde Lama mulai dikenal istilah: (1)
Kewarganegaraan (1957); (2) Civics (1962); dan (3) Pendidikan Kewargaan Negara (1968). Pada
masa awal Orde Lama sekitar tahun 1957, isi mata pelajaran PKn membahas cara pemerolehan
dan kehilangan kewarganegaraan, sedangkan dalam Civics (1961) lebih banyak membahas
tentang sejarah Kebangkitan Nasional, UUD, pidato-pidato politik kenegaraan yang terutama
diarahkan untuk "nation and charater building” bangsa Indonesia.

Bagaimana sumber politis PKn pada saat Indonesia memasuki era baru, yang disebut
Orde Baru? Pada awal pemerintahan Orde Baru, Kurikulum sekolah yang berlaku dinamakan
Kurikulum 1968. Dalam kurikulum tersebut di dalamnya tercantum mata pelajaran Pendidikan
Kewargaan Negara. Dalam mata pelajaran tersebut materi maupun metode yang bersifat
indoktrinatif dihilangkan dan diubah dengan materi dan metode pembelajaran baru yang
dikelompokkan menjadi Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila, sebagaimana tertera dalam
Kurikulum Sekolah Dasar (SD) 1968 sebagai berikut.

“Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila ialah Kelompok segi pendidikan yang terutama
ditujukan kepada pembentukan mental dan moral Pancasila serta pengembangan manusia
yang sehat dan kuat fisiknya dalam rangka pembinaan Bangsa.

Sebagai alat formil dipergunakan segi pendidikan-pendidikan: Pendidikan Agama,


Pendidikan Kewargaan Negara, pendidikan Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah dan
Olahraga. Pendidikan Agama diberikan secara intensif sejak dari kelas I sampai kelas VI
dan tidak dapat diganti pendidikan budi pekerti saja.

Begitu pula, Pendidikan Kewargaan Negara, yang mencakup sejarah Indonesia, Ilmu
Bumi, dan Pengetahuan Kewargaan Negara, selama masa pendidikan yang enam tahun
itu diberikan terus menerus. Sedangkan Bahasa Indonesia dalam kelompok ini mendapat
tempat yang penting sekali, sebagai alat pembina cara berpikir dan kesadaran nasional.

25
Sedangkan Bahasa Daerah digunakan sebagai langkah pertama bagi sekolah-sekolah
yang menggunakan bahasa tersebut sebagai bahasa pengantar sampai kelas III dalam
membina jiwa dan moral Pancasila. Olahraga yang berfungsi sebagai pembentuk manusia
Indonesia yang sehat rohani dan jasmaninya diberikan secara teratur semenjak anak-anak
menduduki bangku sekolah."

Bagaimana dengan Kurikulum Sekolah Menengah? Dalam Kurikulum 1968 untuk


jenjang SMA, mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara termasuk dalam kelompok pembina
Jiwa Pancasila bersama Pendidikan Agama, bahasa Indonesia dan Pendidikan Olah Raga. Mata
pelajaran Kewargaan Negara di SMA berintikan: (1) Pancasila dan UUD 1945; (2) Ketetapan-
ketetapan MPRS 1966 dan selanjutnya; dan (3) Pengetahuan umum tentang PBB.

Dalam Kurikulum 1968, mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran wajib untuk
SMA. Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan korelasi, artinya mata
pelajaran PKn dikorelasikan dengan mata pelajaran lain, seperti Sejarah Indonesia, Ilmu Bumi
Indonesia, Hak Asasi Manusia, dan Ekonomi, sehingga mata pelajaran Pendidikan Kewargaan
Negara menjadi lebih hidup, menantang, dan bermakna.

Kurikulum Sekolah tahun l968 akhirnya mengalami perubahan menjadi Kurikulum


Sekolah Tahun 1975. Nama mata pelajaran pun berubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila
dengan kajian materi secara khusus yakni menyangkut Pancasila dan UUD 1945 yang dipisahkan
dari mata pelajaran sejarah, ilmu bumi, dan ekonomi. Hal-hal yang menyangkut Pancasila dan
UUD 1945 berdiri sendiri dengan nama Pendidikan Moral Pancasila (PMP), sedangkan
gabungan mata pelajaran Sejarah, Ilmu Bumi dan Ekonomi menjadi mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (lPS).

