Anda di halaman 1dari 21

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM SISTEM PENDIDIKAN

NASIONAL DI INDONESIA
(Penerapan Pendidikan Multikultural Dalam Kurikulum Sebagai Sistem
Pendidikan Nasional Di Indonesia)

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan
Multikultural PAI

Dosen Pengampu :

Wiwin Siti Rahmawati, S.Ag.,M.Ag

Di Susun Oleh :
Gina Hana AF
Herdi Firmansyah
Ilma Fauziyah
Ita Permatasari

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 7 B
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM ( IAID ) CIAMIS
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sampai saat ini persoalan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia
adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan,
khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai upaya untuk
meningkatkan mutu pendidikan tersebut telah dan terus dilakukan, mulai dari
berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru, penyempurnaan
kurikulum secara periodik, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, sampai
dengan peningkatan mutu manajemen sekolah, namun indikator ke arah mutu
pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Upaya pokoknya adalah pada pembaruan kurikulum pendidikan. Sebagai
usaha terencana, pembaruan kurikulum tentulah didasari oleh alasan yang jelas
dan substantif serta mengarah pada terwujudnya sosok kurikulum yang lebih
baik, dalam arti yang seluas-luasnya, dan bukan sekadar demi perubahan itu
sendiri. Ini berarti, pembaruan kurikulum selayaknya diabdikan pada
terwujudnya sumber daya manusia yang berkualitas, baik dalam kaitannya
dengan studi lanjut, memasuki dunia kerja, maupun belajar mandiri.
Sebelum tahun 2004, Indonesia menerapkan kurikulum-kurikulum yang
berbasis materi. Seiring dengan perubahan dan tuntutan masa depan, maka
Pemerintah Indonesia mengambil sebuah langkah besar yakni mulai beranjak
pada kurikulum berbasis kompetensi bukan berbasis materi. Kurikulum berbasis
kompetensi (KBK) mulai disosialisasikan sejak pertengahan tahun 2001 oleh
Departemen Pendidikan Nasional, dan sudah diterapkan secara resmi pada tahun
2004/2005. Kemudian kurikulum ini disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) yang dilaksanakan mulai tahun 2006/2007.
Sistem pendidikan nasional hakikatnya terdiri dari tiga unsur yang saling
berurutan dan berkesinambungan, yaitu: (1) landasan pendidikan; (2) isi
pendidikan; dan (3) manajemen pendidikan. Landasan pendidikan bersifat
filosofis, paradigmatis, yuridis formal, dan juga kontekstual, sehingga unsur yang
pertama ini melandasi unsur-unsur yang lain. Terakhir, manajemen pendidikan
bersifat operasional yang sesuai dengan substansial dan juga landasan filosofis
pendidikan nasional.
Perubahan kurikulum terjadi pada unsur yang kedua, yakni pada tataran
isi pendidikan. Isi pendidikan lebih bersifat substansial berdasarkan landasan
filosofis. Perlu digarisbawahi bahwa perubahan kurikulum itu juga terjadi karena
adanya perubahan landasan filsafat pendidikan Indonesia. Alwasilah (2010:16)
menegaskan bahwa isi pendidikan yang ada dalam kurikulum dan segala yang
diajarkan oleh guru di kelas merupakan cerminan filsafat yang dipercayai oleh
masyarakatnya. Apakah kurikulum baru tersebut sudah mengandung dan sesuai
filsafat pendidikan?
Gandhi (2011:124) menyebutkan bahwa pendidikan di Indonesia saat ini
bisa diungkap nyaris tanpa dasar landasan filsafat pendidikan yang jelas. Jadi,
inilah tugas pengembang kurikulum, harus mampu memperhatikan dan
menyesuaikan dengan filsafat apa yang dianut oleh sistem pendidikan, dan tidak
hanya melakukan perubahan-perubahan dengan hanya berpedoman pada
pengetahuannya tentang kurikulum saja. KTSP yang diterapkan saat ini sudah
cukup bagus, yakni disusun berdasarkan potensi dan kebutuhan masing-masing
peserta didik dan lingkungannya. Perlu juga dipertimbangkan bahwa Indonesia
merupakan negara yang multi-kultur.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat ditarik rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apakah pendidikan multikultural dapat diterapkan dalam kurikulum
sistem pendidikan nasional di indonesia ?