Pada masa pemerintahan Orde Baru, mata pelajaran PMP ditujukan untuk membentuk
manusia Pancasilais. Tujuan ini bukan hanya tanggung jawab mata pelajaran PMP semata.
Sesuai dengan Ketetapan MPR, Pemerintah telah menyatakan bahwa P4 bertujuan membentuk
Manusia Indonesia Pancasilais. Pada saat itu, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(Depdikbud) telah mengeluarkan Penjelasan Ringkas tentang Pendidikan Moral Pancasila
(Depdikbud, 1982), dan mengemukakan beberapa hal penting sebagai berikut.

26
“Pendidikan Moral Pancasila (PMP) secara konstitusional mulai dikenal dengan adanya
TAP MPR No. lV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara dan Ketetapan MPR No.
II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Paneasila (P4). Dengan adanya
Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Paneasila
(P4), maka materi PMP didasarkan pada isi P4 tersebut. Oleh karena itu, TAP MPR No. II/
MPR/1978 merupakan penuntun dan pegangan hidup bagi sikap dan tingkah laku setiap manusia
Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat serta bernegara. Selanjutnya TAP MPR No. II/MPR?
1978 dijadikanlah sumber, tempat berpijak, isi, dan evaluasi PMP. Dengan demikian, hakikat
PMP tiada lain adalah pelaksanaan P4 melalui jalur pendidikan formal. Di samping pelaksanaan
PMP di sekolah-sekolah, di dalam masyarakat umum giat diadakan usaha pemasyarakatan P4
lewat berbagai penataran. “... dalam rangka menyesuaikan Kurikulum 1975 dengan P4 dan
GBHN 1978, ... mengusahakan adanya buku pegangan bagi murid dan guru Sekolah Dasar (SD),
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) ... usaha itu yang telah
menghasilkan Buku Paket PMP...."

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: (l) P4 merupakan sumber dan
tempat berpijak, baik isi maupun cara evaluasi mata pelajaran PMP melalui pembakuan
kurikulum 1975; (2) melalui Buku Paket PMP untuk semua jenjang pendidikan di sekolah maka
Buku Pedoman Pendidikan Kewargaan Negara yang berjudul Manusia dan Masyarakat Baru
lndonesia (Civics) dinyatakan tidak berlaku lagi; dan (3) bahwa P4 tidak hanya diberlakukan
untuk sekolah-sekolah tetapi juga untuk masyarakat pada umumnya melalui berbagai penataran
P4.

Sesuai dengan perkembangan ipteks dan tuntutan serta kebutuhan masyarakat, kurikulum
sekolah mengalami perubahan menjadi Kurikulum 1994. Selanjutnya nama mata pelajaran PMP
pun mengalami perubahan menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang
terutama didasarkan pada ketentuan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada ayat 2 undang-undang tersebut dikemukakan
bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat: (1) Pendidikan
Pancasila; (2) Pendidikan agama; dan (3) Pendidikan Kewarganegaraan.

27
Pasca Orde Baru sampai saat ini, nama mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan
kembali mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat diidentifikasi dari dokumen mata
pelajaran PKn (2006) menjadi mata pelajaran PPKn (2013).

Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa secara historis, PKn di Indonesia senantiasa
mengalami perubahan baik istilah maupun substansi sesuai dengan perkembangan peraturan
perundangan, iptek, perubahan masyarakat, dan tantangan global. Secara sosiologis, PKn
Indonesia sudah sewajarnya mengalami perubahan mengikuti perubahan yang terjadi di
masyarakat. Secara politis, PKn Indonesia akan terus mengalami perubahan sejalan dengan
perubahan sistem ketatanegaraan dan pemerintahan, terutama perubahan konstitusi.

2.6 Membangun Argumen Tentang Dinamika dan Tantangan Pendidikan


Kewarganegaraan

Suatu kenyataan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) telah mengalami beberapa


kali perubahan, baik tujuan, orientasi, substansi materi, metode pembelajaran bahkan sistem
evaluasi. Semua perubahan tersebut dapat teridentifikasi dari dokumen kurikulum yang pernah
berlaku di Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat ini.

Pendidikan kewarga negaraan(PKn) selalu mengalami perubahan setiap jamannya. Dari


masa ke masa sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat ini. Ada dinamika dan tantangan yang
selalu dihadapi. Dalam karya tulis kita akan membahas tentang dinamika dan tantangan yang
pernah dihadapi oleh Indonesia dari masa ke masa .

Dinamika sendiri adalah sesuatu yang mempunyai tenaga/kekuatan, selalu bergerak


berkembang serta bisa menyesuaikan diri terhadap keadaan tertentu dan tantangan adalah hal hal
yang perlu dilewatkan untuk mencapai suatu tujuan.

Saat ini dinamika perubahan dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan serta
tantangan kehidupan yang telah mempengaruhi di Indonesia sejak dulu .Semua perubahan
tersebut dapat teridentifikasi dari dokumen kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia sejak
proklamasi kemerdekaan hingga saat ini. negara Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945 sebagai negara merdeka sampai dengan periode saat ini yang dikenal Indonesia era
reformasi.

28
Pendidikan Kewarganegaraan pertama kali tahun 1957 dengan nama Kewarganegaraan,
yang isinya sebatas hak dan kewajiban warga negara serta cara-cara memperoleh dan kehilangan
status kewarganegaraan,namun saat muncul orde baru mata pelajaran ini hampir dihilangkan
karena tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman pada saat itu. lalu Kewarganegaraan
berubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP), materi yang sangat dominan disini adalah
mengenai materi P-4. Pada kurikulum 1984 maupun Kurikulum 1994.

Dalam era reformasi P4 dipermasalahkan substansinya, karena tidak memberikan


gambaran yang tepat tentang nilai Pancasila sebagai satu kesatuan. Dengan adanya perubahan
UU No. 2 tahun 1989 yang diubah dengan UU No. 2 tahun 2003 tidak dieksplisitkan lagi nama
pendidikan Pancasila, sehingga tinggal Pendidikan Kewarganegaraan. Begitu pula kurikulum
2004 memperkenalkan istilah Pengganti PPKn dengan kewarganegaraan / pendidikan
kewarganegaraan. Perubahan nama ini juga diikuti dengan perubahan isi PKn yang lebih
memperjelas akar keilmuan yakni politik, hukum dan moral.

Mengapa pendidikan kewarganegaraan selalu mengalami perubahan? Untuk menjawab


pertanyaan ini, Anda dapat mengkaji sejumlah kebijakan Pemerintah dalam bidang pendidikan
dan kurikulum satuan pendidikan sekolah dan pendidikan tinggi. Dengan membaca dan mengkaji
produk kebijakan pemerintah, dapat diketahui bahwa dinamika dan tantangan yang dihadapi
Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia sangat tinggi.

Apa dinamika dan tantangan yang pernah dihadapi oleh PKn Indonesia dari masa ke
masa? Untuk mengerti dinamika dan tantangan PKn di Indonesia, Anda dianjurkan untuk
mengkaji periodisasi perjalanan sejarah tentang praktik kenegaraan/ pemerintahan Republik
Indonesia (RI) sejak periode Negara Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945
sebagai negara merdeka sampai dengan periode saat ini yang dikenal Indonesia era reformasi.
Mengapa dinamika dan tantangan PKn sangat erat dengan perjalanan sejarah praktik
kenegaraan/pemerintahan RI?

Inilah ciri khas PKn sebagai mata kuliah dibandingkan dengan mata kuliah lain. Ontologi
PKn adalah sikap dan perilaku warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Status warga negara dapat meliputi penduduk yang berkedudukan sebagai pejabat
negara sampai dengan rakyat biasa. Tentu peran dan fungsi warga negara berbeda-beda, sehingga

29
sikap dan perilaku mereka sangat dinamis. Oleh karena itu, mata kuliah PKn harus selalu
menyesuaikan/sejalan dengan dinamika dan tantangan sikap serta perilaku warga negara dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Apa saja dinamika perubahan dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan yang telah
mempengaruhi PKn? Untuk mengerti dinamika perubahan dalam sistem ketatanegaraan dan
pemerintahan serta tantangan kehidupan yang telah mempengaruhi PKn di Indonesia, Anda
dianjurkan untuk mengkaji perkembangan praktik ketatanegaraan dan sistem pemerintahan RI
menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yakni: (1) Periode I (1945 sd 1949);
(2) Periode II (1949 sd 1950); (3) Periode III (1950 sd 1959); (4) Periode IV (1959 sd 1966); (5)
Periode V (1966 sd 1998); (6) Periode VI (1998 sd sekarang). Mengapa dinamika dan tantangan
PKn mengikuti periodisasi pelaksanaan UUD (konstitusi)?