2. Bagaimana peluang dan tantangannya ?
C. Tujuan
Tujuan dari adanya rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut :
1. Agar mahasiswa dapat memahami penerapan pendidikan
multikultural dalam Sistem Pendidikan Nasional Di Indonesia
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui peluang dan tantangannya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Penerapan Pendidikan Multikultural Dalam Kurikulum Sebagai Sistem
Pendidikan Nasional Di Indonesia
1. Pengertian Pendidikan Multikulturalisme
Multikulturalisme mengandung konsep yang mirip dengan pluralisme.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000:762), multikulturaslime berarti
“gejala pada seseorang atau suatu masyarakat yang ditandai oleh kebiasaan
menggunakan lebih dari satu kebudayaan”. Sedangkan pluralisme
didefinisikan “sebagai keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dengan
sistem sosial dan politiknya)”. Menurut dua definisi ini, pluralisme sifatnya lebih
menekankan adanya perbedaan dalam struktur manusia baik sosial maupun
politik. Sedangkan multikulturalisme lebih menekankan pada sikap untuk
mengakui perbedaan sosial dan kebudayaan dalam rangka membentuk
kehidupan bersama.
Salah satu perangkat efektif untuk mewujudkan kesadaran dan
kesedererajatan dalam keberagaman adalah konsep pendidikan multikultural.
Pendidikan multikultural merupakan konsep pendidikan yang muncul pada masa
setelah Perang Dunia II. Pendidikan multikultural merupakan gejala baru di
dalam pergaulan umat manusia yang mendambakan persamaan hak, termasuk
hak untuk mendapatkan pendidikan yang sama bagi semua orang. Pendidikan
multikultural menjadi acuan beberapa negara, baik di Amerika, Eropa, Asia, dan
Australia yang penduduknya relatif heterogen.
Tokoh pendidikan multikultural (dan pluralisme) di Indonesia adalah K.H.
Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan Gus Dur. Gagasan dan
tindakannya yang cenderung fenomenal namun mampu mendobrak pola pikir
dan indentik dengan pembela kaum lemah serta termarjinalkan (terpinggirkan),
baik dari segi agama maupun etnis.
Tilaar (2004:122), menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan
multikultural adalah sebuah konsep, kerangka kerja, cara berfikir, sebuah sudut
pandang filosofis, berorientasikan nilai, dan diatur untuk bisa melayani
kebutuhan pendidikan budaya siswa yang beragam dengan baik. Sedangkan
menurut Asyarie (dalam Tilaar, 2004:124) yang dimaksud dengan pendidikan
multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan
toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah
masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya
kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial,
sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak.
Menurut Banks seperti yang dikutip Tilaar (2004:182) terdapat lima
tipologi pendidikan multikultural yang berkembang, yakni :
a. Mengajar mengenai kelompok siswa yang memiliki budaya yang lain
(​cultural difference​)
b. Hubungan manusia (​human relation)​ , membantu siswa dalam melakukan
percampuran antar kelompok
c. Single group studies,​ yakni program yang mengajarkan hal-hal yang
memajukan pluralisme tetapi tidak menekankan adanya stratifikasi sosial
dalam masyarakat.
d. Pendidikan multikultural, reformasi pendidikan yang menyediakan
kurikulum serta materi pelajaran yang menekankan kepada adanya
perbedaan siswa dalam bahasa, yang keseluruhannya untuk memajukan
pluralisme kebudayaan dan ekualitas sosial.
e. Pendidikan multikultural yang sifatnya rekonstruksi sosial, dengan tujuan
menyatukan keberagaman dan menantang ketimpangan sosial yang ada
dalam masyarakat.
2. UU NO 20 TAHUN 2003 TENTANG SISDIKNAS
Pendidikan di Indonesia secara perundangan telah diatur dengan
memberikan ruang keragaman sebagai bangsa. Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa
pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa. Dasar perundangan ini selain memberi arahan pendidikan di Indonesia
juga mewajibkan bahwa pendidikan di Indonesia harus dikembangan
berdasarkan nilai-nilai keagamaan, kultural, dan kemajemukan bangsa.
3. Dasar Dan Tujuan Pendidikan Nasional
Dasar pendidikan di Indonesia didasarkan pada Pancasila, seperti
termaktub dalamUU No. 4 tahun 1950, bab III pasal 4 yaitu: ​“ Pendidikan dan
pengajaran berdasar atas asas-asas yang termaktub dalam pancasila
undang-unadang dasar (UUD) Negara kesatuan Republik Indonesia dan atas
kebudayaan kebangsaan Indonesia”. ​Dasar pendidikan nasional secara yuridis
masih sama, belum berubah, yang mana ditetapkan kembali dalan
Undang-Unadang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003.
Sedangkan tujuan pendidikan nasioanal menurut UU No. 20 tahun 2003
adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreati, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokrtis serta
bertanggung jawab
Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan​. ​Prinsip penyelenggaraan pendidikan
nasional secara jelas diuraikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20
tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional yaitu:
a. Pendidkan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif
b. Sebagai suatu kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka dan multi
makna
c. Sebagai suatu proses pembbudayaan dan pemberdayaan peserta didik
yang berlangsung sepanjang hayat
d. Sebagai pemberi keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran
e. Diselenggarakan dengan mengembagkan budaya membaca, menulis, dan
berhitung bagi pesrta didik
f. Diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat
melalui peran serta dalam penelenggaraandan pengendalian mutu
pendidikan
4. Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan nasional dalam UU Sisdiknas 2003 adalah
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam arti
sempit pendidikan berfungsi untuk membantu perkembangan jasmani dan
rohani peserta didik, sedangkan dalam arti luas pendidikan berfungsi sebagai
pengembangan pribadi, pengembangan warga Negara, pengembangan
kebudayaan dan pengembangan bangsa.
Demokratisasi, Desentralisasi, dan Pendidikan​. ​Prinsip demokratisasi
dalam pengelolaan pendidikan tertuang dalam UU Sisidiknas 2003 bab III tentang
prinsip penyelenggaraan pendidkan yaitu pendidikan diselenggarakan secara
demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, dan kemajemukan bangsa.
Dengan adanya desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan
pemberdayaan masyarakat, maka pendanaan pendidikan menjadi tanggung
jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat,
namun tanggung jawab pengelolaan system pendidikan nasional tetap berada
ditangan menteri yang diberi tugas oleh presiden.
5. Kurikulum dalam Sistem Pendidikan Nasional
Isi pendidikan direalisir melalui kurikulum. Kurikulum memberi bekal
pengetahuan, sikap, dan keterampilan kepada peserta didik. Makna ini tersirat
dalam arti kata dan deskripsi kurikulum yang diberikan oleh para ahli. Istilah
kurikulum asal mulanya dari dunia olah raga pada zaman Yunani Kuno,
yaitu ​curriculum.​ ​Curir​ dalam bahasa Yunani Kuno berarti “pelari”
dan ​curere​ artinya “tempat berpacu”. Kurikulum kemudian diartikan “jarak yang
harus ditempuh” oleh para pelari. Berdasarkan arti yang terkandung di dalam
rumusan tersebut, kurikulum dalam pendidikan dianalogikan sebagai arena
tempat peserta didik “berlari” untuk mencapai “finis”, berupa ijazah, diploma,
atau gelar (Tim Dosen FIP, 2005:89).
Kurikulum adalah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan
dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan (Hamalik,
2003:16). Kurikulum di sini diartikan sebagai mata pelajaran yang diajarkan untuk
memperoleh pengetahuan. Berbeda dengan pengertian ini, Nasution (1999:5)
mendefinisikan kurikulum sebagai segala usaha sekolah untuk mempengaruhi
anak belajar bisa dalam ruangan kelas, di halaman sekolah ataupun di luar
sekolah. Kurikulum di sini bertujuan untuk memengaruhi siswa supaya mau
belajar.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, pengertian kurikulum disatukan
dan dirucutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu (//http:/aliusmanhs.wordpress.com//).
Dalam bab X pasal 36 dijelaskan bahwa: (1) Pengembangan kurikulum
dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional; (2) Kurikulum pada semua jenjang dan
jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip ​diversifikasi​ sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik; (3) Kurikulum disusun sesuai
dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global;
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan;
k. kondisi sosial budaya masyarakat setempat
l. kesetaraan ​gender;​ dan
m. karakteristik satuan pendidikan.
Berdasarkan penjelasan di atas, KTSP merupakan kurikulum yang berbasis
pada budaya lokal. KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan potensi dan
juga kebutuhan (Muslich, 2008:18). Hal ini mengisyaratkan bahwa KTSP disusun
berdasarkan potensi dan kebutuhan lokal. Maka dari itu, KTSP disusun oleh
tingkat satuan pendidikan masing-masing, dalam hal ini adalah sekolah yang
bersangkutan. Tetapi kenyataannya penyusunan KTSP tetap saja mengacu pada
rambu-rambu nasional, dan parahnya sistem evaluasinya yang masih juga dibuat
oleh pemerintah pusat.