Aristoteles (1995) mengemukakan bahwa secara konstitusional “...different constitutions


require different types of good citizen... because there are different sorts of civic function.”
Apakah simpulan Anda setelah mengkaji pernyataan Aristoteles tersebut? Mari kita samakan
dengan argumen berikut ini. Secara implisit, setiap konstitusi mensyaratkan kriteria warga
negara yang baik karena setiap konstitusi memiliki ketentuan tentang warga negara. Artinya,
konstitusi yang berbeda akan menentukan profil warga negara yang berbeda. Ha l ini akan
berdampak pada model pendidikan kewarganegaraan yang tentunya perlu disesuaikan dengan
konstitusi yang berlaku.

Pendidikan kewarganegaraan tidak hanya didasarkan pada konstitusi negara yang


bersangkutan, tetapi juga tergantung pada tuntutan perkembangan zaman dan masa depan.
Misalnya, kecenderungan masa depan bangsa meliputi isu tentang HAM, pelaksanaan
demokrasi, dan lingkungan hidup. Sebagai warga negara muda, mahasiswa perlu memahami,
memiliki kesadaran dan partisipatif terhadap gejala demikian.

Apa saja dinamika perubahan dalam kehidupan masyarakat baik berupa tuntutan maupun
kebutuhan? Pendidikan Kewarganegaraan yang berlaku di suatu negara perlu memperhatikan
kondisi masyarakat. Walaupun tuntutan dan kebutuhan masyarakat telah diakomodasi melalui
peraturan perundangan, namun perkembangan masyarakat akan bergerak dan berubah lebih
cepat. Dapatkah Anda kemukakan contoh perubahan masyarakat yang terkait dengan masalah

30
kewarganegaraan? Coba Anda kemukakan sejumlah kasus dan peristiwa dalam kehidupan
sehari-hari. Apakah contoh peristiwa yang Anda kemukakan merupakan tantangan bagi PKn dan
perlu diakomodasi oleh PKn? Kemukakan pendapat Anda.

Apa saja dinamika perubahan dalam perkembangan iptek yang mempengaruhi PKn? Era
globalisasi yang ditandai oleh perkembangan yang begitu cepat dalam bidang teknologi
informasi mengakibatkan perubahan dalam semua tatanan kehidupan termasuk perilaku warga
negara, utamanya peserta didik. Kecenderungan perilaku warga negara ada dua, yakni perilaku
positif dan negatif. PKn perlu mendorong warga negara agar mampu memanfaatkan pengaruh
positif perkembangan iptek untuk membangun negara-bangsa.Sebaliknya PKn perlu melakukan
intervensi terhadap perilaku negatif warga negara yang cenderung negatif. Oleh karena itu,
kurikulum PKn termasuk materi, metode, dan sistem evaluasinya harus selalu disesuaikan
dengan perkembangan iptek.

Globalisasi yang berbasiskan pada perkembangan teknologi informasi, komunikasi, dan


transportasi, secara drastis mentransendensi batas-batas etnis bahkan bangsa. Jadilah Indonesia
kini, tanpa bisa dihindari dan menghindari, menjadi bagian dari arus besar berbagai perubahan
yang terjadi di dunia. Sekecil apapun perubahan yang terjadi di belahan dunia lain akan langsung
diketahui atau bahkan dirasakan akibatnya oleh Indonesia. Sebaliknya, sekecil apaun peristiwa
yang terjadi di Indonesia secara cepat akan menjadi bagian dari konsumsi informasi masyarakat
dunia. Pengaruh dari globalisasi ini dengan demikian begitu cepat dan mendalam.

2.7 Esensi dan Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan untuk Masa Depan

Pernahkah Anda berpikir apa yang akan terjadi dalam kehidupan bangsa Indonesia pada
10, 30, atau 100 tahun yang akan datang? Apakah Anda berpikir bahwa kondisi bangsa masa
depan akan sama saja dengan kondisi bangsa saat ini?

Pertanyaan ini memerlukan jawaban analitis tentang kehidupan bangsa pada masa lampau
dan kondisi bangsa saat ini. Dapatkah Anda mengidentifikasi kondisi bangsa Indonesia pada 10
tahun, 30 tahun, dan 100 tahun yang lalu? Coba Anda bandingkan indikator-indikator berupa
fakta, peristiwa yang pernah terjadi, kemudian bandingkan dengan kondisi saat ini. Apa yang
berubah dalam pendidikan kewarganegaraan? Adakah hal-hal yang sama, identik, berupa fakta

31
dan peristiwa masa lalu dengan kehidupan yang terjadi saat ini? Anda masukkan
indikatorindikator berupa fakta dan peristiwa yang terjadi dalam pendidikan kewarganegaraan.