6. Kurikulum Pendidikan Nasional menuju Pendidikan Multikultural
Berbagai konsep yang berkaitan dengan multikulturalisme antara lain:
demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos kerja, kebersamaan
dalam perbedaan yang sederajat, suku bangsa dan kesukubangsaan, kebudayaan
etnik, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan
publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.
Berdasarkan konsep-konsep itu, Indonesia berpotensi besar untuk
menerapkan pendidikan multikultural. Indonesia memiliki banyak deferensiasi
sosial dalam bentuk perbedaan etnis, sosial, budaya, agama, dan sebagainya.
Multikulturallisme merupakan paham yang mengakui perbedaan/keberagaman
dalam suatu bingkai kebersamaan dan kesederajatan (Tilaar, 2004:84).
Sistem pendidikan nasional lebih bercirikan ”keseragaman” berlandaskan
pada budaya nasional, berdiri di atas puncak-puncak kebudayaan daerah.
Pendidikan diselenggarakan dengan aturan dalam konteks mayoritas yang
bersaing dan berhadap dengan minoritas dan dikelola oleh pemerintah untuk
meluaskan atau mempersempit hal-hal yang substansi atau penting yang
menyangkut dengan lingkup dan alokasi kewenangan. Untuk itulah
pengembangan kurikulum kita harus sudah menuju pada kurikulum pendidikan
multikultural.
Kurikulum pendidikan multikultural berlandaskan pada filsafat pendidikan
fundamental, yakni menekankan watak bermoral, berpusat pada pembaruan ke
arah pola-pola kebudayaan sebelumnya, dan menekankan pewarisan moral.
(O’neil, 2008:511).
Hal ini sesuai dengan Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Pasal ini menjelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan
secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai
keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Merujuk pada materi UU
Sisdiknas ini maka tujuan pendidikan multikultural adalah menanamkan sikap
simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan kultural
yang berbeda. Sejatinya, pendidikan multikultural adalah sebuah konsep yang
dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi
semua siswa yang berbhineka ras, etnik, kelas sosial dan kelompok budaya.
Lalu, bagaimana membangun konsep pendidikan multikultural untuk
Indonesia? Terdapat enam konsep yang ditawarkan Tilaar (2004:185-191), untuk
membangun konsep pendidikan multikultural di Indonesia, yakni:
a. “Right to culture” dan identitas budaya lokal, sebagai manifestasi
jawaban globalisasi. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga dan menunjukan
identitas kebudayaan.
b. Kebudayaan Indonesia-yang-menjadi, yakni mewujudkan sistem nilai
keindonesiaan di tengah sistem keberagaman.
c. Konsep pendidikan multikultural normatif, bukan sekedar deskriptif.
Pendidikan multikultural normatif tidak hanya mendeskripsikan adanya
pluralitas, melainkan misi untuk mewujudkan kebudayaan Indonesia yang
dimiliki oleh suatu negara-bangsa.
d. Pendidikan multikultural merupakan suatu rekonstruksi sosial, yakni
sebagai alat untuk melihat kembali kehidupan sosial yang ada dewasa ini.
e. Pendidikan multikultural di Indonesia memerlukan pedagogik baru, yang
tidak hanya terbatas dalam pendidikan sekolah. Pedagogik baru telah
mengembangkan pemberdayaan dan kesetaraan sesama manusia dengan
keberagaman budaya.
f. Pendidikan multikultural bertujuan untuk mewujudkan visi Indonesia
masa depan serta etika berbangsa.
Untuk mendukung terlaksananya enam konsep pendidikan multikultural,
idealnya dilakukan beberapa program prioritas pendidikan multikultural.
Beberapa pengembangan yang bisa dilakukan adalah menjadikan
lembaga-lembaga pendidikan sebagai pusat budaya, menyusun kurikulum
kewarganegaraan, penyusunan kurikulum pendidikan multikultural, kebijakan
perbukuan, dan pendidikan guru. Dalam sistem pendidikan, pendidikan
multikultural melibatkan seluruh bagian sistem pendidikan yang ada.
Masing-masing mata pelajaran tidak bisa dipandang secara parsial, melainkan
mempunyai hubungan yang sifatnya interdisiplin, atau justru integral.
Masing-masing bidang studi mempunyai misi dan tugas untuk mengembangkan
pendidikan multikultural sesuai dengan relevansinya.
Penyusunan silabus pendidikan multikultural berbasis kompetensi dapat
dilakukan dengan melibatkan para ahli atau instansi yang relevan di daerah
setempat seperti tokoh masyarakat, budayawan, tokoh agama, akademisi,
psikolog, instansi pemerintah, instansi swasta termasuk perusahaan dan
industri. Dengan demikian daerah atau sekolah memiliki cukup wewenang untuk
merancang dan menentukan hal-hal yang akan diajarkan, pengelolaan
pengalaman belajar, cara mengajar dan menilai keberhasilan suatu proses
belajar dan mengajar.
Kurikulum dalam pendidikan multikultural harus menawarkan kontens (isi
materi) yang merepresentasikan pandangan dan perspektif banyak orang.
Kurikulum multikultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada
penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah. Kurikulum dicapai sesuai dengan
penekanan analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan yang
berbeda-beda. Kurikulum multikultural harus mendukung prinsip-prinisip pokok
dalam memberantas pandangan klise tentang ras, budaya dan agama.​ ​Kurikulum
yang multi-kultur mencerminkan keseimbangan antara pemahaman persamaan
dan perbedaan budaya mendorong individu untuk mempertahankan dan
memperluas wawasan budaya dan kebudayaan mereka sendiri.
Dalam pendidikan formal pendidikan multikultural ini dapat
diintegrasikan dalam sistem pendidikan melalui kurikulum mulai pendidikan usia
dini (PAUD), pendidikan dasar, pendidikan menengah, bahkan perguruan tinggi.
Pada pendidikan anak usia dini, pendidikan multikultural dapat diintegrasikan
dalam Out Bond misalnya. Pada pendidikan dasar dan menengah, pendidikan
multikultural dapat diintegrasikan dalam materi pembelajaran bidang studi PKn,
Agama, Sosiologi dan Antropologi, dan atau melalui metode pembelajaran
cooperative learning, contextual learning, dan sebagianya. Sedangkan di
Perguruan Tinggi, secara substansif, pendidikan multikultural dapat
diintegrasikan dalam kurikulum yang berlandaskan konsep multikulturalisme,
misalnya melalui mata kuliah Kewarganegaraan, ISBD, Agama dan Bahasa.
Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan kurikulum
multikultur dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang
menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras, etnis
dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan
budaya, di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan kesukaan. Selain
itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan hari-hari besar
umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh terlibat
dalam pengambilan keputusan secara demokratis.
B. Peluang Dan Tantangan
1. UU SISDIKNAS
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 UU N0. 20
Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis,
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa. Dasar perundangan ini selain memberi
arahan pendidikan di Indonesia juga mewajibkan bahwa pendidikan di Indonesia
harus dikembangan berdasarkan nilai-nilai keagamaan, kultural, dan
kemajemukan bangsa.
Artinya bahwa sistem pendidikan di Indonesia sangat penting
menggunakan pendekatan multikulturalisme. Karena tak jarang banyak peserta
didik yang mengalami konflik bahkan perpecahan antar siswa bahkan sekolah
karena kurangnya menghargai perbedaan, maka setiap siswa berhak untuk diberi
pengajaran bahwa betapa pentingnya menghargai perbedaan yang terdapat
dalam lngkungannya baik itu di sekolah maupun di lingkungan rumah. Setiap
peserta didik memiliki beragam perbedaan sehingga hal ini menjadi peluang
bahwa pendidikan multikultural sangat penting diterapkan di sekolah bahkan
harus ada dalam kurikulum pendidikan agar siswa dapat menghargai setiap
perbedaan yang terdapat dalam lingkungannya.