Pengertian Urgensi jika dilihat dari bahasa latin bernama “urgere” yaitu (kata kerja) yang
berarti mendorong…dan jika dilihat dari bahasa inggris bernama “urgent” yang memiliki arti
(kata sifat) dan dalam dalam bahasa indonesia “urgensi” (kata benda). Istilah Urgensi menunjuk
pada sesuatu yang mendorong kita, yang memaksa kita untuk diselesaikan..dengan demikian
mengandaikan ada suatu masalah dan harus segera ditindak lanjuti. Pengertian esensi: esensi
adalah inti/ hakikat. Bisa juga disebut sebagai ‘hal yang pokok’ dari sesuatu.

Apakah tuntutan, kebutuhan, dan tantangan yang akan dihadapi bangsa Indonesia di masa
depan? Bagaimana Anda dapat memprediksi kondisi Indonesia di masa depan? Apa gagasan
berupa pemikiran hasil analisis Anda untuk masa depan? Anda masukkan indikator-indikator
berupa fakta dan peristiwa yang mungkin akan terjadi dalam pendidikan kewarganegaraan.

Pernahkah Anda memprediksi apa yang akan terjadi dengan negara-bangsa Indonesia
pada tahun 2045 yakni Indonesia Generasi Emas? Pada tahun 2045, bangsa Indonesia akan
memperingati 100 Tahun Indonesia merdeka. Bagaimana nasib bangsa Indonesia pada 100
Tahun Indonesia merdeka? Berdasarkan hasil analisis ahli ekonomi yang diterbitkan oleh
Kemendikbud (2013) bangsa Indonesia akan mendapat bonus demografi (demographic bonus)
sebagai modal Indonesia pada tahun 2045 (Lihat gambar tabel di bawah). Indonesia pada tahun
2030an - 2045 akan mempunyai usia produktif (15-64 tahun) yang berlimpah. Inilah yang
dimaksud bonus demografi. Bonus demografi ini adalah peluang yang harus ditangkap dan
bangsa Indonesia perlu mempersiapkan untuk mewujudkannya. Usia produktif akan mampu
berproduksi secara optimal apabila dipersiapkan dengan baik dan benar, tentunya cara yang
paling strategis adalah melalui pendidikan, termasuk pendidikan kewarganegaraan. Bagaimana
kondisi warga negara pada tahun 2045? Apa tuntutan, kebutuhan, dan tantangan yang dihadapi
oleh negara dan bangsa Indonesia? Benarkah hal ini akan terkait dengan masalah
kewarganegaraan dan berdampak pada kewajiban dan hak warga negara?

Memperhatikan perkembangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan


bernegara di masa kontemporer, ada pertanyaan radikal yang dilontarkan, seperti “Benarkah
bangsa Indonesia saat ini sudah merdeka, dalam makna yang sesungguhnya?”, “Apakah bangsa

32
Indonesia telah merdeka secara ekonomi?” Pertanyaan seperti ini sering dilontarkan bagaikan
bola panas yang berterbangan. Siapa yang berani menangkap dan mampu menjawab pertanyaan
tersebut? Anehnya, kita telah menyatakan kemerdekaan tahun 1945, namun tidak sedikit rakyat
Indonesia yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia belum merdeka. Tampaknya, kemerdekaan
belumlah dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Ekonomi Indonesia sangat menjanjikan walaupun kondisinya saat ini belum dipahami
secara luas. Saat ini, ekonomi Indonesia berada pada urutan 16 besar dan pada tahun 2030,
ekonomi Indonesia akan berada pada urutan 7 besar dunia. Saat ini, jumlah konsumen sebanyak
45 juta dan jumlah penduduk produktif sebanyak 53%. Pada tahun 2030, jumlah konsumen akan
meningkat menjadi 135 juta dan jumlah penduduk produktif akan meningkat menjadi 71%.
Bagaimana perubahan lain akan terjadi pada masa depan Indonesia, khususnya pada Generasi
Emas Indonesia?

Pernahkah Anda berpikir radikal, misalnya berapa lama lagi NKRI akan eksis? Apakah
ada jaminan bahwa negara Indonesia dapat eksis untuk 100 tahun lagi, 50 tahun lagi, 20 tahun
lagi? Ataukah , Bagaimana PKn menghadapi tantangan masa depan yang tidak menentu dan
tidak ada kepastian?