Peluang Untuk mewujudkan multikulturalisme dalam dunia pendidikan,
maka pendidikan multikultural juga perlu dimasukkan kedalam kurikulum
nasioanal, yang pada akhirnya dapat menciptakan tatanan masyarakat Indonesia
yang multikultural, dengan menerapkkan pendidikan multikultural dalam
kurikulum nasioanal akan mewujudkan :
a. Sarana Alternatif Pemecahan Konflik
Penyelenggaraan pendidikan multikultural di dunia pendidikan diyakini
dapat menjadi solusi nyata bagi konflik dan disharmonisasi yang terjadi di
masyarakat, khususnya Indonesia yang secara realitas plural. Spektrum kultur
masyarakat Indonesia yang amat beragam manjadi tantangan bagi dunia
pendidikan guna mengolah perbedaan tersebut menjadi suatu aset, bukan
sumber perpecahan. Memang, pendidikan kebangsaan dan teologi sudah
diajarkan diperguruan tinggi, namun pendidikan multikultural belum diberikan
dengan proporsi yang benar, pada dasarnya model-model pembelajaran
sebelumnya yang berkaitan dengan kebangsaan memang sudah ada, namun hal
itu masih kurang memadai sebagai sarana pendidikan guna menghargai
perbedaan masing-masing suku, budaya, etnis, sehingga hingga detik ini, jumlah
siswa dan mahasiswa yang memahami apa yang sebenarnya ada dibalik budaya
disuatu bangsa masih sangat sedikit. Maka penyelenggaraan pendidikan
multikultural dapat dikatakan berhasil apabila terbentuk dalam diri siswa dan
mahasiswa sikap hidup saling toleran, tidak bermusuhan yang diakibatka oleh
perbedaan budaya, suku, bahasa, adat istiadat atau lainnya.
Menurut Stephen Hill, pendidikan multikultural dapat dikatakan berhasil
apabila prosesnya melibatkan semua elemen masyarakat. Perubahan yang
diharapkan dalam konteks pendidikan multikultural ini tidak terletak pada
justifikasi angka atau statistik dan berorientasi kognitifansich sebagaimana
lazimnya penialian keberhasilan pelaksanaan pendidikan di negeri ini, bahkan
ada sebagian kalangan yang mengatakan bahwa hasil dari pendidikan
multikultural tidak dapat ditentukan dengan stndar waktu tertentu.
b. Supaya Siswa Tidak Tercerabut dari Akar Budaya
Selain sebagai sarana alternatif pemecahan konflik, pendidikan
multikultural juga signifikan dalam membina siswa agar tidak tercerabut dari
akar budaya yang ia miliki sebelumnya, tatkala ia berhadapan dengan realitas
sosial budaya di era globalisasi. Dalam era globalisasi saat ini, pertemuan antar
budaya menjadi ancaman serius bagi anak didik.
Menurut H.A.R. Tilaar, pendidikan multikultural telah menjadi suatu
tuntutan yang tidak dapat ditawar-tawar dalam membangun Indonesia baru
namun sayangnya terdapat tantangannya yakni konsep pendidikan multikultural
belum dikaji secara serius pada dunia pendidikan kita. Sebetulnya realitas
multikultural yang ada di Indonesia merupakan kekayaan yang bisa menjadi
modal untuk mengembangkan suatu kekuatan budaya.
c. Sebagai Landasan Pengembangan Kurikulum Nasional
Dalam melakukan pengembanagn kurikulum sebagai titik tolak dalam
proses belajar-mengajar, atau guna memberikan sejumlah materi dan isi
pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa dengan ukuran atau tingkatan tertentu,
pendidikan multikultural sebagai landasan pengembangan kurikulum menjadi
sangat penting.
Indonesia sebagai negara majemuk, baik dalam segi agama, suku, bangsa,
golongan maupun budaya lokal perlu menyusun konsep pendidikan multikultural
sehingga menjadi pegangan untuk memperkuat identitas nasional, dengan cara
itu diharapkan bahwa generasi muda di negeri ini setidaknya memiliki identitas
nasional sehingga mereka tidak mudah dipecah belah dan mampu bersaing di era
globalisasi seperti saat ini.
Menurut Hamid Hasan bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia memiliki
keragaman sosial budaya, aspirasi politik dan kemampuan ekonomi, oleh karena
itu keragaman tersebut harus menjadi faktor yang diperhitungkan dalam
menentukan filsafat, teori, visi, pengembangan dokumen, sosialisasi, dan
pelaksanaan kurikulum.
d. Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural
Dalam masyarakat multikultural ditegaskan bahwa corak masyarakat
Indonesia yang bhineka tunggal ika ini bukan hanya dimaksudkan pada
keragaman suku bangsa. Acuan terwujudnya masyarakat Indonesia yang
multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang
mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual ataupun
secara kebudayaan. Kajian mengenai multikulturalisme meliputi berbagai
prmasalahan, antara satu masalah dengan masalah yang lain. Multikulturalisme
bukan hanya sebuah wacana tetapi sebuah ideologi yang harus diperjuangkan,
untuk dapat memahami multikulturalisme secara komperhensif diperlukan
landasan pengetahuan yang berupa bangunan-bangunan konsep yang relevan
dan mendukung dalam kehidupan. Bangunan konsep-konsep ini harus
dikomunikasikan diantara para ahli agar terjalin kesamaan pemahaman dan
saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini.
2. Kondisi masyarakat indonesia
Ali Maksum menggambarkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa
yang masyarakatnya sangat majemuk dan pluralis, kemajemukan merupakan ciri
khas bangsa Indonesia yang mana pada satu sisi dapat memberikan dampak yang
positif. Dalam menghadapi pluralisme budaya tersebut, diperlukan budaya baru
yang lebih toleran, yaitu paradigma pendidikan multikultural. Adanya kerusuhan
dan konflik yang berlatarbelakang suku, adat, ras, dan agama sebetulnya
menunjukan kegagalan pendidikan dalam menciptakan kesadaran pluralisme dan
multikulturalisme.
Di Indonesia, pendidikan multikultural relatif baru dikenal sebagai suatu
pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat Indonesia yang
heterogen, terlebih pada masa otonomi dan desentralisasi yang baru dilakukan.
Pendidikan multikultural yang dikembangkan di Indonesia sejalan
pengembangan demokrasi yang dijalankan sebagai counter terhadap kebijakan
desentralisasi dan otonomi daerah. Apabila hal itu dilaksanakan dengan tidak
berhati-hati justru akan menjerumuskan kita ke dalam perpecahan nasional.
Sudah selayaknya jika sistem pendidikan nasional mengadopsi
pendekatan multikulturalisme sebagai spirit utama dalam membangun peserta
didik. Keragaman budaya, agama, dan etnis serta berbagai variasinya dalam
suatu masyarakat adalah kenyataan sejarah Indonesia. Sesungguhnya
pendekatan multikulturalisme dalam dunia pendidikan bukanlah hal baru.
UNESCO sudah cukup lama mengintrodusir pendidikan tersebut dan
menganjurkannya kepada negara-negara yang warganya heterogen. Sistem
Pendidikan Nasional mesti sensitive terhadap masalah keberagaman masalah
tersebut, karena posisinya sangat strategis dalam membangun watak bangsa
yang tidak sektarian, tetapi toleran, demokratis, dan humanistik.
Pendidikan yang disemangati oleh multikulturalisme sangat penting bagi
bangsa Indonesia karena apresiasi dan saling hormat-menghormati terhadap
perbedaan harus dibentuk dari tingkat yang paling dini dalam kehidupan anak.
Konsep kurikulum muatan lokal (mulok) sebenarnya adalah penerapan
pendidikan multikulturalisme. Dengan kurikulum seperti itu akan berkembang
apresiasi kreativitas kultural masyarakat lokal oleh anak-anak sekolah di daerah
masisng-masing. Tetapi program ini akan terancam gagal, jika di negeri ini
membiarkan iklim politik dan aturan normatif dalam bentuk produk
undang-undang mengkondisikan lahirnya kekuatan dominatif atas nama Negara.
Sebab kemunculan kekuatan dominatif baru akan senantiasa berpotensi
melakukan penyeragaman sehingga anti dialog dan negoisasi kultural.
Model pendidikan multikultural adalah penambahan informasi tentang
keragaman budaya yang mencakup revisi atau materi pembelajaran, termasuk
revisi buku-buku teks. Terlepas dari kritik atas penerapannya di beberapa
tempat, revisi pembelajaran merupakan strategi yang dianggap paling penting
dalam reformasi pendidikan dan kurikulum. Di Indonesia masih diperlukan usaha
yang panjang dalam merevisi buku-buku teks agar mengakomodasi kontribusi
dan partisipasi yang lebih inklusif bagi warga dari berbagai latar belakang dalam
pembentukan Indonesia. Indonesia juga memerlukan pula materi pembelajaran
yang bisa mengatasi "dendam sejarah" di berbagai wilayah. Model lainnya
adalah pendidikan multikultural tidak sekedar merevisi materi pembelajaran
tetapi melakukan reformasi dalam sistem pembelajaran itu sendiri. Contohnya
adalah model "sekolah pembauran" Iskandar Muda di Medan yang memfasilitasi
interaksi siswa dari berbagai latar belakang budaya dan menyusun program anak
asuh lintas kelompok. Untuk mewujudkan model-model tersebut, pendidikan
multikultural di Indonesia perlu memakai kombinasi model yang ada, agar seperti
yang diajukan Gorski, pendidikan multikultural dapat mencakup tiga hal jenis
transformasi, yakni: (1) transformasi diri; (2) transformasi sekolah dan proses
belajar mengajar; dan (3) transformasi masyarakat.