Nasib sebuah bangsa tidak ditentukan oleh bangsa lain, melainkan sangat tergantung pada
kemampuan bangsa sendiri. Apakah Indonesia akan berjaya menjadi negara yang adil dan
makmur di masa depan? Indonesia akan menjadi bangsa yang bermartabat dan dihormati oleh
bangsa lain? Semuanya sangat tergantung kepada bangsa Indonesia. Demikian pula untuk masa
depan PKn sangat ditentukan oleh eksistensi konstitusi negara dan bangsa Indonesia. PKn akan
sangat dipengaruhi oleh konstitusi yang berlaku dan perkembangan tuntutan kemajuan bangsa.
Bahkan yang lebih penting lagi, akan sangat ditentukan oleh pelaksanaan konstitusi yang
berlaku.

Dalam perkembangannya selama 72 tahun Indonesia merdeka telah mengalami berbagai


peristiwa yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk itulah pemahaman yang
mendalam dan komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip semangat kebangsaan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan pada Pancasila dan
Konstitusi Negara Indonesia perlu ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia,

33
khususnya generasi muda sebagai penerus bangsa. Indonesia dimasa depan semakin baik
kehidupan demokrasi dalam arti sistem pemerintahan semakin terjamin hak-hak warga negara
untuk menjalankan prinisp demokrasi dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.

Kehidupan yag demokratis di dalam kehidupan sehari-hari dilingkungan keluarga,


sekolah, masyarakat , pemerintah, dan organisasi non pemerintah perlu dikenal, dimulai,
diinternalisasi, dan diterapkan demi kejayaan bangsa dan negara Indonesia. Demokrasi dalam
suatu negara hanya akan tumbuh subur apabila dijaga oleh warga negara yang demokratis.
Warga negara yang demokratis bukan hanya nenikmati hak kebebasan individu, tetapi juga harus
memikul tanggung jawab secara bersama-sama dengan orang lain untuk membentuk masa depan
yang cerah. Sesungguhnya, kehidupan yang demokratis adalah cita-cita yang dicerminkan dan
diamanatkan oleh pendiri bangsa dan negara ketika mereka pertama kali membahas dan
merumuskan Pancasila dan UUD 1945.

Prof. Dr. Nadiroh, M. Pd., seorang  Guru Besar Pada Prodi PPKN FIS UNJ (Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta) mengtakan bahwa,  Pembentukan Karakter Bangsa Sebagai Esensi
Pendidikan Kewarganegaraan. Beliau mengukuhkan hal tersebut lantaran fenomena dan fakta
empiris yang diberitakan di mass media akhir-akhir ini merupakan gambaran realita kehidupan
bangsa Indonesia yang sampai saat ini masih mengalami krisis multidimensi. Jika keadaan ini
dibiarkan berlarut-larut, kita akan sulit mengejar ketertinggalan dalam upaya
mencapai  Millenium Developments Goals (MDG’s), yaitu: (1) menghapuskan tingkat
kemiskinan dan kelaparan; (2) mencapai Pendidikan Dasar secara Universal (3) mendorong
kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan ; (4) mengurangi tingkat kematian anak; (6)
memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya; (7) menjamin pembangunan  berkelanjutan
dan pelestarian lingkungan; dan (8) mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
(United Nations Development Group, 2003).
Tujuan ini dapat tercapai jika didukung oleh masyarakat dan bangsa yang berkualitas atau
SDM Indonesia yang unggul. Untuk itulah peran pendidikan sangat penting, sebagaimana
tersirat dan tersurat dalam  Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 2 dikatakan bahwa: Pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap

34
terhadap tuntutan perubahan zaman. Dalam pasal 3, dikatakan bahwa Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggungjawab.