Masyarakat juga mempunyai peranan dan pengaruh yang sangat besar
terhadap perkembangan intelektual dan kepribadian individu peserta didik.
Sebab keberadaan masyarakat merupakan laboratorium dan sumber makro yang
penuh alternatif untuk memperkaya pelaksanaan proses pendidikan. Untuk itu,
setiap anggota masyarakat memiliki peranan dan tanggung jawab moral
terhadap terlaksananya proses pendidikan. Hal ini disebabkan adanya hubungan
timbal balik antara masyarakat dan pendidikan. Dalam upaya memberdayakan
masyarakat dalam dunia pendidikan merupakan satu hal penting untuk
kemajuan pendidikan.
3. Ajaran Agama
Ajaran agama di indonesia yang mayoritasnya merupakan umat beragama
islam menekankan bahkan mendukung jika pendidikan multikultural dapat
diterapkan dalam kurikulum sistem pendidikan di indonesia dan bahkan umat
islam sangat menganjurkan adanya toleransi yang sangat tinggi antar umat
beragama. Dan umat islam tidak menghendaki adanya konflik dan permusuhan
antar keragaman budaya dan agama. Maka dari itu pendidikan multikultural
perlu diterapkan sejak dini terhadap anak sesuai anjuran agama.
Namun ajaran agama bisa jadi sebuah tantangan dalam menerapkan
pendidikan multikultural dalam kurikulum sistem pendidikan di indonesia. Ketika
ada yang kurang memahami ajaran agama (awam), maka akan sulit menerima
perbedaan itu.

BAB III
PENUTUP
Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan
kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas
keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam
kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan
politik yang mereka anut.
Pendidikan yang disemangati oleh multikulturalisme sangat penting bagi
bangsa Indonesia karena apresiasi dan saling hormat-menghormati terhadap
perbedaan harus dibentuk dari tingkat yang paling dini dalam kehidupan anak.
Konsep kurikulum muatan lokal (mulok) sebenarnya adalah penerapan
pendidikan multikulturalisme. Dengan kurikulum seperti itu akan berkembang
apresiasi kreativitas kultural masyarakat lokal oleh anak-anak sekolah di daerah
masisng-masing.
Pengetahuan (dan ilmu) menjadi instrument penting bagi masyarakat di
dalam memetakan gejala dan persoalan, menganalisis, menentukan alternatif,
dan mengambil keputusan sebagai respon terhadap perubahan cepat
masyarakat yang terjadi. Jikalau salah satu yang mendasari karakter ilmu dan
pengetahuan adalah relativitas didasarkan pada toleransi terhadap pihak lain
karena segala sesuatunya tidak ada yang mutlak. Apabila hal yang sama berlaku
pula pada pemahaman terhadap kultur lain maka perspektif multikultural
menjadi penting keberadaannya. Untuk membentuk masyarakat seperti inilah
maka pendidikan multikultural menempati posisi urgen dan signifikan.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 2010. ​Filsafat Bahasa dan Pendidikan.​ Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya Offset
Gandhi, Teguh Wangsa. 2011. ​Filsafat Pendidikan: Mazhab-Mazhab Filsafat
Pendidikan.​ Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Hamalik. 2003. ​Multikulturalisme Indonesia.​ ​http:/kongres.budpar​/. go.id.
Diakses tanggal 15 Desember 2016
H.A.R. Tilaar. 2004. ​Membenahi Pendidikan Nasional.​ Jakarta: Rineka Cipta
H.A.R. Tilaar. 2004. ​Multikulturalisme Tantangan-Tantangan Global Masa Depan
dalam Transformasi Pendidikan Nasional.​ Jakarta: Grassiondo
Muslich, Masnur. 2008. ​KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan
Kontekstual.​ Jakarta: Bumi Aksara
Nasution, S. 1999. ​Asas-asas Kurikulum.​ Bandung: Jemmars
O’neil, William F. 2008. ​Ideologi-Ideologi Pendidikan​. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tim Dosen FIP UNESA. 2005. ​Refleksi Pendidikan Masa Kini​. Surabaya: Unesa
Press
Usman, Ali. 2010. ​Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No 20 tahun 2003.​ http:/aliusmanhs.wordpress.com/. Diakses tanggal 15
Desember 2016

Anda mungkin juga menyukai