35
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Secara etimologis, pendidikan kewarganegaraan berasal dari kata “pendidikan” dan kata
“kewarganegaraan”. Pendidikan berarti usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya, sedangkan kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan
dengan warga negara.
 Secara yuridis, pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta
didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
 Secara terminologis, pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan yang
berintikan demokrasi politik, diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya:
pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua.
Kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap
dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945
 Negara perlu menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan karena setiap generasi
adalah orang baru yang harus mendapat pengetahuan, sikap/nilai dan keterampilan agar
mampu mengembangkan warga negara yang memiliki watak atau karakter yang baik dan
cerdas (smart and good citizen) untuk hidup dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara sesuai dengan demokrasi konstitusional.
 Secara historis, PKn di Indonesia awalnya diselenggarakan oleh organisasi pergerakan
yang bertujuan untuk membangun rasa kebangsaaan dan cita-cita Indonesia merdeka.
Secara sosiologis, PKn Indonesia dilakukan pada tataraan sosial kultural oleh para
pemimpin di masyarakat yang mengajak untuk mencintai tanah air dan bangsa Indonesia.
Secara politis, PKn Indonesia lahir karena tuntutan konstitusi atau UUD 1945 dan
sejumlah kebijakan Pemerintah yang berkuasa sesuai dengan masanya.
 Pendidikan Kewarganegaraan senantiasa menghadapi dinamika perubahan dalam sistem
ketatanegaraan dan pemerintahan serta tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara.

40
 Pendidikan Kewarganegaraan untuk masa depan sangat ditentukan oleh pandangan
bangsa Indonesia, eksistensi konstitusi negara, dan tuntutan dinamika perkembangan
bangsa
 Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu pilar penyangga dalam membangun karakter dan
jati diri bangsa artinya bahwa pendidikan kewarganegaraan mendidik warga negara menjadi
warga negara yang baik (good citizen), warga negara yang cerdas (smart citizen) dalam
menghadapi perkembangan dunia di era kompetitif. Oleh sebeb itu, pendidikan kewarganegaraan
memberi bekal kepada warga negara baik kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional,
kecerdasan sosial, dan kecerdasan spiritual. Kecerdasan yang dimiliki seorang warga negara
diharapkan dapat dimanfaatkan untuk berpikir dalam menganalisis dalam berbagai masalah.
Untuk itu, warga negara harus memiliki sejumlah keterampilan (skill) baik keterampilan berpikir,
berkomunikasi, berpartisipasi, bahkan keterampilan dalam memecahkan masalah-masalah sosial
kemasyarakatan dalam kehidupan bernegara.
3.2 Saran
Hendaknya mahasiswa sebagai penerus bangsa dapat meningkatkan pemahaman dan
pelaksanaan dari Pendidikan Kewarganegaraan agar terciptanya Negara yang berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945

40
DAFTAR PUSTAKA
Udin S. Winataputra . 2008. Multi Kulturalisme-Bhineka Tunggal Ika dalam Perspektif
Pkn Sebagai Wahana Pembangunan Karakter Bangsa Indonesia dalam “Acta Civicus”.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Sekolah Pasca Sarjana UPI., Volume 2, No. 1
Oktober 2008

Dasim Budimansyah, Syaifullah Syam. 2006. Pendidikan Nilai-Nilai Moral dalam


Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan. Laboratarium Pendidikan Kewarganegaraan
FPIPS UPI

Akbal, M. (2017, October). Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembangunan karakter


bangsa. In Prosiding Seminar Nasional Himpunan Sarjana Ilmu-Ilmu Sosial (Vol. 2, pp.
485-493).

Asyafiq, S. (2016). Berbagai pendekatan dalam pendidikan nilai dan pendidikan


kewarganegaraan. Jurnal Dimensi Pendidikan dan Pembelajaran, 4(1), 29-37.

Fauzi, I., & Kantono, S. (2013). Pendidikan Kewarganegaraan (civic education).

Tinggi, D. P. (2017). PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN.

Somantri, Nu’man. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Dedi Supriadi &
Rohmat Mulyana (ed). Bandung: PPS-FPIPS UPI

Sapriya. 2007. Perspektif Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam


Pembangunan Karakter Bangsa.

Wahab Azis.2011. Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Penerbit Alfa


Beta, Bandung

Minto Rahayu. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Perjuangan Menghadapi Jati Diri


Bangsa. PT Gramedia Wididasaran Indonesia, Jakarta

40
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Depdiknas, Jakarta

Nadiroh. 2011. Pembentukan Karakter Bangsa Sebagai Esensi Pendidikan


Kewarganegaraan.
Masturnado.com. 2017. urgensi dan manfaat pendididkan Pancasila dan
Kewarganegaraan.

Safarael, Dinamika Pancasila. 2013. (Tug Pend.Pancasila). diambil dari:


https://safarael.wordpress.com
Andi Fatkhul H. 2010. Tantangan-tantangan Pancasila.

40

Anda mungkin juga menyukai